“Dani, kamu tidak mau menyusul Minah dan Zaki? Apa kamu tidak kasihan dengan istrimu itu?” tanya Mbak Desi ketika mereka sedang duduk berdua di teras rumah. Sedangkan Arsyad sedang bermain dengan teman-temannya. “Ngapain nyusul Minah, Mbak? Dia kan pergi dari rumah sendiri atas kemauannya sendiri nanti kalau aku nyusul dia seolah-olah aku tuh yang cinta mati sama dia. Justru dia kan yang cinta mati sama aku. Pasti juga dia balik lagi ke sini. Apalagi Arsyad sama ak,” kata Dani. “Tapi sepertinya Minah beneran marah sama kamu dan dia pergi bahkan ketika kamu ambil Arsyad dia juga tidak datang untuk menjenguknya,” ujar Mbak Desi dengan gundah. “ Biarkan saja Mbak. Nanti juga pulang.” “Aku menyesal sudah menyuruh dia macam-macam di rumah ini. Tidak ada wanita yang seperti dia yang mau menjadi istri keduamu. Padahal dia tahu kalau kamu sudah punya istri tapi masih tetap saja nurut sama kamu. Apalagi kamu itu kan jarang kerja, tukang mabuk juga suka royal perempuan, tapi dia tet
“Siang Mbak Minah,” sapa Bu Intan yang gegas masuk ke dalam teras rumah kontrakan. Dia seperti agak terburu-buru. “Siang Bu Intan. Ada apa ya?” tanyaku merasa sedikit grogi. Apalagi setelah kepergian Mas Handoko dari rumah. Aduh bu Intan lihat suaminya barusan datang ke sini nggak ya? Takut dia curiga atau salah paham kalau suaminya datang ke sini. “Kok wajahnya seperti gembira kayak begitu Mbak. Habis dapat apaan?” tanya Bu Intan curiga. “ Oh saya dapat amplop dari tamu Bu. Lumayan dia ngasih rezeki yang banyak terus dia ngajak jalan-jalan bersama anakku.” “ Oh siapa itu tamu itu Mbak? Kok baik banget?” tanya Bu Intan lagi. “Maaf Bu Intan, itu rahasia saya karena saya tidak mungkin memberitahu siapa-siapa tamu saya pada Bu Intan. Toh tidak ada urusan dengan Bu Intan,” jawabku sedikit tidak suka dengan pertanyaannya. “Oh begitu ya Mbak Minah. Maaf kalau saya lancang. Oh ya nanti sore bisa nggak datang ke rumah untuk terapi aku lagi?” pinta Bu Intan. “Aduh Bu maa
Mbak Siti sudah setuju kalau mau ikut jalan-jalan denganku dan Mas Rizki. Dua anaknya diajak. Dia juga siap menggendong Zaki saat nanti di play ground. Kami sudah bersiap dan memakai baju yang paling bagus, sudah berada di depan teras kontrakan. Tiba-tiba Mbak Lusi datang dengan wajah yang kurang suka serta rambut yang dibiarkan tergerai."Kalian mau ke mana pagi-pagi sekali kok sudah berkema?"tanya Mbak Lusi."Kami mau jalan-jalan Mbak Lusi, ini pasiennya Mbak Minah itu orang kaya jadi mengajak kami jalan-jalan beserta anak-anak. Aku kan belum pernah jalan-jalan rasanya senang apalagi naik mobil mewah," kata Mbak Siti dengan mata berbinar."Aku juga belum pernah naik mobil mewah Mbak," sahutku sambil tersenyum."Kenapa kalian gak ngajak aku sih?" pertanyaan Mbak Lusi yang membuat aku hanya ternganga."Maaf Mbak. Aku gak berani ngajak orang lian. Mbak Siti aku ajak karena dia sudah momong anaku," ujarku dengan rasa yang tidak enak."Wah emang pelet apa yang kamu gunakan Mbak Minah, hi
“Mbak, aku mau ke rumahnya Tini,” pamit Dani kepada Mbak Desi. “Loh apa dia pulang lagi nggak jadi kerja?” tanya Mbak Desi. “Iya, majikannya sudah punya pembantu yang baru jadi Tini harus pulang tapi majikannya baik kok memberikan dia pesangon. Soalnya dia kerja kan udah lama.” “ Wah Tini uangnya banyak dong Dani?” tanya Mbak Desi dengan mata yang berbeda. “Ya mungkin saja Mbak makanya aku mau balik lagi ke sana.” “Apa dia mau sama kamu dan kamu kan sudah selingkuh dengan Minah sampai punya anak dua?” “Dari dulu kan dia juga sudah tahu Mbak. Dia nggak apa-apa nggak masalah. Dia tuh masih cinta denganku. Sama lah kayak Minah yang sudah tergila-gila denganku,” ungkap Dani. “Oh ya sudah kalau begitu. Lalu bagaimana dengan Arsyad?” tanya Mbak Desi lagi. Wanita yang berbadan gembul itu kemudian duduk di teras rumah. “Arsyad nanti ikut denganku tinggal di sana. Tini juga mau menerima Arsyad di rumahnya” “Bagaimana dengan sekolahnya di sana?” “Dia justru senang kala
