Share

Rania

Penulis: Kanya Kalyana Kamanika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Miranda menyambar ponselnya dari kasur, lalu masuk kamar mandi. Ia me-reject panggilan dari Alex. Sebagai gantinya, ia mengiriminya sebuah pesan.

[Sorry, gak bisa nerima telepon. Aku bangun kesiangan, lagi mau mandi.]

Setelah mengamankan ponselnya, Miranda mulai mengguyuri tubuhnya. Ia berburu dengan waktu. Pukul setengah delapan, ia ada rapat penting dengan klien kantornya. 

Hari ini, Miranda sibuk sekali. Banyak pekerjaan kantor yang menumpuk, maklum banyak proyek baru. Tak terasa, jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Miranda bersorak. Finally! Ia segera membereskan mejanya, lalu berpamitan dengan Tita.

***

Dari jauh, Miranda melihat sosok Alex yang tengah menunggunya di lobi. 

"Hai ...." sapanya pada Alex.

"Oh, hai ...." Alex segera bangkit dari kursi, lalu menyambut Miranda dengan mesra. Dirangkulnya gadis itu, lalu digandengnya menuju meja resepsionis. 

Setelah menerima kunci kamar, Alex membimbing Miranda ke kamar yang mereka sewa.

"Duh, panasnya. Lengket badanku," keluh Miranda, sambil menyalakan pendingin ruangan. 

"Mandi aja dulu, terus kita ngobrol. Oke?" 

Miranda setuju. Setelah ia selesai mandi, giliran Alex yang mandi. Kini, mereka berdua sudah memakai baju casual. Alex memperhatikan Miranda yang tengah menyisir rambutnya sambil berdiri menatap pemandangan dari jendela kamar. Potongan tubuhnya langsing dan menggairahkan. Penampilannya memikat dan terkesan eksotis. Wajahnya ayu alami, tanpa sapuan make up. 

Darah Alex mulai berdesir. Miranda mengalihkan pandangannya dari jendela. Ia kini menatap Alex. Mata keduanya penuh kerinduan. Mereka saling mendekat perlahan-lahan, lalu saling berpelukan, saling memagut bibir, lama sekali, menuntaskan kerinduan mereka yang membuncah.

Alex membimbing Miranda ke tempat tidur. Ia membuka bajunya sendiri, lalu membuka baju Miranda. Di ranjang itu, mereka menuntaskan segalanya.

Tak terasa, malam telah menjelang. Kedua anak manusia yang tengah dimabuk asmara itu kini tertidur pulas. Tengah malam, Miranda terbangun. Ia menatap kamar hotel. Ia sempat merasa bingung, tapi ia segera sadar, bahwa ia kini tengah bersama pria pujaan hatinya, Alex. Miranda tak menyesal telah menyerahkan keperawanannya pada Alex. Ia rela melakukan apa saja untuk Alex. 

Miranda beranjak dari ranjang, lalu melangkah ke kamar mandi, membersihkan diri. Keluar dari kamar mandi, Alex menyambutnya. Miranda yang saat itu hanya berbalut handuk sebatas dada, merasa risih karena dipandangi Alex terus-terusan. Ia merasa ditelanjangi. 

"Jangan melotot gitu. Aku malu ...." Miranda merajuk.

Alex mendekati Miranda. Miranda jadi salah tingkah.

"Aku mau lagi ...." Suara Alex terdengar parau.

"Mau apa?" 

"Mau bercinta sama kamu, lah."

"Tapi perutku lapar."

Alex tertegun mendengar jawaban Miranda. Ia menertawakan kepolosan gadis itu. Benar, mereka belum makan malam.

"Aku juga lapar, Sayang. Segeralah berpakaian, lalu kita keluar cari makan." Alex mengacak rambut gadis itu.

***

"Kamu sudah izin sama mamamu, kan?" tanya Alex pada Miranda, ketika keduanya tengah makan nasi goreng di pinggir jalan. 

"Sudah. Tadi Miranda dah kirim pesan sama Mama, minta izin kalau mau nginep ke rumah teman."

"Mamamu percaya?"

"Entah. Tapi aku udah kongkalikong sama Tita. Temanku cuma dia doang soalnya. Jadi kalau ada apa-apa, mamaku pasti telpon dia."

"Pinter ...." Alex tersenyum, ia kini merasa lega.

"Habis ini kita ke mana?" tanya Miranda dengan polosnya. 

