“Cukup Rania. Bawa saja saya sekarang. Saya siap.” Rangga mengulurkan tangan. Polisi segera memasang borgol di tangan Rangga.“Tidak, jangan bawa suamiku, aku mohon.” Rania histeris dan terus memegangi suaminya.“Tenang Rania. Alex yang akan mengurus semuanya. Aku pastikan aku takkan lama berada di sana.” Rangga berusaha menenangkan sang istri.‘Maaf, bisa saya tahu siapa pelapornya?” Alex mencoba menggali informasi.“Aku!”Semua mata tertuju kepada seorang pria yang masuk dengan tatapan penuh kemenangan.“Joni?!” Rangga dan Alex terkejut.“Darimana dia bisa tahu, Alex?” tanya Rangga kepada Alex.“Saya juga tidak tahu, Tuan.” Jawab Alex lirih.“Aku pastikan kau akan membusuk dalam penjara, Rangga!” seru joni.“Jangan harap itu bisa terjadi! Takkan ada yang bisa menghukumku! Neraka sekalipun, takkan bisa membakar tubuhku! Tunggu pembalasanku Joni!” Rangga begitu emosi. Dia mengayunkan tangannya ingin memukul joni. Tapi tidak bisa. Dia lupa kalau tangannya sudah di borgol.“Ha ... ha...
“Pak polisi. Tolong ijinkan istri saya untuk ikut bersama saya. Saya berjanji dia tidak akan mengganggu selama perjalanan. Saya mohon.” Rangga berbicara dengan pelan. Tak ada emosi di dalamnya. Rangga seorang pria yang berjiwa besar. Semua adalah konsekuensi yang harus dijalani karena telah melakukan sebuah kesalahan besar.“Baiklah, pak.”jawab petugas.“Alex, bawa pak penghulu, ayah Rania juga dua orang saksi. Aku akan meminta waktu supaya di ijinkan untuk mengikat janjiku di sana. Kau mau sayang?” Rangga menatap penuh kemesraan kepada sang istri.“Aku mau, aku mau.” Rania menganggukkan kepala sembari tersenyum.“Hapuslah airmatamu.” Rangga mencoba tersenyum, walau jauh dalam lubuk hatinya sangat terasa sakit.“Aku ingin kau yang menghapusnya. Aku yakin, hanya kau yang mampu menghapus kesedihan di hari-hariku selanjutnya.” Wajah Rania terlihat lebih cerah.‘Tapi bagaimana caranya sayang. Kau lihat sendiri’kan kalau tanganku di ....”“Sst,” Rania meletakkan telunjuknya di bibir sang s
BAB 76“Tunggu, Alex! Apa kau serius dengan ucapanmu?!” Rangga sangat terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh anak buahnya.“Jangan lari, Joni!” seru Alex dan berniat untuk mengejarnya. Namun langkahnya dihentikan oleh sang tuan.“Tidak usah di kejar! Lebih baik kau jelaskan padaku apa yang sudah kau katakan!”“Saya tak pernah becanda dengan peristiwa sebesar ini, Tuan!” jawab Alex dengan pasti.“Artinya, saya tidak bisa di tangkap dong. Pak, kalian dengar’kan apa yang dikatakan oleh anak buah saya tadi?” Rangga bertanya kepada petugas.“Nanti bisa dijelaskan di kantor pak. Maaf, kami hanya mejalankan tugas. Kami sharus membawa bapak sekarang juga.”“Tapi ....”“Ikut saja Tuan. Saya akan menyelesaikan semuanya. Percayalah, semua pasti baik-baik saja.” Alex berusaha menenangkan sang tuan.Mobil polisi yang membawa Rangga dan Rania segera berangkat. Disusul oleh rombongan Alex dan yang lainnya.*****Rangga segera di gelandang menuju kantor polisi dan menunggu BAP. Rania
“Sayang, bukan itu maksudku.”“Tuan jahat!” Rania berlari keluar. Dia tak peduli dengan panggilan suaminya. Hatinya begitu lara. Harapan yang semula indah, kini sia-sia. Tak ada badai dan juga petir, sang suami yang sangat di cintai, menolaknya. Rania merasa malu, karena terlalu percaya diri oleh rayuan sang tuan.Rania menghentikan langkah di depan kolam ikan area kantor polisi. Wanita itu menangis sembari memegangi dadanya yang terasa sakit pada bagian dalam. Dadanya naik turun menahan tangis yang menyesakkan. Ingin rasanya mengakhiri hidup untuk terhindar dari rasa malu. Tak menyangka kalau pria yang paling di cintai telah mencabik-cabik hatinya hingga menimbulkan luka yang sangat dalam. Perih dan sakit.“Nyonya Rania, Tuan Rangga tidak bermaksud menolakmu. Dia hanya ingin memberikan yang terbaik untukmu. Percayalah, Tuan sangat mencintaimu dan akan mempersuntingmu di waktu dan tempat yang tepat. Permisi, saya akan menyelesaikan sebuah urusan. Titip Tuan ya nyonya. Dalam kondisi se
