Beranda / Fantasi / Tabib Sakti Tak Terkalahkan / Bab 02. Melarikan diri.

Share

Bab 02. Melarikan diri.

Bab 02. Melarikan diri.

Di sudut gelap sel penjara klan Song, Shizi terduduk lemah, menyandarkan tubuhnya yang penuh luka dan darah mengering di dinding dingin. Rasa sakit di tubuhnya seolah menghilang, tertutupi oleh kekhawatiran mendalam tentang keadaan ibunya.

Pikirannya melayang pada kenangan terakhir yang buruk,melihat ibunya terjatuh tak berdaya saat Song Ong dan pengikutnya dengan brutal menghajarnya hingga pingsan.

Shizi menarik napas dalam-dalam, menatap jeruji besi yang menjadi penghalang antara dia dan dunia luar.

Bagi sebagian orang, sel ini adalah simbol dari kehilangan dan putus asa, namun bagi Shizi, sel ini adalah tempat perlindungan yang menawarkan jeda dari kekejaman Song Ong dan para anteknya.

Di sel sempit inilah, setidaknya, ia dapat bernafas tanpa rasa takut akan serangan mendadak yang selalu mengintai.

Shizi menatap dinding sel tempat barisan garis darahnya terukir.

"Empat puluh satu, sekarang empat puluh dua," ujarnya pelan, suaranya terbata-bata, sambil mengoleskan darah dari tubuhnya ke dinding.

Sudah puluhan kali dia berada di ruangan penjara klan Song ini, dengan keadaan yang tak berubah.

"Enam belas, umurku kini enam belas tahun," katanya lagi dengan suara lirih, menatap angka kecil yang dibuatnya dari darah di dinding sel.

"Selama itu pula ibu melindungiku... Bagaimana keadaan ibu sekarang?" gumamnya lirih.

Shizi terhenti dari lamunannya saat mendengar derap langkah kaki yang mendekat. Dengan cepat dia bangkit dari duduknya, merangkak mendekati jeruji besi yang memisahkan ruangannya.

Tubuhnya yang lemah berusaha keras untuk berdiri, merapat dan menempel di jeruji, mata memicing mencoba mengenali sosok yang datang.

Seorang pria muda berjalan memasuki ruangan dengan wajah yang dingin. Shizi, meski dengan hati yang was-was, langsung mengenali dia. Song He, adik tiri dari Song Ong.

"Tuan muda He, tolong beritahu aku... bagaimana keadaan ibuku?" suaranya tergagap, penuh dengan kecemasan yang nyaris meneteskan air mata.

Walau Song He terkenal dingin, Shizi memiliki rasa hormat mendalam padanya, karena meskipun jarang, Song He telah menunjukkan kebaikan pada dirinya. Dari dia juga Shizi bertemu dengan Wang Suyi, teman baiknya kini.

"Aku sudah meminta seseorang membawa ibumu ke tabib di luar klan, tapi aku tidak tahu kondisi terkininya," ujar Song He dengan nada datar.

Shizi terhenyak, di tengah kekhawatirannya terhadap ibunya, ia benar-benar terkejut dengan perkataan Song He.

Sebelum Shizi sempat merespons, Song He melanjutkan, "Kakak tiriku telah melaporkan hal ini pada ayah. Selain itu, Song Ong telah menuduhmu mencuri koin emas miliknya."

"Tempat tinggalmu telah digeledah dan disana ditemukan kantong emas milik Song Ong di bawah tempat tidurmu. Atas dasar itu, telah diputuskan bahwa kau akan dihukum berat karena menyerang Song Ong hingga melukainya dan atas tindakan pencurian itu!"

“Kau akan dihukum lima puluh kali pukulan dengan tongkat, jika itu dilakukan dalam keadaanmu yang sekarang maka jelas kau akan mati karenanya!” jelasnya dengan datar.

Shizi tak bisa berkata, ia benar benar tak percaya jika Song Ong bertindak sejauh itu padanya.

Sedangkan Song He pun dalam diamnya ia melayangkan pikirannya pada suatu hal dimana apa yang terjadi pada Shizi pun ada andil dirinya di dalamnya.

Ya, Shizi mengenal dan dekat dengan Wang Suyi, gadis yang disebut-sebut sebagai yang tercantik di kota. Sudah lama Shizi berperan sebagai perantara, mengantarkan pesan dan barang kepada Wang Suyi yang menjadikan keduanya sebagai sahabat.

Tak hanya sahabat, Song He bisa melihat jika kedekatan keduanya menjadi berbeda karena kesamaan dalam pemikiran, rasa nyaman dan banyaknya pertemuan yang terjadi, sehingga rasa itu semakin menguat, seolah ada benang tak kasat mata yang terus mengikat  Wang Suyi pada Shizi.

Cring!

Song He bergerak gesit mengambil sesuatu dari balik jubahnya, tangannya memunculkan sebuah jarum akupunktur besar yang biasa digunakan pada kuda. Jarum itu berdenting saat mendarat di lantai tak jauh dari tempat Shizi berdiri.

Dari saku lainnya, ia mengeluarkan bungkusan kain kecil dan melemparkannya ke arah Shizi yang dengan tangkas menangkapnya.

Wajahnya datar namun mata Song He terlihat serius saat ia berbicara, “Aku sempat mendengar percakapan antara ibuku dan selir ayah—mereka berbicara tentang ayahmu. Katanya dia orang berpengaruh di kerajaan, aku sendiri tidak tahu kebenarannya.”

Nafasnya tersendat sejenak sebelum melanjutkan, “Dan asal-usul ayahmu, mungkin ada kaitannya dengan benda yang ada di tanganmu sekarang.”

