Dua hari lagi aku akan berangkat ke Singapura. Jadwal penerbanganku juga sudah ada di papan pengumuman kantor. Semua persiapan sudah aku lakukan dari koper yang berisi pakaian, makanan serta obat-obatan yang nanti diperlukan di negara sana. Karena ini baru pertama kali aku bekerja di luar negeri. Sepertinya perasaan gundah gulana menghinggapiku. Demi masa depan anak-anak, rela meninggalkan Zaki yang masih berusia 7 bulan dan Arsyad yang masih SD. Mereka pasti masih membutuhkan kasih sayang aku sebagai seorang ibu. Tidak ada seorang ibu yang mau meninggalkan anak-anaknya. Tapi tidak ada pilihan yang lain aku harus meninggalkan negara ini dan mencari keberuntungan di negara orang lain. Kemampuanku berbicara bahasa Inggris memudahkan untuk berkomunikasi di negara sana. Tujuan utamaku adalah memperbaiki kehidupan yang selama ini serba kekurangan. Aku sudah memberitahu Mas Dani untuk datang menjenguk dan mengajak ke jalan-jalan untuk yang terakhir kalinya di Kota Semarang. Deng
Melihat tingkah Mas Dani yang tidak memperdulikanku walaupun berada di dekatnya. Membuat perutku sedikit mual. Menyesal sekali aku telah memberi tahu kalau aku akan terbang ke Singapura. Juga permintaanku untuk bertemu dengan pria yang masih menjadi sah suami itu. Untuk terakhir kalinya mendadak moodku untuk bercinta dengannya yang sudah aku pendam hilang sudah. Hanya ingin mengetahui apakah dia masih berasa denganku atau rasa itu hilang bersama dengan hadirnya Tini dan orang-orang yang datang. Apalagi aku mendengar berita dari teman- teman yang berada di penampungan bahwa mereka banyak mengenal Mas Dani sebagai sponsor baru. Orangnya yang ganteng, supel dan ramah membuat para calon TKW itu semangat dan bersedia masuk ke dalam penampungan. Aku membayar makanan yang kami pesan setelah itu kami menuju ke sebuah hotel yang tidak terlalu jauh dari tempat makan itu. Tepatnya di pinggiran kota Semarang. Sengaja aku mencari hotel yang tidak terlalu mahal. Aku sesuaikan dengan uan
Pagi harinya aku terbangun lebih dulu kemudian mandi dan mencuci rambut di kamar mandi hotel itu. Menggunakan sabun dan shampo yang disediakan di kamar hotel. Setelah itu aku membangunkan Mas Dani, walaupun aku tidak mendapatkan kepuasan yang sempurna tapi tetap harus membersihkan diri. "Mas, ayo kita pulang," kataku dengan datar. Dia menggeliyat memandangku sudah rapi. "Sudah pagi ya Dek?" tanya Mas Dani sangat santa seperti tidak melakukan kesalahan apapun. Bahkan wajahnya datar biasa saja. Kesal sekali melihat wajahnya seperti itu. Manusia yang merasa tidak berdosa dan bersalah sama sekali. "Iya Mas, ayo kita pulang. Aku mau ke penampungan menyiapkan semua keperluanku. Karena nanti sore mau berangkat ke Riau," ujarku memasukkan semua barang ke tas kecil. Sebelum berangkat ke kamar mandi Mas Dani sempat bicara denganku. "Katanya di Singapura tidak boleh membawa HP ya? Sudah hp-mu ditinggal saja berikan kepadaku," kata Mas Dani. "Aku masih pakai Mas. Belum juga mengabari bulek
Malam harinya aku berpamitan dengan teman-temanku termasuk Lina dan dan teman yang lainnya serta pamit dengan semua karyawan kantor. Untuk terakhir kalinya Lina memelukku dan menangis. “Mbak, jangan lupakan aku ya,” bisik Lina di telingaku. “Iya Lin. Nanti kalau di Singapura kita telepon. Siapa tau bisa bertemu di sana. Aku tahu di Singapura sangat berat tidak boleh membawa ponsel atau apapun. Apalagi ini adalah keberangkatanku yang pertama. Jadi benar-benar harus patuh kepada aturan negara,” ucapku. Semuanya sudah siap di koper besar milikku serta tas kecil untuk dokumen penting seperti paspor dan lain-lain. Semalaman aku tidak bisa tidur karena besok aku akan terbang ke negara lain. Meninggalkan dua anakku yang masih kecil. Sebelumnya aku juga menyempatkan diri untuk menelpon anakku dan mendengar celoteh suaranya yang lucu dan tangisnya. Perlahan air mataku meleleh tanpa henti. Tidak tahan rasanya aku menyimpan sesak di dada. “Maafkan Ibu ya Nak, belum bisa menjadi ibu
