Tepat tengah hari aku sudah sampai lagi di Semarang. Langsung menuju ke penampunganku. Aku menghapus air mata yang terus mengalir. Untuk apa disesali toh semuanya sudah terjadi. Aku harus bangkit untuk menatap masa depan. Tidak mau membahas tentang dia lagi. Waktu sekolah memang aku selalu berkhayal dan meminmpikan hidup yang bahagia dengan sang pangeran yang setia. Namun kenyataan berkata lain. Aku mempunyai suami yang masih punya istri. Malas untuk bekerja dan menghabiskan uang. Rasa cinta di hatiku menutupi segala kenyataan yang ada.Setelah aku pindah bis menuju ke penampungan akhirnya aku tiba di rumah yang mempunyai lantai dua itu. Ponsel lama yang aku miliki masih aku pegang. Dalam perjalanan sejak tadi ponselku itu berbunyi. Sengaja aku tidak mengangkatnya. Ah, paling juga dari Mas Dani. Mana ada dia menanyakan tentang Zaki. Entah mengapa dia sangat membenci anak keduaku itu. Padahal dia adalah anak kandungnya. Dia tidak pernah menyentuh apalagi menggendongnya."Selamat datang
Rupanya Mas Dani sedikit marah denganku karena uang saku yang diberikan oleh PT tidak aku berikan kepadanya. Aku hanya memberikan beberapa lembar untuknya. Pria mana yang mau memeras keringat istrinya hanya dia saja. Mungkin pria lain tidak mau menerima uang dari istrinya. Ah dia memang lain. Tanpa menyentuhku dia langsung pulang. Bahkan dia bilang akan keluar bersama Mbak Sri. aku tidak peduli. Terserah dia mau ke mana. Toh aku tidak melihatnya yang penting tekadku sudah bulat untuk pergi ke Singapura.Apalagi Zaki sudah berada di tempat Bulek. Jadi tidak mungkin aku mengundurkan diri. Lina sangat baik denganku bahkan ketika malam waktunya makan bersama dia selalu denganku menunjukkan tempat dan mengambilkan makan. Dia juga mempunyai makanan selalu memberikan denganku."Mbak, kalau di sini jangan terlalu bercerita dengan banyak orang atau menceritakan rumah tangga kita kepada orang lain. Takutnya dia menceritakan lagi kepada orang lain dan akan memalukan Mbak Minah. Cukup disimpan sa
"Tolong, ambilkan nasi untuk aku!" teriak Rere salah satu calon TKW yang punya badan besar. Aku menunjuk pada diriku dan dia mengangguk. "Lho, kamu kan punya dua tangan. Kenapa nggak bisa ambil sendiri?" sahutku. "Apa? Kamu membantah perintahku? Semua yang berada di penampungan ini harus tunduk kepadaku. Karena aku orang lama di sini!" bentak Rere dengan berkacak pinggang. "Hah! Mbak ini mau bekerja ke luar negeri atau mau jadi jagoan di tempat ini. Kalau aku sih mau Mbak, malu lama di sini tapi nggak terbang-terbang. Ya mungkin karena Mbak itu sangat jahat sama teman-temannya, jadi nggak ada majikan yang ngambil," ledekku mulut yang mencibir. Sengaja aku ingin menjatuhkan mentalnya. Sementara Lina kemudian menyenggol pundakku. "Sudah Mbak Minah, jangan diladeni nanti malah berantem," bisik Lina. "Nggak papa, Lin. Orang seperti dia memang harus kita lawan. Kalau kita tidak berani maka dia akan terus menginjak-nginjak kita dan merendahkan kita," ujarku. Rere berjalan mendekatik
Aku hampir sebulan tinggal di penampungan.Setelah selesai mengurus paspor dan dokumen lainnya tinggal menunggu majikan yang akan mengambilku. Satu persatu teman-temanku yang ada di penampungan sudah mendapatkan majikan. Ketika mereka akan berangkat selalu memeluk dan berdoa agar kami semua segera berangkat ke sana. Penampungan yang kami tempati itu berada di cabang Semarang sementara cabang pusatnya adalah di Pulau Riau. Jadi berangkatnya kami dari Semarang ke kepulauan Riau baru berangkat ke Singapura menggunakan kapal ferry. Siang itu kembali akan ada interview majikan. Seorang majikan yang menggunakan bahasa Melayu sedang mencari asisten rumah tangga. Dia adalah seorang muslim. Kelihatannya baik. Ketika video call seluruh calon tenaga kerja suruh berbaris dan majikan itu ingin melihatnya. Begitu melihatku sepertinya dia sangat tertarik. Kemudian Pak Toyo memanggilku. "Mbak Minah coba ke sini!" titah Pak Toyo. "Iya Pak," ujarku. "Ini nyonya ingin bicara denganmu," kata Pak Toyo.
