Home / Romansa / Takdir Miranda / Menyembuhkan Larasati

Share

Menyembuhkan Larasati

last update Last Updated: 2021-09-18 10:09:56

Hari ketiga pun sama saja. Tidak ada perubahan signifikan yang terjadi pada Larasati. Kondisinya tidak bertambah baik. Miranda pun segera berinisiatif menghubungi neneknya. Diceritakannya kondisi sang mama sekarang.

Hari itu juga, nenek Miranda datang. Setelah meletakkan travelling bag di lantai ruang tengah, ia langsung berjalan menuju kamar anaknya. Nampak Larasati tengah berbaring di ranjang, dengan tatapan mata kosong menatap langit-langit kamar. 

Ia mendekati Larasati, lalu mencium pipinya sekilas. Membelai rambut Larasati yang kusut tak tersisir berhari-hari. Tidak hanya rambutnya yang kusut masai, pipinya pun sekarang menjadi semakin tirus. Ia jarang makan. Sekalinya mau makan, hanya sedikit sekali porsinya.

Perempuan ayu berusia 60 tahun itu menghela napas panjang. "Owalah, Nduk, kok jadi seperti ini akhirnya. Ayo bangun, Nak, bangkitlah demi Miranda. Tak kasihankah engkau pada anak gadismu? Ia kebingungan, Nak. Ia baru saja kehilangan sosok ayahnya. Jangan sampai ia kehilanganmu juga. Ayo bangkit, Nak. Sembuhkan hatimu!"

Tidak ada reaksi dari Larasati. Ia masih saja terdiam seperti tadi. Miranda yang menyaksikan hal itu, menjadi sedih. Ia terisak pelan. Sang mama kini lebih mirip zombie, mayat hidup. Hidup tapi tanpa jiwa.

"Nduk, apakah kamu sudah memanggil dokter untuk mamamu?" tanya sang nenek saat makan malam. 

"Sudah, Nek. Dokter bilang, tubuh Mama sehat. Dugaan Dokter, Mama mengalami syok berat. Dokter menyarankan untuk membawa Mama konseling ke Psikolog, Nek," jawab Miranda.

"Begitu, ya. Baiklah, nanti Nenek akan menelepon Mira, biar dia dan suaminya besok ke sini. Kita harus membicarakan masalah mamamu lebih lanjut."

Miranda menganggukkan kepalanya. "Ya, Nek. Terserah Nenek saja pokoknya."

"Kasihan benar mamamu, Nduk. Jiwanya terpukul hebat. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa kini secara resmi ia sudah benar-benar berpisah dari papamu. Ketahuilah, Nduk, sejak masih pacaran dulu, Nenek sudah memperingatkan mamamu tentang watak Aditama. Tapi ia telanjur mencintai papamu. Sekarang lihat, beginilah jadinya," sambung sang nenek.

Keesokan harinya, Mira dan suaminya datang, setelah ditelepon mamanya. 

Mira keluar dari kamar Larasati dengan berurai air mata. Hatinya sedih, melihat kondisi kakaknya saat ini. Sementara suami Mira, berjalan dengan kepala tertunduk. Ia juga merasa sedih melihat kondisi kakak iparnya. 

Kini, keempat orang itu berkumpul di ruang tengah, membicarakan Larasati.

"Ma, menurut kami, sebaiknya Miranda dan Kak Laras segera pindah ke rumah Mama saja. Kasihan Miranda, sekolahnya jadi terbengkalai. Akan lebih baik jika Kak Laras ada yang mendampingi, mengajak bicara, dan lain sebagainya. Kak Laras sangat membutuhkan kehadiran Mama saat ini. Bagaimana menurut Mama?" ujar Mira pada mamanya.

Nyonya Herlambang terdiam beberapa lama. Beliau tampak tengah berpikir.

"Ya, Mama pun tadi malam sempat berpikir seperti itu. Tapi itu berarti Miranda harus pindah sekolah. Nduk, kamu keberatan tidak jika pindah sekolah?" tanya sang nenek pada Miranda.

