Latar belakang dokter Dante Pramudya Saksono, menyimpan identitas tersembunyi, mengenai dirinya, asal usulnya tidak diketahui. Yang diketahui dia dibesarkan di panti asuhan milik para biarawati Katolik. Dia ditemukan oleh tukang kebun biara pagi hari di antara semak-semak bunga di taman biara. Suara bayi menangis mencuri perhatian bapak Saksono yang akan membabat rumput di taman, dikagetkan dengan boks bayi lengkap kaleng susu formula di sampingnya, ada secarik kertas,
”Suster peliharalah bayiku, dia tidak berdosa, sayalah yang berdosa. Saya percaya pada janjinya akan mengawiniku tapi dia memilih perempuan lain.Nama bayiku Dante, berarti teguh dan abadi. Semoga anakku bisa teguh dan abadi..”
Biara langsung gempar ditemukan bayi mungil yang masih merah, membuka matanya menatap orang di sekelilingnya membuat para biarawati gemas, langsung memandikannya, membungkus dengan selimut karena popok yang dipakainya telah basah dengan kencing. Kepala biara segera memanggil dokter untuk memeriksa kesehatan bayi.
“Bayinya sehat, tapi suster sebaiknya lapor ke pak RT atau polisi. Ini demi kenyamanan suster.”
“Baiklah, sebaiknya pak Saksono yang melapor ke RT dia yang menemukan bayi di antara semak-semak bunga lavender.”Ujar kepala Biara.
Pak Saksono segera melapor ke RT ditindak lanjuti ke kepolisian. Seminggu sudah tidak ditemukan siapa yang membuang bayi yang tak bersalah, akhirnya ditetapkan pengasuhan alternatif sementara diberikan ke panti asuhan KASIH asuhan suster biarawati.
Bulan, Tahun dan bertahun-tahun Dante diasuh di panti asuhan. Saat masuk sekolah, dia disekolahkan oleh panti asuhan sampai SMA. Cita-cita Dante ingin menjadi dokter membuat para biarawati sedih karena tidak mampu memenuhi keinginan Dante terobsesi menjadi dokter. Selama di panti asuhan, Dante membantu suster biara menjual hasil pertanian, menjual susu sapi perah keliling desa sampai ke luar desa .
Ketika Dante berumur tujuh belas tahun, dia meminta ijin kepada suster biara yang juga pemimpin panti asuhan membuat kartu penduduk.
“Kamu sudah dewasa, suster menyerahkan kamu memilih agama yang akan kamu anut.”
“Saya memilih Katolik.”
“Baiklah tapi kamu harus belajar dulu pada Romo Pramudya yang setiap minggu kemari.”
“Siap suster, saya perlu KTP karena saya akan mencoba jalur prestasi di sekolahku. Cita-cita saya tetap , tidak berubah menjadi dokter.” Ucap Dante mantap ditatap sedih suster kepala biara.
Suster biara menyampaikan kepada Romo Pramudya mengenai keinginan Dante, disambut antusias pastor Pramudya, “Pindahkan sekolahnya ke kota Surabaya, dia akan menjadi anak pastoran. Disamping sekolah dia bekerja di pastoran , kami akan menggajinya. Gajinya ditabung untuk kuliah.”
Setelah dibaptis dan mendapatkan KTP, diusia tujuh belas Dante pindah ke Surabaya, dengan tambahan nama di belakang namanya Pramudya Saksono, diambil dari nama Romo Pramudya dan nama tukang kebun Saksono yang menemukannya.
“Saya ditemukan pak Saksono, nama Saksono sebagai penghormatanku , kalau saya tidak ditemukan kemungkinan saya sudah mati. Nama Pramudya, nama Romo yang memberi saya semangat untuk menggapai cita-citaku.”
Di usia tujuh belas tahun, Dante Pramudya Saksono pindah ke Surabaya menuntut ilmu di SMA Swasta yang terkenal disiplinnya. Demi cita-cita yang selalu diimpikan Dante tidak saja unggul di akademik , unggul dan berprestasi dalam olah raga basket sehingga basket sekolahnya sering mendapatkan juara dalam pertandingan basket, menjadi ketua OSIS, satu lagi kelebihan Dante, melukis. Beberapa lukisannya terpampang di madding sekolah .
