Wanita cantik dengan mata bulat indah dan bulu mata lentik sempurna melangkahkan kaki menghampiri sosok laki-laki tampan yang baru saja memasang arloji di tangan kiri. Sedangkan si wanita, saat ini tengah berdiri menghadap sang suami yang menampilkan kaki jenjang putih mulus berbalut gaun hitam sebatas lutut berkerah sabrina.
"Sayang, apa semua sudah selesai?" tanya Reyna. Wanita itu sembari memasang dasi suaminya dan tidak lupa mengecup pipi pria itu.
Pria tampan bermata tajam dengan alis tebal yang menambah sempurna keindahan wajah, tersenyum seraya membalas, memberikan kecupan di kening Reyna dengan lembut. Sorot mata penuh cinta terlihat jelas di mata pasangan itu.
Aldi—nama suami Reyna adalah seorang CEO Mayapada Group yang sukses dan cerdas. Sedangkan, dia sendiri adalah seorang fashion designer yang bisa dikatakan sukses.
Pernikahan mereka telah berjalan tiga tahun. Dengan dibumbui pertengkaran kecil yang biasa dalam rumah tangga. Kehidupan rumah tangga mereka sangat bahagia walau belum dikaruniai anak.
"Siap, Nyonya Aldi! Bagaimana denganmu, Sayang? Ada jadwal di butik hari ini?" tanya Aldi pada Reyna yang menjadi owner sekaligus fashion designer dari butik milik istrinya itu.
Reyna tidak menjawab pertanyaan Aldi, dia memandang takjub pada laki-laki yang semakin terlihat sempurna. Setelan jas kerja dan dasi yang baru saja dipasang, melengkapi dan membuat ketampanan sang suami di matanya tidak tertandingi oleh siapa pun.
Reyna mematung sejenak mengagumi ketampanan yang sempurna milik Aldi. Dia kemudian tersadar dengan pertanyaan suaminya lalu menggeleng kecil, "Kebetulan hari ini aku free. Aku ingin istirahat di rumah saja, Mas. Mas pulang tepat waktu, kan? Tidak ada acara apa pun hari ini?" tanya Reyna, wanita cantik yang sudah membuat hati Aldi dipenuhi dengan cinta.
“Ada apa?” tanya Reyna heran melihat suaminya yang seperti terpaku menatap dia.
Pertanyaan Reyna pun tidak mendapat jawaban. Laki-laki itu seakan larut dengan dunianya sendiri. Aldi diam tanpa mengalihkan pandangan pada wajah Reyna. Kemudian, dia menarik tubuh Reyna ke dalam dekapan.
"Entah mengapa, ketika aku bersamamu seakan hatiku sangat berat meninggalkan wanita terindahku ini. Seperti ada magnet kuat yang membuat tubuhku tidak bisa melepas pelukan," bisik Aldi. Untuk sesaat, mereka hanyut dengan segenap rasa kebahagiaan yang tidak bisa diukiskan dengan kata-kata.
Reyna kemudian menarik tangan Aldi dan mengajak untuk sarapan. Mereka menikmati sarapan dengan nikmat dan penuh kehangatan. Keluarga kecil mereka terlihat sangat bahagia, meski sampai saat ini masih tanpa kehadiran seorang anak.
Setelah menyelesaikan sarapan, Reyna melanjutkan tugas melayani suami yang akan berangkat kerja. Mengambil tas kerja yang terletak di atas sofa ruang keluarga. Tadi sebelum memulai sarapan, Reyna meletakkan tas itu di sana.
Aldi menerima tas yang diberikan Reyna dengan raut wajah sedih, dia tiba-tiba teringat bahwa setelah semua pekerjaan di kantor selesai dia harus menghadiri pertemuan bersama rekan bisnisnya. Wajah sedih laki-laki itu seakan tidak rela membuang waktunya bersama sang istri.
"Sayang, kemungkinan hari ini aku pulang sedikit larut. Apa boleh?" tanya Aldi pada Reyna.
Reyna sedikit membelalakkan mata yang sudah bulat indah sempurna. "Kenapa tidak boleh?" tanya Reyna bingung.
"Jika kau keberatan aku pulang terlambat, aku akan membatalkan pertemuan ini," lanjut Aldi.
Reyna menggeleng cepat, dia tidak ingin memberatkan langkah suaminya untuk mencari rejeki demi kesuksesan perusahaan.