"Balik ke hotel lah. Memangnya mau ke mana? Berkeliaran di jalan malam-malam entar ditangkal Satpolpp loh."

Miranda tersipu malu. 

"Aku udah kenyang, Lex. Pulang, yuk," ujar Miranda, ia kini tengah menghabiskan es jeruknya.

Alex mengiyakan permintaan Miranda. 

Kini mereka telah kembali ke kamar hotel. "Ih, dingin benar di luar." Miranda menggigil, tangannya segera meraih selimut di ranjang hotel. Ia kini berselimut rapat.

Alex menyalakan rokoknya. Dibukanya jendela, agar asapnya tak terlalu membuat kamar pengap. Alex menghisap rokoknya pelan-pelan. Tiba-tiba, ia teringat akan Rania, istrinya. Sedang apakah dia? Untuk sesaat, ia merasa bersalah karena telah menghianati Rania. Padahal, selama ini dia begitu baik dan sabar. Pikirannya berkecamuk. 

Dilihatnya Miranda yang tengah menggigil kedinginan. Udara malam ini memang sangat dingin. Didekatinya Miranda. Dibelainya gadis itu, lalu ia melumat bibirnya yang basah menggoda. Gairah kembali membakar keduanya. Mereka pun kembali bercinta. Dan malam semakin larut. 

***

"Mama, Miranda besok pulangnya malam ya, mau jalan-jalan sama Tita." Pamit Miranda kepada sang mama, saat makan malam.

"Memangnya mau ke mana?"

"Jalan-jalan, Mama. Malam mingguan."

"Memangnya Tita gak jalan sama pacarnya?"

"Enggak, Ma. Dia udah putus sama Rama. Dah beberapa bulan ini dia nge-jomlo. Makanya kemana-mana ngajaknya Miranda."

Sang mama manggut-manggut, tanda mengerti. 

"Mama gak apa-apa, kan, sering ditinggal Miranda?" 

"Ya, gak apa-apa lah, Mama justru senang. Daripada melihatmu di rumah melulu. Iya, kan?" 

Miranda tersenyum mengiyakan. Di lubuk hatinya yang terdalam, ia merasa sangat menyesal telah berdusta pada sang mama. Tapi mau bagaimana lagi? Pesona Alex terlalu sulit untuk dilupakan. Ia tahu ia salah. Ia sadar telah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Alex. Dirinya, tak lebih dari seorang pelakor. Sederajat dengan Veronica, perempuan yang telah membuat sang papa menceraikan mamanya. 'Ah, perseten dengan semua itu', ujar Miranda dalam hati.

Kini, Miranda tengah merenung di kamarnya. Tadi siang, Alex mengabarkan jika kini Rania telah kembali ke Jogja. Ibunya sudah meninggal dunia. Sementara sang ayah, ikut kakaknya Rania, diboyong ke Kalimantan. Tak terasa, sudah empat bulan Miranda menjalin hubungan gelap dengan Alex.

Sebelum kepulangan Rania ke Jogja, dalam sebulan, mereka hanya bisa ketemu dua sampai tiga kali saja, karena kadang Rania meminta Alex mengunjunginya di Salatiga, di rumah orang tuanya. Dengan kepulangan Rania ke Jogja, itu juga berarti mereka harus lebih hati-hati. Jangan sampai menimbulkan kecurigaan Rania, sang mama, dan yang lainnya.

Hari telah beranjak semakin malam. Namun Miranda belum bisa memejamkan matanya. Ia merindukan Alex. Ia merindukan belaiannya, juga sentuhannya yang membakar. Miranda mendesis. Ia cemburu setengah mati pada Rania, istri Alex. 'Alex pasti tengah bersama dengan Rania', ujar Miranda dalam hati. Nafsu setan telah memperdayainya. 

***

Rania mengamati Alex yang tengah tertidur lelap, selimutnya tersingkap separuh, sehingga nampaklah sebagian tubuhnya yang telanjang. Diakuinya, Alex memang bukan pria yang tampan menawan nan tajir, tapi Alex mempunyai daya magnet tersendiri bagi lawan jenisnya.

