Seorang pria dengan berbadan tegap dan berjalan kokoh didalam lorong sebuah apartemen, dia adalah Artha Leonardo De Lavega putra dari Arthur dan Tabitha De Lavega. Sekarang ia menenteng sebuket bunga untuk gadis yang besok akan menjadi istrinya. Ia menenteng buket itu hingga saat ia berdiri dihadapan pintu kamar gadisnya, pendengarnya tak sengaja mendengar suara desahan seseorang. Ia tak bodoh, ia paham betul suara apa yang ia dengar, dan ia yakin pendengarannya masih berfungsi dengan baik.
Leonardo membuka pintu apartemen milik gadisnya yang ternyata sudah dalam keadaan terbuka sedikit, pria itu sedikit mengintip dan ternyata benar di dalam sana sudah ada seorang pria dan wanita yang bergelut dengan kobaran api gairah, Leonardo mengepalkan erat tanganya sampai menunjukkan buku-buku jarinya. Ia mengetatkan rahangnya keras, dan ia akan membalas apa yang sudah dilakukan oleh gadis itu, ralat sudah menjadi wanita sekarang.
Leonardo meraih ponselnya merekam aktifitas panas yang tak disadari ada yang memperhatikannya. Setelah selesai Leonardo segera menjauhkan kakinya keluar dari apartemen wanita sialan itu, Bermain dengan seorang De Lavega? Dia akan menderita! Awas saja kau!, Batin Leonardo seakan sumpah hidup dan matinya untuk wanita sialan itu.
Leonardo segera memutari mobilnya dan melajukan mobil itu kencang membelah jalanan New York. Ia pulang ke mansion dan memasang wajah seakan tak terjadi apapun.
"Artha? Ada apa?" Tanya Mommy-nya lembut.
"Tak apa Mom."
"Serius?"
"Iya."
"Dimana Alexa?"
"Dia di apartemennya."
"Bukannya kau bilang ingin membawanya ke sini untuk makan malam?"
"Dia sedang sibuk, aku masuk mom."
"Baiklah, istirahat yang cukup. Besok adalah hari istimewahmu."
"Ya tentu, dan kejutan untuk wanita bedebah itu!" balas Leonardo tanpa mengucapkan kalimat akhirnya.
Leonardo menaiki tangga dengan sedikit berlari dan memasuki kamarnya melepas segala kain yang membalut tubuhnya, menyisahkan celana boxer saja. Pria itu mengambil vodka diatas meja didepan TV dan meneguknya tandas.
"Hancur kau Alexa!!"rutuk Leonardo mencengkram botol vodka dan meneguknya lagi.
Di sisi lain, Arthur yang mendengar suara putranya pun menghampiri Tabitha dan menatap wanita itu dengan tatapan pertanyaan.
"Ada apa?"
"Aku tak tau, tapi aku rasa Artha menyembunyikan sesuatu pada kita."
"Biarkan dia menyelesaikan masalahnya."
"Iya."
"Sudahlah, ayo kita tidur. Besok akan jadi hari yang panjang."
"Ya, kau benar."
***
Tepat hari ini adalah hari bahagia untuk dua keluarga yang berkumpul di gedung mewah milik keluarga De Lavega. Semuanya tampak bahagia termasuk Arthur dan Tabitha. Saat Leonardo turun dengan setelan jas pernikahan berwarna putih pria itu tampak begitu tampan dan menawan tapi hanya ada satu perbedaan dari Leonardo sebelumnya. Tatapan matanya tampak berbeda, sekarang terlihat tampak sangat menyeramkan, hawa dingin begitu terasa dari pria itu dan Tabitha begitu merasakan perubahan putranya. Ia segera bergegas mendekati Leonardo.
"Ada apa?"
"Tak apa mom."
"Kau berubah."
"Apanya?"
"Kau berubah, tatapanmu berbeda. Katakan padaku apa yang terjadi?"
"Aku bilang aku baik Mom."
