*Flashback on*
Manik hitam kecokelatan itu tak bergeming, menatap tajam ke arah satu sosok maskulin yang terduduk di hadapannya. Terlihat sebuah senyuman angkuh terlukis di wajah pria tampan tersebut, membuat wanita yang memandang ke arah pria itu menghela napas.
"Setelah meeting bessok" tanya wanita tersebut, ada keraguan dalam nada bicaranya. "Aku merasa sedikit khawatir, David," ujarnya kepada pria tampan bernama David tersebut.
"Ayolah, Nadia," David memutar bola matanya sembari mendengus. Jari pria itu kemudian tertuju ke arah Nadia.
"Kau menyukainya, bukan? Dengan begitu kau hanya perlu mengikuti rencanaku saja! Setelah itu, kau bisa mendapatkan Aldi."
Pandangan Nadia kembali bergeser kepada David. "Apa yang sebenarnya Aldi dan Reyna lakukan padamu sampai kau begitu bertekad untuk menghancurkannya?" tanya Nadia kali ini seakan menusuk manik mata David meminta penjelasan.
"Bukan Aldi, sosok utama yang sangat aku benci adalah Reyna, istrinya. Dia tidak pernah mau menerima cintaku. Padahal, aku sangat menyukai dan mencintai dia sejak dia masuk di lingkungan kampus. Segala macam usaha telah aku lakukan. Tetapi, dia terlalu angkuh. Sangat!”
Terlihat sekali rasa kesal di raut wajah David ketika mengungkapkan itu semua. Dia seakan mengingat kejadian beberapa tahun silam yang membuatnya dendam pada wanita yang dia maksud.
Nadia kembali menatap gerak tubuh David, dia melihat laki-laki itu mengeraskan rahangnya dengan wajah merah dan tangan terkepal. Tampak dendam mendalam yang telah dia simpan sejak lama dan akan meledak.
"Dasar perempuan angkuh! Sok cantik, aku benci!" ujar David menambahkan dengan mimik wajah yang belum berubah.
"Ahh … cinta bertepuk sebelah tangan?" Goda Nadia seraya terkekeh. Wanita itu mengerling menggoda ke arah David.
"Sialan! Kau mengejekku?" ucap David dengan wajah tidak suka. Dia menghampiri Nadia dan menatap Nadia dari jarak yang lebih dekat.
"Jangan marahdulu dong, aku tidak bermaksud mengejekmu, aku bahkan ikut merasakan apa yang kau rasakan pada Reyna," kilah Nadia. Wanita itu membawa tangan kanannya ke pundak David mencoba menenangkan emosi David yang mulai tersulut.
David tersenyum miring, tindakan Nadia menenangkan dirinya sedikit membantu.
"Apa imbalan untukku jika aku bisa membuatmu bersama Aldi, hm?" tanya David dengan tersenyum sarkas.
Kelopak mata Nadia mengerjap dengan sedikit raut terkejut membalas tatapan David, tapi dalam hitungan detik wanita itu ikut tersenyum. "Terserah kau dear, apa pun yang kau minta," bisik Nadia tersenyum nakal.
David tertawa senang mendengar janji Nadia. "Baiklah. Deal!" ucap David menyetujui.
Keduanya tertawa kecil, ada harapan besar di hati mereka. Seakan kompak mereka kemudian terdiam, sepertinya topik pembicaraan mereka telah menemukan titik yang mereka inginkan, terlihat dari gestur tubuh dan raut wajah mereka yang sangat puas.
"Apakah Aldi akan datang ke sini," tanya Nadia tiba-tiba setelah pembicaraan rencana yang akan mereka lakukan.
David terdiam sejenak, dia kemudian mengangguk dan mengedipkan mata pada Nadia, mereka terlihat menunggu seseorang di restoran Jepang yang terlihat mewah.
"Tunggulah sebentar, cantik. Dia sudah dekat," jawab Aldi lirih.
*Flashback off*
****
Sore itu begitu melelahkan bagi Aldi. Baru saja dia sampai di rumah dan segera masuk ke dalam rumah dan disambut senyuman manis dari istri tercinta, Reyna Putri Ghania.