"Miranda siap pindah ke rumah nenek, juga siap pindah ke sekolah mana saja yang Nenek inginkan. Miranda mau melakukan apa saja untuk membantu kesembuhan Mama," Miranda menjawab dengan mantap.

Sang nenek manggut-manggut. "Mira, hari ini juga tolong Miranda untuk berkemas-kemas. Bawa yang penting-penting saja. Baju-baju yang jarang dipakai ditinggal saja. Tidak perlu membawa perabotan apapun, rumah nenek sudah lengkap isinya. Pun rumah nenek kecil, jadi cukup bawa perlengkapan harian saja," perintah sang nenek pada Mira.

"Baju-baju tak terpakai, peralatan masak, semua alat elektronik, dan furniture apa boleh Mira sumbangkan pada yayasan yatim piatu, Ma?" Mira minta persetujuan sang mama.

"Boleh, Nak. Malah bagus itu, ada manfaat untuk orang lain. Kalau menunggu terjual, nanti malah jadi lama. Jika rumah sudah kosong, nanti kamu hubungi Aditama dan pengacaranya Laras, biar proses penjualan rumah segera dimulai. Urusan rumah, biar pengacara Laras saja yang uruskan, kita fokus pada penyembuhan Laras," ujar Nyonya Herlambang berwibawa.

"Heri, tolong bantu istri dan ponakanmu mengepak barang, ya?"

"Baik, Ma, Heri siap!" jawab Heri--suami Mira.

Setelah itu, Heri dan Mira keluar, membeli beberapa kardus besar. Miranda menurunkan koper-koper dari atas lemari untuk dibersihkan. Setelah disortir, baju-baju yang akan dibawa ia masukkan ke koper. Yang tidak terpakai, ia masukkan ke dalam kardus. 

Setelah selesai dengan baju-bajunya sendiri, ia menuju kamar mamanya. Membuka lemari, dan mengambil baju-baju milik mamanya. Ketika melihat tumpukan baju papanya, hatinya berdesir. Ada yang terasa perih di hatinya. Namun, ia lalu mencelos, melanjutkan lagi kegiatannya.

Sore hari, pick up yang disewa Mira untuk mengangkut barang-barang sudah datang. Heri dan pak sopir sigap menaikkan barang-barang ke atas mobil. Setelah itu, Miranda memapah mamanya, naik ke mobil om-nya. Sang nenek menyusul. 

Mira mengunci pagar rumah. Besok pagi, ia akan ke rumah itu lagi, dengan mobil pick up yang sama, menyelesaikan pengosongan rumah. Lalu mengantarkan barang-barang ke Yayasan Yatim Piatu Nurul Huda Magelang.

Sesaat sebelum berangkat, Miranda menengok ke belakang, menatap rumah yang telah menjadi istananya selama 14 tahun terakhir itu. Ia menangis haru. 'Selamat tinggal kenangan', ucapnya dalam hati.

Berbeda dengan Miranda, Laras justru hanya menunduk lesu. Ia tak tahu mau dibawa ke mana. Laras yang malang. Separuh jiwanya telah pergi. Laras bagaikan burung yang sayapnya patah sebelah. Menggeletak di tanah. Tak mampu terbang lagi.

"Miranda, antarkan mamamu ke kamar lamanya. Tolong dibantu mandi dan makan juga ya, Nduk. Kasihan mamamu, terlantar dari pagi karena kesibukan kita. Biar om dan tantemu yang membereskan barang-barang," ujar sang nenek, memerintah Miranda.

"Baik, Nek." Miranda bergegas keluar dari mobil, lalu memapah mamanya memasuki rumah.

Tiba-tiba Larasati menghentikan langkahnya.

"Ada apa, Ma? Sejak hari ini, Mama sama Miranda tinggal di rumah nenek, ya. Mama mau kan, tinggal di sini?"

Larasati tidak menjawab. Ia tidak tahu mau menjawab apa. Ia tidak mengerti apa yang telah terjadi. Namun, rumah ini telah membuat sudut kecil di hatinya menghangat. Rumah ini. Rumah dimana ia dibesarkan kedua orang tuanya. Dibesarkan dengan cinta, tanpa luka.