"Artha." Tabitha memanggil panggilan masa kecil putranya dengan halus berusaha membongkar dinding yang ada diantara mereka tapi Leonardo tetap diam sebagai jawaban.
"Mom."
"Ya?"
"Aku tak apa sungguh."
Tak lama terdengar riuh dari luar gedung dan sudah dipastikan rombongan mempelai wanita sudah tiba, Leonardo mengeluarkan smirk menyeramkan dari bibirnya dan pria itu pun menolehkan kepalanya menatap Mommy nya lekat.
"Pengantin nya sudah tiba, apa kau tak mau melihat calon menantumu Mom?"
"Sure ayo kita lihat."
Leonardo dan Tabitha berjalan mendekati Arthur yang berdiri diujung altar pernikahan. Tabitha dan Arthur kembali ke tempat duduknya sedangkan Leonardo masih berdiri di ujung altar pernikahan menunggu Alexa yang berjalan kearahnya dengan merangkul daddy nya. Leonardo masih memberikan tatapan penuh cinta saat menatap Alexa tapi satu hal yang harus diketahui dari tatapan itu, semuanya adalah fake! Dia hanya membohongi semua orang disana termasuk kedua orang tuanya.
Saat Alexa dengan anggun berjalan mendekati Leonardo, tiga langkah saja hingga akhirnya mereka bersama namun suara Leonardo mengintruksi.
"Stop!"
Semua orang sontak melihat keasal suara, semuanya menatap penuh pertanyaan pada Leonardo. Beberapa dari mereka berbisik untuk mengetahui apa yang terjadi, Namun Leonardo hanya diam dan berjalan dengan perlahan mendekati Alexa.
"Kau masih tak punya malu dengan datang kesini, dan hendak menikahiku?"
"Leo! Apa maksudmu!" Desis Alexa tertahan karena seluruh tamu undangan melihat kearah mereka.
"Alexa Carrington? Kau masih melakukan sandiwaramu sekarang?"
"Leo!! Apa maksudmu! Diamlah dan lanjutkan saja acaranya jangan bertindak bodoh!"
"Kau yang bertindak bodoh jalang!" Sentak Leonardo sontak membuat seluruh tamu undangan semakin berbisik.
Tabitha yang paham keadaan langsung mendekati Leonardo dan mencengkram erat kerah putranya.
"Apa yang kau katakan!"
"Biarkan aku mempresentasikan sebuah cerita Mom".
"Apa maksudmu!"
"Lebih baik Mom diam."
"Leo!" Tabitha meninggikan suaranya karena putranya dengan terang-terangan memerintahnya.
Arthur langsung mendekati Tabitha dan menggenggam erat tangan istrinya.
"Apa yang kau lakukan son?"
"Ku mohon Dad, beri aku waktu."
"Jika kau membuatku kecewa kau akan ku hukum."
"Kau bisa lakukan apapun jika aku salah Dad."
Arthur menganggukan kepalanya dan sedikit menarik tubuh Tabitha, mereka kembali duduk walaupun Tabitha belum bisa tenang atas apa yang dilakukan putranya.
"Mommy." Panggil seorang gadis langsung memeluk Tabitha.
"Tak apa, kau pergilah dulu ambilkan aku minuman." Ucap Tabitha mengelus sayang puncak kepala putrinya, Fiorella.
"Tapi Mom_"
"Fio, tak terjadi apapun"
"Baiklah." Fiorella dengan cepat memutar haluan berjalan kearah pantry meninggalkan keributan yang bahkan ia tak tau apa penyebabnya.
"Kau! Wanita macam apa yang sebelum menikah bermalam dulu dengan pacar gelapnya?" Sindir Leonardo pedas.
"Leo!"
"Kau pikir aku tak tau hubunganmu dengan Mr. William?"
"Leo! Jaga ucapanmu!"
"Apa? Ucapan yang mana yang perlu aku jaga?"
"Kau!"
Alexa tak tahan dengan penghinaan yang dilontarkan oleh calon suaminya, ia segera menyibakkan kain yang menutupi wajahnya lalu melepas tangan kedua orang tuanya dan langsung memberi tamparan kuat di pipi Leonardo, tapi pria itu seakan tak perduli ia hanya tersenyum seraya membelai pipi yang tadi memerah karena ditampar oleh Alexa.