"Ini urusan pekerjaanmu, Mas. Aku tidak akan membuat suamiku kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Itu terdengar sangat lucu. Istri macam apa aku jika melakukan itu, hm?" jawab Reyna dengan nada yang lembut.
Dengan rasa sayang, Reyna menciumi setiap inci wajah tampan suaminya. Diperlakukan manis oleh sang istri membuat perasaan Aldi membuncah bahagia.
"Aku pasti akan merindukanmu, Sayang. Aku tidak sanggup berlama-lama tanpa kau di sisiku. Dan kali ini kemungkinan aku pulang terlambat lagi," ucap Aldi sedih dan melingkarkan tangannya di pinggang Reyna seraya mengecup puncak kepala Reyna.
Reyna tersenyum dan memeluk manja Aldi. Menenggelamkan kepala di dada Aldi, menghirup aroma perpaduan musk dan wood khas milik sang suami. Dalam benak, dia membenarkan dan juga merasakan apa yang dikatakan sang suami. Wanita itu kemudian melonggarkan pelukan dan mendongak menatap Aldi.
"Mas tetap harus semangat mencari rejeki buat kita. Sayangnya, kita belum memiliki anak. Jika saja dia hadir di tengah-tengah kita ...," ucap Reyna dan menjeda. Kalimatnya menggantung karena kesedihan yang tiba-tiba melanda hati wanita itu.
"Sayang, aku mohon ...." Aldi menggeleng dan membuat gerakan tidak ingin Reyna melanjutkan kata-katanya.
Dia kemudian membelai kepala Reyna dengan lembut dan mencium kening wanita itu. Mata Reyna mengerjap mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata. Dan tentu saja si suami sangat sadar apa yang dirasakan Reyna.
Aldi kembali mendekap erat sang istri dengan posisi dagu menempel pada kepala wanitanya. "Ssstttt, Sayang, jangan bahas ini lagi, oke? Aku sudah sangat bahagia memilikimu. Jadi, jangan mempermasalahkan itu lagi," sergah Aldi yang ikut merasakan kesedihan Reyna. Dia tidak ingin mereka terlarut dalam dilema yang mereka hadapi hingga saat ini.
Reyna kemudian melepaskan diri dari pelukan Aldi. Tatapan tepat menusuk ke manik mata sang lelaki. "Pernikahan kita sudah masuk usia yang ketiga, Mas," kata Reyna mengingatkan.
"Dan aku tidak peduli, asal kau tetap setia bersamaku," ucap Aldi tegas dan membalas tatapan Reyna dengan lembut.
Reyna menghela napas panjang, dia kemudian mengantar Aldi sampai ke depan rumah mereka. Reyna mencium punggung tangan Aldi yang dibalas laki-laki itu dengan mencium kening sang istri dan mengusap pelan puncak kepala Reyna.
"Aku berangkat kerja, Sayang. Jangan pikirkan sesuatu yang membuatmu sedih, oke? Aku mencintaimu tanpa tapi. Jadi, percaya padaku," ucap Aldi lirih.
Reyna mengangguk lalu mengantar suaminya ke depan mobil hingga bayangan Aldi tidak terlihat lagi. Doa kebaikan selalu tersemat dari bibir indahnya setiap sang suami ke luar dari rumah untuk menjalankan kewajibannya bekerja.
***
Waktu telah menunjukkan pukul 07.00 malam ketika Aldi memarkir mobil di salah satu hotel bintang lima, yang terletak di pusat kota. Dia segera mencari ruangan yang telah dipesan khusus untuk meeting perdana proyek besar perusahaannya.
Aldi sudah ditunggu oleh beberapa lelaki dan dua orang wanita yang merupakan perwakilan tiga perusahaan. Mereka semua berasal dari perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan yang Aldi pimpin.
Pertemuan itu memakan waktu yang tak sedikit, materi yang sedang mereka rapatkan bukan pekerjaan sederhana. Mereka terlibat percakapan serius tentang perjanjian kerja sama yang akan dilakukan pada proyek pembangunan mall dan hotel bintang lima dengan segera mereka bangun di lokasi yang berdampingan.
Kesepakatan tercapai dan penanda tanganan kerja sama telah mereka setujui dari tiap perwakilan perusahaan. Aldi yang terkenal cerdas dan sangat ahli dalam negosiasi dengan mudah bisa mengusai forum serta memikat klien.
