Bab 03. Keinginan dan tekad.
Shizi menyembunyikan tubuhnya di celah sempit antara bangunan rumah dan tembok pembatas klan. Nafasnya tersengal, jantungnya berdebar-debar ketika suara langkah cepat dan teriakan tajam meresap melalui malam, menginstruksikan pencarian terhadapnya. Seolah waktu berhenti berdetak, hanya diisi oleh kesunyian yang kemudian terpecahkan oleh suara jangkrik dan burung hantu yang menambah keseraman malam. "Hampir, hampir aman," bisik Shizi kepada dirinya sendiri, wajahnya penuh dengan keringat dingin. Matahari mulai berwarna kekuningan saat dia mengintip dari balik celah, mengawasi dengan hati-hati. Menemukan tembok yang tak terlalu tinggi, dia mengumpulkan keberaniannya, melirik sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mengawasi. Dengan gerakan yang hampir tak terdengar, dia menginjakkan kaki pertamanya pada tembok, perlahan-lahan naik sambil menghitung dengan cermat, detak jantungnya semakin cepat, karena setiap detik adalah perebutan antara hidup dan ketahuan. Dengan jiwa yang tegang, ia berusaha secepat mungkin menaiki tembok, menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya. Satu-satunya pikiran yang menguasainya adalah berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertangkap dan menghindari kematian yang mengenaskan. Setelah berhasil menaiki tembok, Shizi menjatuhkan dirinya ke tanah untuk mempercepat gerakannya, karena ia mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Ia segera menutup mulutnya, menahan rasa sakit akibat jatuhannya, dan menggigit telapak tangannya untuk menghindari teriakan. "Apa kau mendengar sesuatu?" tanya seseorang dari balik tembok kepada rekannya. "Ya, sepertinya ada sesuatu yang jatuh di sekitar sini," jawab orang lain. "Coba periksa, naik ke tembok itu dan lihat apa yang jatuh!" seru pria pertama. "Ah, kau saja. Aku malas," sahut pria lainnya dengan enggan. Suara riang terdengar dari seberang tembok. "Bagaimana jika itu adalah Shizi? Jika kita menemukannya, pastinya tuan muda akan memberi kita hadiah besar!" kata salah satu pria dengan semangat. "Benar juga!" sahut pria lain, yang langsung bergerak lincah mendekati tembok. Shizi, yang bersembunyi di balik dahan-dahan, merasa detak jantungnya meningkat. Dia bisa merasakan gelisah yang berlipat ganda saat salah satu dari mereka mulai mendaki tembok. Jika pria itu berhasil menaiki tembok dan menyinari area sekitarnya dengan obor, Shizi akan terjebak tanpa tempat untuk lari. Dalam diam, Shizi berusaha menenangkan diri, meminimalisir setiap gerakan agar tidak mengundang perhatian. Walaupun begitu, setiap daun yang bergeser di bawahnya sepertinya berbunyi terlalu keras di telinganya. Tiba-tiba, cahaya obor menerangi tepian tembok. "Sial, ternyata hanya buah yang jatuh!" dengar Shizi ketika pria di atas tembok itu melampiaskan kekecewaannya. Shizi menahan napas, berharap mereka akan pergi. Mendadak, beberapa buah pir lagi jatuh ke tanah, menciptakan suara yang cukup untuk mengalihkan perhatian kedua pria itu lagi. Shizi memanfaatkan kesempatan itu untuk merayap pelan-pelan, mencari tempat perlindungan yang lebih aman. “Keberuntungan untukku!” seru pria di balik tembok yang langsung berlari ke arah buah pir yang jatuh ketanah. Sontak hal itu membuat pria yang ada di atas tembok langsung melompat turun untuk mengambil pir lainnya. Shizi menghela nafas dengan pelan setelah pria tersebut turun dari tembok, terdengar kini keduanya berebut buah pir yang jatuh tersebut. Tak berapa lama akhirnya keduanya pergi dari tempat tersebut dengan bekas buah pirnya dibuang keluar tembok dan jatuh tepat mengenai kepala Shizi. Perutnya yang sudah sehari semalam tidak diisi makanan pun segera meronta, tanpa merasa jijik ia pun memakan sisa buah pir tersebut dengan lahap. ”Aku harus hidup... Aku harus