"Sepertinya kau lelah sekali, Mas," tutur Reyna seraya membantu membuka jas dan dasi Aldi.
"Iya. Aku ingin mandi. Kau sudah mandi, Sayang? Tidak ingin menemaniku?" Goda Aldi dengan mata menatap nakal. Aldi terpesona dengan sosok sang istri, mata tajamnya seakan ingin menelanjangi tubuh Reyna, istrinya.
Reyna mencubit perut suaminya gemas. Walau dia tahu bahwa sisa-sisa kelelahan timbul di wajah tampan milik Aldi, tapi dia selalu saja tidak bisa diam ketika suaminya itu menggodanya seperti ini. Rona merah menjalar di wajah cantik Reyna.
"Dasar mesum! Pergilah, aku sudah mandi, Bapak Geraldi Prayoga!" usir Reyna malu.
Aldi tahu sekali saat Reyna menyebut nama lengkapnya. Itu berarti wanita itu sedang kesal. Namun, momen seperti inilah yang membuat cintanya semakin besar saja pada wanita yang telah tiga tahun ini menemaninya mengarungi kehidupan.
"Sekalian tolong bukakan kemeja suamimu, Sayang," pinta Aldi dengan nada manja.
Reyna mengerucutkan bibirnya. Namun, dia tetap saja melakukan perintah dari suami pujaan hati. Laki-laki yang selalu membuat dia jatuh cinta setiap hari.
Aldi mengusak kepala Reyna dengan gemas dan perasaan sayang yang membuncah. Dikecupnya puncak kepala Reyna singkat.
"Gini deh kalau manjanya kumat," ucap Reyna yang mulai membuka kancing kemeja Aldi.
"Biarin, manja sama istri sendiri juga," jawab Aldi santai masih dengan mata yang nakal dan tersenyum menggoda.
Saat membuka kemeja Aldi, Reyna mengernyitkan dahi karena wanita itu menangkap aroma yang bukan aroma khas Aldi, melainkan aroma parfum wanita. Seketika dada wanita cantik nan memesona itu berdesir.
Reyna baru kali ini mendapati hal yang aneh pada Aldi, di usia pernikahan yang sudah masuk tiga tahun. Sekilas bayangan pengkhianatan melintas dalam pikiran wanita itu.
"Mas ...!" teriak Reyna tiba-tiba membuat Aldi terlonjak kaget. Laki-laki itu memandang penuh tanda tanya ke arah istrinya.
"Kenapa berteriak, Sayang. Ada apa, hm?" tanya Aldi.
Reyna tidak berkata sepatah kata pun. Wanita itu malah menyodorkan kemeja Aldi yang baru saja dia buka dan rencana akan dia bawa ke keranjang pakaian kotor.
"Iya, ada apa dengan pakaianku ini?" tanya Aldi bingung melihat ekspresi wajah Reyna sembari menerima pakaian miliknya yang disodorkan Reyna.
"Siapa yang tadi kau peluk, Mas? Aroma parfum ini bukan milikmu, ini parfum wanita, dan wanginya lebih dominan hampir memenuhi semua kemejamu!" cecar Reyna meminta penjelasan.
Aldi menelan saliva dengan kasar. Dia tidak tahu alasan apa yang akan dia katakan pada Reyna. Dia tidak ingin Reyna salah paham. Namun, untuk bicara jujur pun sepertinya sangat sulit sekali.
Terbayang kejadian siang tadi, ketika Aldi bertemu Nadia di sebuah kafe sekaligus makan siang bersama. Mereka bertemu untuk membicarakan tentang kehamilan wanita itu dan kelanjutan nasib bayi yang dikandung Nadia.
Saat pembicaraan selesai tiba-tiba kepala Nadia sakit dan dia muntah-muntah. Aldi harus mengantar Nadia ke rumahnya. Laki-laki itu terpaksa harus menggendong Nadia karena kondisi Nadia yang lemah.
"Kau curiga padaku?" jawab Aldi mencoba menghindar. Mata Aldi mengikuti gerakan Reyna yang berjalan mendekat lalu menempelkan hidungnya di pakaian yang dia pegang.
Reyna menunduk memastikan penciumannya sekali lagi. Kali ini raut wajah Reyna berubah dan kemudian dia kembali berdiri tegak di hadapan Aldi.
