Aku hampir sebulan tinggal di penampungan.Setelah selesai mengurus paspor dan dokumen lainnya tinggal menunggu majikan yang akan mengambilku. Satu persatu teman-temanku yang ada di penampungan sudah mendapatkan majikan. Ketika mereka akan berangkat selalu memeluk dan berdoa agar kami semua segera berangkat ke sana. Penampungan yang kami tempati itu berada di cabang Semarang sementara cabang pusatnya adalah di Pulau Riau. Jadi berangkatnya kami dari Semarang ke kepulauan Riau baru berangkat ke Singapura menggunakan kapal ferry. Siang itu kembali akan ada interview majikan. Seorang majikan yang menggunakan bahasa Melayu sedang mencari asisten rumah tangga. Dia adalah seorang muslim. Kelihatannya baik. Ketika video call seluruh calon tenaga kerja suruh berbaris dan majikan itu ingin melihatnya. Begitu melihatku sepertinya dia sangat tertarik. Kemudian Pak Toyo memanggilku. "Mbak Minah coba ke sini!" titah Pak Toyo. "Iya Pak," ujarku. "Ini nyonya ingin bicara denganmu," kata Pak Toyo.
setelah berada dua bulan di penampungan, aku sudah mulai terbiasa dengan kehidupa di tempat itu. Wanita yang terkenal sangat galak dan dijuluki ketua geng asrama sudah terbang. AKu juga sudah mendapatkan jadwal terbang ke kantor pusat yang ada di kepulauan Riau.Sore itu ketika, aku sedang ngobrol dengan Lina di atas atap tidak sengaja mendengar pembicaraan dua teman yang baru datang. Dia adalah wanita yang sangat cantik dengan rambut yang panjang."Eh, aku punya kenalan baru namanya Mas Dani," ujar Karina. Wanita yang baru datang dari kampung itu."Dia kan yang mengenalkan aku dengan Mbak Sri. Orangnya ganteng dan sangat ramah," ujar Karina.AKu menajamkan pendengaran."Lina, siapa yang dia maksut dengan Mas Dani itu? APa dia suamiku atau orang lain. Kurang ajar sekali Mas Dani. Aku belum terbang saja dia sudah berani mendekati cewek lain. Bagaimana kalau aku sudah bekerja di luar negeri," ujarku dengan sedikit emosi."Sudah Mbak, jangan emosi. Kamu sudah mendapat majikan. Bentar lag
Dua hari lagi aku akan berangkat ke Singapura. Jadwal penerbanganku juga sudah ada di papan pengumuman kantor. Semua persiapan sudah aku lakukan dari koper yang berisi pakaian, makanan serta obat-obatan yang nanti diperlukan di negara sana. Karena ini baru pertama kali aku bekerja di luar negeri. Sepertinya perasaan gundah gulana menghinggapiku. Demi masa depan anak-anak, rela meninggalkan Zaki yang masih berusia 7 bulan dan Arsyad yang masih SD. Mereka pasti masih membutuhkan kasih sayang aku sebagai seorang ibu. Tidak ada seorang ibu yang mau meninggalkan anak-anaknya. Tapi tidak ada pilihan yang lain aku harus meninggalkan negara ini dan mencari keberuntungan di negara orang lain. Kemampuanku berbicara bahasa Inggris memudahkan untuk berkomunikasi di negara sana. Tujuan utamaku adalah memperbaiki kehidupan yang selama ini serba kekurangan. Aku sudah memberitahu Mas Dani untuk datang menjenguk dan mengajak ke jalan-jalan untuk yang terakhir kalinya di Kota Semarang. Deng
Melihat tingkah Mas Dani yang tidak memperdulikanku walaupun berada di dekatnya. Membuat perutku sedikit mual. Menyesal sekali aku telah memberi tahu kalau aku akan terbang ke Singapura. Juga permintaanku untuk bertemu dengan pria yang masih menjadi sah suami itu. Untuk terakhir kalinya mendadak moodku untuk bercinta dengannya yang sudah aku pendam hilang sudah. Hanya ingin mengetahui apakah dia masih berasa denganku atau rasa itu hilang bersama dengan hadirnya Tini dan orang-orang yang datang. Apalagi aku mendengar berita dari teman- teman yang berada di penampungan bahwa mereka banyak mengenal Mas Dani sebagai sponsor baru. Orangnya yang ganteng, supel dan ramah membuat para calon TKW itu semangat dan bersedia masuk ke dalam penampungan. Aku membayar makanan yang kami pesan setelah itu kami menuju ke sebuah hotel yang tidak terlalu jauh dari tempat makan itu. Tepatnya di pinggiran kota Semarang. Sengaja aku mencari hotel yang tidak terlalu mahal. Aku sesuaikan dengan uan