Tubuhnya atletis, berwajah manis, dalam tampilan yang sederhana namun menawan. Ia sopan dan supel. Inilah kelebihan Alex, yang kadang membuat Rania ketar-ketir, apalagi saat mereka tinggal berjauhan kemarin. Bisa saja kan, Alex tergoda dengan wanita lain. Ia paham, sebagai pria yang sudah menikah, ia mempunyai kebutuhan biologis yang harus dipenuhinya secara rutin. Dan saat menjalani LDR kemarin, ini menjadi masalah krusial bagi Rania. Ia jadi menomorduakan kepentingan Alex. Ia merasa telah menelantarkan Alex.

Tahun ini adalah tahun kedelapan usia pernikahan mereka. Dulu mereka terhitung menikah muda, Alex 24 tahun dan ia sendiri 23 tahun. Fresh graduate, wisuda langsung dilamar Alex. Sementara Alex sudah menjalani wisuda setahun sebelumnya, dan sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta. 

Setiap kali melihat pasangan suami istri yang tengah bercengkerama dengan anak-anaknya, hatinya selalu merasa teriris. Ia sudah menantikan buah hati selama delapan tahun ini, dan belum ada tanda-tanda datangnya keajaiban yang senantiasa ia nantikan siang dan malam.

'Seandainya saja aku sudah punya anak, tentu aku tak akan merasa sesepi ini", ucap Rania dalam hati. Sang bunda pun telah pergi meninggalkannya, sementara sang ayah berada di pulau seberang sana. Sekarang ia hanya punya Alex. Hanya Alex ....

Ketika Rania hendak beranjak dari ranjang, terdengar Alex membisikkan sebuah nama dalam tidurnya. Rania tertegun. Siapa Miranda? Kenapa Alex membisikkan nama itu dengan mesra? Apakah nama itu bermakna lebih bagi Alex? Apakah itu hanya sekedar igauan Alex semata?

Ada kecemburuan yang menyeruak pelan ke dalam hatinya. Dengan berjingkat-jingkat, ia memeriksa dompet dan saku celana Alex. Dibukanya laci lemari juga laci meja, tapi ia tak menemukan sesuatu pun. Ia membaui baju-baju Alex, tapi ia tak menemukan bau parfum merk lain. Rania menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa sangat konyol, karena telah mencurigai Alex bermain hati, hanya karena Alex menyebut perempuan lain dalam tidurnya.

Rania tidak tahu, bahwa saat itu Alex memang tengah bermimpi tentang Miranda. Bercinta dengan Miranda ....

Sore hari. Rania tengah duduk di teras, sambil membaca sebuah novel. Hari ini, Alex pulang larut malam. Lelaki itu sudah meminta izin padanya, tadi, sebelum berangkat kerja. 

"Hai, Mbak Rania. Lama sekali ya, gak kelihatan," sapa Mira pada Rania.

Rania mendongakkan kepalanya, mencari arah suara yang menyapanya.

"Eh, halo, Mbak Mira. Iya, saya baru semingguan ini di Jogja."

"Main dong ke rumah saya. Saya juga kesepian, anak-anak dah pada gede aja. Dah punya kesibukan masing-masing. Kadang keponakan saya yang di Magelang main ke sini sih, tapi dah beberapa bulan ini kok gak pernah ke sini lagi."

"Terimakasih, atas tawarannya, Mbak Mira, besok-besok saya ke situ deh," jawab Rania dengan sopan.

"Oke, deh. By the way, maaf ya, saya menyapa Mbak Rania lewat jendela dapur. Ini kebetulan lagi mau masak sih."

"Gak apa-apa, Mbak. Santai saja lah." Setelah Mira menutup jendela, Rania kembali menekuri bacaannya. Tapi ia sudah tak bisa fokus membaca. Pikirannya bercabang kemana-mana. Rania membanting novelnya di meja. Tiba-tiba ia marah. Tapi tak tahu kepada siapa kemarahan itu ia tujukan? Di kamarnya, Rania menangis tersedu-sedu. Ia merasa frustasi. 'Apa yang kau sembuyikan dariku, Alex?', ucapnya dalam hati.

Pukul tujuh malam, Rania dan Alex kembali bertemu. Di hotel yang sama, tempat mereka melepas kerinduan. Dari tempat parkir, mereka bergandengan tangan menuju lobi. Tak sekejap pun Alex melepaskan genggaman tangannya pada Miranda, hingga mereka masuk kamar.

Mereka saling bertatapan. Ada segunung kerinduan nampak di mata mereka. Miranda mengamati Alex. Sudah seminggu lebih ia tak berjumpa dengannya. Miranda berjalan mendekati Alex. Keduanya berpelukan, melepas rindu. 