Larasati memandangi setiap jengkal kamar yang baru saja dimasukinya. Ia merasa familiar dengan kamar itu. Dielusnya lemari baju berukir itu. Meja rias, ranjang ukir, dan beberapa boneka lama di atas kepala dipan.

"Mama ingat kamar ini? Iya, ini kamarnya Mama ketika masih gadis. Miranda akan menemani Mama tidur di sini setiap hari. Mama cepat sembuh, ya, Ma! Miranda ingin Mama kembali seperti dulu." Miranda memeluk Larasati.

 Larasati hanya diam saja. Namun, setiap Miranda memberinya pelukan atau ciuman, Larasati merasakan kehangatan menjalar di relung hatinya.

Tak terasa, sebulan telah berlalu. Seperti biasa, Miranda pergi dan pulang sekolah dengan ojek langganan. Tidak ada yang bisa mengantar jemput Miranda. Sang nenek sudah terlalu tua, sedangkan mamanya sendiri masih belum pulih dari depresinya.

Setiap hari Sabtu, Tante Mira dan suaminya datang, lengkap dengan kedua anaknya yang masih berumur 10 dan 7 tahun--Andri dan Hani. Setelah itu, mereka mengantarkan Larasati melakukan konseling pada seorang Psikolog di pusat kota. 

Andrindan Hani ditinggal di rumah, bersama sang nenek. Hal ini sudah berlangsung selama tiga minggu. Saat sesi konseling berlangsung, Mira dan suaminya setia menunggu di ruang tunggu. Setelah sesi konseling selesai, Psikolog akan mengajak Mira dan Heri berbincang-bincang, membicarakan kondisi Larasati. Apa yang harus dilakukan, dan apa yang tidak boleh dilakukan selama proses pemulihan Larasati.

Sore ini, sesi konseling telah usai. Seperti biasa, Mira dan Heri mengajak kakaknya keliling kota, mereka sengaja mengambil jalan memutar, agar Larasati punya waktu lebih banyak melihat pemandangan dari dalam mobil.

"Kak, lihat tuh ada gardu PLN. Sebentar lagi kita akan melewati SMA-mu dulu, Kak. Ingat gak? Tuh dah kelihatan gapura masuknya. Kakak ingin ke sana?" Mira menawari kakaknya. 

Heri segera tanggap. Tanpa menunggu jawaban dari Larasati, ia membelokkan mobilnya ke arah gapura kampung Sanggrahan. Tak sampai lima menit, mereka telah sampai di depan gapura depan SMA 2 Magelang. Mira menuntun kakaknya turun. 

Larasati memandang ke arah sekolahnya. Ada beberapa memori yang berusaha menyeruak, ke dalam ingatannya. Ia menatap lapangan basket dan lapangan tennis di sebelah kanan, masjid sekolah, dan beberapa gedung kelas yang nampak dari depan. Ada kehangatan yang menyeruak di hatinya. Air mata mengalir di kedua pipinya.

Mira melirik suaminya. Mereka lalu memapah Larasati ke dalam mobil, pulang ke Tempuran. Selama perjalanan, Mira mengajak kakaknya mengobrol. Membicarakan masa kecil, juga masa-masa sekolah mereka.

Mira tak pernah berkecil hati, walaupun selama ia mengajak kakaknya bicara, sang kakak tidak pernah sekalipun menimpalinya. Ia yakin, kakaknya menyimak semua perkataannya.

"Mama ...!" teriak Andri dan Hani, menyambut kedatangan mamanya.

"Bagaimana sesi konseling hari ini, Mira?" Nyonya Herlambang menanyai putrinya.