Dante yang tinggi, tampan, anak panti asuhan dari desa menjadi idaman siswi-siswi yang terkagum-kagum melihat penampilan bergerak di arena basket, kepiawainnya memasukkan bola ke ring memukau dan disambut hiruk pikuk yang kebanyakan para siswi. Kekurangannya gaya berpakaian yang sederhana , apa adanya, ditambah gaya cueknya dengan sikap dinginnya membuat para siswi enggan mendekatinya, hanya mampu membicarakan diri Dante, takut melihat tatapan dingin Dante sedingin kutub es.
Masa SMA berlalu, prestasi bertumpuk yang dimiliki Dante memuluskannya lolos jalur prestasi. Dibantu Romo Pramudya yang mencari sponsor Dante bisa kuliah pendidikan dokter di universitas negeri yang terkenal di kota Buaya.Kepopulerannya sebagai mahasiswa kedokteran yang smart, tampan dan hebat main basket menjadi idola para mahasiswi di fakultas kedokteran. Untuk mendapatkan gelar dokter, Dante melanjutkan ke Pendidikan Profesi Dokter selama dua tahun kemudian untuk mendapatkan ijin praktek , Dante mengikuti intership selama setahun.
Dokter Dante kemudian bekerja di Rumah Sakit Swasta di Surabaya sebagai dokter umum. Cita-citanya menjadi dokter spesialis bedah tetap menjadi impiannya.
Kesuksesan dalam studi tidak diikuti dengan kesuksesannya dalam percintaan. Dante menghindari kedekatan dengan wanita, apalagi berpacaran, satu-satu obsesinya adalah menjadi dokter spesialis bedah saraf. Baginya pacaran akan menggoyahkan cita-citanya. Sikapnya yang dingin terhadap wanita menimbulkan isu tidak sedap, dia dianggap “gay”. Bukannya tidak mengetahui isu dan gosip yang beredar di kampus maupun di rumah sakit, Dante tidak menghiraukannya, ”Yang mengetahui diriku sendiri, hanya aku.Aku masih normal melihat wanita cantik , tubuh seksi. Itu akan kunikmati jika cita-citaku tercapai.” Katanya pada dirinya sendiri.
****
Cerita hidup Dante yang dingin berubah drastis setelah mengenal Merriana Suisita Krisanto berprofesi sebagai desainer , penampilannya modis, introvert. Perkenalan mereka di panti asuhan tempat Dante dibesarkan ketika Dante merayakan kelulusannya bisa menyandang gelar dokter. Dante merayakan di panti asuhan bersama anak-anak panti asuhan, suster-suster biarawati yang dianggapnya sebagai ibu-ibunya, Romo Pramudya dan pak Saksono yang dianggapnya sebagai bapaknya.
“Selamat menjadi dokter , kami semua bangga padamu.”Kata suster Faustina yang dulu kepala biara dan kepala panti asuhan.
“Saya bisa mencapai sebagian dari cita-citaku karena kalian semua,terutama Romo Pramudya yang rajin mencari sposnsor bagi saya.”
“Hum, sponsormu bangga padamu, dia saya undang kemari.”
“Betulkah? Saya sangat ingin mengucapkan terima kasih. Saya selalu ingin bertemu dengan sponsorku tapi Romo mengatakan bahwa belum waktunya. Kamu akan bertanggungjawab setelah kamu menjadi dokter."
Tok..Tok..Tok.
Pintu ruang tamu diketuk,“Syalom.” Terdengar sapa dari luar.
Beberapa pasang mata menengok keluar, seorang wanita cantik berdiri di depan pintu, dipandang takjub mereka yang ada di ruang tamu.
“Saya mau bertemu Romo Pramudya.”