Sesudah itu, Miranda tidak tahu siapa yang mulai lebih dulu. Ia hanya ingat, bahwa mereka saling membuka pakaian, dan tahu-tahu, mereka sudah berada di atas ranjang dan bercinta dengan menggebu-gebu. 

Mereka menghabiskan malam, dengan penuh keajaiban. Kebahagiaan yang dirasakan Miranda jauh melampaui kebahagiaan yang tergambar dalam kisah-kisah asmara maupun lagu-lagu cinta. Saat bersama dengan Alex, Miranda merasakan kebahagiaan yang hakiki. Ataukah kebahagiaan semu?

"Sudah pukul 12, Sayangku. Bangunlah!" Miranda menowel tubuh Alex dengan mesra. 

Ia sendiri sebenarnya merasa sedih, tidak bisa berlama-lama dengan Alex. Tapi bagaimanapun juga, mereka harus bermain dengan hati-hati, agar terhindar dari kecurigaan Rania, istri Alex.

"Bangun, Sayang. Jangan lupa mandi dulu." Miranda mengingatkan Alex, ketika lelaki itu sudah bangun.

"Kenapa?" tanyanya heran.

"Ada bauku di tubuhmu, Sayang ...." ujar Miranda kalem.

Alex tersipu. 

Pukul setengah satu lebih, mereka sudah berada di tempat parkir. Miranda tertunduk lesu. Ia selalu membenci saat-saat seperti ini.

"Jadi, kapan kita bisa bertemu lagi, Alex?"

Bab terkait

  • Takdir Miranda   Ketahuan

    "Secepatnya, Sayang. You know lah, aku harus jauh lebih berhati-hati sekarang, agar Rania gak curiga. Kemarin, ketika aku tidur, aku melihatnya menggeledah saku-saku celanaku, lalu menciumi bajuku. Sepertinya dia lagi nyari jejak."Miranda tercenung. "Don't forget to always clear out chat, Alex. Juga panggilan-panggilan. Bersihin galerimu juga, ya. Jangan sampai ada fotoku di sana. I don't want to lose you, Alex. I love you so much.""I love you too, Hun. So, jangan ngambek ya, kalau kita sekarang gak bisa seperti dulu lagi, gak bisa jalan-jalan berdua kemana-mana sesuka hati, juga check-in di hotel seharian."Miranda menarik napas panjang. "It's oke. Kita jalani dulu apa yang ada."Setelah itu keduanya pun berpisah. Alex melarikan motornya ke arah Jogja, sementara Miranda ke arah Magelang.Pukul satu dini hari, Miranda baru sampai di rumahnya. Ia segera mengeluarkan kunci cadangan. Membuka pintu rumah, lalu masuk ke kamarnya. Segera setelah

  • Takdir Miranda   Putus

    "Tinggalkan Alex, Mir. Rania sangat menderita. Percayalah. Kamu gak pingin kan lihat dia frustasi seperti mamamu dulu?"Miranda menggelengkan kepalanya. "Tapi, Tante, Miranda sangat mencintai Alex. Miranda tak yakin bisa segera melupakan Alex.""Berusahalah. Kamu mencintai orang yang salah, itu masalahnya.""Ini tidak adil, Tante. Kami saling mencintai satu sama lain.""Bagaimanapun juga, merusak rumah tangga orang lain itu salah, Mir. Itu perbuatan hina. Dari awal seharusnya engkau menyadari hal itu. Lalu padamkanlah api cinta itu, sebelum menjadi besar, dan akhirnya menghanguskan dirimu sendiri.""Baik, Tante. Miranda akan belajar melupakan Alex."Setelah selesai menasihati Miranda, Mira menemui kakaknya yang sedang mengobrol dengan suaminya di ruang tengah."Ada apa, to, Mir? Kalian membicarakan apa?" desak Larasati pada adiknya."Sebuah masalah, Kak. Namun, Kakak yak perlu khawatir, Mira sudah selesaikan masalahnya."