Presentasi yang dia lakukan sukses membuat partner-nya kagum dan semakin menghormati pria itu. Selain cerdas, Aldi terkenal sebagai pria yang tidak pernah mau kalah dengan para kompetitor maupun pesaing bisnis. Dia berupaya dan harus menjadi orang yang paling berpengaruh di lingkungan bisnis.
Saat pembahasan sudah selesai, tiba-tiba kepala Aldi terasa berat dan tanpa alasan yang jelas dia merasa gerah. Laki-laki yang terlihat gelisah itu tanpa sadar membuka jas kerjanya dengan kasar. Dia kemudian juga membuka beberapa kancing kemeja. Wajah Aldi terlihat memerah menahan gejolak rasa.
"Bro, ada apa?" tanya seorang peserta meeting yang bernama David. Laki-laki itu kemudian menatap ke sosok wanita yang melangkah mendekat ke arah mereka. Kerlingan mata David menatap wanita itu dengan senyum menggoda.
"Pak Aldi, kau tidak apa-apa?" tanya wanita yang bernama Nadia.
Sekilas dia melirik David yang memberikan kesempatan untuk menemani Aldi. Wanita itu menghampiri dan menyentuh lengan Aldi dan berhasil membuat dia merasakan sensasi aneh. Tubuh Aldi bergetar menahan suatu rasa.
Aldi kemudian sudah setengah tidak sadar saat dia merasa dituntun ke suatu ruangan seperti sebuah kamar. Pria itu masuk dan duduk di tepi ranjang sembari kembali membuka seluruh pakaian bagian atas yang dibantu oleh seorang wanita.
Aldi menoleh ke arah sosok wanita yang membantunya itu, sedikit membelalakkan mata lalu dia tersenyum dan mendorong pelan wanita itu ke atas ranjang dengan gairah yang meledak. Sosok wanita itu terlihat sebagai Reyna, istrinya.
"Reyna, Sayang," bisik Aldi lalu menyerang tubuh Nadia.
Aldi tidak sabar lagi karena tubuh itu menginginkan sesuatu yang lebih intim. Dengan penuh gairah Aldi menyambar bibir merah wanita itu, penuh hasrat dan disambut agresif oleh Nadia.
"Came on, Honey ... I want you," bisik Nadia parau di telinga Aldi.
Mereka benar-benar larut dalam gairah panas malam penuh nikmat. Saat ini, detik ini, waktu yang ditunggu sekian lama olehnya. Wanita itu sangat menyukai Aldi sejak setahun yang lalu tanpa Aldi tahu. Permainan ranjang yang mereka lakoni penuh gairah dan hasrat membara, tentu saja Nadia lebih banyak terlihat memimpin permainan.
Wanita itu kemudian mengalungkan tangan di leher Aldi. Menerima serta membalas semua serangan Aldi untuknya tanpa sedikit pun penolakan. Lambat laun hanya terdengar suara lenguhan merdu dari keduanya yang penuh hasrat memenuhi ruangan tersebut.
Di tengah pergumulan terlarang itu, ponsel Aldi berbunyi. Aldi menggapai ponsel yang ada di atas nakas di samping tempat tidur. Sedangkan sebelah tangan yang lain masih asik bergerilya di tubuh Nadia.
“Tolong hubungi aku besok pagi jika penting. Ini waktu istirahat,” jawab Aldi kepada orang yang menelepon.
"Aldi ...." Suara desahan Nadia yang lolos dari bibirnya membuat pria itu segera mematikan ponsel.
Aldi tidak tahu jika ada sosok wanita di seberang sana yang masih tertegun di tempat seraya menggenggam erat benda pipih yang baru saja ia gunakan untuk menghubungi sang suami, dengan menahan gejolak rasa yang berkecamuk di hatinya.
***
Author Note:
Hai-hai, bertemu lagi denganku di sini. Aku mencoba membuat cerita tentang kisah pasangan suami istri yang penuh dengan lika liku kehidupan.