“Oh. Saya sendiri. “
“Papa tidak bisa datang, tiba-tiba ada urusan bisnis ke Jakarta yang tidak bisa ditunda. Saya mewakili beliau. Perkenalkan saya Merriana Suisita Krisanto.”
“Selamat datang anakku, Romo sudah menantikan kedatanganmu.”
“Kok Romo menunggu kedatangan saya? Bukankah Romo janjian sama papa?”
“Papamu sudah telepon semalam , tidak bisa datang dia katakan ada malaikat yang diutusnya.” Jawab Romo, disambut Merriana dengan tersenyum malu-malu di wajahnya yang cantik.
“Adakah yang bisa bantu saya mengambil beberapa dos pizza dan ice cream buat anak-anak panti?”Tanya Merriana.
Dokter Dante langsung berdiri mengikuti wanita cantik yang membuka bagasi , menunjukkan dua puluh dos pizza dan boks berisi ice cream,”Wah banyak banget.” Ujar dokter Dante.
“Papa bilang biar anak-anak panti puas makan pizza dan ice cream.”
Dokter Dante menatap wanita cantik yang sibuk mengeluarkan dos pizza kemudian menyerahkan ke tangan dokter Dante dan pak Saksono.
“Anak-anak panti tidak pernah makan pizza, pasti mereka heran makanan apa pizza itu.”Ujar dokter Dante.
“Kalau ice cream?”Tanya Merriana.
“Biasa, kalau ada yang datang merayakan ulang tahun di panti.”
“Pak boks ice cream!” kata Merriana memerintah dokter Dante disambut dokter Dante dengan tersenyum.
Inilah awal pertama perkenalan Merriana Suisita Kristanto anak satu-satunya keluarga Kristianto, pengusaha kaya yang berprofesi sebagai desainer , penampilannya modis, introvert kagum pada kegigihan dokter Dante dalam meraih cita-citanya.
Merriana diperkenalkan Romo Pramudya pada dokter Dante. Sejak itu mereka berteman. Dokter Dante kemudian mengambil pendidikan dokter spesialis bedah saraf yang bisa diraihnya tepat empat tahun. Lulus cumlaude, menjadi kebanggaan sponsornya , yakni bapak Andrew Kristanto. Setelah melamar pada rumah sakit swasta bergengsi di Semarang, dokter Dante Sp.B pindah ke Semarang. Ketampannya, kepintaran , berpredikat sebagai dokter bedah muda membuat siapapun yang memandangnya terkagum-kagum melihat ketampanan dan penampilannya yang stylish. Campur tangan Merriana, dokter Dante yang semula berpenampilan sederhana, apa adanya dan cuek pada penampilan berhasil mengtransformasikan menjadi dokter muda bedah yang fasionable.
Merriana memenuhi kebutuhannya dalam berpenampilan, busana, sepatu, sandal bahkan sandal rumah sakit yang wajib dipakai juga pilihan Merriana. Dari pertemanan selama setahun, dilanjutkan dengan kencan pertama mereka di gerai Pizza di kota Surabaya. Dokter Dante dan Merriana sama-sama suka makan pizza dan ice cream.Tiga tahun sudah mereka merajut cinta, tiga tahun Merriana menahan kesabarannya menunggu dilamar dokter Dante yang kunjung melamarnya.