  • Takdir Miranda   Rudi Purnama

    "Aku berangkat kerja, ya, Sayang ... "Pamit Alex pada Rania, yang masih tergolek di atas ranjang. Rania menarik lagi selimutnya, berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Karena setelah Subuh tadi, Alex mengajaknya bersenggama. Rania tahu, Alex masih menyimpan kontak Miranda, tapi ia membiarkannya saja.Ia percaya penuh pada Alex. Benar, Alex pernah khilaf dan menjalin hubungan asmara beberapa lama dengan gadis itu. Tapi toh semuanya telah berlalu. Alex telah kembali lagi padanya. Ia juga yakin, Miranda akan segera menemukan lelaki lain yang akan menggantikan posisi Alex.Benar dugaan Rania, karena saat ini, Miranda tengah memadu asmaranya yang menggebu-gebu dengan pacar barunya, Ferdian. Mereka tengah bergumul di ranjang hotel tempat mereka menginap. Miranda tengah berjuang melupakan cinta pertamanya dengan Alex, dengan caranya sendiri.Memikirkan Alex terus-terusan benar-benar membuat Miranda frustasi. Siang malam ia selalu merindukan senyuma

  • Takdir Miranda   Lintang Pradana

    Miranda membalikkan tubuhnya. Ia menatap mata Alex dalam-dalam, terlihat ada pijar kerinduan di sana. Entah siapa yang memulai. Tahu-tahu, keduanya kini sudah berpelukan. Alex menciumi wajah ayu Miranda, dan berhenti di bibir gadis itu. Dipagutnya bibir gadis itu dengan mesra. Miranda merangkulkan tangannya di leher Alex, menikmati sentuhan Alex yang selama ini dirindukannya."I miss you so, Hun," bisik Alex di telinga Miranda.Nafsu Miranda terbakar. Ia membalas ciuman dan sentuhan Alex dengan agresif."Dasar jalang!" Terdengar seseorang mengumpat.Alex dan Miranda terkejut. Mereka segera menghentikan aksi mereka. Napas mereka berdua masih terengah-engah. Wajah Miranda merah padam, ia merasa sangat malu."Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Rud," ujar Miranda lirih.Rudi tertawa. "Tak perlu khawatir, Miranda. Kamu boleh saja melakukan apapun yang kamu mau, kamu bebas sekarang. Kita putus mulai saat ini!""Sorry, Bro. Aku

  • Takdir Miranda   Aditya

    Miranda tak habis pikir, bisa-bisanya Lintang mengabaikan chat WA darinya. Padahal, selama ini ia selalu mengutamakan kepentingan Lintang. 'Dasar egois', rutuk Miranda dalam hati.Miranda membulatkan tekad untuk berpisah dari Lintang secepatnya.[Lintang, aku ingin putus darimu, sekarang juga. Semua hadiah darimu, akan kukembalikan lagi. Tolong, jangan ganggu aku lagi. So sorry ....] Miranda mengirimkan pesan itu.Beberapa menit berlalu, Lintang tak jua membalas pesannya, padahal statusnya sudah centang biru. Miranda merasa kesal. Ia kesal pada Lintang, juga pada dirinya sendiri. Ia menyesal terlibat hubungan asmara dengan pria itu.Pukul enam kurang seperempat, Miranda menuju kasir kafe, membayar tagihan makanannya. Ketika ia hendak menstarter motornya, datanglah Lintang dengan wajah kaku menahan amarah."Cepat naik!" perintah Lintang, pada Miranda.Miranda terpaku di motornya. Namun, sedetik kemudian, ia menstarter motornya, ta

  • Takdir Miranda   Bertemu Alex lagi

    "Kamu serius, Dik?"Miranda menggangguk, membenarkan. Ia lega, akhirnya bisa bicara jujur pada Aditya. Walaupun ia tahu, putus bisa menjadi resiko terbesarnya. Miranda melirik wajah Aditya yang pucat pasi."Mas kecewa, kan?""Terus terang, Mas sama sekali tidak menyangka, Dik."Miranda tersenyum kecut. "Jadi, kita resmi putus hari ini, Mas?""Loh, kok kamu bilang gitu, Dik?""Kan sudah jelas, aku tidak termasuk dalam kriteria calon istri idaman Mas Adit.""Tapi ... aku mencintaimu, Dik."Miranda menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak tahu harus berkomentar apa."Dik ... kalau misalnya aku tetap menerimamu apa adanya, bagaimana?""Jangan bercanda, Mas. Mas Adit bisa saja bicara seperti itu sekarang, tapi di kemudian hari, Mas bisa saja mengungkit aibku," tukas Miranda. "Aku sangat menghargai pengertianmu, Mas. Namun, kurasa, berpisah lebih baik untuk kita berdua.""Tidak, Dik. Aku mau me