Related chapters

  • Takdir Miranda   Larasati sembuh

    "Lancar, Ma. Bu Maria bilang, Kak Laras sudah mulai menunjukkan kemajuan, walupun tidak signifikan. Bu Maria mengajak kita semua untuk tidak menyerah dalam usaha pemulihan Kak Laras. Dukungan keluarga adalah yang utama," jawab Mira, sambil menyesap teh hangatnya.Miranda menyimak percakapan nenek dan tantenya dengan seksama."Untung depresinya Kak Laras gak sampai bikin dia berniat bunuh diri ya, Ma? Kan ada tuh, yang sampai bunuh diri pasca perceraian.""Benar, Nduk. Rupanya, Laras termasuk tipe orang yang tidak bisa menerima kesedihan di luar ekspektasinya. Ia melampiaskan depresinya dengan berdiam diri, menangisi nasibnya diam-diam, dan tak mau berkomunikasi dengan yang lain. Tapi Mama yakin, dengan pendampingan dari kita, pasti Laras akan pulih seperti sedia kala. Ia hanya butuh untuk menyembuhkan lukanya," ujar Nyonya Herlambang panjang lebar.Miranda menatap neneknya. Ia bersyukur mempunyai seorang nenek yang pintar dan bijak. Yang bisa menjadi sand

    Last Updated : 2021-09-18
  • Takdir Miranda   Nenek sakit

    Larasati menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu, Ma. Mama sendiri tahu dari mana, Ma?""Dari Mira, Nduk. Tak biasanya, Aditama menelepon nomor adikmu. Ia menanyakan kabarmu dan Miranda.""Setelah tiga tahun baru menanyakan kabar kami? Hebat benar dia ... " Larasati mencibirkan bibirnya, lalu tertawa masam.Nyonya Herlambang memandangi putrinya dengan seksama. Ia menduga-duga, apakah rasa cintanya pada Aditama yang dulu menggebu-gebu, kini telah padam?"Ma, sejujurnya, kini Laras tidak peduli lagi dengan papanya Miranda. Dia mau nikah lagi kah, cerai lagi kah, menikah dengan empat wanita sekaligus pun, sungguh Laras tidak peduli. Di hati Laras hanya ada mama, Miranda. Kalianlah yang menjadi alasan terbaik bagi Laras untuk mampu bangkit dari keterpurukan Laras. Laras hidup untuk masa depan, bukan untuk masa lalu," ujar Larasati mantap.Sang mama merasa terharu. Ia senang, karena kini, Larasati telah menjadi lebih tangguh dan lebih realistis.

    Last Updated : 2021-09-20
  • Takdir Miranda   Bertemu Alex

    "Ma, tadi Tante Mira telepon. Katanya Minggu depan, Miranda disuruh ke Jogja, tasyakuran wisudanya Andri. Mama ikut kan?" ujar Miranda pada suatu malam."Enggak ah. Tolong sampaikan pada tantemu, Mama gak bisa ikut. Pinggang Mama capek banget kalau buat membonceng motor jauh-jauh," jawab sang mama."Kan Miranda bisa menyewa mobil, Ma. Atau nanti Miranda minta dijemput Om Heri aja biar Mama bisa ikut," ujar Miranda, merayu sang mama."Enggak ah. Sudah deh, Miranda saja yang berangkat. Mama titip salam saja. Oke?" Larasati tetap kekeuh dengan keputusannya.Miranda mengendikkan bahunya. "Ya, terserah Mama, deh."***"Hai, Cantik! Ayo masuk! Sorry ya, kali ini rumah Tante penuh banget".Miranda tersenyum. Ia mengedarkan pandangan, mencari sosok adik sepupunya, Andri. Setelah mengucapkan selamat pada Andri, Miranda keluar rumah melalui pintu belakang. Sumpek berada di dalam. Ia numpang duduk di teras tetangga belakang rumah tantenya.

    Last Updated : 2021-09-22
  • Takdir Miranda   Mulai mendekati Alex

    "Eh, halo, Mas, ada apa?""Ini, saya mau mengembalikan obeng punya Mas Heri yang saya pinjam kemarin.""Ya, Mas, titipin saya saja gak apa-apa. Rumah lagi kosong soalnya.""Lagi pergi semua apa, Mbak?""Iya, Mas.""Ya, sudah, saya langsung pulang saja. Mari, Mbak ..."Miranda mengganggukkan kepalanya. Ia melepas kepergian Alex dengan senyum manis terkulum di bibir.Akhirnya, ia bisa bertemu lagi dengan pria itu. Miranda menyibakkan tirai dapur, mengintip dari kaca jendela. Terjadi pergulatan batin pada diri Miranda.Di satu sisi, ia ingin sekali mengobrol dengan Alex. Namun, di sisi lain ia menentang hal itu. Masih tergiang di ingatannya, ucapan sang tante beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa Alex adalah lelaki yang sudah beristri. Miranda berjalan mondar-mandir di dapur, menimbang-nimbang apa yang akan dilakukannya."Selamat malam, Mas, boleh saya bergabung?" Dengan keberanian luar biasa, Miranda menyapa Alex.