Kembali ke Surabaya, sepanjang perjalanan naik kereta malam Semarang-Surabaya, Merri terkenang saat-saat bersama Dante. Jum’at malam , Merri berangkat dari Surabaya naik kereta malam, tiba di Semarang langsung ke apartemen Dante yang waktu itu penghuninya masih di rumah sakit, kemudian mengirim pesan melalui ponselnya ke Dante.‘Merri : Sayang, aku sudah di apartemenmu. Kapan pulang?’Rupanya Dante sibuk, baru centang satu, batin Merri.Merri mencari jas kamar yang selalu dia simpan di apartemen Dante.Ada kesepakatan mereka setiap tiga bulan saling berkunjung. Dante ke Surabaya, nginap di hotel setelah Merri reservasi atau Merri ke Semarang nginap di apartemen Dante.Akhir-akhir ini Dante jarang ke Surabaya, alasannya sibuk dengan segala macam alasan, sibuk operasi, ikut symposium di Jakarta, Bali bahkan baru-baru ini symposium dokter bedah saraf di Korea.Ponsel Merri berdenting.‘Dante : Baru saja selesai operasi,aku masih harus tunggu sampai pasien stabil baru ke apartemen.’‘Mer
Setelah beristirahat sejenak, mandi di bawah shower Merri merasa segar kembali. Memulas wajahnya yang cantik dengan make up natural, Merri turun ke bawah. Papa dan mamanya baru selesai sarapan sedang duduk di sofa menonton televisi.“Morning,” sapa Merri riang.“Pagi, mmm.. wajahmu sumringah banget.” Ujar mamanya.“Mama ini kayak tidak kenal masa muda . Dia baru ketemu pujaan hati yang belum ada rencana mau melamar anak gadis kita.”“Sabar pa, nanti mas Dante akan melamarku pada saat yang tepat, waktu yang tepat dan hari yang tepat.” Jawab Merri langsung mengambil gelas berisi juice jeruk, menyesapnya sebentar lalu meneguknya sampai habis.“Sarapan dulu nduk, mama bikin omelet kesukaanmu.”“Hum, tinggal lima belas menit lagi, aku harus berangkat ke kantor. Takut macet.”Ujarnya mencomot roti , dengan garpu memotong sedikit omelet menyatukan dengan roti.“Pa, kepriye carane bocah wadon sampeyan,menakutkan. Pantas Dante menunda-nunda melamarmu, makan kok asal mencomot saja.” Ujar mamanya
Tiga bulan kemudian.Acara Dream Wedding Exhibition berjalan sukses. Pak Marco memberikan mereka bonus dan istirahat selama dua hari setelah bekerja habis-habisan pagi sampai malam mempersiapkan peragaan gaun pengantin .Merri berbaring sambil memegang ponselnya karena panggilannya ke dokter Dante tidak mendapat respons, teringat kembali percakapannya dengan teman-temannya ketika Merri menelpon dokter Dante berkali-kali dan tidak mendapat respons. “Aku tidak nyuruh kamu curigain dokter Dante, Mer.Sebaiknya kamu selidiki apa yang dilakukannya jika kamu tidak ada di Semarang. Kamu tiba-tiba datang ke Semarang tanpa mengabarinya atau tanpa disuruh Dante. Selama kita berteman aku melihat kamu waktu pertama kali pacaran dengan dokter Dante wajahmu selalu sumringah, dua tahun terakhir kesumringahmu mulai memudar, ada sedikit beban di wajahmu yang cantik. Jangan terlalu mempercayai lelaki yang selalu menunda melamarmu dengan seribu alasan.” Kata Stella.Merri menghela napas, “Aku sanga
“Aku bahkan ngancam kalau dia betul-betul mencintaiku, besok dia harus ke Surabaya, melamarku di depan mama dan papa kemudian merencanakan pernikahan kilat. ” Stella kaget mendengar perkataan Merri, menoleh ke arah Merri yang memasang wajah datar menatap lurus ke depan. Merri tahu Stella tidak menyetujui keputusannya, “Ella,Kebohongan Dante membahagiakan aku , ternyata kebahagiaan sesaat yang aku dapatkan itu rapuh , tidak tahan lama. Kebahagiaan berakhir dengan sakit hati, kekecewaan, merobek kepercayaan dan menghancurkan masa depanku.” “Mer, sebaiknya kamu jangan ambil keputusan di situasi hatimu yang sedang labil, bisa fatal jadinya.” “Apa yang sudah kuputuskan, tetap menjadi keputusanku sekalian melihat apakah Dante benar-benar mencintaiku. Hubungan kami sudah terlanjur jauh,aku harus mempertahankan Dante, mungkin bukan cinta yang kupertahankan tapi masa depanku. Pria mana yang mau menjadikanku isterinya jika aku tidak lagi perawan? Pria bangsa kita masih menomor satukan ke