  • Takdir Miranda   Refreshing

    Alex tertunduk lesu, mendengar jawaban Miranda. Ia tak menyangka, Miranda sedalam itu mencintai dirinya. "Maafkan aku, Mir, aku sudah merusak hidupmu.""Bukan salahmu, Alex. Aku juga salah. Cinta datang di saat yang tepat, itu saja. Kita berdua salah, karena mengikuti bisikan hawa nafsu. Memang sudah seharusnya kita berpisah.""Tapi kamu perempuan, Mir. Kamu rugi ....""Karena aku sudah tak virgin, maksudmu?"Alex menjawab lirih, "Iya, Mir."Miranda menitikkan air mata. "Itu sudah terjadi, Lex. Aditya, pacarku yang terakhir, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi norma susila, ia kecewa mengetahui aku sudah tidak suci lagi.""Ia langsung memutuskan hubungan kalian begitu saja?""Enggak. Aku yang memutuskan hubungan. Dia mau menerimaku apa adanya, walaupun aku tidak sesuai harapannya. Tapi aku memilih mundur.""Kenapa, Mir? Kan dia menerimamu apa adanya.""Jangan naif, Alex. Oke, saat ini dia bisa bilang kaya' gitu. Tap

  • Takdir Miranda   Berkenalan dengan Jatmiko

    Setelah menarik napas panjang, Miranda pun mulai menceritakan kisahnya. Reno mendengarkan dengan penuh simpati.“Jadi, kamu sekarang merasa insecure karena kondisimu sekarang, ya, Mir?” Reno berkomentar.“Ya, begitulah. Aku merasa hina banget, Reno.”“Jangan terlalu dipikirkan, let the gone be by the gone, yang penting kamu sudah bertaubat, menyadari kesalahanmu.”“Eh, dah hampir jam 10, pulang, yuk. Panas gila di sini,” ujar Miranda, sambil melihat jam di ponselnya.“Langsung pulang ke Magelang?”“Enggak. Balik ke rumah tanteku dulu, entar sore baru balik Magelang.”“Ya udah, bye Miranda, nice to see you,” pamit Reno pada Miranda yang sedang berkemas.Reno beranjak meninggalkan Miranda. Miranda menyusul pergi kemudian. Miranda merasa simpati dengan kisah cinta pria itu. Ia tak bisa membayangkan kesedihan Reno yang harus kehilangan kekasih hati

Bab terbaru

  • Takdir Miranda   Pondok pesantren

    Sesampainya di rumah, Miranda langsung menemui sang mama.“Ma, besok pagi bantuin Miranda berkemas-kemas, ya!”Larasati nampak bingung. “Memangnya dah mau pindah?”“Iya, Ma. Miranda cocok sama pondok yang Tita bilangin kemarin. Miranda dah ketemu sama pemilik pondok. Mereka ramah sekali. Pokonya Miranda mantap mau mondok di situ,” ujar Miranda berapi-api.Larasati merasa terenyuh dengan tekad putrinya. “Kehidupan di pondok itu keras, Nak, jadwalnya padat. Kamu pandai-pandailah beradaptasi di sana.”“Iya, Ma,” jawab Miranda singkat.Tak terasa, sehari telah berlalu. Semua kebutuhan pokok Miranda selama akan berada di pondok, sudah dikemas dalam sebuah travelling bag. Sekarang, waktunya berangkat ke pondok, memulai hidup baru. Larasati memandangi putrinya dengan penuh kasih. Untuk sementara, ia akan berpisah dengan putrinya. Ia menahan air matanya agar tak tumpah. Ia tak ingin nampak

  • Takdir Miranda   Resign

    Lagi-lagi, Miranda terjaga dari tidurnya. Diliriknya jam dinding di kamarnya, masih jam dua pagi. 'Sialan!' rutuk Miranda dalam hati. Bagaiamana bisa ia mimpi buruk tiga hari berturut-turut dengan mimpi yang sama pula? Apakah ini hanya kebetulan semata? Ataukah sebuah pertanda buruk?Tiba-tiba, Miranda merasa ketakutan. Untuk pertama kalinya, ia melakukan salat malam--tahajud--untuk menenteramkan hatinya yang gelisah. Ia segera mengambil air wudhu, lalu memulai salatnya. Air matanya bercucuran, karena ia merasa bersalah, telah meninggalkan Allah selama ini. Ia bahkan melakukan zina hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya.Setelah selesai dua rakaat, ia pun berdoa memanjatkan doa, meminta ampun kepada Allah atas semua dosa-dosanya. Lalu ia pun duduk bersila, melafalkan zikir dengan bercucuran air mata. Ampuni aku, Ya Allah. Ampuni aku ....Malam itu, Miranda menghabiskan sisa malamnya dengan berzikir. Terus dan terus. Hingga ia jatuh tertelungkup di atas s

