Tabitha bersama dengan Alexander sudah berada di apartemen milik Florence, sedangkan wanita yang sebentar lagi akan menyandang nama keluarga De Lavega itu tak berhenti menghela napasnya gugup.
"Tak perlu gugup, kau akan menjadi putriku. Dan aku berjanji akan menjagamu." Janji Tabitha seraya menggenggam tangan Florence yang dingin.
"Aku hanya tak pernah berpikir sampai kesini nyonya."
"Jangan memanggilku dengan sebutan itu, karena mulai hari ini kau panggil aku Mom."
"Tapi_"
"Aku sudah memanggilmu putriku, lalu kau masih memanggilku nyonya?" Tanya Tabitha seraya membingkai wajah Florence.
"Tidak."
"Bagus, kau mengerti kan panggil aku Mom dan panggil Daddy Leo dengan sebutan Daddy."
"Baiklah, Mom."
Tabitha tersenyum hangat ia pun memeluk Florence.
"Bagus, sekarang kita pergi." Tabitha melepas pelukannya dan memberi jarak seraya membelai pelan pipi Florence.
Florence menganggukkan kepalanya lalu ber
Florence menjalankan kakinya dengan ragu memasuki kamar Leonardo, wanita itu menggigit bibir bawahnya gugup tangannya tak berhenti meremas, ia sangat gugup jika berhadapan dengan Leonardo.Setelah sampai tepat di depan pintu kamar berwarna hitam pekat milik Leonardo, tangannya hendak mengetuk pintu kamar itu namun ia urungkan hingga kepalan tangannya mengudara."Aku istrinya kenapa pintunya harus ku ketuk?!" Gumamnya seraya memukul pelan kepalanya sendiri.Ia pun akhirnya menghembuskan nafasnya kasar lalu tangannya dengan bergetar memegang knop pintu lalu memutarnya hingga terdengar suara klik, ia pun mendorong pintu itu perlahan.Saat pintu terbuka manik birunya langsung terkunci pada sosok seorang pria yang tengah duduk dengan menggunakan kain bathrobe dan satu tangannya yang memegang segelas vodka."Masuklah, dan tutup pintunya!" Titah pria itu dengan suara yang dingin.Florence tak menjawab tapi ia mengangkat sedikit gaunnya lalu berjala
Florence membuka matanya perlahan saat matahari menyilaukan matanya, wanita itu bangkit dari baringannya mencari keberadaan Tabitha, tapi sama sekali tak ia temukan, Florence melirik kearah jam yang menunjuk pukul delapan pagi, wanita itu langsung menoyor kepalanya."Aku terlambat! Mr. John pasti akan memarahiku!" Florence langsung memasuki kamar mandi dan bersiap didalam kamar.Sementara di kamar lain Leonardo terus merutuki nasibnya yang buruk setelah bertemu dengan Florence, mulai dari bayi itu, lalu dipukul Daddy-nya, dan terakhir semalam asetnya ditendang oleh Mommy-nya sendiri! Hell! Wanita itu memang kurang ajar!Leonardo keluar dari kamarnya dengan pakaian formal seperti biasa. Pria itu dengan tegap berjalan melewati lorong mansion, sesekali beberapa maid menyapanya ataupun menundukkan tubuhnya sebagai tanda hormat namun sama sekali tak digubris oleh pria itu.Pendengarannya menajam saat mendengar suara orang yang tengah berjalan di dibelakangnya,
Setelah memberikan minuman pada Florence, Leonardo kembali kelantai bawah dengan tangan yang sudah mengepal menahan amarah. Pria itu sedikit tidak terima jika miliknya ditatap dengan tatapan memuja oleh pria lain, sekalipun itu adalah temannya sendiri, Maxime.Leonardo menjalankan kakinya kearah Maxime yang tengah menatapnya dengan tangan yang memegang gelas berisikan wine dan menatapnya dengan tatapan yang sangat dibenci Leonardo."Sudah menyembunyikan istrimu itu Leo?""Apa maksudmu?" Tanya Leonardo seraya mendudukkan tubuhnya disofa empuk yang berhadapan dengan Maxime."Ayolah, kau pikir aku tak mengerti dengan apa yang kau lakukan tadi?""Max!" Peringat Leonardo tajam tapi dengan wajah yang masih datar."Dengar, istrimu itu cukup cantik, dan aku rasa aku tertarik padanya." Ujar Maxime tenang dengan menyesap wine ditanganya."Jaga ucapanmu!""Well, dia tengah hamil kan?"Leonardo tak menjawab, Maxime melirik kesal kea