setelah berada dua bulan di penampungan, aku sudah mulai terbiasa dengan kehidupa di tempat itu. Wanita yang terkenal sangat galak dan dijuluki ketua geng asrama sudah terbang. AKu juga sudah mendapatkan jadwal terbang ke kantor pusat yang ada di kepulauan Riau.Sore itu ketika, aku sedang ngobrol dengan Lina di atas atap tidak sengaja mendengar pembicaraan dua teman yang baru datang. Dia adalah wanita yang sangat cantik dengan rambut yang panjang."Eh, aku punya kenalan baru namanya Mas Dani," ujar Karina. Wanita yang baru datang dari kampung itu."Dia kan yang mengenalkan aku dengan Mbak Sri. Orangnya ganteng dan sangat ramah," ujar Karina.AKu menajamkan pendengaran."Lina, siapa yang dia maksut dengan Mas Dani itu? APa dia suamiku atau orang lain. Kurang ajar sekali Mas Dani. Aku belum terbang saja dia sudah berani mendekati cewek lain. Bagaimana kalau aku sudah bekerja di luar negeri," ujarku dengan sedikit emosi."Sudah Mbak, jangan emosi. Kamu sudah mendapat majikan. Bentar lag
Dua hari lagi aku akan berangkat ke Singapura. Jadwal penerbanganku juga sudah ada di papan pengumuman kantor. Semua persiapan sudah aku lakukan dari koper yang berisi pakaian, makanan serta obat-obatan yang nanti diperlukan di negara sana. Karena ini baru pertama kali aku bekerja di luar negeri. Sepertinya perasaan gundah gulana menghinggapiku. Demi masa depan anak-anak, rela meninggalkan Zaki yang masih berusia 7 bulan dan Arsyad yang masih SD. Mereka pasti masih membutuhkan kasih sayang aku sebagai seorang ibu. Tidak ada seorang ibu yang mau meninggalkan anak-anaknya. Tapi tidak ada pilihan yang lain aku harus meninggalkan negara ini dan mencari keberuntungan di negara orang lain. Kemampuanku berbicara bahasa Inggris memudahkan untuk berkomunikasi di negara sana. Tujuan utamaku adalah memperbaiki kehidupan yang selama ini serba kekurangan. Aku sudah memberitahu Mas Dani untuk datang menjenguk dan mengajak ke jalan-jalan untuk yang terakhir kalinya di Kota Semarang. Deng
Melihat tingkah Mas Dani yang tidak memperdulikanku walaupun berada di dekatnya. Membuat perutku sedikit mual. Menyesal sekali aku telah memberi tahu kalau aku akan terbang ke Singapura. Juga permintaanku untuk bertemu dengan pria yang masih menjadi sah suami itu. Untuk terakhir kalinya mendadak moodku untuk bercinta dengannya yang sudah aku pendam hilang sudah. Hanya ingin mengetahui apakah dia masih berasa denganku atau rasa itu hilang bersama dengan hadirnya Tini dan orang-orang yang datang. Apalagi aku mendengar berita dari teman- teman yang berada di penampungan bahwa mereka banyak mengenal Mas Dani sebagai sponsor baru. Orangnya yang ganteng, supel dan ramah membuat para calon TKW itu semangat dan bersedia masuk ke dalam penampungan. Aku membayar makanan yang kami pesan setelah itu kami menuju ke sebuah hotel yang tidak terlalu jauh dari tempat makan itu. Tepatnya di pinggiran kota Semarang. Sengaja aku mencari hotel yang tidak terlalu mahal. Aku sesuaikan dengan uan
Pagi harinya aku terbangun lebih dulu kemudian mandi dan mencuci rambut di kamar mandi hotel itu. Menggunakan sabun dan shampo yang disediakan di kamar hotel. Setelah itu aku membangunkan Mas Dani, walaupun aku tidak mendapatkan kepuasan yang sempurna tapi tetap harus membersihkan diri. "Mas, ayo kita pulang," kataku dengan datar. Dia menggeliyat memandangku sudah rapi. "Sudah pagi ya Dek?" tanya Mas Dani sangat santa seperti tidak melakukan kesalahan apapun. Bahkan wajahnya datar biasa saja. Kesal sekali melihat wajahnya seperti itu. Manusia yang merasa tidak berdosa dan bersalah sama sekali. "Iya Mas, ayo kita pulang. Aku mau ke penampungan menyiapkan semua keperluanku. Karena nanti sore mau berangkat ke Riau," ujarku memasukkan semua barang ke tas kecil. Sebelum berangkat ke kamar mandi Mas Dani sempat bicara denganku. "Katanya di Singapura tidak boleh membawa HP ya? Sudah hp-mu ditinggal saja berikan kepadaku," kata Mas Dani. "Aku masih pakai Mas. Belum juga mengabari bulek