  • Takdir Miranda   Keputusan

    Miranda terjaga dari tidurnya. Ia bingung berada di mana. Kepalanya masih terasa sangat berat. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Lho, di mana Jatmiko? Miranda mengedarkan pandangannya ke kamar hotel. Tak nampak Jatmiko. Juga barang-barang yang kemarin sempat dilihatnya.Ketika hendak bangkit dari ranjang, ia terkejut mendapati dirinya telanjang. Ia juga merasakan nyeri pada alat kelaminnya. Karena penasaran, ia meraba bagian vitalnya. Ia terhenyak, ketika tangannya menyentuh lendir lengket di sekitar alat vitalnya.Miranda terhenyak, kembali membaringkan tubuhnya. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia berusaha melogika apa yang telah terjadi dengannya. Setelah beberapa lama berpikir dengan tenang, ia pun perlahan menangis. Ia tak menyangka, Jatmiko sebejat itu. Ia tak menyangka, Jatmiko tega menjebak, lalu memperkosanya.'Oh, bodohnya aku,' rutuk Miranda dalam hati. Ia sungguh menyesal, bertemu dengan Jatmiko. Ia menyesal kemarin dengan

  • Takdir Miranda   Malam jahanam

    Setelah sarapan bersama, mereka pun kembali berjalan menuju lokasi pantai. Jatmiko mengantarkan Miranda hingga tempat parkir."Daaah ... sampai jumpa nanti siang, ya!" pamit Miranda saat melewati Jatmiko. Pria itu sedang berjalan menuju mobilnya yang diparkir di area luar pantai. Jatmiko membalas lambaian tangan Miranda, lalu melanjutkan langkahnya.Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang, Miranda sudah siap pergi dengan Jatmiko. Ia membuka pesan di aplikasi WA, ada sebuah pesan dari Jatmiko, bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju hotel tempat Miranda menginap. Miranda mengambil tas punggung kecilnya, lalu turun ke lobi. Ia akan menunggu Jatmiko di sana.Siang ini, suasana hotel agak sepi. Hanya ada beberapa pengunjung hotel terlihat duduk-duduk di lobi hotel. Hotel tempat Miranda memang dilengkapi dengan dua set sofa untuk duduk tamu-tamu hotel.Dari kejauhan, nampak seorang pria tampan berkulit coklat berambut semi gondrong ten

  • Takdir Miranda   Berkenalan dengan Jatmiko

    Setelah menarik napas panjang, Miranda pun mulai menceritakan kisahnya. Reno mendengarkan dengan penuh simpati.“Jadi, kamu sekarang merasa insecure karena kondisimu sekarang, ya, Mir?” Reno berkomentar.“Ya, begitulah. Aku merasa hina banget, Reno.”“Jangan terlalu dipikirkan, let the gone be by the gone, yang penting kamu sudah bertaubat, menyadari kesalahanmu.”“Eh, dah hampir jam 10, pulang, yuk. Panas gila di sini,” ujar Miranda, sambil melihat jam di ponselnya.“Langsung pulang ke Magelang?”“Enggak. Balik ke rumah tanteku dulu, entar sore baru balik Magelang.”“Ya udah, bye Miranda, nice to see you,” pamit Reno pada Miranda yang sedang berkemas.Reno beranjak meninggalkan Miranda. Miranda menyusul pergi kemudian. Miranda merasa simpati dengan kisah cinta pria itu. Ia tak bisa membayangkan kesedihan Reno yang harus kehilangan kekasih hati