"Sialan kau Leo!"
"Apa perlu bukti?"
"Aku tak melakukan apapun dengan Erick!"
"Serius Alexa?"
"Ya!"
"Baiklah mari kita dengarkan dulu rekaman suara ini."
Leonardo segera meraih sebuah remote yang menghubungkan dengan sound system, ia menekan tombol play pada ponselnya dan terdengar lah suara Alexa dan Erick.
"Kau yakin tak mencintai Leonardo?"
"Sure, hanya kau yang aku cintai Erick."
"Lalu kenapa kau mau menikahinya besok?"
"Aku hanya perlu hartanya, lalu setelah itu aku akan mendepaknya keluar dari hidupku. Dan kita bisa bersama berdua." Suara Alexa menggelegar dengan tawa yang mengisi keheningan gedung.
"Kau memang gadis pintar."
"You fault, now im not girl because i lose my virginty for you. Because you are my love."
"Yeah, i know."
Rekaman suara itu mati, dan terdengar suara bisikan dari para tamu yang memandang hina pada Alexa.
Tabitha melepas pelukannya dari Arthur dengan tegas dan berjalan dengan mengepalkan kedua tangannya hingga memunculkan buku jarinya yang memutih. Begitupun Arthur, pria itu sudah mengetatkan rahangnya emosi, namun ia sadar ia tak bisa mengeluarkan pistolnya jika ada Fiorella disini. Ia tak mau putrinya berpikir macam-macam.
Dan benar saja Fiorella berjalan dan menubrukan tubuhnya pada Arthur erat.
"Daddy apa yang terjadi?" Tanya Fiorella pelan karena ia memang baru saja bergabung memasuki gedung hingga ia tak mengetahui keributan yang terjadi akibat dari kakaknya sendiri.
"Tak terjadi apapun."
"Tapi kenapa kak Leo terlihat sangat marah?"
"Tak apa."
Arthur sangat menyayangi putrinya, walaupun putrinya berumur 19 tahun tapi terkadang ia masih bersikap manja jika sudah bersama Daddy nya. Dan Arthur tak akan merusak itu semua. Tabitha berjalan mendekati Alexa dan.
Plak!
Satu tamparan yang cukup kuat dilayangkan Tabitha pada pipi kanan Alexa, wanita itu memegang pipinya yang panas akibat tamparan dari Tabitha.
"Sialan kau! Berani sekali kau menipu putraku!"
"Mom, biarkan aku yang menyelesaikannya."
"Ini artinya kemarin malam kau mengacuhkanku?"
"Mom."
"Mr dan Mrs. Carrington maafkan aku tapi aku menolak pernikahan ini!" Putus Tabitha tajam.
"Mrs. De Lavega ku mohon."
"Putrimu sudah membohongi putraku!"
"Kami menyesal karena kebodohan putri kami."
"Enyah dari sini!"
"Tapi_"
"Pergilah sebelum vidio mu dengan Erick aku pertontonkan disini." Ujar Leonardo dingin pada Alexa yang terlihat sudah meneteskan air matanya.
"Leo ku mohon maafkan aku."
"Pergi dari hadapanku jalang!"
Leonardo memutar haluan dan berjalan menjauhi kerumunan itu meninggalkan orang tuanya dan tamu undangan. Persetan dengan tamu-tamu itu ia tak perduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah rasa sakit hatinya yang sudah berkembang menjadi dendam.
Leo memasuki mobilnya menyalakan mesin mobil Lamborghini hitam pekat miliknya lalu melaju menuju mansion. Terlihat dari kaca spion dua mobil bodyguard milik Daddy nya yang membuntuti mobil Leonardo. Pria itu menancap gas lebih kencang meninggalkan dua mobil budyguard Daddy nya. Tak lama ponselnya berdering Leonardo meraih ponselnya dan melihat si penelpon, Reoxane.