"Kau tahu apa yang aku katakan benar, Mas," ucap Reyna lalu berbalik memunggungi suaminya dengan niat pergi meninggalkan Aldi.
Dengan sigap Aldi menahan langkah istrinya seraya membuang pakaian yang dia pegang ke lantai.
"Kau salah, Sayang. Itu aroma parfum ruang kerjaku, aku akui aromanya memang manis seperti parfum wanita. Terlalu menyengat!" tukas Aldi beralasan dan mengelak.
Reyna menggeleng marah karena tahu, Aldi masih saja berdusta. "Aku bukan wanita bodoh, Mas!"
"Jadi apa maumu? Kau ingin aku mengatakan bahwa hari ini aku bermesraan dengan seorang wanita, begitu maksudmu?" tanya Aldi mulai terbakar emosi. Dia mulai terpancing.
Reyna kembali melanjutkan langkahnya bermaksud menjauhi Aldi. Hatinya panas karena yakin suaminya itu menyembunyikan sesuatu dan berdusta padanya.
"Terserah padamu, Mas! Aku hanya berusaha membuat suamiku berkata jujur."
"Tidak! Aku tidak terima kau menuduhku dengan sesuatu yang tidak aku lakukan!" jawab Aldi tidak mau kalah.
Reyna terhenyak dengan suara Aldi yang berubah keras dan terdengar kasar di telinganya. Di benaknya hanya ingin satu. Dia ingin menangis. Dadanya terasa sesak karena yakin suaminya tidak berkata jujur.
"Aku tidak melakukan apa pun. Kau dengar? Dan, tolong percaya pada suamimu!" lanjut Aldi yang terus memperhatikan Reyna yang melangkah menjauh.
"Reyna, aku bicara padamu!" seru Aldi lagi.
Langkah kaki Reyna terhenti, dia kemudian berbalik menghadap Aldi yang terlihat gusar menatapnya.
"Aku bukan bocah yang mudah Mas bohongi," jawab Reyna pelan namun malah membuat kesabaran Aldi habis dan memicu kemarahan di hati laki-laki itu.
"Oke ... oke! Aku baru saja bercinta dengan seorang wanita. Kami bercinta sampai puas. Kau lihat, kan, hari ini aku lelah sekali? Tentu saja karena kami melakukannya berulang-ulang! Itu, kan, yang ingin kau dengar ...? Shit! Gila!"
Prang!
Bersamaan itu lantai kamar telah penuh dengan semua alat rias Reyna. Barang-barang yang ada di atas nakas telah berpindah tempat dan hancur tak berbentuk.
Brengsek!
****
AN:
Sabar ya reader sayang aku, jangan emosi...Reyna sudah takdirnya di cerita ini harus menghadapi berbagai cobaan....Cerita ini terinspirasi dari beberapa cerita nyata. Kisah nyata kehidupan rumah tangga di luar sana. Author. hanya mengembangkan dengan latar sosial dan lingkungan yang berbeda serta penambahan konflik untuk membuat cerita ini lebih menarik.
Tetap komen di setiap bab yg aku publish yaa, reader ku sayang...
Love u sekebon.