Shizi membolak-balik bungkusan di tangannya, penasaran dan cemas.

“Benda ini,” lanjut Song He, suaranya lebih pelan, “aku ambil dari kamar ayahku ketika mereka tidak menyadari.”

Shizi tertegun, jelas itu hal baru untuknya karena ibunya sendiri tak pernah menceritakan apapun tentang ayahnya. Ia benar benar terkejut sampai tak tahu harus berbuat apa, yang ia lakukan hanya menatap bungkusan kain kecil di tangannya dengan perasaan campur aduk.

“Aku tidak bisa membantumu untuk keluar apalagi menyelamatkanmu jadi carilah cara untuk menyelamatkan hidupmu.” Ucap Song He sambil menunjukan raut wajah datar.

Song He akan berkata kembali namun tampak raut wajahnya menunjukan keraguan untuk menyampaikan hal tersebut pada Shizi, setelah berpikir sejenak ia pun membulatkan tekad untuk mengatakannya. 

“Hukumanmu akan dilaksanakan hari ini pada tengah malam,” ujarnya yang setelahnya Song He kemudian membalikan badannya dan berlalu dari tempat tersebut.

Melihat itu, segera Shizi angkat bicara.” Tuan muda, kenapa kau membantuku?!” tanya Shizi serius.

“Anggap saja kau berhutang padaku, karena kau berhutang maka kau harus membayarnya di kemudian hari. “

Song He membalikan badannya dan berjalan menjauh dari sel, baru berjalan beberapa langkah ia berhenti berkata tanpa kembali.

“Hanya orang hidup yang bisa membayar hutang, orang mati tidak bisa melakukannya!” Ujar Song He tanpa menoleh ke arah belakang dimana Shizi berada.

Shizi yang mendengar perkataan Song He pun langsung angkat bicara.

”Tuan muda, aku berjanji…. Aku berjanji jika aku keluar dari sini hidup hidup maka aku akan membalas kebaikanmu ini tuan muda!” seru Shizi diakhiri dengan membungkukkan badannya.

“Aku menunggu saat itu!” jawabnya singkat.

Song He kembali berjalan sambil berkata dalam hatinya. ”Jika apa yang dibicarakan ibu dan para selir benar, maka ada kemungkinan Shizi bisa kugunakan untuk membantuku kedepannya!” Batin Song He.

Song He pun segera berlalu, Shizi yang memperhatikannya hanya bisa melihat punggung Song He yang menghilang dari pandangannya setelah beberapa saat.

Setelahnya Shizi mulai berpikir dengan cepat, ia kemudian memasukan bungkusan kain kecil ke balik pakaian bawahnya. Dari sana ia segera mengambil jarum besar yang ada di lantai diluar sel.

Dengan susah payah ia meraih benda tersebut, setelah mendapatkannya segera ia gunakan jarum akupuntur hewan itu itu untuk mengakali gembok besar di luar sel yang menjadi kunci selnya.

“Aku harus melarikan diri dari sini…. Aku tidak akan bisa membalas dendam jika mati!“ Gumamnya pelan namun penuh tekad.

Dengan hati hati ia berusaha membuka gembok besar yang ada dengan jarum besar tersebut, dengan penuh perasaan ia berusaha mencari titik yang mengunci gembok sebesar telapak kakinya itu.

Klek!

Suara kaitan yang terlepas membuat senyum di wajah Shizi mengembang, dengan perlahan ia melepaskan gembok tersebut lalu menaruhnya di lantai. Dengan sekuat tenaga ia memaksakan diri untuk berjalan keluar.

Beruntung baginya karena sel klan Song selalu tidak dijaga, para penjaga dan pelayan di dalam klan lebih berfokus pada pengamanan dan pelayanan di kediaman utama sehingga sel di dalam clan tidak pernah dijaga.

Itu terjadi karena sangat jarang sekali anggota klan yang ditahan, hanya Shizi saja lah yang rutin menghuni tempat tersebut.

Dengan menggunakan sebuah tongkat kayu usang yang ada di lorong sel Shizi mulai berjalan, meski tertatih ia berusaha dengan cepat untuk keluar dari sana mengingat kebiasaan yang ada di dalam klan.

Dalam hatinya Shizi bersyukur sedari kecil ia melakukan banyak pekerjaan sehingga ia tahu seluk beluk kediaman klan dan rutinitas orang orangnya dimana hal itu kini membantu dirinya untuk bisa keluar dari penjara dan kediaman utama tanpa menemui banyak hambatan.

Dengan nafas berat dan langkah tertatih, Shizi memasuki gang sempit yang hanya ia yang tahu.  Jalan itu adalah jalan yang diketahuinya dan jarang dilewati oleh banyak pelayan.

Menyelinap di antara celah sempit rumah tua dan tembok pembatas klan, detak jantungnya semakin kencang. Tiba-tiba, sebuah teriakan memecah kesunyian.

“Gawat, begundal itu melarikan diri, cepat cari!” suara teriakan itu menggema seperti ledakan yang menyayat telinganya.

Shizi segera menekan tubuhnya lebih dalam ke dalam bayang-bayang, berharap bisa menghilang dari pandangan.

Desas-desus mulai terdengar, seakan setiap sudut klan tersebut kini hidup, bergerak cepat mencari keberadaan dirinya. Setiap detik terasa seperti sejam, ketakutan dan kecemasan memenuhi pikirannya.

“Aku harus bertahan hidup, aku tidak boleh ketahuan,” bisiknya dalam hati sambil berdoa agar bisa meloloskan diri dari pencarian ini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status