Kata teman-temanku hidupku sudah terlalu indah dengan berbagai cerita dan makna, sangat tidak berarti jika harus dirusak oleh sesuatu yang dibuat oleh Mas Tama. Karena perbuatannya hidup dan reputasiku menjadi hancur itu sama sekali tidak worth it dengan apa yang sudah aku korbankan untuknya.Lantas, Aku harus bagaimana untuk menghadapi hari depannya?Mungkin keputusan untuk berpisah itu adalah hal terbaik meski kedua orang tua kami keberatan. Rencananya besok aku akan pergi menemui mertua dan mengatakan apa yang sebenarnya aku inginkan."Ya, aku harus kuat," gumamku pelan.*Keesokan hari setelah menemui Bunda dan minta izin pada teman kerja aku memutuskan untuk pergi ke rumah ibu mertua untuk memberitahu tentang keputusanku yang sudah bulat untuk berpisah dengan anak mereka. Kupikir tidak ada artinya mempertahankan hubungan yang sudah di bangun dengan pondasi kebohongan. Bukannya rumah tangga adalah jalinan sakral yang dibangun atas kejujuran dan komitmen bersama serta rasa cinta da
"Iya Bu, ada yang bisa saya bantu....""Uhm, anu, sa-saya ingin mengajukan gugatan," ucapku pelan. Tanganku dingin, berkeringat oleh rasa gugup."Iya, saya tahu Ibu ingin menggugat, tapi apa alasannya?"Aku hanya diam, bola mataku membayang, aku meremang dan ingin menangis. Aku mengajukan gugatan tapi tiba tiba kehilangan pikiran dan ide tentang apa hal yang akan aku jelaskan."Kalau begitu, tolong boleh lihat identitas dan buku nikah Ibu," pinta pria berkacamata itu."Baik," jawabku sambil menyodorkan buku nikah merah dan hijau. Air mataku tumpah begitu menyadari bahwa buku itu akan dikembalikan ke tempat asal."Pernikahan ibu belum sebulan ya?" tanya pria itu mengernyit, "apa yang membuat ibu ingin cerai.""Saya ... anu. ... uhm...."Aku khawatir tentang harapan apa yang harus aku berikan kepada petugas pencatat gugatan."Kenapa Bu." Pria itu masih menunggu jawaban dariku.Kalau aku jawab karena dia punya istri, tentu pria yang ada di depanku ini akan bertanya tentang izin poligami d
Oke, sekarang di sinilah aku berdiri di depan sebuah bangunan tinggi yang bertuliskan apotek sumber sehat. Rencananya aku ingin membeli alat tes kehamilan dan memastikan apa yang dikatakan Mas Tama bukanlah perkataan yang benar.Sebenarnya aku adalah seorang bidan yang bekerja di rumah sakit di mana melakukan tes tidak harus membayar, aku juga bisa dapatkan USG gratis dari teman dokter atau vitamin dari tempat kerjaku namun aku tidak berani dengan kenyataan itu, jadi, putuskan untuk membeli saja di tempat ini."Permisi Bu Ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas apotek dengan senyum ramah."Hmm, begini, Saya ingin beli tespek," jawabku."Yang seperti apa Bu, yang sensitif atau onemed?""Yang mana saja yang lebih baik.""Baiklah, harganya tiga puluh ya Bu.""Ya, mbak."Aku serahkan uangnya dan segera ku bawa pulang benda yang akan memberiku jawaban jelas tentang kelangsungan Rumah tanggaku dan mas tama. Emang selama ini aku bener mengalami gejala-gejala yang seperti ciri-ciri kehamilan
Kuputuskan untuk tidak memberitahu Mas Tama yang sebenarnya, biarlah takdir sendiri yang akan membawa dia untuk tahu, aku tak perlu terlalu banyak mengambil aksi untuk merumitkan keadaan. Karena jika Mas Tama tahu aku hamil maka dia tidak akan dengan mudah mengizikan diri ini untuk lepas darinya. aku agak gentar untuk jadwal mediasi minggu depan, namun aku berharap semoga da tidak usah datang agar prosesnya berjalan cepat.“assalamualaikum,” ucapku pada rekan kerja dan dokter yang ada di ruangan USG. Mereka agak terkejut dan heran melihatku datang tanpa membawa pasien atau laporan."Ada apa, bidan raisa?'“Saya ingin periksa kehamilan,” jawabku dengan tenggorokan sedikit tercekat, aku tahu bahwa kabar tentang diriku yang menikahi suami orang sudah tersebar hampir ke seluruh rumah sakit sehingga secara tidak langsung aku tahu mereka mengghibahi diri ini.“Jadi kau hamil?” tanya salah seorang bidan yag mendampingi dokter.“Ya.”"Astaga, kami dengar rumor tentang dirimudan kami turut pri