"Ya?"
"Hentikan mobilmu Leo!"
"Tidak!"
"Shit! Gila kau mengendarai mobilmu sekencang itu!"
"Aku tak perduli." Balas Leo dingin.
"Mari kita bicara, hentikan mobilmu."
"Aku tak butuh!"
"Leo!"
"Katakan pada Daddy aku tak apa, hentikan mobil bodyguard Daddy sekarang."
"Maafkan aku Leo tapi ini perintah langsung dari uncle Arthur. Aku tak bisa melawannya."
"Begitu?"
"Maaf."
"Baiklah terserah."
Leonardo mematikan sambungan teleponnya, pria itu segera menginjak pedal gasnya lebih kencang. Mobil Leonardo membelah jalanan padat New York dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia tak perduli pria itu memutar arah menjauhi mansion miliknya ia hanya ingin menenangkan dulu pikirannya.
Leonardo mengambil earphone miliknya lalu menelpon Maxime temannya.
"Leo?"
"Dimana kau?" Tanya pria itu dingin.
"Aku di club."
"Aku akan kesana."
"Tunggu, bukannya kau akan menikah hari ini?"
"Damn! Pernikahanku batal!"
"What!"
"Tunggu aku."
"Baiklah."
Leonardo mematikan sambungan teleponnya, ia segera melaju menuju club milik temannya itu.
Setelah selesai, pria itu mematikan mesin mobilnya. Ia segera menurunkan kakinya turun dari mobil mewahnya. Ia menjalankan kakinya dengan tegap, pria itu masih mengenggam erat tangannya.
Leonardo memasuki club itu lalu mendudukan tubuhnya disalah satu private room yang didalamnya sudah tersedia berbagai alkohol dan tentunya ada saja jalang yang ikut menggoda pria berahang tegas itu.
Leonardo menolak sentuhan wanita yang melarikan jari-jarinya di dada bidang Leonardo. Pria itu menghentikan tangan wanita itu, menatap matanya lekat namun tatapan itu mengandung aura kebencian yang mendalam.
"Listen to me!"
"Ya Mr. De Lavega?" Ucap Wanita itu dengan nada yang sangat menjijikan untuk didengar.
"Jaga tanganmu dan jauhkan tubuhmu dari tubuhku Jalang!"
"Kenapa? Apa kau sakit hati dengan batalnya pernikahanmu?"
"Bagaimana kau tau?"
Wanita itu terkekeh dan memainkan kancing kemeja milik Leonardo.
"Seluruh orang di New York tau sekarang Leo, kau dan Alexa batal menikah dan jujur aku senang mendengarnya." Ungkap wanita itu menarikan jarinya dirahang tegas milik Leonardo.
"Pergi atau peluruku akan menembus tepat diotakmu!" Ancam Leonardo dengan mengeluarkan pistol Deagle miliknya.
"Baiklah, tapi mungkin ini adalah karma untukmu. Kau selalu bermain jalang dan mungkin ini adalah balasan Tuhan atas semua perbuatan iblismu!"
Leonardo mencengkram erat rahang wanita itu dengan satu tangan kekarnya. Ia berdecih lalu menghentakkan wajah wanita itu sampai terlempar menghadap kanan.
"Aku sama sekali tak perduli kau bicara apa! Pergi sekarang juga!" Leonardo mengacungkan pistol miliknya dikepala wanita itu tapi wanita itu hanya tersenyum hangat.
"Wow, Leo tenanglah." Maxime datang menurunkan pistol Leonardo lalu memberi kode agar wanita yang duduk dipangkuan Leonardo segera pergi.
"Aku akan dengan senang hati jika menemanimu malam ini Mr. De Lavega."
"PERGI KAU!!" Sentak Maxime tak tahan.
Wanita itu pergi dari tatapan mematikan milik Leonardo. Maxime duduk disamping Leonardo menepuk pundak temannya pelan.
"Apa yang terjadi Leo?"
"Wanita itu menghianatiku."
"Maksudmu?"