  • Takdir Miranda   Refreshing

    Alex tertunduk lesu, mendengar jawaban Miranda. Ia tak menyangka, Miranda sedalam itu mencintai dirinya. "Maafkan aku, Mir, aku sudah merusak hidupmu.""Bukan salahmu, Alex. Aku juga salah. Cinta datang di saat yang tepat, itu saja. Kita berdua salah, karena mengikuti bisikan hawa nafsu. Memang sudah seharusnya kita berpisah.""Tapi kamu perempuan, Mir. Kamu rugi ....""Karena aku sudah tak virgin, maksudmu?"Alex menjawab lirih, "Iya, Mir."Miranda menitikkan air mata. "Itu sudah terjadi, Lex. Aditya, pacarku yang terakhir, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi norma susila, ia kecewa mengetahui aku sudah tidak suci lagi.""Ia langsung memutuskan hubungan kalian begitu saja?""Enggak. Aku yang memutuskan hubungan. Dia mau menerimaku apa adanya, walaupun aku tidak sesuai harapannya. Tapi aku memilih mundur.""Kenapa, Mir? Kan dia menerimamu apa adanya.""Jangan naif, Alex. Oke, saat ini dia bisa bilang kaya' gitu. Tap

  • Takdir Miranda   Bertemu Alex lagi

    "Kamu serius, Dik?"Miranda menggangguk, membenarkan. Ia lega, akhirnya bisa bicara jujur pada Aditya. Walaupun ia tahu, putus bisa menjadi resiko terbesarnya. Miranda melirik wajah Aditya yang pucat pasi."Mas kecewa, kan?""Terus terang, Mas sama sekali tidak menyangka, Dik."Miranda tersenyum kecut. "Jadi, kita resmi putus hari ini, Mas?""Loh, kok kamu bilang gitu, Dik?""Kan sudah jelas, aku tidak termasuk dalam kriteria calon istri idaman Mas Adit.""Tapi ... aku mencintaimu, Dik."Miranda menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak tahu harus berkomentar apa."Dik ... kalau misalnya aku tetap menerimamu apa adanya, bagaimana?""Jangan bercanda, Mas. Mas Adit bisa saja bicara seperti itu sekarang, tapi di kemudian hari, Mas bisa saja mengungkit aibku," tukas Miranda. "Aku sangat menghargai pengertianmu, Mas. Namun, kurasa, berpisah lebih baik untuk kita berdua.""Tidak, Dik. Aku mau me

  • Takdir Miranda   Aditya

    Miranda tak habis pikir, bisa-bisanya Lintang mengabaikan chat WA darinya. Padahal, selama ini ia selalu mengutamakan kepentingan Lintang. 'Dasar egois', rutuk Miranda dalam hati.Miranda membulatkan tekad untuk berpisah dari Lintang secepatnya.[Lintang, aku ingin putus darimu, sekarang juga. Semua hadiah darimu, akan kukembalikan lagi. Tolong, jangan ganggu aku lagi. So sorry ....] Miranda mengirimkan pesan itu.Beberapa menit berlalu, Lintang tak jua membalas pesannya, padahal statusnya sudah centang biru. Miranda merasa kesal. Ia kesal pada Lintang, juga pada dirinya sendiri. Ia menyesal terlibat hubungan asmara dengan pria itu.Pukul enam kurang seperempat, Miranda menuju kasir kafe, membayar tagihan makanannya. Ketika ia hendak menstarter motornya, datanglah Lintang dengan wajah kaku menahan amarah."Cepat naik!" perintah Lintang, pada Miranda.Miranda terpaku di motornya. Namun, sedetik kemudian, ia menstarter motornya, ta

  • Takdir Miranda   Lintang Pradana

    Miranda membalikkan tubuhnya. Ia menatap mata Alex dalam-dalam, terlihat ada pijar kerinduan di sana. Entah siapa yang memulai. Tahu-tahu, keduanya kini sudah berpelukan. Alex menciumi wajah ayu Miranda, dan berhenti di bibir gadis itu. Dipagutnya bibir gadis itu dengan mesra. Miranda merangkulkan tangannya di leher Alex, menikmati sentuhan Alex yang selama ini dirindukannya."I miss you so, Hun," bisik Alex di telinga Miranda.Nafsu Miranda terbakar. Ia membalas ciuman dan sentuhan Alex dengan agresif."Dasar jalang!" Terdengar seseorang mengumpat.Alex dan Miranda terkejut. Mereka segera menghentikan aksi mereka. Napas mereka berdua masih terengah-engah. Wajah Miranda merah padam, ia merasa sangat malu."Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Rud," ujar Miranda lirih.Rudi tertawa. "Tak perlu khawatir, Miranda. Kamu boleh saja melakukan apapun yang kamu mau, kamu bebas sekarang. Kita putus mulai saat ini!""Sorry, Bro. Aku

DMCA.com Protection Status