Dokter Dante melemparkan ponselnya ke ranjang lalu merebahkan dirinya, ada kegelisahan di hatinya. Pereselingkuhannya dengan dokter Anjel kepergok Merri. Untung Merri tidak membuat keributan. Mendengar teriakan Merri ,”Brengsek!” Dante mengenal suara Merri, langsung usahanya untuk mencapai puncak kenikmatan bersama dokter Angel kandas di tengah jalan, terkulai lemas di atas tubuh dokter Anjel yang terus mencengkeram pundaknya.“Aku belum selesai…”Tanpa mengatakan sepatah katapun, dokter Dante langsung turun dari ranjang mencari pakaiannya yang berhamburan di lantai, keluar kamar tidur mencari Merri. Tidak ada Merri di ruang tamu, kegelisahan menghampiri dirinya, dengan gerak cepat keluar kamar apartemen , menunggu lift yang sedang turun ke bawah, tidak sabar menuju tangga darurat dengan gerak cepat agar dapat menyusul Merri.Berapa kecewanya ketika sampai di lobbi tidak menemukan Merri, ditatap resepsionis dengan tatapan curiga,” Mas, kamu lihat adikku yang dari Surabaya?”“Iya dok
“Menikahlah denganku , aku akan memberimu posisi Direktur Utama ,” Ucap dokter Anjel ditatap. dokter Dante tidak percaya mendengar ucapan dokter Anjel.“Aku serius dengan lamaranku, menikahlah denganku. Tinggalkan pacar imutmu, mmm, pacarmu yang tubuhnya seperti papan. Bedakan denganku? Semuanya indah dipandang dan dipegang.” Katanya sambil mendekat mengecup bibir dokter Dante, “Aku pulang dulu, mau ketemu papa.”Mata dokter Dante mengiringi langkah dokter Anjel menuju pintu. Ketika pintu apartemennya tertutup, ia merenung, hari ini dua wanita melamarnya, Merri dan dokter Anjel , bukannya membuatnya tersanjung karena dilamar dua wanita tetapi hatinya resah bercampur gelisah.Keesokan harinya,Rumah sakit tempat dokter Dante dan dokter Anjel bekerja sibuk ada sesuatu yang terlihat lain dari hari-hari biasanya. Seluruh staf rumah sakit dan beberapa dokter muda berdiri di depan pintu lift terdengar suara bisik-bisik, salah satu bisikan lewat telinga dokter Dante,”Dia baru setahun lebi
Suasana di kediaman keluarga Kristanto yang megah dan berkelas nampak ada sedikit kesibukan. Rumah mewah bergaya modern , taman yang luas , tertata dan terawat apik seolah akan menerima tamu penting pagi menjelang siang. Di ruang tamu utama,lampu-lampu Kristal yang menggantung di tengah ruangan menambah keindahan rumah milik keluarga Kristanto.“Mer, jam berapa pesawat dokter Dante mendarat?” tanya mamanya.“Jam delapan lebih,nanti Merri jemput di Juanda.” Jawab Merri.“Sebaiknya kamu jangan menyetir, biarkan pak Tono menemanimu.”“Jangan ma, aku dan mas Dante mau lepas kangen sekalian bicarakan beberapa hal penting.”“Pembicaraannya bisa waktu dia melamarmu? Apa hal penting yang kamu ingin bicarakan?”“Mama ada beberapa hal yang perlu aku jelaskan ke mas Dante , pribadilah!”“Terserah, sebaiknya Tono mengantarmu ke bandara, ““Mama, sepertinya aku tidak pernah bawa mobil sendiri ke bandara. Siapa yang jemput mama kalau mama pulang dari tur ke Eropa dan sebulan yang lalu dari Korea?