“Sudahlah, aku tau kau menginginkanku. Itu alasannya kau menyelamatkanku. Ayo, kita habiskan waktu bersama.” Ucap Diana dengan santai dan duduk di sofa dengan posisi sangat menantang. Dia wanita yang berpengalaman. Dengan posisinya yang menggoda tak mungkin seorang pria tak menginginkannya. Dia menatap wajah Alex yang terus menatapnya dengan tajam. Diana menghitung mundur. Dia yakin dalam hitungan kedua, Alex pasti akan menyerangnya dan membawanya ke puncak nirwana. Sudah cukup lama Diana tak melakukannya. Dia sudah sangat rindu akan belaian seorang pria.Sayangnya dugaannya meleset. Alex memang mendekatinya tapi bukan untuk menghabiskan waktu bersama. Dia menekan leher Diana hingga wanita itu merasa sesak nafas.“Aku menyelamatkanmu bukan karena menginginkanmu. Tapi karena aku tidak mau tuan Rangga masuk penjara. Aku sudah memperhitungkannya dengan matang. Kau sangat licik pasti bisa melakukan apapun!” Alex melepas tangannya dengan kasar. Dia lalu mengambil ponsel dan memberikannya k
“Kemana?”“Kantor polisi.”“Apa kau mau memenjarakanku?” tanya Diana dengan wajah yang memucat.“Itu tergantung dirimu. Kalau kau mau menuruti semua kata-kataku, aku pastikan kau akan selamat dari hukuman. Tapi kalau kau menghianati, aku pastikan kau takkan pernah menghirup udara bebas lagi!” jawab Alex penuh dengan ancaman.“B-baik, aku ganti pakaian dulu. Apa Marchel boleh ikut denganku? Aku takut terjadi apa-apa dengan anakku.” tanya Diana kembali.‘Marchel urusan nanti. Aku jamin, dia aman di sini.” Jawab Alex mantap.Alex dan yang lainnya keluar dan menunggu Diana yang sedang bersiap-siap.Setelah Diana siap, tanpa membuang waktu Alex segera membawa Diana menuju kantor polisi.****Alex tiba di kantor polisi. Tanpa membuang waktu, dia lalngsung membawa Diana ke hadapan tuannya dan juga petugas.“Pak polisi. Saya membawa nyonya Diana. Keadaannya baik-baik saja. Semua tuduhan pada Tuan Rangga adalah fitnah.”Ucapan Alex mengagetkan Rangga dan Rania. Mereka yang sedang duduk berdamp
BAB 8O“Mas,” sapa Rania kepada suaminya.“Hmm.” Jawab Rangga mesra sambil menggenggam erat jemari Rania.“Kok diana masih hidup, ya. Bukannya kau telah menghabisinya?” tanya Rania dengan hati-hati.“Itulah yang sedang kupikirkan sayang. Aku sendiri yang mendorong tubuhnya ke jurang dan terseret ombak. Bagaimana mungkin dia bisa menyelamatkan diri tanpa bantuan orang lain.” Tatapan Rangga menerawang. Benar-benar tak habis pikir. Seperti punya nyawa dua saja wanita itu.“Kenapa bisa bersama Alex?” tanya Rania kembali.“Aku juga tak tahu. Alex tak pernah cerita apapun padaku.”“Apa Alex punya maksud lain terhadapnya?”“Aku masih belum bisa meraba-raba. Aku sangat mengenal Alex. Tak mungkin dia melakukan hal yang membahayakan tanpa tujuan yang besar. Sudahlah, tidak usah dipikirkan sekarang. Kita harus fokus kepada pernikahan kita. Semoga takkan ada lagi halangan.” Rangga membelai pipi Rania dengan lembut, lalu mengecup keningnya.Tibalah Rangga dan Rania di rumah. Tak mau membuang wakt
“Iih, aku kan belum jawab.” Rania memprotes suaminya. Namun saat matanya terbuka, dia sangat terkejut dengan pemandangan di hadapannya. Langit indah yang bertabur bintang menemani purnama yang bersinar terang. Suasana sepi dan indahnya gemerlap lampu ibukota yang meliuk dengan indah. Semua menyilaukan mata. Indah sekali, bak berada dalam negeri dongeng.“Kita berada di mana?” tanya Rania pada suaminya.Lengan kekar itu kembali melingkar di perutnya. Rangga membisikkan kata mesra. “Kita sedang berada di surga. Lihatlah ranjang yang ada dalam kamar. Tempat itu yang akan membawa kita ke dalam surga yang sesungguhnya.”Rania mencubit lengan suaminya. Pipinya merah merona. Debaran jantungnya kian kencang. Benarkah ini bukan mimpi. Pria tampan yang ada bersamanya benar-benar nyata. Apakah kebahagiaan ini juga benar-benar nyata. Rania ingin bertanya langsung kepada suaminya. Dia lalu membalikkan badan dan berhadapan dengan suaminya.Debaran pada jantungnya kian menguat saat tatapan mereka be
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.