Prang! Bersamaan itu lantai kamar telah penuh dengan semua alat rias Reyna. Barang-barang yang ada di atas nakas telah berpindah tempat dan hancur tak berbentuk. "Brengsek!' Reyna terkejut, wanita itu menatap Aldi dengan gamang. Sedih dan kecewa terhadap reaksi tadi. Tidak terbersit di benak akan dibentak dengan kasar. Selama tiga tahun pernikahan, baru kali ini Mas Aldi berkata kasar padaku, batin Reyna dalam benak. Benar-benar menyakitkan, lanjut Reyna dalam hati. Tanpa sadar air mata menetes dan membanjiri pipi. Tidak terbayangkan suami yang sangat dicinta telah melontarkan kata kasar. "Tidak perlu melakukan itu untuk membuatku percaya dengan apa yang kau katakan, Mas," ucap Reyna terisak sedih. Aldi terdiam dan tersadar saat itu juga. Emosi di hati tiba-tiba luruh begitu saja ketika melih
Beberapa minggu berikutnya ...Aldi segera beranjak dari kursi dan menutup laptop. Laki-laki itu melirik ke arah layar ponsel. Sekilas mata menangkap bayangan jarum jam di dinding, menegaskan bahwa malam sudah mulai larut. Dia kemudian menggeser tombol hijau untuk menjawab.“Ada apa?" bisik Aldi menjawab panggilan itu seraya perlahan menutup kamar agar tidur Reyna tidak terganggu.“Dedek bayi ingin makan gudeg langgananku, Pak," jawab wanita di seberang sana."Kirimkan saja nama dan lokasi warung makannya, nanti aku akan minta jasa ojek online untuk mengantarkan padamu.""Dedek maunya diantar langsung oleh papanya," ucap Nadia pelan.Sesaat Aldi membisu, keinginan itu artinya menyatakan bahwa dia harus langsung bertemu dengan Nadia untuk membawakan apa yang diinginkan calon bayi mereka, Aldi dan Nadia.&ldq
“Mas, mengapa ada suara wanita? Siapa dia?” tanya Reyna beberapa saat setelah mereka terdiam, dia menatap Aldi tajam dari layar ponsel meminta penjelasan. Aldi menutupi rasa cemas di wajahnya, pertanyaan dari wanita yang dia cintai selalu saja menyudutkan, membawa tangan kanannya untuk menyeka peluh yang menetes dari kening. “Oh, itu ibu yang jaga rumah dinas di sini. Dia yang akan menyiapkan semua kebutuhanku selama aku di sini. Ya sudah, Sayang, aku makan dulu.” Aldi segera menutup ponsel tanpa menunggu jawaban dari Reyna. “Aku tidak percaya suara itu berasal dari penjaga rumah dinas. Aku tidak tahu entah apa alasan kecurigaanku ini. Hatiku hanya tidak memercayai suamiku saat ini.” Reyna bicara pada diri sendiri. “Aku yakin, suara tadi dari ibu si bayi yang bersama Mas Aldi.” Reyna diam untuk sesaat dan merasakan beratnya hati seorang istri. “Mas, mengapa kau membohongiku?”
Aku tidak peduli! Jawab pertanyaanku tadi!" ucap Aldi dengan suara keras. Reyna meringis kecil karena Aldi masih saja tidak melepaskan tangannya. "Kau selalu saja ingin aku mengikuti apa maumu dan aku selalu patuh. Tapi, hanya karena aku makan siang di sini tanpa izinmu, kau semarah ini? Sedangkan kau? Kau pergi ke mana, bersama siapa dan di mana, kau tidak pernah meminta izinku atau hanya sekedar memberi kabar padaku. Kau egois, Mas!" teriak Reyna ikut emosi. "Kau harusnya tahu alasannya." Aldi merasa dia sebagai suami berhak membatasi langkah Reyna. Segala sesuatu yang dikerjakan istrinya harus seizin dia dan sepengetahuan dia sebagai suami. "Aku keluar semua karena kepentingan pekerjaan, untuk apa aku harus izin padamu? Aku tidak wajib memberitahukan apa yang aku lakukan, Reyna," lanjut Aldi sombong penuh keangkuhan. Reyna mengigit bibirnya kesal. Wanita
Seorang laki-laki terlihat datang menghampiri Aldi, "Hei, bro! Kenapa kau kacau begini?" tanyanya menepuk pundak Aldi. Aldi menyipitkan matanya seraya menatap pria itu dengan seksama. Akibat efek minuman yang dia minum, membuat pandangan tidak jelas. Berulang kali dia menggelengkan kepala untuk mengamati wajah pria di depannya. "David?" "Iya, Bro. Ini aku," jawab David meyakinkan. Dijawab dengan anggukan oleh Aldi. Kemudian laki-laki itu terkekeh kecil beberapa saat, dia lalu menunjuk ke arah wajah David dengan mata yang telah memerah. "Kau benar, David. Reyna ternyata mencintai laki-laki itu," ucap Aldi lalu menurunkan tangannya kembali ke arah meja. Dia kemudian menundukkan kepala seraya menatap gelas minumannya. David tersenyum penuh arti, "Abi memang laki-laki yang pernah dekat dengan Reyna saat masih kuliah, bahkan mereka se