hidup!” ujarnya sambil mengunyah sisa buah pir tersebut Setelah beberapa waktu, Shizi bangkit. Dengan cepat, ia mulai berjalan menyusuri jalan setapak di tengah kegelapan malam, mengandalkan ingatannya untuk menavigasi area tersebut. Bulan sudah berada di timur, menandakan fajar akan segera menyingsing. Dari posisinya di atas bukit, ia memandang ke bawah ke kediaman klan Song. Ia melihat cahaya obor yang dibawa oleh banyak orang masih bergerak di area klan, menandakan mereka masih mencari dirinya. Tanpa berkata-kata, Shizi melanjutkan perjalanannya, menuruni bukit menuju tujuannya dengan tekad yang membara. "Aku akan membalas mereka semua! Aku akan membalasnya berkali kali lipat, terutama pada Song Ong! " batinnya. Kini, Shizi berada di depan sebuah kediaman di pinggiran kota. Dari sana, ia segera masuk ke dalam rumah tersebut. Sambil berjalan tertatih, Shizi melihat seorang pria tua yang sedang duduk sambil memegang alat untuk menggerus tanaman obat. Pria tua itu langsung menatap ke arah Shizi ketika ia mendekat. "Shizi?" tanya pria tua tersebut dengan nada terkejut. "Benar, Tabib Fan, aku Shizi!" jawab Shizi terengah-engah. Tak jauh dari tempat Tabib Fan berada, Shizi terjatuh. Namun, dengan sekuat tenaga, ia berusaha bangkit kembali. Karena tidak kuat untuk berdiri, ia kemudian merangkak dan merayap mendekati sang tabib yang masih terkejut melihatnya. "Tuan, bagaimana keadaan ibuku? Tolong selamatkan ibuku," ucap Shizi dengan suara lirih sambil menatap sang tabib dengan penuh tekad. "Anak ini, ia bisa kabur dari kediaman klan Song dengan kondisi seperti ini!" “Tatapannya…. Tatapannya itu sangat berbeda dari sebelumnya, sorot matanya menunjukan keinginan yang sangat kuat untuk hidup!” “Ini tidak seperti Shizi yang kukenal!” Batin Tabib Fan. Tabib Fan tanpa menjawab langsung membantu Shizi untuk bangkit, tangannya yang kuat memapahnya menuju balai tempat tabib itu biasa mengobati. Setelah duduk, tabib mulai menyiapkan alat-alat medisnya. Tapi, saat tangan Shizi menyentuh tangan tabib, pemuda itu mendadak panik. "Tuan, bagaimana keadaan ibu? Tolong selamatkan ibuku, tuan... Aku akan melakukan apapun sebagai gantinya!" pinta Shizi, suaranya parau, matanya terlihat mengharap. Tabib Fan dengan cepat menahan Shizi yang hampir bersujud, tatapan mereka bertemu. "Aku sudah melakukan semua yang kubisa untuk ibumu, jadi kau tak perlu khawatir. Yang penting sekarang, kau harus fokus pada kesembuhanmu," kata tabib itu dengan nada yang tegas tapi penuh empati. Shizi menarik nafas lega, matanya berkaca-kaca, "Jadi, ibu baik-baik saja?" bisiknya hampir tak terdengar. “Tidak, tapi nyawanya tidak terancam bahaya lagi,“ jawab Tabib Fan yang sontak membuat Shizi kehilangan kata kata. Krek! Tanpa aba-aba, tabib Fan membenarkan posisi tulang dan sendi di tubuh Shizi yang bergeser. Meskipun ia melakukan beberapa perbaikan, tidak ada teriakan kesakitan dari pemuda tersebut. Hal ini membuat tabib Fan terkejut. Ia menatap Shizi, melihat pemuda kurus itu menahan sakit dengan mengeratkan giginya. "Bocah ini!" pikir tabib Fan dengan tak percaya. "Tuan, aku mohon... ajari aku menjadi seorang tabib!" ujar Shizi dengan terbata-bata sambil menatap serius ke arah tabib Fan. Tabib Fan kembali terkejut, namun kemudian ia kembali menunjukkan wajah datarnya. "Kenapa kau ingin menjadi tabib?" tanyanya. "Aku ingin menyelamatkan ibuku, Tuan!" jawab Shizi dengan penuh tekad.Bab 04. Potensi.Shizi terbangun dari tidurnya, meski tubuhnya terasa ngilu dan sakit, ia berusaha menahannya.Melalui ventilasi ruangan, sinar matahari yang terang masuk kedalam ruangan menandakan bahwa matahari telah lama terbit.Dengan menahan rasa sakit, Shizi bangkit dan berjalan keluar kamar menuju ruangan tempat ibunya dirawat. Pintu ruangan terbuka dan ia bergegas ke dalam.Di sana, tabib Fan sedang mengganti perban di kening ibunya. Shizi duduk di depan pintu, memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan tabib Fan.Sudah sering ia melihat tabib Fan merawat pasiennya.Shizi, yang bertugas mengantarkan barang dari Song He dan Wang Suyi untuk tabib Fan, kadang menghabiskan waktu menunggu tabib selesai bekerja sebelum menyerahkan barang-barang tersebut.