    Last Updated : 2021-09-23
  • Takdir Miranda   Gelora asmara

    "Enggak, Bu Edi. Rania masih di Salatiga, bulan depan mungkin nyusul saya ke sana." Alex menjelaskan pada Bu Edi, salah satu tetangga Alex dan Mira di kampung Gejayan."O, begitu. Ya, sudah, mari, Mas, Mbak, saya duluan," pamit Bu Edi pada Alex dan Miranda.Sepeninggal Bu Edi, Miranda memandang Alex, tatapan matanya seolah meminta penjelasan tentang sesuatu. Alex segera tanggap. "Rania itu nama istriku, Mir. Tadi malam belum sempat ngasih tahu kamu, tantemu dah manggil kamu."Miranda manggut-manggut, tanda mengerti."Boleh kulihat fotonya?"Alex segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Membuka galeri, lalu menunjukkan sebuah foto pada Miranda."Wow, cantik sekali. Anggun, berjilbab lagi. Cocok sama kamu, Mas." Miranda memuji istri Alex dengan sepenuh hati."Ah, bisa aja kamu, Mir." Alex tersipu, ia lalu mengalihkan arah pembicaraan. "Berhubung menurut pengakuanmu kamu ini jomlo, maka aku ingin mendengar cerita tentang kel

    Last Updated : 2021-09-24
  • Takdir Miranda   Rania

    Miranda menyambar ponselnya dari kasur, lalu masuk kamar mandi. Ia me-reject panggilan dari Alex. Sebagai gantinya, ia mengiriminya sebuah pesan.[Sorry, gak bisa nerima telepon. Aku bangun kesiangan, lagi mau mandi.]Setelah mengamankan ponselnya, Miranda mulai mengguyuri tubuhnya. Ia berburu dengan waktu. Pukul setengah delapan, ia ada rapat penting dengan klien kantornya.Hari ini, Miranda sibuk sekali. Banyak pekerjaan kantor yang menumpuk, maklum banyak proyek baru. Tak terasa, jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Miranda bersorak. Finally! Ia segera membereskan mejanya, lalu berpamitan dengan Tita.***Dari jauh, Miranda melihat sosok Alex yang tengah menunggunya di lobi."Hai ...." sapanya pada Alex."Oh, hai ...." Alex segera bangkit dari kursi, lalu menyambut Miranda dengan mesra. Dirangkulnya gadis itu, lalu digandengnya menuju meja resepsionis.Setelah menerima kunci kamar, Alex membimbin

    Last Updated : 2021-09-25
  • Takdir Miranda   Ketahuan

    "Secepatnya, Sayang. You know lah, aku harus jauh lebih berhati-hati sekarang, agar Rania gak curiga. Kemarin, ketika aku tidur, aku melihatnya menggeledah saku-saku celanaku, lalu menciumi bajuku. Sepertinya dia lagi nyari jejak."Miranda tercenung. "Don't forget to always clear out chat, Alex. Juga panggilan-panggilan. Bersihin galerimu juga, ya. Jangan sampai ada fotoku di sana. I don't want to lose you, Alex. I love you so much.""I love you too, Hun. So, jangan ngambek ya, kalau kita sekarang gak bisa seperti dulu lagi, gak bisa jalan-jalan berdua kemana-mana sesuka hati, juga check-in di hotel seharian."Miranda menarik napas panjang. "It's oke. Kita jalani dulu apa yang ada."Setelah itu keduanya pun berpisah. Alex melarikan motornya ke arah Jogja, sementara Miranda ke arah Magelang.Pukul satu dini hari, Miranda baru sampai di rumahnya. Ia segera mengeluarkan kunci cadangan. Membuka pintu rumah, lalu masuk ke kamarnya. Segera setelah

