Beranda / Romansa / Takdir Miranda / Mulai mendekati Alex

Share

Mulai mendekati Alex

Penulis: Kanya Kalyana Kamanika
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Eh, halo, Mas, ada apa?"

"Ini, saya mau mengembalikan obeng punya Mas Heri yang saya pinjam kemarin."

"Ya, Mas, titipin saya saja gak apa-apa. Rumah lagi kosong soalnya."

"Lagi pergi semua apa, Mbak?"

"Iya, Mas."

"Ya, sudah, saya langsung pulang saja. Mari, Mbak ..."

Miranda mengganggukkan kepalanya. Ia melepas kepergian Alex dengan senyum manis terkulum di bibir.

Akhirnya, ia bisa bertemu lagi dengan pria itu. Miranda menyibakkan tirai dapur, mengintip dari kaca jendela. Terjadi pergulatan batin pada diri Miranda.

Di satu sisi, ia ingin sekali mengobrol dengan Alex. Namun, di sisi lain ia menentang hal itu. Masih tergiang di ingatannya, ucapan sang tante beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa Alex adalah lelaki yang sudah beristri. Miranda berjalan mondar-mandir di dapur, menimbang-nimbang apa yang akan dilakukannya.

"Selamat malam, Mas, boleh saya bergabung?" Dengan keberanian luar biasa, Miranda menyapa Alex.

Alex terkejut, tidak menyangka akan dikunjungi Miranda. "Silahkan, Mbak. Silahkan duduk. Tapi maaf, ya, saya ngobrolnya sambil merokok."

"Gak apa-apa, Mas, santai saja. Saya kesepian di rumah Tante, gak ada orang yang bisa diajak ngobrol. O iya, perkenalkan, nama saya Miranda." Miranda mengulurkan tangannya pada Alex.

"Ngomong-ngomong, Mbak Miranda kerja di mana?" Alex menyambut jabat tangan Miranda dengan ramah.

"Di sebuah CV, Mas. Kerja dengan pemborong, kontraktor gitu. Mas Alex sendiri kerja di mana?"

"Di kafe dekat jalan Gejayan sana, Mbak. Membantu teman mengurus kafenya. Dia sibuk mengurus bisnis lainnya."

Hening untuk beberapa saat. Tak ada pembicaraan antara Alex dan Miranda.

"Mmm ... kalau boleh tahu, istrinya Mas Alex ke mana? Tante Mira bilang, Mas Alex sudah menikah."

"Hehe ... iya, benar, saya sudah menikah. Tapi sudah beberapa bulan ini, istri saya kembali ke Salatiga. Ibunya sakit keras, Mbak, kena stroke. Tadinya saya mau ikut menemani, tapi gak diijinkan sama istri saya. Katanya sayang sekali jika harus keluar kerja, sementara cari kerja sekarang susahnya minta ampun."

"Oh, begitu. Memangnya istri Mas Alex anak tunggal, ya?"

"Enggak, Mbak. Dia punya kakak laki-laki, tapi tinggalnya di Kalimantan sana. Jadi, mau tidak mau, istri saya yang merawat ibunya. Apalagi, kami ini belum punya momongan. Padahal sudah menikah delapan tahun. Maaf, loh, Mbak, saya jadi curhat." Alex merasa tidak enak pada Miranda, karena merasa mendominasi pembicaraan.

"Santai saja, Mas. Saya senang kok bisa ngobrol banyak sama Mas Alex, daripada bengong aja di rumah," jawab Miranda, sembari mencuri pandang ke lawan bicaranya, menikmati wajah manis Alex diam-diam.

"Mbak Miranda kok gak minta pacarnya nganterin ke sini? Jogja-Magelang kan jauh, Mbak." Alex meneruskan pembicaraannya lagi.

Miranda tak menyangka akan mendapat pertanyaan ini. "Saya jomlo kok, Mas, belum pernah pacaran malah."

"Bohong, ah! Gadis secantik Mbak Miranda kok njomlo. Saya yakin Mbak Miranda ini pasti banyak yang ngejar." Alex tidak percaya pada jawaban Miranda.

"Iya, Mas, banyak yang ngejar. Dikejar debt collector, sama tukang kredit panci," kilah Miranda, sambil tertawa.