HATI-HATI! CERITA MENGANDUNG BAWANG ....Cuzzzzz lanjut
Kuy kenalan ma Author dan tokoh cerita ini
I* : the.rain96
Reyna beranjak dari ranjang, melangkah menuju jendela kamar dan membuka gorden yang menghalangi kaca bening di balik kain panjang berwarna keemasan. Mata indah wanita itu menatap sendu ke arah jalan raya yang telah lengang. Terngiang suara lembut wanita yang memanggil nama suaminya seperti suara desahan penuh nikmat. Desiran halus tetapi pedih di dada seakan menusuk tanpa ampun."Ah, sakit sekali. Mas Aldi, kau di mana? Apa yang kau lakukan?" gumam Reyna seraya refleks menekan dada yang terasa sakit.Segera Reyna membantah pikiran buruk tentang Aldi. Suaminya itu tidak mungkin selingkuh. Aldi sangat mencintai dia. Setidaknya, itu yang ada di dalam benaknya. Tanpa sadar dia menggelengkan kepala berusaha mengusir pikiran buruk tentang Aldi.Malam itu Reyna tidak bisa memejamkan mata hingga fajar tiba. Berulang kali dia ingin kembali menghubungi Aldi. Namun, urung dilakukan mengingat pesan Aldi untuk tidak mengganggu saat itu. Hingga pagi menjelang barulah Reyna te
Aldi mentap Reyna dengan pandangan rumit. Dia tidak ingin Reyna curiga padanya."Semoga saja apa yang kau katakan semuanya benar, Mas.""Reyna, kenapa kau masih tak percaya kepadaku? Sudah kukatakan tidak ada yang terjadi tadi malam kecuali hanya karena kami meeting hingga larut! Dan aku tidak punya hubungan apapun dengan wanita itu !" bentak Aldi dengan bulir-bulir keringat menuruni pelipisnya. Entah kentara atau tidak, tapi jantungnya berdetak kencang, merasa sangat khawatir dengan persepsi tajam istrinya.Beberapa saat yang lalu, Aldi baru saja berhasil menjelaskan pada istrinya mengenai apa yang terjadi di malam sebelumnya. Yah, tentu saja dengan setumpuk skenario palsu yang dia bangun dalam benaknya."Lalu siapa wanita yang aku dengar memanggil namamu dengan begitu mesra, Mas?" pertanyaan itu sempat dilemparkan kepada Aldi beberapa saat yang lalu.Lalu, apa jaw
*Flashback on*Manik hitam kecokelatan itu tak bergeming, menatap tajam ke arah satu sosok maskulin yang terduduk di hadapannya. Terlihat sebuah senyuman angkuh terlukis di wajah pria tampan tersebut, membuat wanita yang memandang ke arah pria itu menghela napas."Setelah meeting bessok" tanya wanita tersebut, ada keraguan dalam nada bicaranya. "Aku merasa sedikit khawatir, David," ujarnya kepada pria tampan bernama David tersebut."Ayolah, Nadia," David memutar bola matanya sembari mendengus. Jari pria itu kemudian tertuju ke arah Nadia."Kau menyukainya, bukan? Dengan begitu kau hanya perlu mengikuti rencanaku saja! Setelah itu, kau bisa mendapatkan Aldi."Pandangan Nadia kembali bergeser kepada David. "Apa yang sebenarnya Aldi dan Reyna lakukan padamu sampai kau begitu bertekad untuk menghancurkannya?" tanya Nadia kali ini seakan menusuk manik mata David meminta
Prang! Bersamaan itu lantai kamar telah penuh dengan semua alat rias Reyna. Barang-barang yang ada di atas nakas telah berpindah tempat dan hancur tak berbentuk. "Brengsek!' Reyna terkejut, wanita itu menatap Aldi dengan gamang. Sedih dan kecewa terhadap reaksi tadi. Tidak terbersit di benak akan dibentak dengan kasar. Selama tiga tahun pernikahan, baru kali ini Mas Aldi berkata kasar padaku, batin Reyna dalam benak. Benar-benar menyakitkan, lanjut Reyna dalam hati. Tanpa sadar air mata menetes dan membanjiri pipi. Tidak terbayangkan suami yang sangat dicinta telah melontarkan kata kasar. "Tidak perlu melakukan itu untuk membuatku percaya dengan apa yang kau katakan, Mas," ucap Reyna terisak sedih. Aldi terdiam dan tersadar saat itu juga. Emosi di hati tiba-tiba luruh begitu saja ketika melih