Aku harus menunggu tiga puluh menit untuk jam penerbangan menuju ke Jakarta. Naik pesawat bukan yang pertama kali bagiku. Karena waktu aku masih muda dan bekerja sebagai Baby Sister di Jakarta, sering naik pesawat ikut dengan bosku ke mana saja. Pernah ke Pontianak ke Bali dan ke Jogja menggunakan pesawat. Jadi naik pesawat sudah terbiasa dan tidak takut lagi. Setelah sekian lama aku tidak naik pesawat seperti orang asing. Apalagi saat itu sama sekali aku tidak memegang ponsel. Hanya buku kecil yang kubawa untuk menemani saat aku menanti pesawat menuju ke Jakarta datang . Jadi tidak bisa mengambil foto atau mengucapkan salam terakhir untuk anak-anakku. Yang membuat mata ini terasa seolah terus basah atas ketidakdiran saudara-saudaraku saat akan meninggalkan negaraku dan menuju ke Singapura. Tidak ada kehadiran adikku, Wawan dan Delia yang menengok keberadaanku di penampungan. Menanyakan kabar dan kesehatan serta anak-anaku. Apalagi menawarkan untuk merawat mereka. Lebih m
Sudah tiga hari aku berada di kantor pusat PT Kencana milik bu Ratih yang ada di Tanjung Pinang. Selama 3 hari itu aku belajar mengerjakan soal-soal yang akan diadakan ujian di sana. Aku juga menjalani perlengkapan persiapan menuju negara tujuan termasuk latihan membersihkan rumah dan bekerja di sana serta memasak dan pekerjaan yang lainnya. Berita yang aku dengar dari teman-teman yang akan berangkat dari PT cabang ke pusat bahwa Mbak Sarinem adalah wanita atau pembantu yang galak dan tidak memberi makan nyatanya selama 3 hari di sana aku mendapatkan perlakuan yang baik dari Mbok Sarinem. Sebenarnya apa yang orang berikan terhadap kita tergantung dari diri kita sendiri. Di sana 3 hari belajar untuk mandiri dan menuruti semua perintah Mbak Sarinem. Tidak pernah aku membantah sedikitpun apa yang dia perintahkan dan ajarkan. Bahkan aku di sana membersihkan atap rumah. Banyak teman calon TKW yang berada di sana mengira kalau aku ini cari muka agar disayang oleh Mbak Sarinem dan bu Ratih.
Aku dan dua temanku dibawa oleh pegawai bu Kristin ke agencynya. Di sana sudah kumpul beberapa teman sesama TKW yang mengenakan seragam orange. Mereka duduk dengan rapi di bangku. AKu langsung masuk ke ruangannya Bu Kristin untuk di data. Setelah itu boleh bergabung dengan teman yang lain di ruangan besar. Baru saja ramah tamah dengan teman lain,pegawai Bu Kristin datang dan memintaku untuk bersiap. Katanya mau pergi ke kantor imigrasi yang ada di negara itu. Hanya mengenakan celana panjang dan jaket aku hanya ikut dengan pegawai itu.MAsih menggunakan mobil yang menjemputku dan dua kawan lainnya. Kami menuju sebuah gedung untuk ngurus visa dan pembekalan. Disela kesibukan yang tidak berhenti aku berbincang dengan dua temanku yang dari jawa Timur."Mbak, dapat job apa?" tanyaku pada temanku itu."Aku bersih-bersih rumah dan jaga anjing," jawab temanku."Wah jaga anjing? Kok mau sih Mbak?" tanyaku."Yah bagaimana lagi. Semua job di sini harus diambil agar cepat terbang tidak lama di pe
Aku mendapatkan tempat satu kamar dengan dua putri dari Nyonya Halimah. Mereka tidur di atas ranjang yang bertingkat sementara aku menggelar tikar di bawah ranjang itu.Nyonya Halimah juga memberikan aku bantal, selimut, guling di dalam kamar. Bisa melihat pemandangan kota itu dari apartemen itu. Entah kota apa tepatnya, aku tidak tahu. Juga lupa sesuai dengan yang tertera dikontrak. Negara Singapura adalah negara yang sangat bersih,rapi, dan tertata rapi. Hanya terdengar suara kereta yang melintas di dekat apartemen.Aku berusaha memejamkan mata tapi tidak bisa. Ingatan kepada anak-anak di kampung halaman membuat susah tidur.Besok akan mulai bekerja di rumah apartemen Nyonya Halimah dengan lima anak. Tapi aku tidak melihat suami Nyonya Halimah.Di mana suami Nyonya Halimah? Apakah dia janda? Tapi waktu tanda tangan kontrak ada suaminya. Tuan Daud. Ah pasti besok bertemu dengan Tuab Daud.Sebelum berangkat tidur Nyonya Halimah memberikan kertas kepadaku yang isinya daftar p