Alex pun tertawa, ia merasa senang mengobrol dengan gadis itu. Selama ini ia selalu kesepian, sendirian di rumah itu. Alex diam-diam memperhatikan sosok Miranda. Di matanya, gadis itu cantik sekali. Tinggi, langsing, menawan, tipe idaman setiap pria.

Miranda tahu, Alex sedang memperhatikannya diam-diam. Rona merah menjalar di pipi Miranda. Ia merasa malu. 

"Owalah, kamu lagi di situ to, Mir." Tiba-tiba Mira nongol di jendela dapurnya. 

"Iya, Tante. Ini dah mau pulang kok," jawab Miranda sambil mengeluarkan ponselnya.

"Boleh minta nomor kontaknya, Mas?" Miranda memberanikan diri menanyakan nomor kontak Alex.

"Oh, tentu saja boleh. Saya senang punya banyak teman," jawab Alex, lalu lalu menyebutkan nomor kontaknya.

"Makasih ya, Mas. Nice to see you, bye ..." Miranda berpamitan pada Alex.

Alex menganggukkan kepalanya, sambil tersenyum manis. Miranda segera pulang ke rumah tantenya, sementara Alex langsung masuk rumah, ia berniat membuat secangkir kopi malam ini.

"Ngobrol apa aja sama Alex?" Mira membuka obrolan dengan Miranda, di teras rumahnya.

"Ngobrol biasa aja, Tante. Gak ada yang spesial. Eh, ngomong-ngomong, Miranda sekarang sudah tahu kenapa dia hidup sendiri di kontrakannya." 

"Kenapa, Non?"

"Istrinya Mas Alex ada di Salatiga, Tante, merawat ibunya yang lagi kena stroke. Gitu."

"O, gitu, pantesan. Tante lihat istrinya tuh cuma sekali dua kali pas awal pindah dulu. Eh, makan malam dulu, yuk, kamu dah kelaparan pasti, kan? Tiba-tiba sang tante mengalihkan pokok pembicaraan.

"Oke, Tante." Miranda beranjak dari kursi, mengikuti Mira masuk rumah.

Mereka makan malam sambil mengobrol ini itu. Sesekali, mereka tertawa bersama.

"Menurutmu pantas gak, Mir, kalau lauk-pauk yang ada di meja ini Tante kasihkan sama Mas Alex?" Mira mengutarakan idenya pada Miranda.

"Menurutku sih, pantas-pantas saja, Tante. Semua masih dalam keadaan baik kok."

"Okelah kalau begitu," jawab Mira, lalu ke dapur mengambil dua buah piring.

Setelah siap, Mira menyodorkan kedua piring itu pada Miranda. "Nih, tolong anterin ke rumah Mas Alex. Tante mau ngetik-ngetik di kamar dulu."

"Oke, Tante."

Sejurus kemudian.

"Mas Alex ...." Miranda mengetuk pintu rumah Alex, piring-piring ia taruh di meja teras.

"Mas Alex ...." Miranda memanggil sekali lagi.

Masih tidak ada suara. 

Miranda berinisiatif membuka pintu depan, siapa tahu tidak dikunci. Benar saja, pintunya memang tidak dikunci. Miranda melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Ia meletakkan kedua piring berisi lauk itu di meja makan Alex. 

Miranda membuka pintu dapur, terdengar suara seseorang sedang mandi. Pantesan tadi ketuk-ketuk pintu Alex tidak mendengar. Miranda memutuskan untuk segera keluar dari rumah Alex, nanti sesampai di rumah sang tante, ia berniat akan mengirim pesan via aplikasi WA, memberitahunya perihal makanan itu.

Baru saja Miranda membalikkan badan, Alex sudah membuka pintu penghubung dapur dan ruang makan. Alex terkejut, tak menyangka Miranda ada di dalam rumahnya. Miranda juga tak kalah terkejut, melihat Alex setengah telanjang, dengan tubuh berbalut handuk sepinggang saja. 

Miranda tersadar, ia langsung menutup kedua belah matanya. "Maaf, Mas. Miranda cuma disuruh Tante Mira mengantarkan lauk. Tadi Miranda sudah ketuk-ketuk pintu, tapi gak ada yang ngebukain. Jadinya Miranda langsung masuk saja. Kalau ditaruh di luar, takutnya nanti lauknya malah dimakan kucing."

