BAB 8O“Mas,” sapa Rania kepada suaminya.“Hmm.” Jawab Rangga mesra sambil menggenggam erat jemari Rania.“Kok diana masih hidup, ya. Bukannya kau telah menghabisinya?” tanya Rania dengan hati-hati.“Itulah yang sedang kupikirkan sayang. Aku sendiri yang mendorong tubuhnya ke jurang dan terseret ombak. Bagaimana mungkin dia bisa menyelamatkan diri tanpa bantuan orang lain.” Tatapan Rangga menerawang. Benar-benar tak habis pikir. Seperti punya nyawa dua saja wanita itu.“Kenapa bisa bersama Alex?” tanya Rania kembali.“Aku juga tak tahu. Alex tak pernah cerita apapun padaku.”“Apa Alex punya maksud lain terhadapnya?”“Aku masih belum bisa meraba-raba. Aku sangat mengenal Alex. Tak mungkin dia melakukan hal yang membahayakan tanpa tujuan yang besar. Sudahlah, tidak usah dipikirkan sekarang. Kita harus fokus kepada pernikahan kita. Semoga takkan ada lagi halangan.” Rangga membelai pipi Rania dengan lembut, lalu mengecup keningnya.Tibalah Rangga dan Rania di rumah. Tak mau membuang wakt
“Iih, aku kan belum jawab.” Rania memprotes suaminya. Namun saat matanya terbuka, dia sangat terkejut dengan pemandangan di hadapannya. Langit indah yang bertabur bintang menemani purnama yang bersinar terang. Suasana sepi dan indahnya gemerlap lampu ibukota yang meliuk dengan indah. Semua menyilaukan mata. Indah sekali, bak berada dalam negeri dongeng.“Kita berada di mana?” tanya Rania pada suaminya.Lengan kekar itu kembali melingkar di perutnya. Rangga membisikkan kata mesra. “Kita sedang berada di surga. Lihatlah ranjang yang ada dalam kamar. Tempat itu yang akan membawa kita ke dalam surga yang sesungguhnya.”Rania mencubit lengan suaminya. Pipinya merah merona. Debaran jantungnya kian kencang. Benarkah ini bukan mimpi. Pria tampan yang ada bersamanya benar-benar nyata. Apakah kebahagiaan ini juga benar-benar nyata. Rania ingin bertanya langsung kepada suaminya. Dia lalu membalikkan badan dan berhadapan dengan suaminya.Debaran pada jantungnya kian menguat saat tatapan mereka be
Sudahlah tak perlu mengingat masalalu yang hanya akan menyesakkan dada. Kini rangga hanya akan terfokus kepada satu-satunya istri yang sangat di cintainya.“Mas mau ngapain?” tanya Rania ketakutan.“Ya mau kamu lah.” Jawab Rangga meledek sang istri sambil membelai pipinya.“Iih jangan sekarang. Tadi janjinya gimana?” Rania menepis tangan Rangga pelan dan menagih janji suaminya.“Janji yang mana ya?” Rangga berpura-pura lupa.“Iih jangan pura-pura lupa deh.” Jawab Rania kesal. Dia lalu melangkah melewati suaminya dengan kesal. Namun dengan sigap Rangga menghentikannya dan menggendong tubuh sang istri. Awalnya Rania menolak. Lama-lama, terdiam lalu melingkarkan lengannya pada leher sang suami. Tatapan keduanya beradu dan saling menikmati wajah yang kian mempesona.Rania terlihat memasrahkan diri. Dalam diam, dia meletakkan kepala pada dada bidang sang suami dan memejamkan mata. Rangga memahami kode sang istri. Dia lalu meletakkan tubuh sang istri di atas ranjang. Tak lupa Rangga menutup
“Apa mungkin Rania berbohong. Benarkah dia sudah pernah melakukan sebelum denganku?” Hati Rangga diliputi kebimbangan. Walau dia sendiri yakin dan percaya sepenuhnya, tetap saja hal itu menjadi ganjalan dalam hatinya.“Sayang, lagi ngapain?” Rania memeluk tubuh suaminya dari arah belakang. Dia mulai agresif terhadap sang suami. Tak ada rasa malu. Dia sudah menyerahkan dirinya secara utuh dan tak ada sekat lagi antara keduanya.“Aku .... aku ....” Rangga tak meneruskan ucapannya. Tangannya meremas seprei dengan keras. Wajahnya menegang.“Aku sudah memasak hidangan special untukmu. Sup ayam hangat dan nasi merah kesukaanmu. Kau pasti suka. Aku akan membuat perutmu menjadi gendut.” Rania mencubit perut suaminya dan mengitiknya. Sang suami tak merespon. Dia hanya menyingkirkan lengannya. Rania terkejut dengan respon sang suami. Tak biasanya dia seperti ini. Apalagi setelah malam indah yang sudah mereka lalui bersama. Tak mungkin suaminya berubah secepat itu.“Ada apa sayang?” Rania meliha