"Beraninya kau!"Dia langsung berdiri dan mengambil tasnya."Lihatlah betapa kau tidak mampu mengendalikan dirimu, Mbak. Dulu ibuku juga korban poligami dari suaminya bahkan dia dimadu tanpa alasan dan ketika seorang suami membawa pulang pengantin baru ibuku tidak bersikap arogan sepertimu. Dia berusaha menerima wanita itu dan sabar atas semua tindakannya, Bunda adalah sosok wanita pemaaf yang ingin aku teladani. Kau ... pantas saja Mas Tama meninggalkanmu!""Beraninya kau ada di antara pernikahan dan rumah tangga kami!" Untungnya saat itu suasana cafe sedang lengang karena pengunjungnya hanya ada aku dan dia saja. Yang sedang mengelap-ngelap meja dan berdiri di depan mesin kasir melihat kami, tapi mereka tidak begitu terlalu peduli."Ini mungkin sudah takdir Tuhan. Tuhan mempertemukan dan penjodohkan kami itu artinya mungkin diri ini adalah jawaban dari doa-doa Mas Tama agar dia mendapatkan pasangan terbaik dalam hidupnya!" "Tetap saja aku adalah istri pertama dan yang pertama pasti
Pagi ini mendung begitu kelabu menutupi langit, semendung perasaanku yang sama sekali tidak menemukan alasan lagi untuk berdiri dan menjalani hidup ini.Meski hamil, kehadiran bayi ini tidak menggerakkan jiwa antusiasku sama sekali. Aku makin bermuram durja dan kian tenggelam dalam kesedihan. Tidak pernah lagi terukir senyum dalam tiap bait doa yang kuuntai ke hadapan Tuhan. Hanya rintihan dan air mata penyesalan mewarnai hari hari dan ibadahku. Sebenarnya aku tahu, Tuhan tak akan meletakkan beban di atas bahu yang salah, tapi kadang aku merasa aku tak layak untuk ujian ini. Aku terlampau rapuh untuk cobaan demikian berat. Ya Allah, aku ingin mati saja rasanya.*Kusiapkan kopi dan makanan di meja, setelah itu aku bersiap untuk berangkat kerja, kukenakan sepatu dan jilbab dengan benar.Saat hendak membuka pintu suamiku ternyata sudah bangun dari tidurnya. Ia membuka pintu kamar depan, dengan wajah yang masih mengantuk dia bertanya padaku, "Sudah mau berangkat?""Seperti yang kau lih
“Buktinya kau memindahkan semua foto pernikahan dan pernik yang jadi aksesoris rumah kalian, dan ya, juga foto pernikahan yang tadinya sangat menyakiti hatiku.rupanya, Tuhan tidak membiarkan diri ini terlalu lama dalam penyiksaan batin dan air mata. Doaku akan terkabul dengan berpisahnya kamu berdua dan kembalinya suamiku padaku. terima kasih ya Raisa.”“Sama sama.” aku membalas datar tanpa ekspresi karena sudah lelah dengan perdebatan yang akan menguras perasaan dan hatiku, terserah dia saja saat ingin menyakiti batin ini. Dia 5berha5kmarah meski sebenarnya sasaran kemarahan itu harusnya bukan aku saja.“Kalian bicaralah aku akan ke dalam untuk istrahat,”ucapku sambil menghela napas dan melangkah meninggalkan ruang tamu. Hatiku dongkol tidak terkira atas sikap semau maunya hati mbak aira untuk berkunjung ke rumah ini, melenggang santai seakan tempat ini adalah hak miliknya. sikapnya yang nyaman san sok santai membuatku makin tak betah dengan suami sendriri. andai bisa memilih, and
Aku mendongak dan menangis di hadapan suami, dia memandangku dengan iba, mendekat lalu membelai rambutku dan membawa kepala ini ke dalam pelukannya."Aku dilema di dalam situasi kita yang seperti ini Mas, sangat dilema," ucapku lirih, disela tangisku Mas Tama masih mengecup diri ini."Kita pasti bisa melewati, perlahan, Aira akan menerima hubungan ini," ucap Mas Tama."Tapi bagaimana Mas, Mbak aira masih tidak berubah sama sekali," jawabku pilu, ".... sudahlah, jangan bicara apa apa lagi. Kita bercerai saja.""Kamu pikir, jalan satu-satunya untuk kebahagiaan kita hanya bercerai? Kamu nggak mikirin perasaan aku dan bagaimana Aku berusaha untuk mempertahankan rumah tangga ini denganmu. Bahkan aku menghancurkan ekspektasi keluargaku.""Aku juga menghancurkan ekspektasi ayah dan bundaku yang masih menginginkan kebahagiaan dan berharap bahwa aku menikah dengan pria baik-baik. Mereka tidak pernah menyangka kalau aku akan mengalami nasib tragis diduakan suami.""Ya Tuhan, sayang, kenapa b