“Kau sudah baikan?” Tanya tabib Fan tanpa menoleh ke arah Shizi.“Sudah tuan, terima kasih atas pertolongan tuan!” Ujar Shizi penuh hormat.Tabib Fan selesai merapikan alat-alatnya dan memperhatikan posisi Shizi yang duduk lemas t
Bab 05. Konfrontasi.Sudah dua bulan ini Shizi belajar ilmu pengobatan dari Tabib Fan, seorang pria paruh baya yang bijaksana.Setiap hari, ia bangun sebelum fajar, menyeberangi sungai, dan mendaki bukit yang dipenuhi tanaman herbal. Dengan cermat, ia memetik tumbuhan yang dibutuhkan, membayangkan manfaatnya saat meracik obat nanti.Setibanya di rumah, ia mengeringkan tanaman tersebut dengan teliti, lalu meraciknya sesuai dengan instruksi Tabib Fan yang sabar dalam membimbing.Di sisi lain, perhatian Shizi juga tertuju pada ibunya yang sedang sakit.Di bawah sinar lampu temaram, Shizi menekuni setiap gerakan Tabib Fan dalam mengganti perban. Tangannya mulai terampil meniru gerakan lembut itu, mempraktikkan teknik akupuntur dan pemijatan yang dipelajarinya.Dalam ruangan beraroma herbal, ia menekuni pelajaran tentang titik-titik saraf dan anatomi tubuh manusia. Tidak hanya mengobati manusia, Shizi juga belajar cara menangani hewan yang sakit."Dari setiap praktik, kau akan belajar lebi
Bab 06. Situasi.Uhuk uhuk!Shizi bangun dari ketidak sadarannya, ia terbatuk dan memuntahkan air yang masuk kedalam paru parunya. Setelah ia bisa bernafas dengan baik ia pun membaringkan tubuhnya untuk menenangkan dirinya.Matanya menatap ke arah atas, tampak batuan tajam menempel di dinding batu yang gelap.Baru setelahnya ia tertegun, ia baru menyadari jika ia berada di sebuah tempat asing.“ Aku berada dimana?” Ujarnya sambil menatap sekelilingnya.Pikirannya kembali pada saat kejadian sebelumnya, ia teringat jika dirinya menyelam ke dasar sungai untuk menghindari terjangan anak panah yang terarah dirinya dimana saat itu air sungai meluap sehingga arus air menjadi deras. Hal itu membuatnya terbawa deras air sungai dan akhirnya kehilangan kesadaran diri karena arus bawah sungai menariknya.Shizi kemudian menatap sekelilingnya, ia meyakini jika dirinya kini berada di dalam sebuah gua kecil, dari sana ia bangkit dari posisinya, dengan penerangan yang sedikit membuatnya tidak bisa meli
Bab 07. Syarat.Di sebuah kedai yang tak jauh dari tempat pertemuan pertama, Song Ong kini duduk bertiga dengan Wang Suyi dan dan juga Song He. Dari sana Song He menuangkan teh kedalam cangkir Wang Suyi lalu setelahnya ia menuangkan teh pada cangkirnya sendiri dan melewatkan cangkir Song He.Wang Suyi melirik ke arah luar kedai, tampak pasukan klan Song berdiri berjaga dengan tabib Fan dan ibu dari Shizi berada dalam penjagaan mereka dibawah terik matahari yang menyengat.Tanpa perlu dikatakan pun Wang Suyi paham jika posisi tabib Fan dan ibu dari Shizi adalah alat untuk mengancamnya.“ Sudah lama sekali kita tidak berbincang santai seperti ini, apa kau tahu sudah berapa lama itu terjadi?” Tanya Song Ong dengan wajah sumringah.“ Cukup lama.” Jawab Wang Suyi singkat dengan nada lembut.“ Tiga tahun… Tiga tahun lamanya kau mengacuhkanku.” Lanjutnya,” dan itu terjadi semenjak orang rendahan itu bersamamu.” Ujar Song Ong datar diakhiri senyum kecilnya.“ Tuan muda Song Ong, sepertinya ka