"Wah, merepotkan saja. Terimakasih loh ya. Sampaikan juga terimakasih pada tantemu. Maaf, ya, tak tinggal. Aku mau ke kamar, ganti baju." 

Miranda menjawab dengan anggukan kepala, tanpa berani membuka mata. Jantungnya masih berdegup kencang, darahnya berdesir tak karuan. Sungguh sebuah sensasi yang mendebarkan.

"Miranda pulang dulu, ya, Mas!" Pamit Miranda, tanpa menunggu Alex keluar dari kamarnya, keburu malu soalnya.

Sesampai di rumah sang tante, Miranda langsung masuk ke kamar Hani. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang, lalu memejamkan mata, mencoba merekontruksi kejadian yang baru saja dialaminya barusan.

Mimpi apa coba, dilihatin pria setengah telanjang di depan mata. Masih terekam dengan baik, sosok Alex yang sangat menawan, berambut basah, dalam balutan handuk sebatas pinggang, dengan tetesan air yang belum mengering di tubuhnya. Malam itu, Miranda tak mampu memejamkan mata. Ia bingung, kenapa memikirkan Alex terus-terusan? 

Minggu pagi, Miranda diajak sang tante jogging, keliling kampung Gejayan. Pukul enam pagi, mereka sudah keluar dari rumah.

"Banyak juga yang jogging ya, Tante?" Miranda melihat-lihat sekelilingnya. Tua, muda, anak-anak, semua tumpah di jalan kampung.

"Ya, beginilah kalau minggu pagi, selalu ramai. Biasanya, mereka sekalian cari sarapan, kaya' kita."

Kadang-kadang, Miranda berlari sambil menguap lebar. 

"Masih ngantuk, Non?" Sang Tante bertanya, sembari mengajak Miranda berbelok ke arah penjual bubur kacang ijo.

"Asyik, sarapan!" Seru Miranda, seperti anak kecil. Ia sudah lupa akan kantuknya.

"Lho, Mas Alex di sini juga to?" Sapa Mira pada seorang pria berkaos hitam, yang tengah makan di warung itu.

Jantung Miranda mulai berdebar. Segala hal tentang Alex, selalu membuat jantungnya berdebar.

"Eh, iya, Mbak, silahkan duduk, Mbak Mira, Mbak Miranda!" Alex menjawab dengan sopan, lalu mempersilahkan mereka duduk.

Alex meneruskan sarapannya. Mira dan Miranda pun sudah mendapatkan pesanannya. Alex mengobrol dengan sang tante, Mira hanya mendengarkan saja, sambil sekali-kali mencuri pandang ke arah Alex. Kadang-kadang mata mereka bersirobok, sehingga membuat pipi Miranda bersemu merah.

Mereka bertiga pun akhirnya berjalan beriringan menuju rumah. Di tengah jalan, Mira bertemu dengan salah satu pengurus PKK, yang kemarin malam ikut rapat bersamanya. Ia menyuruh Miranda pulang bareng Alex. Miranda tak mampu menolak perintah sang tante.

Akhirnya, Alex dan Miranda pun berjalan beriringan. Keduanya berjalan dalam diam, tanpa obrolan. Masih canggung dengan peristiwa tadi malam rupanya.

"Maaf, ya, yang tadi malam itu ...." Alex berusaha mencairkan suasana. 

Miranda tersipu-sipu. "Iya, gak apa-apa, wong aku juga yang salah."

"Kamu pulang jam berapa nanti?" 

"Jam empat sore. Memangnya kenapa?"

"Nanti sebelum pulang, mampir ya, ke rumahku."

"Ngapain?"

"Ya, ngobrol-ngobrol aja lah. Hari ini aku berangkatnya jam 12 siang. Mau, kan?"

Sebelum menjawab, Miranda melirik wajah Alex terlebih dahulu. Ia menemukan kesungguhan di raut wajahnya.

"Oke. Nanti jam 10 aku ke sana."

Tak terasa Alex dan Miranda telah memakai kata ganti 'aku' dan 'kamu', sebagai tanda dimulainya keakraban mereka.

"Duduk dululah, sini!" Ajak Miranda pada Alex, ketika sudah sampai di rumah Mira.

"Oke." Alex mengiyakan dengan senang hati.

Miranda masuk ke dalam, mengambil dua gelas air putih dingin. Walaupun terbilang masih pagi, udara di Jojga selalu panas, gerah.