Aku dan Mbak Siti ikut dengan Mas Rizki menuju ke mall di salah satu kota Semarang. Sepertinya anak-anak Mbak Siti sangat senang karena baru pertama kali ini mereka diajak naik mobil. Aku teringat dengan Arsyad dia memang paling suka kalau naik mobil selama ini belum pernah dia jalan-jalan dengan membawa mobil yang bagus sehingga aku seolah sangat emrindukan dia. Mas Rizki sepertinya tahu apa yang sedang aku pikirkan. “Mbak Minah, kok melamun terus? Mikirin siapa? Suaminya?” tanya Mas Rizki kepadaku. “Oh ndak Mas. Aku sedang mikirin anakku,” kataku membela diri.Untuk apa kau memikirkan pria yang tidak bertanggung jawab kepada anak-anaknya bahkan di saat aku sangat kekurangan dan dibawa numpang kepada kakak iparku malah dia kembali kepada istri pertamanya. Siapa wanita yang tidak sakit hati. Memang posisiku sebagai istri kedua. Tapi bukankah dulu dia menipuku hingga aku mempunyai anak dua. Aku mempertahankan rumah tangga ini demi mereka. Aku tidak mau anak-anak mengala
Seharian aku dan Mbak Siti diajak jalan-jalan Mas Rizki ke salah satu mall besar di Semarang. Zaki sangat senang sekali terkadang ikut dengan Mbak Siti. Kami main game dan naik segala macam permainan. Tapi saat itu hatiku tidak bahagia karena tidak mengajak Arsyad. Andaikan anak itu bersamaku pasti sangat senang sekali. Namun, saat ini dia ikut dengan ayahnya. Ketika makan siang di sebuah restoran, Mas Rizky melihat kegundahan di wajahku .Mbak Siti dan anak-anaknya makan dengan lahap karena selama hidupnya belum pernah makan di restoran mahal seperti itu. Sambil mengunyah Mbak Siti menatapku dan Mas Rizki secara bergantian. “Mbak Minah. Terima kasih ya karena menjadi tetanggamu dan momong Zaki akhirnya aku dan kedua anakku kecipratan rezeki dari Bos Rizki.”“Terima kasih ya Bos, sudah mentraktir aku dan kedua anakku. Kami main di mall ini dengan sangat bahagia. Beneran saya belum pernah main ke mall bagus ini apalagi makan seperti ini.” “Iya Mbak sama-sama,” ucap Mas Ri
Setelah kepergian Mas Handoko aku kembali membereskan rumah. Aku tidak mau ambil pusing dengan sikap Mas Handoko seperti itu. Biarkan saja itu rumah tangga Bu Intan dan Mas Handoko. Aku tidak mau ikut campur dengan urusan mereka. Setelah selesai bebenah rumah aku membuka ponsel. Sengaja mempromosikan usaha di status ponsel dan di beberapa media sosial. Aku menghitung uang tabungan agar aku bisa mencukupi semua kebutuhan ku. Mendadak Mbak Lusi datang dan ingin memberi tahu tentang sesuatu. “Mbak Minah,” panggil Mbak Lusi sambil mengetuk pintu. “Masuk saja Mbak,” ujarku. “Aku cuma mau bilang kalau pacarku kenal dengan suamimu,” ujar Mbak Lusi ketika sudah duduk di karpet ruang tamuku. “Emang Mbak Lusi kenal dengan suamiku dari mana” tanyaku penuh curiga. “Dulu teman Mbak Minah pernah cerita kalau suamimu ngambil Arsyad dari sekolah. Namanya Dani kan. Dia kadang nongkrong di pangkalan,” katanya. “Pacarku bilang istrinya pulang dari Arab Saudi. Dia di belikan sepe
Aku mematikan ponsel agar tidak terganggu dengan pesan Mas Handoko yang beruntun. Entah apa maksudnya dengan ucapannya ingin menceraikan bu Intan. Padahal lelaki tidak boleh sembarangan berucap seperti. Aku tidak mau bahagia di atas penderitaan bu Intan. Cukup Sekali saja aku menjadi istri kedua dan merusak rumah tangga orang lain. Walaupun sebenarnya dulu karena kesalahanku tidak menyelidiki terlebih dahulu. Apa latar belakang dan keluarga Mas Dani. Sebenarnya dulu aku sudah pernah diajak ke rumah Mas Dani tapi tidak ada yang mengatakan kalau Mas Dani sudah punya istri. Baru sekarang aku menyesal apalagi janji Mas Dani ingin menceraikan istri pertama. Dia bilang sudah tidak mencintai Tini lagi. Nyatanya semua itu hanya untuk membohongi dan mengelabui diriku. Aku terlalu buta cinta sehingga tidak melihat dan tidak perdulikan keadaan Mas Dani yang sudah punya keluarga. Kenapa Mas Handoko juga mengatakan hal sama. Apa mungkin aku harus pindah dari tempat ini. Aku tidak mu