BAB 84“Aku menerimanya, Rania. Aku tak marah dengan tamparan ini. Aku tetap menanti kejujuranmu, hingga aku tak salah dalam menentukan langkah yang akan kuambil.”“Baik. Akan aku katakan yang sejujurnya kepadamu. Tapi dengan satu syarat.” Ucap rania dengan penuh emosi. Sorot matanya sangat tajam, seolah siap membakar tubuh siapapun yang ada di hadapan.“Apa?”“Apapun yang akan kukatakan nanti, kau tetap harus memenuhi permintaanku!” jawab Rania dengan tegas. Dia menghapus airmata di pipi.“Selama bisa kulakukan, akan kupenuhi.”“Baiklah. Tapi sebelumnya, dengarkan seluruh perkataanku tanpa memotongnya. Kau setuju?!”“Iya, aku setuju.” Rangga menundukkan kepala.“Aku mau menikah denganmu, karena kupikir kau orang yang baik. Walau kita berbeda kasta, tapi kau tak pernah memandangku rendah. Itulah alasan kenapa aku mau menikah denganmu. Selain ketampananmu, kebaikanmu telah membuatku jatuh cinta. Mencintaimu adalah nafasku. Menikah denganmu adalah hal yang paling indah dalam hidupku. N
BAB 85“Buka pintunya! Kau sudah berjanji untuk memenuhi keinginanku! Cepat atau aku akan bunuh diri di hadapanmu! Aku akan menggigit lidahku sekarang juga” rania tak main-main dengan ancamannya. Dia menjulurkan lidah sedikit demi sedikit.“Cukup Rania. Jangan sakiti dirimu. Aku akan penuhi permintaanmu. Tapi hanya membuka pintu saja. Aku takkan pernah menalakmu sampai kapanpun.”“Aku tidak peduli. Cepat buka pintunya!”Rangga segera membuka pintu dengan keycard. Setelah berhasil, dia menyandarkan tubuhnya pada pintu sejenak sembari memejamkan mata. Kakinya terulur ke depan hingga menutupi jalan.“Tolong, beri aku jalan.” Pinta Rania.Rangga membuka mata dan menatap wajah wanita yang sangat di cintainya. Baru semalam kebahagiaan diraihnya. Puncak asmara berhasil digapai dengan bermandi peluh dan keindahan. Kini kenapa bisa semudah itu lenyap. Kebahagiaan hanya sudi mampir sejenak dalam kehidupannya. Semua karena kebodohannya. Ketidakpercayaan sudah menghancurkan pernikahan yang masih
“Rania. Jawab sayang. Apa kau mau memaafkan aku? Kau ingat rencana bulan madu kita? Bukankah kau belum pernah keluar negeri. Aku ingin memenuhi keinginanmu untuk keliling dunia. Hanya ada aku dan kau. Kita akan menikmati dunia yang hanya ada kita berdua di sana.”“Cukup Rangga. Aku tak pernah meminta apalagi memaksamu untuk membawaku keliling dunia. Aku tidak matre dan cukup tahu diri.”“Maafkan, aku. Tapi aku tidak bermaksud untuk ....”“Sudahlah. Biarkan aku pergi. Aku akan membawa luka hatiku tanpa dirimu. Hanya aku yang akan merasakan kepedihan ini. Semoga kau bahagia.”Perlahan Rania berdiri dengan separuh dari kekuatannya. Kepedihan membuat tubuhnya lemas seketika. Rania butuh sandaran. Butuh penyangga tubuhnya. Namun tak ada lagi yang mau menyangga kesedihannya. Keterpurukan juga sakit hatinya. Keputusan sudah bulat. Menjauh dari sang suami dan mencoba melupakannya.‘Terimakasih untuk malam yang indah. Malam yang membuatku merasa sangat bahagia. Belaianmu, harum nafasmu dan pel
“Agus. Kau ikuti nyonya Rania. Jangan berikan dia akses kendaraan apapun. Blokir seluruh akses nyonya untuk keluar dari lingkungan appartemen ini. Cepat kerjakan tugasmu dengan baik!” perintah Alex kepada anak buahnya.“Baik.” Tanpa menunggu lama, pria itu segera melaksanakan tugasnya.Alex berusaha membawa masuk sang tuan. Walau telah berhasil mengunci pergerakannya, dia tetap saja kesusahan. Tenaga sang tuan sangat kuat. Sepanjang perjalanan dia terus meronta. Dengan usaha yang cukup melelahkan, alex berhasil membawa masuk ke unit appartemen milik tuannya.Alex menghempaskan tubuh Rangga di sofa. Nafas Alex terlihat tidak beraturan. Dia terlihat sangat lelah.“Tinggalkan kami berdua.” Perintah alex kepada anak buahnya.“Baik pak.” Lelaki itu bergegas meninggalkan ruangan.Saat Alex lengah sedikit saja, sang tuan mencoba meraih barang apa saja di dekatnya lalu memecahkannya. Vas bunga, guci setinggi pinggang orang dewasa, gelas dan entah apalagi. Alex menghela nafas. Tak tahu lagi ap
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.