    Last Updated : 2021-09-26
  • Takdir Miranda   Putus

    "Tinggalkan Alex, Mir. Rania sangat menderita. Percayalah. Kamu gak pingin kan lihat dia frustasi seperti mamamu dulu?"Miranda menggelengkan kepalanya. "Tapi, Tante, Miranda sangat mencintai Alex. Miranda tak yakin bisa segera melupakan Alex.""Berusahalah. Kamu mencintai orang yang salah, itu masalahnya.""Ini tidak adil, Tante. Kami saling mencintai satu sama lain.""Bagaimanapun juga, merusak rumah tangga orang lain itu salah, Mir. Itu perbuatan hina. Dari awal seharusnya engkau menyadari hal itu. Lalu padamkanlah api cinta itu, sebelum menjadi besar, dan akhirnya menghanguskan dirimu sendiri.""Baik, Tante. Miranda akan belajar melupakan Alex."Setelah selesai menasihati Miranda, Mira menemui kakaknya yang sedang mengobrol dengan suaminya di ruang tengah."Ada apa, to, Mir? Kalian membicarakan apa?" desak Larasati pada adiknya."Sebuah masalah, Kak. Namun, Kakak yak perlu khawatir, Mira sudah selesaikan masalahnya."

    Last Updated : 2021-09-28

Latest chapter

  • Takdir Miranda   Pondok pesantren

    Sesampainya di rumah, Miranda langsung menemui sang mama.“Ma, besok pagi bantuin Miranda berkemas-kemas, ya!”Larasati nampak bingung. “Memangnya dah mau pindah?”“Iya, Ma. Miranda cocok sama pondok yang Tita bilangin kemarin. Miranda dah ketemu sama pemilik pondok. Mereka ramah sekali. Pokonya Miranda mantap mau mondok di situ,” ujar Miranda berapi-api.Larasati merasa terenyuh dengan tekad putrinya. “Kehidupan di pondok itu keras, Nak, jadwalnya padat. Kamu pandai-pandailah beradaptasi di sana.”“Iya, Ma,” jawab Miranda singkat.Tak terasa, sehari telah berlalu. Semua kebutuhan pokok Miranda selama akan berada di pondok, sudah dikemas dalam sebuah travelling bag. Sekarang, waktunya berangkat ke pondok, memulai hidup baru. Larasati memandangi putrinya dengan penuh kasih. Untuk sementara, ia akan berpisah dengan putrinya. Ia menahan air matanya agar tak tumpah. Ia tak ingin nampak

  • Takdir Miranda   Resign

    Lagi-lagi, Miranda terjaga dari tidurnya. Diliriknya jam dinding di kamarnya, masih jam dua pagi. 'Sialan!' rutuk Miranda dalam hati. Bagaiamana bisa ia mimpi buruk tiga hari berturut-turut dengan mimpi yang sama pula? Apakah ini hanya kebetulan semata? Ataukah sebuah pertanda buruk?Tiba-tiba, Miranda merasa ketakutan. Untuk pertama kalinya, ia melakukan salat malam--tahajud--untuk menenteramkan hatinya yang gelisah. Ia segera mengambil air wudhu, lalu memulai salatnya. Air matanya bercucuran, karena ia merasa bersalah, telah meninggalkan Allah selama ini. Ia bahkan melakukan zina hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya.Setelah selesai dua rakaat, ia pun berdoa memanjatkan doa, meminta ampun kepada Allah atas semua dosa-dosanya. Lalu ia pun duduk bersila, melafalkan zikir dengan bercucuran air mata. Ampuni aku, Ya Allah. Ampuni aku ....Malam itu, Miranda menghabiskan sisa malamnya dengan berzikir. Terus dan terus. Hingga ia jatuh tertelungkup di atas s