Aldi membelalakkan mata menatap Reyna, dia memegang kepala yang masih agak berat. Aldi kemudian mengingat aktifitas intim yang belum lama mereka lakukan. "Kenapa aku ada di sini? Dan kenapa kau masih sudi tidur di kamar yang sama denganku?" tanya Aldi menatap Reyna tajam. Laki-laki itu teringat kembali dengan pengakuan Reyna yang mencintai laki-laki lain. Dan meminta agar mereka berpisah. Aldi menahan geram karena marah. "Kita masih suami istri, Mas. Dan aku harap kau beristirahat. Ini sudah hampir subuh, Mas tadi pulang dalam keadaan mabuk," jelas Reyna. "Kau mengaku mencintai laki-laki lain. Tapi kenapa kau masih bisa bercinta denganku? Apa kau juga sering melakukan itu bersama kekasihmu secara diam-diam? Apa kau sudah tidur dengan laki-laki itu, Reyna! Katakan padaku! Benar dugaanku, bukan? Hah! Murahan sekali," umpat Aldi seraya bangkit dari tempat tidur. Reyna meraba dadanya
Nadia menerima panggilan telpon dari Reyna.. "Hallo, Mas Aldi, ini sudah jam 7 malam. Kenapa belum pulang? Mas lembur malam ini?" tanya Reyna terdengar khawatir di ponsel. "Emm ... hallo. Pak Aldi sedang tidur mbak." jawab Nadia singkat. "Tidur di mana? Maaf ini dengan siapa?" tanya Reyna. Ponsel dimatikan Nadia seraya menatap Aldi yang juga sejak tadi memperhatikan Nadia. "Apa dia menanyakan dirimu?" tanya Aldi. "Iya, Papa Azlea kenapa tidak berterus terang saja tentang aku. Jika seorang wanita tahu dia dibohongi, aku yakin dia akan benci dan meninggalkanmu. Jadi kenapa tidak jujur saja?" "Sudahlah, biarkan ini menjadi urusan kami," ucap Aldi seraya bangkit dari tempat tidur. Nadia menatap bingung kepada tingkah laku Aldi. "Kau mau kemana, Pa," tanya Nadia heran melihat Aldi ke
"Mas, saat ini kita sudah punya jalan masing-masing. Pisah adalah jalan terbaik. Ikhlaskan aku dengan laki-laki yang aku cintai, dan kau ... bisa bebas bersama istri dan anakmu," ucap Reyna dengan suara bergetar menahan sesak dan air mata yang bersamaan membanjiri wajahnya. Laki-laki dihadapan Reyna terpaku dengan wajah terkejut. Aldi melangkah mendekati Reyna, menatap dengan hati yang bergejolak. "Maksudmu? Is-tri dan a-nak?" tanyanya terbata-bata, kaki dan tangannya terasa gemetar. Reyna menundukkan wajahnya, dia menahan semua perasaan yang selama ini telah lama ida pendam. Namun dia sudah tidak sanggup lagi menyembunyikan semua kenyataan pahit. Semua rahasia Aldi yang sudah dia ketahui. "Sayang, ka-u?" tanya Aldi dengan keraguan dan dada yang bergetar hebat. Sesuatu yang dia takutkan ternyata telah terjadi. Pria itu menyentuh wajah Reyna lalu mengangkat dagunya u
"Mas Aldi?" tanya Reyna dengan wajah bingung. Abi mengangguk yakin. Dia mengamati reaksi Reyna yang terlihat masih tidak percaya. "Kau tidak percaya?" tanya Abi. Reyna mengangguk, dia yakin Aldi tidak akan mungkin berbuat jahat padanya dan Evan, anak kandungnya sendiri. Abi membuka ponselnya, lalu menekan rekaman suara seseorang. "Jangan sampai Reyna tahu aku yang mengatur semua nya. Pastikan semua tersusun rapi sampai waktunya tiba. Aku punya alasan sendiri untuk melakukan ini," suara Aldi terdengar jelas dari ponsel Abi. "Masih tidak percaya padaku?" tanya Abi pada Reyna yang diam mematung. Sungguh dia tidak mau percaya dengan apa yang dia dengar. Tapi rekaman itu menyatakan Aldi yang seolah-olah mengatur semua nya. Reyna menggeleng sekali lagi. Dia sungguh tidak ingin percaya dengan apa yang dikata