“Selamat sore dokter Bimantoro, suatu kehormatan bapak yang sedemikian sibuk berkenan datang ke kantor saya.” Sapa dokter Goritman Atmaja, Direktur Utama RS. Santosa Husada yang langsung menyambut dokter Bimantoro Santosa , Ketua Yayasan RS Santosa Husada.Tanpa menjawab sapaan dokter Goritman, dokter Bimantoro langsung menuju ke kursi kerja yang ditinggalkan dokter Goritman karena menyambut dokter Bimantoro di depan pintu.“Hum, kursi ini masih empuk. Sudah dua puluh lima tahun kursi ini bercokol di sini. Lima belas tahun kamu duduk di kursi ini masih terasa empuk. Sulit meninggalkan kursi ini?” tanya dokter Bimantoro dengan seyum sarkastik, matanya menunjukkan ekspresi meremehkan.Pertemuan mendadak meresahkan dokter Goritman yang berdiri di ujung meja kerjanya menatap dokter Bimantoro .“Saya pernah duduk di kursi ini, sepuluh tahun lamanya aku sebagai direktur utama, dua periode aku menduduki kursi ini.”“Um.. kursi yang bapak maksudkan sudah diganti .” Ujar dokter Goritman.“
Di kamar tidur, Merri terus menggerutu , menurutnya Dragnar telah mempermainkan dirinya, seolah dia menyambut kemudian mencampakkan hasrat dan gairah Merri membuat Merri susah payah menentramkan jantung dan denyutan di bawah perutnya."Dia telah membuat jantungku meloncat-loncat tak karuan,nyeri di bawah perutku kembali berdenyut ingin dipuaskan.” Geram Merri berusaha menghilangkan rasa kecewanya.“Rupanya psikopat itu senang melihatku tersiksa menahan dorongan seksual yang muncul karena godaannya.” Umpat Merri.Akhirnya Merri memutuskan untuk menghindar dari Dragnar , mengurung diri seharian di kamar. Keheningan kamar tidur tanpa ada suara membuat pikirannya terdorong untuk mengingat sesosok wajah yang dirindukan sekaligus dibencinya,”Kamu sedang apa? Apakah kamu bahagia di sana dengan perempuan itu? Mengapa kamu memilih dia untuk menyemaikan benihmu? Aku selalu kau jejali dengan pil pencegah hami agar aku tidak hamil. Alasannya jangan sampai aku hamil sebelum kamu melamarku. A
Oh…Kau…!!” Kata Merri nyaris menjerit melihat wajah di balik masker yang terbuka. Senyum kecil di wajah tampan berselubung dingin , percaya diri, ditambah pesan menggoda seolah puas baru melakukan kejutan yang membuat Merri terkaget-kaget setelah mengetahui wajah di balik masker.“Surprise,” Bisik Dragnar.Merri menggeleng tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, jemarinya mencengkeram kaos yang dikenakan Dragnar.“Oom Danur?”“Hum, si manusia salju.” Jawab Dragnar, tersenyum lebar menatap Merri dalam-dalam. Wajah Merri terlihat pucat , Dragnar bisa merasakan detak jantung Merri yang berusaha duduk, refleks Dragnar menahan Merri membiarkannya terus berbaring di ranjang.“Aku ingin merasakan detak jantungmu. Detak jantungmu seirama dengan detak jantungku,”Kata Dragnar meraih tangan Merri diletakkan di dadanya yang bidang, lalu tangannya diletakkan di dada Merri yang bergedub lebih kencang ketika tangan Dragnar menyentuh payudaranya.“Apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganmu.“ Prote