  • Takdir Miranda   Keputusan

    Miranda terjaga dari tidurnya. Ia bingung berada di mana. Kepalanya masih terasa sangat berat. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Lho, di mana Jatmiko? Miranda mengedarkan pandangannya ke kamar hotel. Tak nampak Jatmiko. Juga barang-barang yang kemarin sempat dilihatnya.Ketika hendak bangkit dari ranjang, ia terkejut mendapati dirinya telanjang. Ia juga merasakan nyeri pada alat kelaminnya. Karena penasaran, ia meraba bagian vitalnya. Ia terhenyak, ketika tangannya menyentuh lendir lengket di sekitar alat vitalnya.Miranda terhenyak, kembali membaringkan tubuhnya. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia berusaha melogika apa yang telah terjadi dengannya. Setelah beberapa lama berpikir dengan tenang, ia pun perlahan menangis. Ia tak menyangka, Jatmiko sebejat itu. Ia tak menyangka, Jatmiko tega menjebak, lalu memperkosanya.'Oh, bodohnya aku,' rutuk Miranda dalam hati. Ia sungguh menyesal, bertemu dengan Jatmiko. Ia menyesal kemarin dengan

  • Takdir Miranda   Malam jahanam

    Setelah sarapan bersama, mereka pun kembali berjalan menuju lokasi pantai. Jatmiko mengantarkan Miranda hingga tempat parkir."Daaah ... sampai jumpa nanti siang, ya!" pamit Miranda saat melewati Jatmiko. Pria itu sedang berjalan menuju mobilnya yang diparkir di area luar pantai. Jatmiko membalas lambaian tangan Miranda, lalu melanjutkan langkahnya.Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang, Miranda sudah siap pergi dengan Jatmiko. Ia membuka pesan di aplikasi WA, ada sebuah pesan dari Jatmiko, bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju hotel tempat Miranda menginap. Miranda mengambil tas punggung kecilnya, lalu turun ke lobi. Ia akan menunggu Jatmiko di sana.Siang ini, suasana hotel agak sepi. Hanya ada beberapa pengunjung hotel terlihat duduk-duduk di lobi hotel. Hotel tempat Miranda memang dilengkapi dengan dua set sofa untuk duduk tamu-tamu hotel.Dari kejauhan, nampak seorang pria tampan berkulit coklat berambut semi gondrong ten

  • Takdir Miranda   Berkenalan dengan Jatmiko

    Setelah menarik napas panjang, Miranda pun mulai menceritakan kisahnya. Reno mendengarkan dengan penuh simpati.“Jadi, kamu sekarang merasa insecure karena kondisimu sekarang, ya, Mir?” Reno berkomentar.“Ya, begitulah. Aku merasa hina banget, Reno.”“Jangan terlalu dipikirkan, let the gone be by the gone, yang penting kamu sudah bertaubat, menyadari kesalahanmu.”“Eh, dah hampir jam 10, pulang, yuk. Panas gila di sini,” ujar Miranda, sambil melihat jam di ponselnya.“Langsung pulang ke Magelang?”“Enggak. Balik ke rumah tanteku dulu, entar sore baru balik Magelang.”“Ya udah, bye Miranda, nice to see you,” pamit Reno pada Miranda yang sedang berkemas.Reno beranjak meninggalkan Miranda. Miranda menyusul pergi kemudian. Miranda merasa simpati dengan kisah cinta pria itu. Ia tak bisa membayangkan kesedihan Reno yang harus kehilangan kekasih hati

  • Takdir Miranda   Refreshing

    Alex tertunduk lesu, mendengar jawaban Miranda. Ia tak menyangka, Miranda sedalam itu mencintai dirinya. "Maafkan aku, Mir, aku sudah merusak hidupmu.""Bukan salahmu, Alex. Aku juga salah. Cinta datang di saat yang tepat, itu saja. Kita berdua salah, karena mengikuti bisikan hawa nafsu. Memang sudah seharusnya kita berpisah.""Tapi kamu perempuan, Mir. Kamu rugi ....""Karena aku sudah tak virgin, maksudmu?"Alex menjawab lirih, "Iya, Mir."Miranda menitikkan air mata. "Itu sudah terjadi, Lex. Aditya, pacarku yang terakhir, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi norma susila, ia kecewa mengetahui aku sudah tidak suci lagi.""Ia langsung memutuskan hubungan kalian begitu saja?""Enggak. Aku yang memutuskan hubungan. Dia mau menerimaku apa adanya, walaupun aku tidak sesuai harapannya. Tapi aku memilih mundur.""Kenapa, Mir? Kan dia menerimamu apa adanya.""Jangan naif, Alex. Oke, saat ini dia bisa bilang kaya' gitu. Tap