Beberapa minggu berikutnya ...Aldi segera beranjak dari kursi dan menutup laptop. Laki-laki itu melirik ke arah layar ponsel. Sekilas mata menangkap bayangan jarum jam di dinding, menegaskan bahwa malam sudah mulai larut. Dia kemudian menggeser tombol hijau untuk menjawab.“Ada apa?" bisik Aldi menjawab panggilan itu seraya perlahan menutup kamar agar tidur Reyna tidak terganggu.“Dedek bayi ingin makan gudeg langgananku, Pak," jawab wanita di seberang sana."Kirimkan saja nama dan lokasi warung makannya, nanti aku akan minta jasa ojek online untuk mengantarkan padamu.""Dedek maunya diantar langsung oleh papanya," ucap Nadia pelan.Sesaat Aldi membisu, keinginan itu artinya menyatakan bahwa dia harus langsung bertemu dengan Nadia untuk membawakan apa yang diinginkan calon bayi mereka, Aldi dan Nadia.&ldq
“Mas, mengapa ada suara wanita? Siapa dia?” tanya Reyna beberapa saat setelah mereka terdiam, dia menatap Aldi tajam dari layar ponsel meminta penjelasan. Aldi menutupi rasa cemas di wajahnya, pertanyaan dari wanita yang dia cintai selalu saja menyudutkan, membawa tangan kanannya untuk menyeka peluh yang menetes dari kening. “Oh, itu ibu yang jaga rumah dinas di sini. Dia yang akan menyiapkan semua kebutuhanku selama aku di sini. Ya sudah, Sayang, aku makan dulu.” Aldi segera menutup ponsel tanpa menunggu jawaban dari Reyna. “Aku tidak percaya suara itu berasal dari penjaga rumah dinas. Aku tidak tahu entah apa alasan kecurigaanku ini. Hatiku hanya tidak memercayai suamiku saat ini.” Reyna bicara pada diri sendiri. “Aku yakin, suara tadi dari ibu si bayi yang bersama Mas Aldi.” Reyna diam untuk sesaat dan merasakan beratnya hati seorang istri. “Mas, mengapa kau membohongiku?”
Aku tidak peduli! Jawab pertanyaanku tadi!" ucap Aldi dengan suara keras. Reyna meringis kecil karena Aldi masih saja tidak melepaskan tangannya. "Kau selalu saja ingin aku mengikuti apa maumu dan aku selalu patuh. Tapi, hanya karena aku makan siang di sini tanpa izinmu, kau semarah ini? Sedangkan kau? Kau pergi ke mana, bersama siapa dan di mana, kau tidak pernah meminta izinku atau hanya sekedar memberi kabar padaku. Kau egois, Mas!" teriak Reyna ikut emosi. "Kau harusnya tahu alasannya." Aldi merasa dia sebagai suami berhak membatasi langkah Reyna. Segala sesuatu yang dikerjakan istrinya harus seizin dia dan sepengetahuan dia sebagai suami. "Aku keluar semua karena kepentingan pekerjaan, untuk apa aku harus izin padamu? Aku tidak wajib memberitahukan apa yang aku lakukan, Reyna," lanjut Aldi sombong penuh keangkuhan. Reyna mengigit bibirnya kesal. Wanita
Seorang laki-laki terlihat datang menghampiri Aldi, "Hei, bro! Kenapa kau kacau begini?" tanyanya menepuk pundak Aldi. Aldi menyipitkan matanya seraya menatap pria itu dengan seksama. Akibat efek minuman yang dia minum, membuat pandangan tidak jelas. Berulang kali dia menggelengkan kepala untuk mengamati wajah pria di depannya. "David?" "Iya, Bro. Ini aku," jawab David meyakinkan. Dijawab dengan anggukan oleh Aldi. Kemudian laki-laki itu terkekeh kecil beberapa saat, dia lalu menunjuk ke arah wajah David dengan mata yang telah memerah. "Kau benar, David. Reyna ternyata mencintai laki-laki itu," ucap Aldi lalu menurunkan tangannya kembali ke arah meja. Dia kemudian menundukkan kepala seraya menatap gelas minumannya. David tersenyum penuh arti, "Abi memang laki-laki yang pernah dekat dengan Reyna saat masih kuliah, bahkan mereka se