Matahari menerobos melalui vitrage tipis , menerpa wajah Merri yang masih tertidur lelap memberi kehangatan di wajahnya. Mata yang terpejam perlahan-lahan terbuka,berusaha mengusir kantuk yang masih tersisa. Merri menggeliat malas di ranjang, matanya langsung terbuka lebar mendapati miss Franka berdiri di depan pintu kamar ,”Selamat pagi nyonya,anda terlihat tidur lelap sekali.”“Pagi juga, apa yang kamu lakukan di kamarku?” tanya Merri.“Saya ingin membangunkan nyonya tapi nyonya terlihat tidur lelap, saya tidak sampai hati membangunkan.”“Hum..”Merri kemudian duduk di tepi ranjang,siluet nya dalam gaun tidur dengan rambutnya yang berantakan tergambar di cermin meja rias, segera dirapikan rambutnya.“Nyonya silahkan mandi, tuan menunggu nyonya untuk sarapan,”Merri menatap miss Franka ingin mengatakan sesuatu, akhirnya dibatalkan hanya ngedumel dalam hati,’Aku diperintah oleh suamiku dan perempuan ini mengatasnamakan suamiku memerintahku,’ Batinnya.“Bisakah kamu meninggalkan saya s
Sampai di rumah besar milik Dragnar Braspati, Merri disambut Dragnar di depan pintu ruang tamu.“Bagaimana pertemuan dengan teman-temanmu?” Tanya Dragnar.“Menyenangkan dan Enak.”“Hum…”“Menyenangkan karena aku bisa tertawa, enak karena mereka memuji masakannya, terutama steaknya.” Jawab Merri sambil mengangkat kakinya melepaskan high heels.“Kamu terlihat capek, istirahatlah sejenak. “Ujar Dragnar, suaranya tegas , di telinga Merri sepertinya dia diperintah.“Saya akan melihat mama.”“Mamamu sedang istirahat. Nanti sore kita menemui mama.”“Mama di mana?”Tanya Merri dengan intonasi tinggi dengan emosi marah.“Di kamarnya. Mengapa marah? Jangan khawatir mamamu. Suster Lidya menjaganya 1 kali 24 jam.”“Aku ingin melihat apakah mama baik-baik saja. Hanya dia yang kumiliki di dunia ini.” Kata Merri.“Honey, di samping mama ada aku di sisimu.Aku sekarang sudah suamimu.”“Hum.. Bisakah aku melihat mama?”Tanya Merri yang sudah terlihat tenang.“Baiklah.”Tanpa menunggu Dragnar mengayuh kur
“Jika aku menerima kesepakatan, apakah aku tetap kau perkenankan merawat mama?” Tanya Merri.Dragnar langsung mengambil keputusan,”Kamu pindah ke rumahku.”“Apa? Kita belum suami isteri.”“Rumah sakit bukan tempatmu.”“Belum menikah kamu sudah pakai jurus memerintah, aku tidak akan meninggalkan mama sendirian di rumah sakit!” Kata Merri dengan nada keras.“Siapa bilang mamamu tetap di rumah sakit, dia calon mertuaku. Dia ikut bersamamu , suster Lidya yang akan merawatnya.”Merri menatap Dragnar,’Penuh percaya diri ini orang ,percaya dirinya yang berlebihan membuatnya sok berkuasa.’“Kita akan membicarakan beberapa hal sebelum menikah. Jangan takut, aku tidak akan menyentuhmu sebelum kita menikah meskipun melihatmu ada keinginan untuk menciummu.”“Tidak bermoral.” Jawab Merri disambut tawa terkekeh Dragnar."Honey, aku pria baikbaik tidak akan menyentuhmu sebelum ikatan yang sah. Hum.. aku terpesona dengan bibirmu setiap kau melontarkan kata-kata kejam kepadaku, semakin menggairahkan
Tepat jam 20.00 malam, ponsel Merri berdering, Merri melihat log panggilan lalu tersenyum masam,”Hallo, anda tepat waktu.”“Hum, aku memang tidak suka orang yang mempermainkan waktu. Waktu bagiku sangat berharga, seharian pikiranku hanya pada kesepakatan membuat aku tidak fokus.”“Ada beberapa hal yang ingin saya bicara pribadi dengan anda.”“Pribadi, rahasiamu? Semua rahasiamu aku ketahui.”“Jangan ngawur! Jangan bertidak sebagai Tuhan, meskipun anda punya kuasa dan keuangan yang hebat!”Sindir Merri.“Ok, tentukan saja tempatnya di hotel bintang lima,semoga kita semakin komunikatif?”“Di rumah sakit.”“Ok, di kamarmu di lantai 26. Aku segera menuju ke sana. “Kata Dragnar penuh keyakinan bahwa Merri akan menerima tempat yang ditawarkan.“Aku akan menunggumu di kamar.”“No, kamu tunggu di kamar calon mama mertua. Aku ingin menjenguknya dan menyapanya. Dia harus mengenal calon anak mantunya.” Ujar Dragnar penuh pecaya diri.“Percaya diri banget, belum tentu aku mau menjadi isterinya,” gu