"Dia bercinta dengan orang lain sebelum menikah denganku." Leonardo menyesap vodka dengan kadar alkohol yang lumayan tinggi 60% langsung dari botolnya.
"Kau mengenal pria nya?"
"Tidak hanya sekedar kenal nama."
"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"
"Aku akan hancurkan mereka." Leonardo menggenggam erat botol vodka ditangan kanannya menyalurkan rasa sakit hatinya.
"Sudahlah Leo, mereka hanya semut kecil untukmu."
"Aku mencintainya tulus dan dia membalasku seperti ini!" Sentak Leonardo kembali meminum vodka nya.
"Aku tau, sudahlah jangan pikirkan."
"Maksudmu!"
"Maaf jangan marah."
"Wanita itu harus hancur ditanganku."
"Terserah, sekarang kau ingin kebawah?"
"Untuk apa?
"Tentu saja menikmati dentuman musik malam ini Leo."
"Aku tak berselera."
"Ayo lah, ada seseorang yang ingin aku tunjukkan."
"Siapa?"
"Ayo saja."
Leonardo berdiri dari duduknya namun ia merasa sedikit pening. Mungkin ia mulai mabuk sekarang.
"Leo, are you okey?"
"Ya aku baik."
"Oke, ayo kita pergi." Maxime berjalan mendahului Leonardo. Mereka berjalan kelantai bawah untuk meliukkan tubuh mereka.
Leonardo melepas segala sesak yang menghimpit dadanya. Ia sesekali merutuki Alexa dengan tingkah bodohnya yang menghianati pria seperti dirinya, Leonardo bahkan membiarkan wanita-wanita jalang meliukkan jari-jari mereka ditubuh tegapnya.
"Leo!" Maxime menarik tubuh Leonardo saat melihat gerak-gerik temannya yang sudah tak terkendali.
"Kau harus pulang."
"Aku tak mau!" Tolak Leonardo dengan berdiri sempoyongan.
"Gila! Hanya karena vodka kau mabuk, payah sekali!"
"Diam kau Max!" Desis Leonardo tajam.
"Baiklah ayo kuantar pulang."
"Hem."
Maxime membawa tubuh Leonardo kedalam mobilnya mengarahkan tubuh Leonardo untuk duduk disamping kemudi. Maxime memutari mobil itu dan mulai menyalakan mobilnya. Ia segera menjalankan mobilnya.
"Jangan bawa aku ke mansion." Lirih Leonardo pelan.
"Kenapa?"
"Ada orang tuaku, dan Fio."
"Kau takut mereka tau?"
"Tidak, aku hanya tak ingin adikku mengetahui sifat iblisku sekarang."
"Baiklah, sekarang kemana?"
"Antarkan aku ke hotel."
"Tapi_"
"Turuti saja."
Maxime menganggukan kepalanya tanda mengerti ia pun menjalankan mobilnya menuju hotel bintang lima.
TO BE CONTINUED ...