Bab 08. Kelelawar dan jalan.Hari demi hari berganti tanpa diketahui, entah berapa lama Shizi menghabiskan waktu di dalam gua tersebut,bagaimana ia tahu karena tidak ada sinar matahari yang bisa masuk kedalam gua sehingga ia tidak bisa memperkirakan waktu yang telah ia lewati.“ Sepertinya sudah cukup lama aku berada di dalam gua bawah tanah ini, mungkin telah lewat dua atau tiga bulan.” Ujarnya sambil memegangi rambut yang terjuntai sampai bahunya.Shizi menghela nafas panjang, di satu sisi ia senang mendapatkan banyak pengetahuan yang ditinggalkan pemilik gua tersebut sebelumnya yang kini telah menjadi tulang belulang, namun di sisi lainnya ia khawatir akan keadaan dirinya yang tidak bisa keluar dari gua bawah air tersebut.Banyak hal telah ia lakukan termasuk menyelam kedalam kolam air kecil yang membawanya masuk kedalam gua tersebut namun dalamnya kolam dan besarnya arus membuatnya sulit mencapai dasar. Yang menjadi harapannya untuk keluar dari tempat tersebut hanyalah melalui l
Bab 09. Lima koin tembaga.Shizi membuka matanya perlahan, dari sana ia langsung bagian kepala belakangnya yang terasa sakit ketika ia terbangun dari ketidak sadarannya.Wajahnya berubah kecut setelah beberapa saat, bagaimana tidak! Kini tangan dan kakinya dalam kondisi terikat tali yang terhubung pada beberapa orang. Gegas ia bangkit dari posisinya lalu menatap sekelilingnya untuk beberapa saat. Dalam duduknya ia bisa melihat jika kini dirinya berada di dalam sebuah kereta kuda bersama dengan beberapa orang asing yang posisinya terikat sama seperti dirinya.‘ Entah ini kesialan atau keberuntungan. Beruntungnya aku ditangkap bukan oleh anak buah Song Ong, sedangkan sialnya berarti aku ditangkap oleh penjual budak.’ Batin Shizi.Yaa, Shizi yakin akan situasinya. Bukan tanpa sebab ia berpikir seperti itu karena kondisi orang orang yang bersama dengan dirinya saat ini memiliki kondisi lusuh dan kurus yang menunjukan jika mereka semua adalah bagian dari kasta rendah.Sudah menjadi hal l
Bab 10. Nyonya Ren.Shizi dimasukan kedalam kereta kuda yang memiliki teralis di sekelilingnya, ia disatukan dengan budak lainnya yang kebanyakan adalah para gadis muda dan anak anak.Dari semua budak yang dibeli oleh Nyonya Ren, hanya dia seorang yang seorang pria, delapan orang sisanya semuanya wanita.Selama perjalanan tidak ada yang berkata, mereka semua diam termenung sambil memikirkan nasibnya masing masing. Begitu juga dengan Shizi, ia merutuk dalam hati karena tidak dibeli oleh bangsawan dan malah jatuh ke tangan mucikari.“ Sebagai nenek tua yang sudah bau tanah ia memiliki mata yang tajam juga, aku tak menyangka dia cukup jeli dan memperhatikan tindakanku.” Batin Shizi.Setelahnya ia berpikir keras untuk mengatur rencana kedepannya, yang ada di pikirannya saat ini adalah rencana untuk melarikan diri dari rumah bordil tersebut.Suara langkah kuda disamping kereta mengalihkan perhatian Shizi, tampak sang nenek tua yang dipanggil Nyonya Ren itu kini menunggangi kuda dan berjal
Bab 11. Kebenaran?Shizi mengerjakan tugas yang ada di depan matanya, ia mengerjakan tugas tersebut dibawah perintah Nyonya Ren yang memberikan arahan apa yang perlu dirinya lakukan.Setelah melihat dan mengawasi untuk beberapa waktu, Nyonya Ren pun bangkit dari duduknya dan membiarkan Shizi menyelesaikan pekerjaannya.Apa yang Shizi kerjakan adalah menulis barang masuk dan barang keluar, jumlah uang yang masuk dan keluar serta memindahkan catatan yang ada pada lembaran kertas kedalam buku yang telah disiapkan.Tidak sulit untuknya melakukan pekerjaan tersebut karena dulu ia sering membantu Wang Suyi dan Song He mengerjakan hal yang serupa. Baginya itu lebih mudah dilakukan daripada mencatat tanaman obat beserta klasifikasi dan kegunaannya.Diluar ruangan.“Nyonya, sepertinya kau menaruh minat padanya?” Tanya pengawal pertama pada nyonya Ren.“ Anak muda ini seperti berlian di dalam sungai, belum terasah dengan sempurna.” Jawab nyonya Ren dengan santai.Kedua pengawal saling bertatapa