Merri keluar dari ruang pertemuan dengan kesal, “Mau menikah untuk mendapatkan keturunan. Pasti bukan satu anak tapi beberapa anak, memangnya aku mesin pencetak anak?” gumamnya sambil menghentakkan kakinya.Tiba-tiba sosok wanita tinggi tegap menghalangi langkah Merri, “Perintah pak Dragnar, mbak sebaiknya membaca dulu draft kesepakatan.”“Perintah?” Merry mendengus.” Saya bukan pegawainya, dia tidak berhak memerintah saya.” Kata Merri mendorong wanita tinggi tegap itu. Dengan gaya yang gesit wanita itu menangkap tangan Merri dan mengunci gerakannya hingga Merri tak bisa berkutik.“Maafkan saya mbak Merri, mohon jangan melawan keinginan pak Dragnar.”Ujar wanita itu dengan nada rendah tapi tegas tetap mengunci tubuh Merri.“Miss Franka, lepaskan dia!”Terdengar suara bariton menggema di ruang tamu.Wanita tinggi tegap itu bernama Franka melepaskan pegangannya membiarkan Merri mengurut pergelangan tangannya.Kursi roda dengan penumpangnya Dragnar Braspati mendatangi Merri yang masih sibuk
Merri menatap keluar jendela mobil mengagumi bangunan rumah di kawasan perumahan elite terkenal prestisius, rumahnya mewah-mewah ,hadir dengan pilar-pilar tinggi, nuansa Eropa yang elegan,tempat hunian para bigboss dan konglomerat.Rumah Merri juga terletak di perumahan elite tapi tidak ada nilai prestisius seperti perumahan yang terpampang di depan matanya. ‘Harganya pasti selangit,disamping eklusif ada nilai-nilai tambahan yakni berkualitas tinggi, nilai lingkungan bermerek dan nilai kehormatan . Perumahan yang dihuni mereka yang mempunyai nilai keuangan yang tak terhitung jumlahnya ,para kalangan terhormat, artis papan atasMobil Alphard berhenti di depan rumah besar, sekretaris yang menjemputnya ternyata bukan pria tampan, pria berumuran empat puluhan, tinggi, wajahnya lumayan, tidak seperti si tampan yang selalu tersenyum, sikapnya dingin dan professional. Dengan langkah tegas mengantar Merri masuk ke dalam rumah yang bagaikan istana.“Mbak Franka, sampaikan ke bigbos
Merri mulai menyadari ada sesuatu yang salah dengan mamanya, setiap Merri memanggilnya ,”Mama.., aku Merri,” Mamanya hanya menatap dengan tatapan kosong , lalu bertanya,”Siapa kamu, mana anakku,”“Ma, yang sedang bicara dengan mama, Merri , anaknya mama…”“Merri…?” teriak ibu Anna, seperti ada yang dicari, matanya melihat kemana-mana dengan liar.Merri yang duduk di sampingnya tidak dikenalnya, Merri hanya mampu menahan tangisnya kemudian menekan tombol untuk memanggil perawat.“Sus, mengapa mamaku tidak mengenal saya?” Tanya Merri frustasi.“Saya panggil dokter untuk periksa apa yang menyebabkan ibu Anna tidak mengenal mbak Merri,”ujar suster lalu pergi meinggalkan Merri sendiri di kamar.Tidak lama dokter datang, memeriksa kepala ibu Anna,”Benjolan di kepala penyebab benturan keras yang dialami ibu Anna.” Ujar dokter lalu memandang ibu Anna,”Apakah ibu bisa melihat saya?” Tanya dokter.Ibu Anna yang berbaring hanya menatap dokter dengan tatapan kosong, tanpa ekspresi.“Sementara s