Maxime menurunkan tubuh Leonardo diatas ranjang king size yang tersedia didalam kamar VIP di hotel tersebut. Tak lama Leonardo mendudukkan tubuhnya dan bersender dikepala ranjang."Max, pesankan aku Vodka sekarang.""Tidak, kau sudah sangat mabuk Leo.""Aku tak apa.""Leo, hentikan tidurlah.""Baiklah, pergi saja sekarang. Aku ingin sendiri.""Leo aku tak bisa meninggalkanmu sendirian.""Pergilah Max aku ingin menyendiri dulu. Aku ingin saat kau pergi pesankan aku vodka dan minta pelayan untuk mengantarkannya kemari.""Baiklah.""Cepatlah pergi." Usir Leonardo pelan dengan menggunakan tangannya."Iya, jika kau butuh sesuatu hubungi aku.""Iya."Maxime melirik sebentar kearah Leonardo yang terlihat sangat berantakan, pria itu terlihat sangat kacau. Dan mungkin meninggalkannya sendiri adalah pilihan yang paling baik sekarang. Maxime pun melenggangkan kakinya keluar dari kamar hotel ia mendekati pelayan
Leonardo mengganti pakaiannya dengan kemeja dan jas formal, pria itu harus segera pergi ke kantor untuk bicara pada Reoxane, Leonardo menuruni tangga dengan cepat, netranya menangkap sosok kedua orang tuanya yang sudah bersiap untuk terbang ke Italia."Mom." Leonardo mendekati Tabitha dan mencium pipinya lembut."Jaga dirimu, jangan bermain dengan wanita murahan lagi." Peringat Tabitha tajam yang langsung dibalas kekehan geli dari Leonardo dan Arthur."Sudahlah, lagi pula ia pasti sadar apa yang benar dan salah." Ucap Arthur mengeratkan pelukannya pada pinggang Tabitha."Aku heran, putramu membuat kesalahan tapi kau justru mendukungnya.” Ucap Tabitha malas dan membalik haluan memasuki jet pribadi milik Arthur."Sudahlah jangan pikirkan." Ucap Arthur yang hanya tinggal berdua dengan Leonardo."Ya, ucapan Mommy sangat pedas.""Kau baru tau? Daddy bahkan selalu mendengarnya setiap pagi. Entah karena sarapan belum siap, atau k
Porto Venere, Italia Arthur menyandarkan kepalanya saat bodyguardnya yang ia tugaskan menjaga Leonardo tiba-tiba menemuinya. "Ada apa?" Tanya Arthur dingin. "Tuan muda melakukan kesalahan boss." "Apa maksudmu?" Tanya Arthur lalu berdiri memutari meja dan duduk diatas meja dengan menatap lekat pada bodyguardnya. "Tuan muda menghamili seorang gadis yatim piatu." Ujarnya dengan menundukkan kepalanya segan menatap manik tajam milik Arthur. "Itu tak mungkin." "Kami sudah mengawasinya boss, kami pikir gadis itu tak hamil karena dua minggu kami mengawasi tak ada perubahan, tapi semalam ia dicegat oleh sekelompok preman, kami menolongnya dan ia mengejar temanya kemudian pingsan." "Lanjutkan." Ucap Arthur yang kini berdiri tepat dihadapan pria itu. "Dia dibawa ke rumah sakit dan ternyata dia hamil." Bodyguard itu langsung menundukkan kepalanya ia masih takut menatap manik elang milik Arthur. "Jad
Arthur meninju wajah putranya lalu mencengkram erat kerah kemeja Leonardo sementara Tabitha histeris melihat Arthur yang dengan cepat memukul Leonardo. "Arthur lepaskan dia!" "Kau sudah bicara padanya, sekarang biarkan aku bicara dengan dia." Ucap Arthur tak terbantahkan bahkan Tabitha pun mundur dan hanya bisa menangis melihat lebam dan darah segar yang keluar dari sudut bibir putranya. "Jangan pernah berpikir untuk menggugurkan bayi itu!" Desis Arthur tajam. "Dad." Leonardo menatap Arthur dengan segan ini adalah pertama kalinya Arthur melayangkan tangannya pada Leonardo. "Daddy pernah melakukan kesalahan dengan mengeluarkan kalimat itu, dan Daddy menyesalinya sampai sekarang Leo." Ujar Arthur yang langsung membuat Tabitha teringat pertengkarannya dengan Arthur dulu. "Maksud Daddy?" "Bayi itu tak salah, yang salah orang tuanya Leo." "Aku tak mengerti." "Selama ini Daddy selalu mendukungmu, Daddy selalu membelam