"Tadi malam aku menunggu WA-mu, loh." Lagi-lagi, Alex mulai membuka obrolan dengan Miranda.

Miranda bengong, seakan tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya. "Beneran?"

"Beneran lah. Masa' iya, aku bohong."

"Memangnya kamu nungguin aku nulis pesan apa di WA?"

"Entahlah ... apa aja, lah. Asal jangan membahas yang tadi malam aja tuh." 

"Udah, ah, jangan membahas itu lagi. Aku lebih malu, tau'!"

Dan mereka pun sama-sama tertawa terbahak-bahak. 

Ketika tengah asyik mengobrol, ada seseorang yang menyapa Alex. "Loh, Mas Alex to ternyata. Kirain lagi ngobrol sama Mbak Rania."

Miranda menatap Alex, tatapan matanya tajam, seolah ingin menanyakan, siapa itu Rania?

Bab terkait

  • Takdir Miranda   Gelora asmara

    "Enggak, Bu Edi. Rania masih di Salatiga, bulan depan mungkin nyusul saya ke sana." Alex menjelaskan pada Bu Edi, salah satu tetangga Alex dan Mira di kampung Gejayan."O, begitu. Ya, sudah, mari, Mas, Mbak, saya duluan," pamit Bu Edi pada Alex dan Miranda.Sepeninggal Bu Edi, Miranda memandang Alex, tatapan matanya seolah meminta penjelasan tentang sesuatu. Alex segera tanggap. "Rania itu nama istriku, Mir. Tadi malam belum sempat ngasih tahu kamu, tantemu dah manggil kamu."Miranda manggut-manggut, tanda mengerti."Boleh kulihat fotonya?"Alex segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Membuka galeri, lalu menunjukkan sebuah foto pada Miranda."Wow, cantik sekali. Anggun, berjilbab lagi. Cocok sama kamu, Mas." Miranda memuji istri Alex dengan sepenuh hati."Ah, bisa aja kamu, Mir." Alex tersipu, ia lalu mengalihkan arah pembicaraan. "Berhubung menurut pengakuanmu kamu ini jomlo, maka aku ingin mendengar cerita tentang kel

  • Takdir Miranda   Rania

    Miranda menyambar ponselnya dari kasur, lalu masuk kamar mandi. Ia me-reject panggilan dari Alex. Sebagai gantinya, ia mengiriminya sebuah pesan.[Sorry, gak bisa nerima telepon. Aku bangun kesiangan, lagi mau mandi.]Setelah mengamankan ponselnya, Miranda mulai mengguyuri tubuhnya. Ia berburu dengan waktu. Pukul setengah delapan, ia ada rapat penting dengan klien kantornya.Hari ini, Miranda sibuk sekali. Banyak pekerjaan kantor yang menumpuk, maklum banyak proyek baru. Tak terasa, jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Miranda bersorak. Finally! Ia segera membereskan mejanya, lalu berpamitan dengan Tita.***Dari jauh, Miranda melihat sosok Alex yang tengah menunggunya di lobi."Hai ...." sapanya pada Alex."Oh, hai ...." Alex segera bangkit dari kursi, lalu menyambut Miranda dengan mesra. Dirangkulnya gadis itu, lalu digandengnya menuju meja resepsionis.Setelah menerima kunci kamar, Alex membimbin

  • Takdir Miranda   Ketahuan

    "Secepatnya, Sayang. You know lah, aku harus jauh lebih berhati-hati sekarang, agar Rania gak curiga. Kemarin, ketika aku tidur, aku melihatnya menggeledah saku-saku celanaku, lalu menciumi bajuku. Sepertinya dia lagi nyari jejak."Miranda tercenung. "Don't forget to always clear out chat, Alex. Juga panggilan-panggilan. Bersihin galerimu juga, ya. Jangan sampai ada fotoku di sana. I don't want to lose you, Alex. I love you so much.""I love you too, Hun. So, jangan ngambek ya, kalau kita sekarang gak bisa seperti dulu lagi, gak bisa jalan-jalan berdua kemana-mana sesuka hati, juga check-in di hotel seharian."Miranda menarik napas panjang. "It's oke. Kita jalani dulu apa yang ada."Setelah itu keduanya pun berpisah. Alex melarikan motornya ke arah Jogja, sementara Miranda ke arah Magelang.Pukul satu dini hari, Miranda baru sampai di rumahnya. Ia segera mengeluarkan kunci cadangan. Membuka pintu rumah, lalu masuk ke kamarnya. Segera setelah