"Jadi kemana kau akan pergi setelah ini Reyna?" Sosok pria tampan itu maaih menatap Reyna dengan pandangan rumit. Reyna tidak menjawab, dia justru asyik membantu menyuapi Evan. Beberapa saat kemudian wanita itu mendongak menatap pria itu seraya tersenyum. "Aku akan ke suatu tempat yang menbuat Aldi tidak bisa menemukan aku. Bukankah aku sudah menceritakan semuanya padamu tentang masalahku dan alasanku pergi?" Pria itu menghampiri Evan dan membelai puncak kepala bocah itu. Evan melirik tidak suka. "Jangan pegang-pegang kepala, Evan!" protesnya membuat pria itu tertawa. Reyna menggeleng lalu membersihkan mulut Evan setelah menghabiskan suapan nya. Dia mengerti sifat Evan yang tidak bisa cepat akrab pada orang yang baru dia kenal. Untuk itu Reyna heran saat Evan cepat akrab dengan Aldi ketika pertama kali mereka bertemu. Mungkin ikatan anak dan ayah membuat Evan mera
Aldi membuka matanya perlahan, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ia tempati. "Tuan, sudah sadar?" Andre yang melihat pergerakan atasan nya segera beranjak dari sofa tempatnya duduk. "Mana Reyna?" Andre terdiam, ada keraguan untuk menjawab pertanyaan Aldi. Pria itu takut Aldi mengambil tindakan yang salah, padahal dia masih harus menjalankan perawatan. "Emm, itu Tuan, Nyonya harus mengunjungi perusahaan nya di luar kota. Ada yang dia harus selesaikan," ucap Andre tanpa berani menatap atasan nya. Aldi mengernyit, diantidka menyangka Reyna pergi di saat dia sedang tidak baik-baik saja. "Kau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan tentang kejadian yang menimpaku ini?" tanya Aldi mengalihkan topik. Andre menyodorkan amplop coklat tertutup pada atasan nya. Dia memperlihatkan kepada Aldi data
"Apalagi ini Tuhan, kenapa cobaan untuk hidupku tidak pernah berhenti?" Reyna menaltap nanar isi tulisan dalam kertas itu. Dia segera meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dengan tubuh yang masih gemetar Reyna melangkahkan kakinya mendekati Aldi. Langkahnya gontai seraya menatap Aldi yang saat ini kembali tertidur. Tangannya terangkat dan menyentuh wajah pria itu, setelah itu tangan Reyna mengusap kepala Aldi lembut. "Maafkan aku, Mas. Aku kembali harus menyusahkanmu. Semoga setelah ini semua akan baik-baik saja. Kau harus selalu bahagia, aku tidak ingin ada yang menyakitimu karena aku," bisik Reyna dengan air mata yang menetes. Reyna mengecup kening Aldi lalu bergegas keluar ruangan dengan menarik tas nya. Wanita itu berlari melewati koridor rumah sakit. Dia menuju ke arah pintu gerbang rumah sakit. Reyna menoleh ketika dia merasa ada langkah
Aldi telah dipindah ke ruang rawat inap setelah selesai melakukan operasi untuk membuang peluru yang bersarang di punggung kiri nya. Menurut dokter yang menangani, jarak peluru tidak terlalu dalam namun, Aldi kehilangan banyak darah. Untuk itu laki-laki itu harus dirawat untuk memulihkan bekas operasi dan kondisinya. Keesokan harinya, kondisi Aldi sudah mulai membaik. Reyna menatap nanar ke arah sosok pria yang sedang terbaring di tempat tidur kamar perawatan. Wanita cantik yang matanya masih terlihat sembab itu menggenggam tangan Aldi. "Mas, beneran tidak apa-apa?" tanya Reyna lembut. Aldi baru saja tersadar dari pengaruh obat bius. Pria itu berusaha tersenyum untuk menenangkan hati Reyna. "Aku tidak apa-apa, tidak perlu cemas, ya," jawab Aldi mengusap punggung tangan Reyna. Reyna memperhatikan pria yang masih terbaring lemah. Dia tahu Aldi belum pulih walau seny
Seminggu ini Reyna kembali di teror oleh orang yang sama. Laki-laki bertopi yang acap.kali tiba-tiba hadir entah mengikutinya, atau sekedar lewat di depan kantor nya. Pernah Reyna merasa pria asing itu mondar mandir di depan rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Yang membuat Reyna heran saat Aldi ada di sampingnya atau berada di dekatnya, gangguan teror itu tidak pernah hadir, kecuali saat mereka ada di taman beberapa waktu lalu. Reyna sungguh merasa hidupnya tidak tenang. Beberapa kali dia berpikir akan pergi membawa Evan ke tempat yang lebih aman, tetapi wanita itu memikirkan kandungannya yang tambah besar. "Apakah pergi solusi terbaik untuk kami? apakah akan menjamin keselamatan kami?" Benak Reyna bermonolog. Kegelisahan menyelimuti hati wanita itu untuk mengambil keputusan, namun dia juga tidak ingin membicarakan keinginannya dengan Aldi.
