Hari demi hari berlalu dan tahun berganti, Raisa dan Rayan beranjak besar dan si bungsu mulai masuk sekolah. Kami berempat di dalam sebuah rumah yang tidak begitu mewah tapi berlantai dua, menghabiskan hidup dan hari-hari kami dengan penuh canda tawa. Tidak ada gangguan apapun, tidak ada desas-desus tidak sedap atau masalah yang mendera. Kami selalu bisa saling mengerti dan saling melengkapi kekurangan. Kami menempati sebuah rumah berlantai dua yang tidak mewah namun penuh dengan kehangatan. Layaknya keluarga pada umumnya hidup kami berjalan normal dan tidak pernah mendapatkan gangguan dari pihak manapun. Bisnis kami juga berjalan lancar dia dan restorannya sedang aku tetap fokus dengan koleksi di butikku, Raisa mulai masuk SMP dan Rayan kini berada di kelas 2 SD. Semuanya sempurna. Mas Rafiq adalah suami yang baik dan aku adalah istri yang selalu mendukung. * Minggu malam kami pergi ke sebuah undangan resepsi pernikahan, kami bersiap berangkat dengan setelan batik berwarna emas
Sesampainya di rumah usai pesta, kuletakkan tas, dan memasukkan sepatu dalam rak, kubantu suamiku mengganti pakaian dan membantu suamiku untuk melepaskan kemejanya.,"Kamu terlihat sangat dekat dengan gadis itu,"gumamku sambil membantu melepaskan kancing pakaiannya."Dia asisten pribadi dan sudah kuanggap seperti adik sendiri,"jawabnya sembari Jawir ujung hidung dengan mesra."Kata pepatah berhati-hatilah terhadap seseorang yang kau anggap paling dekat karena bisa jadi teman dekat akan kau sukai.""Aku menyukai cara menunjukkan kecemburuan," godanya yang lalu tertawa kecil."Bukan cemburu, aku hanya sedang berusaha melindungi suamiku.""Argumen bagus, kamu Jannah, yang aku kenal dari dulu, yang selalu bersikap elegan dan tidak pernah menunjukkan kemarahan dengan gamblang," jawabnya sambil melenggang ke kamar mandi."Jangan menghabiskan terlalu banyak waktu di kamar mandi karena kita harus istirahat.""Izinkan aku untuk merenung tentang kalimatmu beberapa saat yang lalu, tentang arg
Mereka tertawa dengan tatapan lekat, aku curiga dan merasa ada yang tidak beres dengan gestur mereka yang terlihat akrab padahal bukan keluarga."Kalian membicarakan apa?" tanyaku sambil meletakkan nampan minuman."Membicarakan Mbak Jannah," jawab si wanita sambil tersenyum dan melirik suamiku. "Mas Rafiq, bisa bicara?""Oh, ok, bentar ya, Rosa," ucapnya pamit sejenak.Kutarik lengannya dan membawa suamiku ke dapur untuk mengajaknya bicara."Apa yang sedang kau lakukan, Mas?""Enggak ada," jawabnya masih tertawa tanpa rasa bersalah."Kenapa.kamu terlihat amat mesra padanya?" Protesku."Ah, itu ... Hahahaha kau bisa saja cemburunya," ujarnya menggoda."Suruh dia pulang segera atau aku akan mengusirnya!" tegasku."Oh, kenapa Sayang, kasihan dia kan silaturahmi aja.""Tapi caranya aku gak suka, suruh dia pulang sekarang!" desisku sambil mendelik kesal."Jannah, kamu selalu menjadi istri yang manis dan lucu," gumam Mas Rafiq sambil menjawil pipiku.Dari dalam aku perhatikan Mas Rafik t
Hari itu aku ke pasar, memberi beberapa bahan makanan dan kebutuhan dapur lalu bergegas pulang, namun entah mengapa sejak kedatanganku tadi, seseorang membuntuti, ketika aku mencoba untuk melihatnya sosok itu menghilang di antara ramainya kerumunan orang di pasar.Ah, entah siapa, seharusnya aku tak perlu merasa khawatir karena di dunia ini aku tak punya musuh. Satu-satunya orang yang masih membenciku hanya Soraya namun ia sudah tak pernah lagi terlihat batang hidungnya.Sengaja berjalan, menyusuri lorong pasar yang paling lengang dan sepi, untuk memancing orang yang sedang mengikutiku. Aku juga pura pura berhenti di depan sebuah toko kecil dengan etalase kaca yang memajang perhiasan perak. Dari pantulan kaca itu aku bisa lihat seorang pria berkemeja kotak-kotak hijau sedang mengawasiku.Secepat kilat aku menghilang, di antara lorong-lorong, diam diam mengitari los lapak dan memergokinya dari belakang."Apa yang kau lakukan?" tanyaku sambil menepuk punggungnya."Oh,. maaf, Mbak Janna
"Kenapa sikapmu seolah-olah ingin membuka luka lama.""Aku tidak membuka luka lama hanya memberitahumu bahwa aku tidak melakukan apa-apa sejauh ini," jawabku."Maksudmu bagaimana?""Aku hanya menegaskan bahwa kita harus saling menjaga perasaan dan komitmen, jika kamu dari awal enggan untuk jujur bagaimana bisa aku tidak curiga?""Justru aku tak mau memberi tahu agar kau tak curiga, Jannah,," balasnya sambil menghentikan mobil di garasi."Buktinya apa? Akhirnya aku tetap tahu, kan kau memang punya bibit berbohong dengan lihai," jawabku mengambil belanjaan lalu masuk ke dalam."Dengar, istriku, aku tak mau apa yang jadi masalah di luar ikut menjalar pada rumah tangga kita, aku sungguh mengkhawatirkan itu," bisiknya sambil menahan lenganku."Aku berada di titik lelah untuk mempercayaimu, aku merasa berada di titik merindukan kesendirian, berbisnis dan hidupku sempurna, Mas.""Enggak Jannah, kita harus tetap bersama.""Lalu sikap apa yang kau tunjukkan pada Rossa?""Hanya sekedar bantuan.