  • Takdir Miranda   Putus

    "Tinggalkan Alex, Mir. Rania sangat menderita. Percayalah. Kamu gak pingin kan lihat dia frustasi seperti mamamu dulu?"Miranda menggelengkan kepalanya. "Tapi, Tante, Miranda sangat mencintai Alex. Miranda tak yakin bisa segera melupakan Alex.""Berusahalah. Kamu mencintai orang yang salah, itu masalahnya.""Ini tidak adil, Tante. Kami saling mencintai satu sama lain.""Bagaimanapun juga, merusak rumah tangga orang lain itu salah, Mir. Itu perbuatan hina. Dari awal seharusnya engkau menyadari hal itu. Lalu padamkanlah api cinta itu, sebelum menjadi besar, dan akhirnya menghanguskan dirimu sendiri.""Baik, Tante. Miranda akan belajar melupakan Alex."Setelah selesai menasihati Miranda, Mira menemui kakaknya yang sedang mengobrol dengan suaminya di ruang tengah."Ada apa, to, Mir? Kalian membicarakan apa?" desak Larasati pada adiknya."Sebuah masalah, Kak. Namun, Kakak yak perlu khawatir, Mira sudah selesaikan masalahnya."

  • Takdir Miranda   Rudi Purnama

    "Aku berangkat kerja, ya, Sayang ... "Pamit Alex pada Rania, yang masih tergolek di atas ranjang. Rania menarik lagi selimutnya, berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka. Karena setelah Subuh tadi, Alex mengajaknya bersenggama. Rania tahu, Alex masih menyimpan kontak Miranda, tapi ia membiarkannya saja.Ia percaya penuh pada Alex. Benar, Alex pernah khilaf dan menjalin hubungan asmara beberapa lama dengan gadis itu. Tapi toh semuanya telah berlalu. Alex telah kembali lagi padanya. Ia juga yakin, Miranda akan segera menemukan lelaki lain yang akan menggantikan posisi Alex.Benar dugaan Rania, karena saat ini, Miranda tengah memadu asmaranya yang menggebu-gebu dengan pacar barunya, Ferdian. Mereka tengah bergumul di ranjang hotel tempat mereka menginap. Miranda tengah berjuang melupakan cinta pertamanya dengan Alex, dengan caranya sendiri.Memikirkan Alex terus-terusan benar-benar membuat Miranda frustasi. Siang malam ia selalu merindukan senyuma

  • Takdir Miranda   Lintang Pradana

    Miranda membalikkan tubuhnya. Ia menatap mata Alex dalam-dalam, terlihat ada pijar kerinduan di sana. Entah siapa yang memulai. Tahu-tahu, keduanya kini sudah berpelukan. Alex menciumi wajah ayu Miranda, dan berhenti di bibir gadis itu. Dipagutnya bibir gadis itu dengan mesra. Miranda merangkulkan tangannya di leher Alex, menikmati sentuhan Alex yang selama ini dirindukannya."I miss you so, Hun," bisik Alex di telinga Miranda.Nafsu Miranda terbakar. Ia membalas ciuman dan sentuhan Alex dengan agresif."Dasar jalang!" Terdengar seseorang mengumpat.Alex dan Miranda terkejut. Mereka segera menghentikan aksi mereka. Napas mereka berdua masih terengah-engah. Wajah Miranda merah padam, ia merasa sangat malu."Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Rud," ujar Miranda lirih.Rudi tertawa. "Tak perlu khawatir, Miranda. Kamu boleh saja melakukan apapun yang kamu mau, kamu bebas sekarang. Kita putus mulai saat ini!""Sorry, Bro. Aku