"Apa itu, Bunda?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna menaikkan bahunya dan kemudian mengambil sesuatu yang di pegang Evan. Miniatur robot yang tangan nya tidak lengkap. Hilang sebelah. "Evan di kasih om yang tadi, Bunda. Katanya buat Evan main, tapi kata Om nya tangan robot nya harus Evan sembuhkan dulu, karena lepas sebelah. Evan bilang, nanti Evan aja yang bawa ke dokter," ucap bocah itu lucu. Reyna dan Aldi berpandangan. Mereka menerka-nerka maksud pria bertopi tadi. "Evan tidak apa-apa kan,Nak? Om tadi tidak menyakiti Evan?" Bocah tampan itu menggeleng seraya melingkarkan tangan nya di leher Aldi. Dia tidak mengerti jika kedua orang tua nya sangat cemas pada nya. Keduanya terlihat lega. Reyna mencium pipi Evan dengan rasa syukur dan lega yang luar biasa. Kecemasan masih terlihat di wajahnya tapi wanita itu sudah bisa tersenyum sera
"Daddy, Evan mau ke taman," pinta bocah kecil memeluk kaki Aldi dengan wajah membujuk. Aldi menunduk memperhatikan tatapan Evan, mengelus puncak kepala bocah itu dengan penuh kasih. "Evan mau ke taman sama Daddy?" Aldi balik bertanya. Evan mengangguk penuh harap. Membiarkan Aldi memainkan pipi gembul nya. "Bunda gimana dong? Tega neinggalin bundanya di rumah?" "Bunda mau kok, tadi bunda bilang ke Evan, asal Daddy nemenin, bunda pasti ikut." Aldi tersenyum lalu menggendong Evan dan memeluknya erat. Hatinya bahagia, momen untuk bersama putranya dan Reyna tidak akan di sia-siakan. "Yuk, ganti baju dulu ya, Tuan muda," ajak Aldi menemani Evan ke kamarnya. Aldi tidak bisa melepaskan pandangan nya pada wanita cantik di depan nya. Wali pun perut wanita itu sudah terlihat membuncit, namun kec
Hari ini akhir pekan, Aldi tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bersama putranya dan Reyna. Namun kesehatan Reyna masih belum pulih. Beda dengan Evan yang sekarang sudah mulai bermain kembali. Aldi mengetuk kamar Reyna lalu membukanya perlahan saat suara Reyna mempersilahkan dia masuk. Aldi menghampiri Reyna lalu meraba kening wanita itu. "Udah minum obat?" tanya Aldi. Reyna menggeleng. Wajahnya masih terlihat pucat. Akibat teror yang dia alami membuatnya malas makan dan stress, untuk itu dokter Mario menyuruh Reyna untuk bedrest, apalagi kehamilannya masih masuk tri semester pertama. "Pasti belum sarapan? Kau harus makan dulu sebelum minum obat." Reyna kembali menggeleng lemah. Entah kenapa dia tidak nafsu makan. Tubuh nya masih terasa lemah. Aldi keluar kamar sebentar lalu masuk k