  • Takdir Miranda   Bertemu Alex lagi

    "Kamu serius, Dik?"Miranda menggangguk, membenarkan. Ia lega, akhirnya bisa bicara jujur pada Aditya. Walaupun ia tahu, putus bisa menjadi resiko terbesarnya. Miranda melirik wajah Aditya yang pucat pasi."Mas kecewa, kan?""Terus terang, Mas sama sekali tidak menyangka, Dik."Miranda tersenyum kecut. "Jadi, kita resmi putus hari ini, Mas?""Loh, kok kamu bilang gitu, Dik?""Kan sudah jelas, aku tidak termasuk dalam kriteria calon istri idaman Mas Adit.""Tapi ... aku mencintaimu, Dik."Miranda menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak tahu harus berkomentar apa."Dik ... kalau misalnya aku tetap menerimamu apa adanya, bagaimana?""Jangan bercanda, Mas. Mas Adit bisa saja bicara seperti itu sekarang, tapi di kemudian hari, Mas bisa saja mengungkit aibku," tukas Miranda. "Aku sangat menghargai pengertianmu, Mas. Namun, kurasa, berpisah lebih baik untuk kita berdua.""Tidak, Dik. Aku mau me

  • Takdir Miranda   Aditya

    Miranda tak habis pikir, bisa-bisanya Lintang mengabaikan chat WA darinya. Padahal, selama ini ia selalu mengutamakan kepentingan Lintang. 'Dasar egois', rutuk Miranda dalam hati.Miranda membulatkan tekad untuk berpisah dari Lintang secepatnya.[Lintang, aku ingin putus darimu, sekarang juga. Semua hadiah darimu, akan kukembalikan lagi. Tolong, jangan ganggu aku lagi. So sorry ....] Miranda mengirimkan pesan itu.Beberapa menit berlalu, Lintang tak jua membalas pesannya, padahal statusnya sudah centang biru. Miranda merasa kesal. Ia kesal pada Lintang, juga pada dirinya sendiri. Ia menyesal terlibat hubungan asmara dengan pria itu.Pukul enam kurang seperempat, Miranda menuju kasir kafe, membayar tagihan makanannya. Ketika ia hendak menstarter motornya, datanglah Lintang dengan wajah kaku menahan amarah."Cepat naik!" perintah Lintang, pada Miranda.Miranda terpaku di motornya. Namun, sedetik kemudian, ia menstarter motornya, ta

  • Takdir Miranda   Lintang Pradana

    Miranda membalikkan tubuhnya. Ia menatap mata Alex dalam-dalam, terlihat ada pijar kerinduan di sana. Entah siapa yang memulai. Tahu-tahu, keduanya kini sudah berpelukan. Alex menciumi wajah ayu Miranda, dan berhenti di bibir gadis itu. Dipagutnya bibir gadis itu dengan mesra. Miranda merangkulkan tangannya di leher Alex, menikmati sentuhan Alex yang selama ini dirindukannya."I miss you so, Hun," bisik Alex di telinga Miranda.Nafsu Miranda terbakar. Ia membalas ciuman dan sentuhan Alex dengan agresif."Dasar jalang!" Terdengar seseorang mengumpat.Alex dan Miranda terkejut. Mereka segera menghentikan aksi mereka. Napas mereka berdua masih terengah-engah. Wajah Miranda merah padam, ia merasa sangat malu."Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Rud," ujar Miranda lirih.Rudi tertawa. "Tak perlu khawatir, Miranda. Kamu boleh saja melakukan apapun yang kamu mau, kamu bebas sekarang. Kita putus mulai saat ini!""Sorry, Bro. Aku

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status