Kecurigaanku memang belum terbukti, selagi aku belum menyaksikan mereka terang terangan memadu asmara di depanku. Tapi insting tak bisa kupungkiri bahwa ada sesuatu yang kadang membuat jantungku mendadak berhenti berdetak ketika menatap suami.Belum lagi laporan keuangan yang menyusut sebagiannya.**Sejam kemudian dia kembali, sengaja kutunggu di ruang tamu sambil meletakkan semua berkas di atas meja. Melihatku menatapnya dengan tajam bergantian dengan map yang tertumpuk di atas meja ia kemudian paham bahwa aku sedang ingin bertanya tentang semua itu."Ada apa Jannah, mengapa wajahmu secemberut itu?""Aku ingin kau memberi penjelasan ke mana semua defisit uang tokoh dan butikku," ujarku tegas."Lho, memangnya apa yang salah?"saya bertanya dengan senyum gugupnya."Aku tidak akan bertanya, jika ternyata tidak ada yang salah, Aku melakukan semua ini karena memang ada yang salah. Jadi Kau pasti tahu letak kesalahannya." Aku melipat tangan di dada sambil melirik kepada tumpukan kertas-ke
Tak mau buang waktu lama membuang waktu dengan menunggu bukti dari Mas Rafiq, aku akhirnya memutuskan untuk mengambil ponselnya dan memeriksa mutasi rekening yang terjadi sepanjang dua bulan ke belakang. Pertama tama tidak ada yang mencurigakan sampai aku perlahan menemukan laporan uang masuk dari rekening toko dan jumlahnya banyak , lima belas juta, sepuluh juta, dan kini 25 juta. "Astaga, semakin lama semakin besar uang yang berani ia sembunyikan ke kantong sendiri."Itu baru informasi uang masuk, kini aku harus meneliti uang yang mengalir dari rekeningnya, mungkin aku bisa mendapat petunjuk pada siapa saja ia menggelontorkan dana. Sejujurnya meski aku istrinya, aku tak pernah mencampuri keuangan kecuali dari apa yang dia berikan sebagai nafkah. Tapi dia sendiri malah mengingkari kepercayaan yang kuberikan beraninya dia mengganggu uangku. "Entah kemana dia tadi, aku tak bisa menemukannya dalam rumah, aku harus bicara padanya usai memeriksa mutasi rekeningnya."Ada satu nama di b
Dia kembali ke rumah dengan wajah lelah, ketemu dia di ruang tamu dengan berondongan pertanyaan yang akan aku cecarkan tanpa ampun."Aada apa Jannah, kenapa kamu berdiri dengan wajah sedingin itu?""Aku usah memeriksa segalanya," ujarku kesal."Sudah, jangan dibahas lagi, aku lelah.""Sebaliknya Aku ingin menyelesaikan semua itu agar tidak terus menjadi kesalahpahaman."""Kau masih ingin mempermasalahkan uang yang kupakai untuk memodifikasi motor? Tenang saja Jannah aku akan menjual mobil dan mengganti semua uangmu," ujarnya balas menghela napas."Bukan tentang itu, kau sudah tidak jujur telah memberikan gadis itu uang, aku sudah periksa semua rekeningmu!""Kenapa kau lancang, apa aku memberimu izin!" Teriaknya marah."Kenapa tidak boleh mengetahui saldo suami sendiri!" tantangku."Kau lancang, itu uangku, kau tidak berhak mengaturnya, Jannah.""Baru hari ini kau mengatakan aku tak berhak!" tanyaku dengan mata terbelalak."Itu uangku, aku mau memberi siapapun itu hakku, terserah aku,