"Mas Aldi?" tanya Reyna dengan wajah bingung. Abi mengangguk yakin. Dia mengamati reaksi Reyna yang terlihat masih tidak percaya. "Kau tidak percaya?" tanya Abi. Reyna mengangguk, dia yakin Aldi tidak akan mungkin berbuat jahat padanya dan Evan, anak kandungnya sendiri. Abi membuka ponselnya, lalu menekan rekaman suara seseorang. "Jangan sampai Reyna tahu aku yang mengatur semua nya. Pastikan semua tersusun rapi sampai waktunya tiba. Aku punya alasan sendiri untuk melakukan ini," suara Aldi terdengar jelas dari ponsel Abi. "Masih tidak percaya padaku?" tanya Abi pada Reyna yang diam mematung. Sungguh dia tidak mau percaya dengan apa yang dia dengar. Tapi rekaman itu menyatakan Aldi yang seolah-olah mengatur semua nya. Reyna menggeleng sekali lagi. Dia sungguh tidak ingin percaya dengan apa yang dikata
"Jadi kemana kau akan pergi setelah ini Reyna?" Sosok pria tampan itu maaih menatap Reyna dengan pandangan rumit. Reyna tidak menjawab, dia justru asyik membantu menyuapi Evan. Beberapa saat kemudian wanita itu mendongak menatap pria itu seraya tersenyum. "Aku akan ke suatu tempat yang menbuat Aldi tidak bisa menemukan aku. Bukankah aku sudah menceritakan semuanya padamu tentang masalahku dan alasanku pergi?" Pria itu menghampiri Evan dan membelai puncak kepala bocah itu. Evan melirik tidak suka. "Jangan pegang-pegang kepala, Evan!" protesnya membuat pria itu tertawa. Reyna menggeleng lalu membersihkan mulut Evan setelah menghabiskan suapan nya. Dia mengerti sifat Evan yang tidak bisa cepat akrab pada orang yang baru dia kenal. Untuk itu Reyna heran saat Evan cepat akrab dengan Aldi ketika pertama kali mereka bertemu. Mungkin ikatan anak dan ayah membuat Evan mera
Aldi membuka matanya perlahan, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ia tempati. "Tuan, sudah sadar?" Andre yang melihat pergerakan atasan nya segera beranjak dari sofa tempatnya duduk. "Mana Reyna?" Andre terdiam, ada keraguan untuk menjawab pertanyaan Aldi. Pria itu takut Aldi mengambil tindakan yang salah, padahal dia masih harus menjalankan perawatan. "Emm, itu Tuan, Nyonya harus mengunjungi perusahaan nya di luar kota. Ada yang dia harus selesaikan," ucap Andre tanpa berani menatap atasan nya. Aldi mengernyit, diantidka menyangka Reyna pergi di saat dia sedang tidak baik-baik saja. "Kau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan tentang kejadian yang menimpaku ini?" tanya Aldi mengalihkan topik. Andre menyodorkan amplop coklat tertutup pada atasan nya. Dia memperlihatkan kepada Aldi data
"Apalagi ini Tuhan, kenapa cobaan untuk hidupku tidak pernah berhenti?" Reyna menaltap nanar isi tulisan dalam kertas itu. Dia segera meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dengan tubuh yang masih gemetar Reyna melangkahkan kakinya mendekati Aldi. Langkahnya gontai seraya menatap Aldi yang saat ini kembali tertidur. Tangannya terangkat dan menyentuh wajah pria itu, setelah itu tangan Reyna mengusap kepala Aldi lembut. "Maafkan aku, Mas. Aku kembali harus menyusahkanmu. Semoga setelah ini semua akan baik-baik saja. Kau harus selalu bahagia, aku tidak ingin ada yang menyakitimu karena aku," bisik Reyna dengan air mata yang menetes. Reyna mengecup kening Aldi lalu bergegas keluar ruangan dengan menarik tas nya. Wanita itu berlari melewati koridor rumah sakit. Dia menuju ke arah pintu gerbang rumah sakit. Reyna menoleh ketika dia merasa ada langkah
Aldi telah dipindah ke ruang rawat inap setelah selesai melakukan operasi untuk membuang peluru yang bersarang di punggung kiri nya. Menurut dokter yang menangani, jarak peluru tidak terlalu dalam namun, Aldi kehilangan banyak darah. Untuk itu laki-laki itu harus dirawat untuk memulihkan bekas operasi dan kondisinya. Keesokan harinya, kondisi Aldi sudah mulai membaik. Reyna menatap nanar ke arah sosok pria yang sedang terbaring di tempat tidur kamar perawatan. Wanita cantik yang matanya masih terlihat sembab itu menggenggam tangan Aldi. "Mas, beneran tidak apa-apa?" tanya Reyna lembut. Aldi baru saja tersadar dari pengaruh obat bius. Pria itu berusaha tersenyum untuk menenangkan hati Reyna. "Aku tidak apa-apa, tidak perlu cemas, ya," jawab Aldi mengusap punggung tangan Reyna. Reyna memperhatikan pria yang masih terbaring lemah. Dia tahu Aldi belum pulih walau seny