  • Takdir Miranda   Aditya

    Miranda tak habis pikir, bisa-bisanya Lintang mengabaikan chat WA darinya. Padahal, selama ini ia selalu mengutamakan kepentingan Lintang. 'Dasar egois', rutuk Miranda dalam hati.Miranda membulatkan tekad untuk berpisah dari Lintang secepatnya.[Lintang, aku ingin putus darimu, sekarang juga. Semua hadiah darimu, akan kukembalikan lagi. Tolong, jangan ganggu aku lagi. So sorry ....] Miranda mengirimkan pesan itu.Beberapa menit berlalu, Lintang tak jua membalas pesannya, padahal statusnya sudah centang biru. Miranda merasa kesal. Ia kesal pada Lintang, juga pada dirinya sendiri. Ia menyesal terlibat hubungan asmara dengan pria itu.Pukul enam kurang seperempat, Miranda menuju kasir kafe, membayar tagihan makanannya. Ketika ia hendak menstarter motornya, datanglah Lintang dengan wajah kaku menahan amarah."Cepat naik!" perintah Lintang, pada Miranda.Miranda terpaku di motornya. Namun, sedetik kemudian, ia menstarter motornya, ta

  • Takdir Miranda   Bertemu Alex lagi

    "Kamu serius, Dik?"Miranda menggangguk, membenarkan. Ia lega, akhirnya bisa bicara jujur pada Aditya. Walaupun ia tahu, putus bisa menjadi resiko terbesarnya. Miranda melirik wajah Aditya yang pucat pasi."Mas kecewa, kan?""Terus terang, Mas sama sekali tidak menyangka, Dik."Miranda tersenyum kecut. "Jadi, kita resmi putus hari ini, Mas?""Loh, kok kamu bilang gitu, Dik?""Kan sudah jelas, aku tidak termasuk dalam kriteria calon istri idaman Mas Adit.""Tapi ... aku mencintaimu, Dik."Miranda menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak tahu harus berkomentar apa."Dik ... kalau misalnya aku tetap menerimamu apa adanya, bagaimana?""Jangan bercanda, Mas. Mas Adit bisa saja bicara seperti itu sekarang, tapi di kemudian hari, Mas bisa saja mengungkit aibku," tukas Miranda. "Aku sangat menghargai pengertianmu, Mas. Namun, kurasa, berpisah lebih baik untuk kita berdua.""Tidak, Dik. Aku mau me

Bab terbaru

  • Takdir Miranda   Pondok pesantren

    Sesampainya di rumah, Miranda langsung menemui sang mama.“Ma, besok pagi bantuin Miranda berkemas-kemas, ya!”Larasati nampak bingung. “Memangnya dah mau pindah?”“Iya, Ma. Miranda cocok sama pondok yang Tita bilangin kemarin. Miranda dah ketemu sama pemilik pondok. Mereka ramah sekali. Pokonya Miranda mantap mau mondok di situ,” ujar Miranda berapi-api.Larasati merasa terenyuh dengan tekad putrinya. “Kehidupan di pondok itu keras, Nak, jadwalnya padat. Kamu pandai-pandailah beradaptasi di sana.”“Iya, Ma,” jawab Miranda singkat.Tak terasa, sehari telah berlalu. Semua kebutuhan pokok Miranda selama akan berada di pondok, sudah dikemas dalam sebuah travelling bag. Sekarang, waktunya berangkat ke pondok, memulai hidup baru. Larasati memandangi putrinya dengan penuh kasih. Untuk sementara, ia akan berpisah dengan putrinya. Ia menahan air matanya agar tak tumpah. Ia tak ingin nampak

  • Takdir Miranda   Resign

    Lagi-lagi, Miranda terjaga dari tidurnya. Diliriknya jam dinding di kamarnya, masih jam dua pagi. 'Sialan!' rutuk Miranda dalam hati. Bagaiamana bisa ia mimpi buruk tiga hari berturut-turut dengan mimpi yang sama pula? Apakah ini hanya kebetulan semata? Ataukah sebuah pertanda buruk?Tiba-tiba, Miranda merasa ketakutan. Untuk pertama kalinya, ia melakukan salat malam--tahajud--untuk menenteramkan hatinya yang gelisah. Ia segera mengambil air wudhu, lalu memulai salatnya. Air matanya bercucuran, karena ia merasa bersalah, telah meninggalkan Allah selama ini. Ia bahkan melakukan zina hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya.Setelah selesai dua rakaat, ia pun berdoa memanjatkan doa, meminta ampun kepada Allah atas semua dosa-dosanya. Lalu ia pun duduk bersila, melafalkan zikir dengan bercucuran air mata. Ampuni aku, Ya Allah. Ampuni aku ....Malam itu, Miranda menghabiskan sisa malamnya dengan berzikir. Terus dan terus. Hingga ia jatuh tertelungkup di atas s