Tabitha bersama dengan Alexander sudah berada di apartemen milik Florence, sedangkan wanita yang sebentar lagi akan menyandang nama keluarga De Lavega itu tak berhenti menghela napasnya gugup. "Tak perlu gugup, kau akan menjadi putriku. Dan aku berjanji akan menjagamu." Janji Tabitha seraya menggenggam tangan Florence yang dingin. "Aku hanya tak pernah berpikir sampai kesini nyonya." "Jangan memanggilku dengan sebutan itu, karena mulai hari ini kau panggil aku Mom." "Tapi_" "Aku sudah memanggilmu putriku, lalu kau masih memanggilku nyonya?" Tanya Tabitha seraya membingkai wajah Florence. "Tidak." "Bagus, kau mengerti kan panggil aku Mom dan panggil Daddy Leo dengan sebutan Daddy." "Baiklah, Mom." Tabitha tersenyum hangat ia pun memeluk Florence. "Bagus, sekarang kita pergi." Tabitha melepas pelukannya dan memberi jarak seraya membelai pelan pipi Florence. Florence menganggukkan kepalanya lalu ber
Florence menjalankan kakinya dengan ragu memasuki kamar Leonardo, wanita itu menggigit bibir bawahnya gugup tangannya tak berhenti meremas, ia sangat gugup jika berhadapan dengan Leonardo.Setelah sampai tepat di depan pintu kamar berwarna hitam pekat milik Leonardo, tangannya hendak mengetuk pintu kamar itu namun ia urungkan hingga kepalan tangannya mengudara."Aku istrinya kenapa pintunya harus ku ketuk?!" Gumamnya seraya memukul pelan kepalanya sendiri.Ia pun akhirnya menghembuskan nafasnya kasar lalu tangannya dengan bergetar memegang knop pintu lalu memutarnya hingga terdengar suara klik, ia pun mendorong pintu itu perlahan.Saat pintu terbuka manik birunya langsung terkunci pada sosok seorang pria yang tengah duduk dengan menggunakan kain bathrobe dan satu tangannya yang memegang segelas vodka."Masuklah, dan tutup pintunya!" Titah pria itu dengan suara yang dingin.Florence tak menjawab tapi ia mengangkat sedikit gaunnya lalu berjala
Florence membuka matanya perlahan saat matahari menyilaukan matanya, wanita itu bangkit dari baringannya mencari keberadaan Tabitha, tapi sama sekali tak ia temukan, Florence melirik kearah jam yang menunjuk pukul delapan pagi, wanita itu langsung menoyor kepalanya."Aku terlambat! Mr. John pasti akan memarahiku!" Florence langsung memasuki kamar mandi dan bersiap didalam kamar.Sementara di kamar lain Leonardo terus merutuki nasibnya yang buruk setelah bertemu dengan Florence, mulai dari bayi itu, lalu dipukul Daddy-nya, dan terakhir semalam asetnya ditendang oleh Mommy-nya sendiri! Hell! Wanita itu memang kurang ajar!Leonardo keluar dari kamarnya dengan pakaian formal seperti biasa. Pria itu dengan tegap berjalan melewati lorong mansion, sesekali beberapa maid menyapanya ataupun menundukkan tubuhnya sebagai tanda hormat namun sama sekali tak digubris oleh pria itu.Pendengarannya menajam saat mendengar suara orang yang tengah berjalan di dibelakangnya,
Setelah memberikan minuman pada Florence, Leonardo kembali kelantai bawah dengan tangan yang sudah mengepal menahan amarah. Pria itu sedikit tidak terima jika miliknya ditatap dengan tatapan memuja oleh pria lain, sekalipun itu adalah temannya sendiri, Maxime.Leonardo menjalankan kakinya kearah Maxime yang tengah menatapnya dengan tangan yang memegang gelas berisikan wine dan menatapnya dengan tatapan yang sangat dibenci Leonardo."Sudah menyembunyikan istrimu itu Leo?""Apa maksudmu?" Tanya Leonardo seraya mendudukkan tubuhnya disofa empuk yang berhadapan dengan Maxime."Ayolah, kau pikir aku tak mengerti dengan apa yang kau lakukan tadi?""Max!" Peringat Leonardo tajam tapi dengan wajah yang masih datar."Dengar, istrimu itu cukup cantik, dan aku rasa aku tertarik padanya." Ujar Maxime tenang dengan menyesap wine ditanganya."Jaga ucapanmu!""Well, dia tengah hamil kan?"Leonardo tak menjawab, Maxime melirik kesal kea