Pagi harinya aku terbangun lebih dulu kemudian mandi dan mencuci rambut di kamar mandi hotel itu. Menggunakan sabun dan shampo yang disediakan di kamar hotel. Setelah itu aku membangunkan Mas Dani, walaupun aku tidak mendapatkan kepuasan yang sempurna tapi tetap harus membersihkan diri. "Mas, ayo kita pulang," kataku dengan datar. Dia menggeliyat memandangku sudah rapi. "Sudah pagi ya Dek?" tanya Mas Dani sangat santa seperti tidak melakukan kesalahan apapun. Bahkan wajahnya datar biasa saja. Kesal sekali melihat wajahnya seperti itu. Manusia yang merasa tidak berdosa dan bersalah sama sekali. "Iya Mas, ayo kita pulang. Aku mau ke penampungan menyiapkan semua keperluanku. Karena nanti sore mau berangkat ke Riau," ujarku memasukkan semua barang ke tas kecil. Sebelum berangkat ke kamar mandi Mas Dani sempat bicara denganku. "Katanya di Singapura tidak boleh membawa HP ya? Sudah hp-mu ditinggal saja berikan kepadaku," kata Mas Dani. "Aku masih pakai Mas. Belum juga mengabari bulek
Malam harinya aku berpamitan dengan teman-temanku termasuk Lina dan dan teman yang lainnya serta pamit dengan semua karyawan kantor. Untuk terakhir kalinya Lina memelukku dan menangis. “Mbak, jangan lupakan aku ya,” bisik Lina di telingaku. “Iya Lin. Nanti kalau di Singapura kita telepon. Siapa tau bisa bertemu di sana. Aku tahu di Singapura sangat berat tidak boleh membawa ponsel atau apapun. Apalagi ini adalah keberangkatanku yang pertama. Jadi benar-benar harus patuh kepada aturan negara,” ucapku. Semuanya sudah siap di koper besar milikku serta tas kecil untuk dokumen penting seperti paspor dan lain-lain. Semalaman aku tidak bisa tidur karena besok aku akan terbang ke negara lain. Meninggalkan dua anakku yang masih kecil. Sebelumnya aku juga menyempatkan diri untuk menelpon anakku dan mendengar celoteh suaranya yang lucu dan tangisnya. Perlahan air mataku meleleh tanpa henti. Tidak tahan rasanya aku menyimpan sesak di dada. “Maafkan Ibu ya Nak, belum bisa menjadi ibu
Aku harus menunggu tiga puluh menit untuk jam penerbangan menuju ke Jakarta. Naik pesawat bukan yang pertama kali bagiku. Karena waktu aku masih muda dan bekerja sebagai Baby Sister di Jakarta, sering naik pesawat ikut dengan bosku ke mana saja. Pernah ke Pontianak ke Bali dan ke Jogja menggunakan pesawat. Jadi naik pesawat sudah terbiasa dan tidak takut lagi. Setelah sekian lama aku tidak naik pesawat seperti orang asing. Apalagi saat itu sama sekali aku tidak memegang ponsel. Hanya buku kecil yang kubawa untuk menemani saat aku menanti pesawat menuju ke Jakarta datang . Jadi tidak bisa mengambil foto atau mengucapkan salam terakhir untuk anak-anakku. Yang membuat mata ini terasa seolah terus basah atas ketidakdiran saudara-saudaraku saat akan meninggalkan negaraku dan menuju ke Singapura. Tidak ada kehadiran adikku, Wawan dan Delia yang menengok keberadaanku di penampungan. Menanyakan kabar dan kesehatan serta anak-anaku. Apalagi menawarkan untuk merawat mereka. Lebih m
Sudah tiga hari aku berada di kantor pusat PT Kencana milik bu Ratih yang ada di Tanjung Pinang. Selama 3 hari itu aku belajar mengerjakan soal-soal yang akan diadakan ujian di sana. Aku juga menjalani perlengkapan persiapan menuju negara tujuan termasuk latihan membersihkan rumah dan bekerja di sana serta memasak dan pekerjaan yang lainnya. Berita yang aku dengar dari teman-teman yang akan berangkat dari PT cabang ke pusat bahwa Mbak Sarinem adalah wanita atau pembantu yang galak dan tidak memberi makan nyatanya selama 3 hari di sana aku mendapatkan perlakuan yang baik dari Mbok Sarinem. Sebenarnya apa yang orang berikan terhadap kita tergantung dari diri kita sendiri. Di sana 3 hari belajar untuk mandiri dan menuruti semua perintah Mbak Sarinem. Tidak pernah aku membantah sedikitpun apa yang dia perintahkan dan ajarkan. Bahkan aku di sana membersihkan atap rumah. Banyak teman calon TKW yang berada di sana mengira kalau aku ini cari muka agar disayang oleh Mbak Sarinem dan bu Ratih.