  • Takdir Miranda   Keputusan

    Miranda terjaga dari tidurnya. Ia bingung berada di mana. Kepalanya masih terasa sangat berat. Ia berusaha mengingat-ingat kejadian semalam. Lho, di mana Jatmiko? Miranda mengedarkan pandangannya ke kamar hotel. Tak nampak Jatmiko. Juga barang-barang yang kemarin sempat dilihatnya.Ketika hendak bangkit dari ranjang, ia terkejut mendapati dirinya telanjang. Ia juga merasakan nyeri pada alat kelaminnya. Karena penasaran, ia meraba bagian vitalnya. Ia terhenyak, ketika tangannya menyentuh lendir lengket di sekitar alat vitalnya.Miranda terhenyak, kembali membaringkan tubuhnya. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia berusaha melogika apa yang telah terjadi dengannya. Setelah beberapa lama berpikir dengan tenang, ia pun perlahan menangis. Ia tak menyangka, Jatmiko sebejat itu. Ia tak menyangka, Jatmiko tega menjebak, lalu memperkosanya.'Oh, bodohnya aku,' rutuk Miranda dalam hati. Ia sungguh menyesal, bertemu dengan Jatmiko. Ia menyesal kemarin dengan

  • Takdir Miranda   Malam jahanam

    Setelah sarapan bersama, mereka pun kembali berjalan menuju lokasi pantai. Jatmiko mengantarkan Miranda hingga tempat parkir."Daaah ... sampai jumpa nanti siang, ya!" pamit Miranda saat melewati Jatmiko. Pria itu sedang berjalan menuju mobilnya yang diparkir di area luar pantai. Jatmiko membalas lambaian tangan Miranda, lalu melanjutkan langkahnya.Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang, Miranda sudah siap pergi dengan Jatmiko. Ia membuka pesan di aplikasi WA, ada sebuah pesan dari Jatmiko, bahwa ia sedang dalam perjalanan menuju hotel tempat Miranda menginap. Miranda mengambil tas punggung kecilnya, lalu turun ke lobi. Ia akan menunggu Jatmiko di sana.Siang ini, suasana hotel agak sepi. Hanya ada beberapa pengunjung hotel terlihat duduk-duduk di lobi hotel. Hotel tempat Miranda memang dilengkapi dengan dua set sofa untuk duduk tamu-tamu hotel.Dari kejauhan, nampak seorang pria tampan berkulit coklat berambut semi gondrong ten

  • Takdir Miranda   Berkenalan dengan Jatmiko

    Setelah menarik napas panjang, Miranda pun mulai menceritakan kisahnya. Reno mendengarkan dengan penuh simpati.“Jadi, kamu sekarang merasa insecure karena kondisimu sekarang, ya, Mir?” Reno berkomentar.“Ya, begitulah. Aku merasa hina banget, Reno.”“Jangan terlalu dipikirkan, let the gone be by the gone, yang penting kamu sudah bertaubat, menyadari kesalahanmu.”“Eh, dah hampir jam 10, pulang, yuk. Panas gila di sini,” ujar Miranda, sambil melihat jam di ponselnya.“Langsung pulang ke Magelang?”“Enggak. Balik ke rumah tanteku dulu, entar sore baru balik Magelang.”“Ya udah, bye Miranda, nice to see you,” pamit Reno pada Miranda yang sedang berkemas.Reno beranjak meninggalkan Miranda. Miranda menyusul pergi kemudian. Miranda merasa simpati dengan kisah cinta pria itu. Ia tak bisa membayangkan kesedihan Reno yang harus kehilangan kekasih hati

  • Takdir Miranda   Refreshing

    Alex tertunduk lesu, mendengar jawaban Miranda. Ia tak menyangka, Miranda sedalam itu mencintai dirinya. "Maafkan aku, Mir, aku sudah merusak hidupmu.""Bukan salahmu, Alex. Aku juga salah. Cinta datang di saat yang tepat, itu saja. Kita berdua salah, karena mengikuti bisikan hawa nafsu. Memang sudah seharusnya kita berpisah.""Tapi kamu perempuan, Mir. Kamu rugi ....""Karena aku sudah tak virgin, maksudmu?"Alex menjawab lirih, "Iya, Mir."Miranda menitikkan air mata. "Itu sudah terjadi, Lex. Aditya, pacarku yang terakhir, dia adalah lelaki yang menjunjung tinggi norma susila, ia kecewa mengetahui aku sudah tidak suci lagi.""Ia langsung memutuskan hubungan kalian begitu saja?""Enggak. Aku yang memutuskan hubungan. Dia mau menerimaku apa adanya, walaupun aku tidak sesuai harapannya. Tapi aku memilih mundur.""Kenapa, Mir? Kan dia menerimamu apa adanya.""Jangan naif, Alex. Oke, saat ini dia bisa bilang kaya' gitu. Tap