Seminggu ini Reyna kembali di teror oleh orang yang sama. Laki-laki bertopi yang acap.kali tiba-tiba hadir entah mengikutinya, atau sekedar lewat di depan kantor nya. Pernah Reyna merasa pria asing itu mondar mandir di depan rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Yang membuat Reyna heran saat Aldi ada di sampingnya atau berada di dekatnya, gangguan teror itu tidak pernah hadir, kecuali saat mereka ada di taman beberapa waktu lalu. Reyna sungguh merasa hidupnya tidak tenang. Beberapa kali dia berpikir akan pergi membawa Evan ke tempat yang lebih aman, tetapi wanita itu memikirkan kandungannya yang tambah besar. "Apakah pergi solusi terbaik untuk kami? apakah akan menjamin keselamatan kami?" Benak Reyna bermonolog. Kegelisahan menyelimuti hati wanita itu untuk mengambil keputusan, namun dia juga tidak ingin membicarakan keinginannya dengan Aldi.
"Apa itu, Bunda?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna menaikkan bahunya dan kemudian mengambil sesuatu yang di pegang Evan. Miniatur robot yang tangan nya tidak lengkap. Hilang sebelah. "Evan di kasih om yang tadi, Bunda. Katanya buat Evan main, tapi kata Om nya tangan robot nya harus Evan sembuhkan dulu, karena lepas sebelah. Evan bilang, nanti Evan aja yang bawa ke dokter," ucap bocah itu lucu. Reyna dan Aldi berpandangan. Mereka menerka-nerka maksud pria bertopi tadi. "Evan tidak apa-apa kan,Nak? Om tadi tidak menyakiti Evan?" Bocah tampan itu menggeleng seraya melingkarkan tangan nya di leher Aldi. Dia tidak mengerti jika kedua orang tua nya sangat cemas pada nya. Keduanya terlihat lega. Reyna mencium pipi Evan dengan rasa syukur dan lega yang luar biasa. Kecemasan masih terlihat di wajahnya tapi wanita itu sudah bisa tersenyum sera
"Daddy, Evan mau ke taman," pinta bocah kecil memeluk kaki Aldi dengan wajah membujuk. Aldi menunduk memperhatikan tatapan Evan, mengelus puncak kepala bocah itu dengan penuh kasih. "Evan mau ke taman sama Daddy?" Aldi balik bertanya. Evan mengangguk penuh harap. Membiarkan Aldi memainkan pipi gembul nya. "Bunda gimana dong? Tega neinggalin bundanya di rumah?" "Bunda mau kok, tadi bunda bilang ke Evan, asal Daddy nemenin, bunda pasti ikut." Aldi tersenyum lalu menggendong Evan dan memeluknya erat. Hatinya bahagia, momen untuk bersama putranya dan Reyna tidak akan di sia-siakan. "Yuk, ganti baju dulu ya, Tuan muda," ajak Aldi menemani Evan ke kamarnya. Aldi tidak bisa melepaskan pandangan nya pada wanita cantik di depan nya. Wali pun perut wanita itu sudah terlihat membuncit, namun kec
Hari ini akhir pekan, Aldi tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bersama putranya dan Reyna. Namun kesehatan Reyna masih belum pulih. Beda dengan Evan yang sekarang sudah mulai bermain kembali. Aldi mengetuk kamar Reyna lalu membukanya perlahan saat suara Reyna mempersilahkan dia masuk. Aldi menghampiri Reyna lalu meraba kening wanita itu. "Udah minum obat?" tanya Aldi. Reyna menggeleng. Wajahnya masih terlihat pucat. Akibat teror yang dia alami membuatnya malas makan dan stress, untuk itu dokter Mario menyuruh Reyna untuk bedrest, apalagi kehamilannya masih masuk tri semester pertama. "Pasti belum sarapan? Kau harus makan dulu sebelum minum obat." Reyna kembali menggeleng lemah. Entah kenapa dia tidak nafsu makan. Tubuh nya masih terasa lemah. Aldi keluar kamar sebentar lalu masuk k