BAB 85“Buka pintunya! Kau sudah berjanji untuk memenuhi keinginanku! Cepat atau aku akan bunuh diri di hadapanmu! Aku akan menggigit lidahku sekarang juga” rania tak main-main dengan ancamannya. Dia menjulurkan lidah sedikit demi sedikit.“Cukup Rania. Jangan sakiti dirimu. Aku akan penuhi permintaanmu. Tapi hanya membuka pintu saja. Aku takkan pernah menalakmu sampai kapanpun.”“Aku tidak peduli. Cepat buka pintunya!”Rangga segera membuka pintu dengan keycard. Setelah berhasil, dia menyandarkan tubuhnya pada pintu sejenak sembari memejamkan mata. Kakinya terulur ke depan hingga menutupi jalan.“Tolong, beri aku jalan.” Pinta Rania.Rangga membuka mata dan menatap wajah wanita yang sangat di cintainya. Baru semalam kebahagiaan diraihnya. Puncak asmara berhasil digapai dengan bermandi peluh dan keindahan. Kini kenapa bisa semudah itu lenyap. Kebahagiaan hanya sudi mampir sejenak dalam kehidupannya. Semua karena kebodohannya. Ketidakpercayaan sudah menghancurkan pernikahan yang masih
“Rania. Jawab sayang. Apa kau mau memaafkan aku? Kau ingat rencana bulan madu kita? Bukankah kau belum pernah keluar negeri. Aku ingin memenuhi keinginanmu untuk keliling dunia. Hanya ada aku dan kau. Kita akan menikmati dunia yang hanya ada kita berdua di sana.”“Cukup Rangga. Aku tak pernah meminta apalagi memaksamu untuk membawaku keliling dunia. Aku tidak matre dan cukup tahu diri.”“Maafkan, aku. Tapi aku tidak bermaksud untuk ....”“Sudahlah. Biarkan aku pergi. Aku akan membawa luka hatiku tanpa dirimu. Hanya aku yang akan merasakan kepedihan ini. Semoga kau bahagia.”Perlahan Rania berdiri dengan separuh dari kekuatannya. Kepedihan membuat tubuhnya lemas seketika. Rania butuh sandaran. Butuh penyangga tubuhnya. Namun tak ada lagi yang mau menyangga kesedihannya. Keterpurukan juga sakit hatinya. Keputusan sudah bulat. Menjauh dari sang suami dan mencoba melupakannya.‘Terimakasih untuk malam yang indah. Malam yang membuatku merasa sangat bahagia. Belaianmu, harum nafasmu dan pel
“Agus. Kau ikuti nyonya Rania. Jangan berikan dia akses kendaraan apapun. Blokir seluruh akses nyonya untuk keluar dari lingkungan appartemen ini. Cepat kerjakan tugasmu dengan baik!” perintah Alex kepada anak buahnya.“Baik.” Tanpa menunggu lama, pria itu segera melaksanakan tugasnya.Alex berusaha membawa masuk sang tuan. Walau telah berhasil mengunci pergerakannya, dia tetap saja kesusahan. Tenaga sang tuan sangat kuat. Sepanjang perjalanan dia terus meronta. Dengan usaha yang cukup melelahkan, alex berhasil membawa masuk ke unit appartemen milik tuannya.Alex menghempaskan tubuh Rangga di sofa. Nafas Alex terlihat tidak beraturan. Dia terlihat sangat lelah.“Tinggalkan kami berdua.” Perintah alex kepada anak buahnya.“Baik pak.” Lelaki itu bergegas meninggalkan ruangan.Saat Alex lengah sedikit saja, sang tuan mencoba meraih barang apa saja di dekatnya lalu memecahkannya. Vas bunga, guci setinggi pinggang orang dewasa, gelas dan entah apalagi. Alex menghela nafas. Tak tahu lagi ap
“Nyonya tidak sebodoh itu. Saya akan melepas ikatan, kalau emosi tuan sudah tidak meledak lagi. Tuan tahu’kan tadi security datang ke sini?”“Ya! Aku tidak takut! Akan aku hadapi mereka tapi setelah aku menemukan istriku!”Ponsel Alex berbunyi. Dia lalu menerima panggilan video dari anak buahnya. Terlihat Rania yang sedang duduk di bangku taman area appartemen.. Dia lalu memperlihatkan kepada sang tuan dengan terlebih dahulu menutup mulut Rangga dengan telapak tangannya. Alex tak ingin istri tuannya tahu kalau keberadaannya diketahui oleh orang yang tak ingin ditemuinya. Bisa-bisa dia akan menjauh.Rangga berusaha untuk berteriak. Dengan segera Alex mematikan ponselnya. Lalu melepas bekapannya pada sang tuan.“Alex. Lagi-lagi kau membuatku kesal!”“Cukup tuan. Jangan terus emosi. Kemarahan takkan menyelesaikan masalah. Lebih baik tenangkan diri. Lalu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin saja saya bisa bantu.”Rangga menghela nafas lalu menyandarkan tubuhnya pada sofa. Dia me
“Lalu apa jawaban nyonya rania?”“Ya jelaslah dia membela diri. Tak mungkin berani jujur di hadapanku.”“Apa keperawanan sangat penting bagimu, Tuan? Bukankah kau sendiri bukan bujangan? Kenapa harus menuntut kesucian dari nyonya?” alex mencoba bertanya penuh selidik.“Tidak. Bukan itu masalahnya. Kejujuran, itu yang ku inginkan. Kau tahu’kan aku paling tidak suka di bohongi?”“Bagi saya, sangat tidak etis mempertanyakan kesucian seorang istri saat kita sudah menggaulinya. Itu satu hal yang sangat menyakiti perasaan seorang istri.” Jawab alex dengan tatapan yang menerawang.“Apa aku salah? Aku hanya ingin mengetahui yang sebenarnya. Itu saja.”“Tuan tidak salah. Tapi hal itu jelas berpengaruh untuk kehidupan dalam rumah tangga. Kalau memang istri kita jujur.”“Lalu, apa yang harus kulakukan?”“Saya pernah mengalami hal itu. Hampir saja istri saya meminta cerai saat mengalami hal yang sama.”“Jadi istrimu juga tak mengeluarkan darah?” Rangga dengan seksama mendengar cerita alex. Dia be
Rangga merenungi kesalahan yang telah di lakukan. Ingin sekali meminta maaf kepada istri yang sangat di cintainya. Tapi, apa rania mau memaafkannya. Entahlah, Rangga memijit kepala yang tiba-tiba saja terasa pusing.Dengan penuh keraguan Rangga menemui istrinya. Rasa bersalah kembali mendera dalam dada saat melihat wanita yang sangat dicintai menangis tersedu. Ini kesalahan fatal yang pernah dilakukannya. Meragukan kesucian seorang istri hanya karena masalah sepelE. Kenapa juga harus menuntutnya. Rangga menyadari kalau dirinya juga bukan bujangan.“Rania, sayang.” Rangga memberanikan diri memegang bahu sang istri. Namun Rania menepisnya dan berlari tanpa arah. Rangga panik dan menyusul sang pujaan hati. Untung saja Rania kalah cepat oleh suaminya, hingga dengan mudah tersusul.Dengan sigap Rangga memegang bahu Rania lalu memeluk tubuhnya erat. Sang istri terus meronta, tapi Rangga tak peduli. Dia semakin mempererat pelukannya. Mereka tak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan banya
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D