  • Takdir Miranda   Bertemu Alex lagi

    "Kamu serius, Dik?"Miranda menggangguk, membenarkan. Ia lega, akhirnya bisa bicara jujur pada Aditya. Walaupun ia tahu, putus bisa menjadi resiko terbesarnya. Miranda melirik wajah Aditya yang pucat pasi."Mas kecewa, kan?""Terus terang, Mas sama sekali tidak menyangka, Dik."Miranda tersenyum kecut. "Jadi, kita resmi putus hari ini, Mas?""Loh, kok kamu bilang gitu, Dik?""Kan sudah jelas, aku tidak termasuk dalam kriteria calon istri idaman Mas Adit.""Tapi ... aku mencintaimu, Dik."Miranda menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tak tahu harus berkomentar apa."Dik ... kalau misalnya aku tetap menerimamu apa adanya, bagaimana?""Jangan bercanda, Mas. Mas Adit bisa saja bicara seperti itu sekarang, tapi di kemudian hari, Mas bisa saja mengungkit aibku," tukas Miranda. "Aku sangat menghargai pengertianmu, Mas. Namun, kurasa, berpisah lebih baik untuk kita berdua.""Tidak, Dik. Aku mau me

  • Takdir Miranda   Aditya

    Miranda tak habis pikir, bisa-bisanya Lintang mengabaikan chat WA darinya. Padahal, selama ini ia selalu mengutamakan kepentingan Lintang. 'Dasar egois', rutuk Miranda dalam hati.Miranda membulatkan tekad untuk berpisah dari Lintang secepatnya.[Lintang, aku ingin putus darimu, sekarang juga. Semua hadiah darimu, akan kukembalikan lagi. Tolong, jangan ganggu aku lagi. So sorry ....] Miranda mengirimkan pesan itu.Beberapa menit berlalu, Lintang tak jua membalas pesannya, padahal statusnya sudah centang biru. Miranda merasa kesal. Ia kesal pada Lintang, juga pada dirinya sendiri. Ia menyesal terlibat hubungan asmara dengan pria itu.Pukul enam kurang seperempat, Miranda menuju kasir kafe, membayar tagihan makanannya. Ketika ia hendak menstarter motornya, datanglah Lintang dengan wajah kaku menahan amarah."Cepat naik!" perintah Lintang, pada Miranda.Miranda terpaku di motornya. Namun, sedetik kemudian, ia menstarter motornya, ta

  • Takdir Miranda   Lintang Pradana

    Miranda membalikkan tubuhnya. Ia menatap mata Alex dalam-dalam, terlihat ada pijar kerinduan di sana. Entah siapa yang memulai. Tahu-tahu, keduanya kini sudah berpelukan. Alex menciumi wajah ayu Miranda, dan berhenti di bibir gadis itu. Dipagutnya bibir gadis itu dengan mesra. Miranda merangkulkan tangannya di leher Alex, menikmati sentuhan Alex yang selama ini dirindukannya."I miss you so, Hun," bisik Alex di telinga Miranda.Nafsu Miranda terbakar. Ia membalas ciuman dan sentuhan Alex dengan agresif."Dasar jalang!" Terdengar seseorang mengumpat.Alex dan Miranda terkejut. Mereka segera menghentikan aksi mereka. Napas mereka berdua masih terengah-engah. Wajah Miranda merah padam, ia merasa sangat malu."Ini tak seperti yang kamu pikirkan, Rud," ujar Miranda lirih.Rudi tertawa. "Tak perlu khawatir, Miranda. Kamu boleh saja melakukan apapun yang kamu mau, kamu bebas sekarang. Kita putus mulai saat ini!""Sorry, Bro. Aku

DMCA.com Protection Status