Beranda / CEO / TERJEBAK SKANDAL / Bab 5 - Astaga, Salah Alamat!

Share

Bab 5 - Astaga, Salah Alamat!

Tangan Revan mengepal, ia memukul meja kerjanya dengan penuh emosi. Sungguh, ia tidak menyangka Clara akan sangat berani dan lancang seperti itu. Ia jadi mulai berpikir, sebenarnya apa yang wanita itu miliki sampai-sampai tidak kenal rasa takut?

Sambil menunggu Angga kembali, Revan memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mencari tahu semua tentang Clara. Setelah anak buahnya undur diri, bersamaan dengan itu Ariana masuk ke ruangannya. Rasa kesal yang semula dirasakannya perlahan menghilang saat melihat senyuman manis Ariana. Wanita yang sangat Revan sayangi.

Ariana memastikan pintu ruangan Revan benar-benar terkunci, setelah itu ia langsung duduk di pangkuan pria itu, membuat paha mulusnya langsung terekspos karena rok yang dikenakannya sangat pendek.

"Sayang, aku tadi sempat menelepon Rima. Katanya, kamu sedang tidur nyenyak," ucap Revan seraya memeluk Ariana dari belakang.

"Itu tadi, tapi sekarang aku sudah bangun dan langsung ke sini untuk menemui Mas Revanku tersayang." Jika sedang berdua seperti ini, Ariana memang memanggil Revan dengan sebutan Mas, bukan Pak.

Revan mulai menggigit kecil telinga Ariana, memberikan sensasi nikmat di sana. Desahan Ariana, seakan membuka jalan untuk Revan melanjutkan aksinya. Tangannya mulai membuka kancing baju yang Ariana kenakan. Namun, Ariana langsung terperanjat.

"Sayang, maaf ... sebenarnya aku juga ada meeting dengan sutradara dan para pemain sebentar lagi, di rumah produksi," jelas Ariana seraya berdiri. Ia lalu berjalan ke belakang kursi Revan agar bisa memeluk pria itu dari belakang, setidaknya hal itu bisa mengurangi kekecewaan Revan.

"Aku janji, nanti malam akan datang ke rumahmu, Mas," tambahnya seraya mengecup pipi Revan.

Revan tersenyum. "Boleh, kita harus melepas rindu sepanjang malam, Sayang. Siap?"

"Tentu saja, Mas."

"Tunggu, kamu mau meeting?" tanya Revan memastikan dan dijawab anggukan mantap oleh Ariana.

"Iya, Mas. Sekitar setengah jam lagi."

"Dengan pakaian seperti itu?!" Nada bicara Revan mulai meninggi.

Ariana meringis. "Bukankah aku sangat cantik?"

"Pakaianmu memancing para pria untuk melirik, Baby. Bisakah kamu menggantinya?"

"Hmm. Bagaimana, ya?" Ariana pura-pura berpikir. Nada bicaranya sengaja menggoda Revan.

"Ariana...."

"Bisa, Mas ... bisa. Jangan keluarkan tanduknya, oke? Aku akan menggantinya, kok." Ariana tersenyum lalu berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. "Ngomong-ngomong ... apa Mas sedang ada masalah? Saat aku masuk, wajahmu tampak sangat kusut."

"Biasa, ada aktor yang membuat masalah. Aku hanya sedang berusaha membereskannya. Kamu tahu sendiri, hal-hal seperti itu kadang membuatku pusing," jelas Revan. "Tapi Angga sudah berusaha berbicara dengan yang bersangkutan. Dan sekarang aku sedang menunggunya kembali."

Ariana tahu, pasti orang bersangkutan yang Revan maksud adalah Clara. Ariana juga yakin pasti Revan sudah mendengarkan pembicaraan Clara dan Angga melalui alat penyadap yang Angga bawa. Ia hafal betul karena Revan biasa melakukannya.

Mengingat Revan tetap bersikap biasa saja padanya, jelas Ariana merasa lega. Pasti Clara tidak mengungkit-ungkit namanya. Bagus, dengan begitu Ariana tetap aman.