Malam hari Florence terbangun dari tidurnya, wanita itu melirik kesamping dan tak menemukan Leonardo disana. Mungkin benar pria itu memang menganggapnya sebagai calon ibu dari anaknya tapi tidak sebagai istrinya, buktinya sekarang pria itu mungkin memilih tidur di kamar lain.Florence menghembuskan napasnya kasar mungkin ia harus menerima semua ini sebagai takdirnya. Florence kembali ketujuan awalnya untuk mengambil minum, ia haus.Florence menurunkan kakinya dari ranjang, ia pun menjalankan kakinya keluar dari kamarnya dan berjalan dengan langkah gontai menuju pantry namun saat melewati kamar tamu ia mendengar sesuatu, Florence memberanikan diri untuk membuka kamar itu hal yang pertama yang ia lihat adalah Leonardo yang tengah tertidur, tapi pria itu seakan terganggu dalam tidurnya.Florence menelan ludah susah payah, ia bingung tapi ia tak bisa diam saja disana. Alhasil ia pun menjalankan kakinya mendekati ranjang yang ditempati Leonardo.Pelipis pria i
Leonardo menatap dingin kearah Reoxane yang terduduk dihadapannya."Apa yang ingin kau bicarakan?""Kemarin ada Mr. France meminta beberapa peti senjata dari kita.""Mereka sudah membicarakan masalah uangnya?""Ya, mereka akan mengirimkan uangnya setelah kita mengirimkan barangnya.""Batalkan!""Leo, ini keuntungan besar.""Kita akan setuju jika orang itu mau membayar kita terlebih dahulu.""Baiklah, aku akan bicara pada mereka.""Apa jenis senjata yang mereka inginkan?""Revolver dan Senapan.""Baiklah, siapkan dan pastikan uangnya sudah terlebih dahulu mereka kirimkan.""Baiklah.""Mau apa lagi?""Tidak, aku hanya melaporkan itu.""Kau sudah melaporkannya.""Iya aku tau.""Pergilah
Florence menggeliat dari tidurnya, ia mengerjabkan matanya beberapa kali mencari kesadaran. Saat matanya benar-benar terbuka Florence menegakkan tubuhnya dan menyenderkan tubuhnya dikepala ranjang.Terdengar bunyi gemercik air dari kamar mandi, Florence menduga itu adalah Leonardo, ia tak ambil pusing. Wanita itu menurunkan kakinya dan berjalan kearah walk in closet, mengambil kemeja, jas dan dasi yang pas untuk dipadukan. Setelah semuanya sudah siap ia pun meletakkannya diatas ranjang.Terdengar decitan pintu yang dibuka, Florence mengalihkan atensinya kebelakang dimana Leonardo sudah berdiri dengan menggunakan handuk dan tetesan air yang berasal dari rambutnya."Semua sudah kusiapkan, tinggal sarapanmu saja." Ucap Florence menatap Leonardo sesekali menelan salivanya kasar mengenyahkan pikirannya tentang tubuh tegap Leonardo yang menggoda."Oke." Singkat, padat dan jelas. Mungkin itu adalah balasan paling dibenci oleh Florence yang keluar dari bibir Leon
Dokter datang setelah 10 menit ditelepon oleh Karin, Leonardo masih setia menggenggam tangan Florence yang dingin menguatkan wanita yang menjadi istrinya itu.Florence meringis menahan keram diperutnya yang semakin menjadi-jadi, ia juga balik menggenggam tangan Leonardo seraya memejamkan matanya menahan sakit.Setelah diperiksa oleh Dokter, Florence mulai melonggarkan eratan tangannya pada genggaman Leonardo, ia merasa keram diperutnya mulai menghilang. Wanita itu pun menghela napasnya lega dan bisa lebih tenang lagi saat Dokter menyatakan keadaan janinnya baik-baik saja. Keram diperutnya terjadi karena benturan yang mungkin akibat ia saat terjatuh tadi."Sudah?" Tanya Leonardo pelan yang dibalas anggukan lemah dari Florence.Leonardo mengangguk pelan, ia pun melepas genggaman tangannya pada tangan Florence dan menegakkan tubuhnya memutar haluan hendak keluar dari kamar mereka."Mau kemana?" Tanya Florence pelan saat melihat Leonardo yang menjauhin
Leonardo memasuki pekarangan mansionya dengan menggunakan mobil lamborghini merah pekat miliknya. Pria itu memberhentikan mobilnya dan menuruni mobil itu dengan pelan.Ia sedikit pun tak merasa bersalah pulang larut bahkan bisa dibilang menjelang pagi, ya. Dia pulang pukul 3 dini hari.Leonardo membuka pintu besar mansion, kakinya ia jalankan langsung menuju pantry. Lehernya terasa kering. Ia pun meraih sebotol wine dari lemari pendingin dan meneguk isinya sampai tandas.Setelah dirasa tenggorokannya sudah lega, ia pun berjalan menaiki tangga dan membuka kamar utama. Tampak siluet wanita yang tertidur dengan damai diatas ranjang terlihat didalam netra tajam milik Leonardo.Ia memasuki kamarnya yang begitu gelap dan pekat. Wanita itu terlihat tak terganggu sama sekali dengan kedatangan Leonardo. Ya, semenjak ia sakit ia membiarkan Florence tidur satu kamar dengannya didalam kamar utama mansion.Pria tegap itu menjalankan kakinya kearah walk in close