"Kalau begitu aku siap-siap dulu ya, Sayang. Aku juga harus ganti baju, sesuai keinginanmu, Mas." Ariana kembali berjalan menghampiri Revan. Sejenak ia mencium bibir pria itu dan berkata, "I love you, semoga masalahnya cepat selesai. Aku juga berharap para aktris maupun aktormu berhenti membuat masalah lagi. Aku nggak mau calon suamiku ini terus-terusan pusing dan membereskan keonaran yang mereka buat."

Revan tersenyum, lalu balas mencium bibir Ariana. "Aku tunggu nanti malam. Dandan yang cantik dan seksi, oke?"

Ariana mengedipkan sebelah matanya, lalu bergegas meninggalkan Revan. Di luar ruangan, ia mendapati Angga sedang berdiri.

"Mas Revan sudah menunggumu," bisik Ariana. Angga adalah asisten pribadi Revan dan salah satu orang yang tahu tentang hubungan Revan dan Ariana. Itu sebabnya Ariana santai saja menyebut Revan dengan sebutan Mas.

"Baik." Angga pun membungkuk hormat pada Ariana lalu bergegas masuk ke ruangan Revan.

Sedangkan Ariana berjalan menuju ruang ganti. Pasti Rima sudah menunggunya di sana.

***

Revan saat ini berada di night club yang biasa ia kunjungi ketika ingin melepas penat atau sedang stres. Ia berencana sedikit minum di sana sambil menunggu Ariana menghubunginya dan siap menghabiskan malam bersamanya. Menurut Revan, jika menunggu di rumah rasanya lebih membosankan. Lagi pula sudah lama ia tidak pernah datang ke sini karena sangat sibuk.

Sambil menuangkan wine ke gelasnya, Revan melihat ke arah lantai dansa yang sudah dipenuhi orang-orang yang tengah berjoget sekaligus menikmati alunan musik super keras yang dimainkan oleh seorang disc jockey.

Di ruangan bernuansa gelap dan hanya bermodalkan lampu sorot yang berputar-putar serta lampu hias lainnya itu, nyaris semua orang berbaur. Tak peduli mereka belum saling mengenal atau tengah diliputi masalah, di sini adalah tempat untuk bersenang-senang.

Angga berjalan menghampiri Revan yang sedang menenggak minumannya. "Bos."

"Bagaimana? Ariana udah ke sini?" tanya Revan, sangat jelas kalau pria itu sudah sangat mabuk.

Angga menggeleng berulang saat menyadari ternyata bosnya sudah menghabiskan beberapa botol alkohol dengan dosis tinggi. Padahal sebelumnya Revan hanya berkata akan minum sedikit.

"Ariana ada di mobil, Bos," jawab Angga sambil membantu Revan berdiri. Ya, tidak mungkin Ariana masuk dan menghampiri Revan. Selain merusak reputasi Ariana sebagai aktris berkelakuan baik, juga jangan sampai ada yang tahu tentang status hubungan mereka.

Sambil membantu Revan berjalan, Angga kemudian berkata, "Tapi dia sedang kesakitan, Bos."

Revan berhenti sejenak. "Kesakitan?"

"Dia bilang, baru saja tamu bulanannya datang," bisik Angga.

"Shit!" Revan baru ingat, tanggal-tanggal segini Ariana memang datang bulan. Tanpa Revan sadari, sebenarnya Ariana berbohong.

Sesampai di mobil, Revan langsung duduk di samping Ariana. Ariana tampak menutup mulut dan hidungnya menggunakan telapak tangan. "Berapa banyak yang kamu minum, Sayang?! Kamu sangat mabuk, Mas," ujar Ariana dengan nada tinggi. Ia kesal. Malas sekali jika harus satu mobil dengan pria yang sedang mabuk. Andai tahu hal ini akan terjadi, lebih baik ia pulang bersama Rima.

"Aku nggak jadi menginap di rumahmu. Angga pasti sudah memberitahumu, kan? Ditambah aku harus syuting pagi-pagi sekali, aku ingin istirahat dan tidur lebih awal," tambah Ariana.

"Ya, aku mengerti. Sekarang aku antar kamu pulang ya," balas Revan.

"Kamu serius? Dalam kondisi begini?"

"Maksudku, Angga yang menyetir, Baby." Entahlah, Revan sepertinya sudah antara sadar dan tidak sadar.

"Revan, ya Tuhan ... kamu tahu sendiri aku benci saat dekat-dekat dengan pria yang mabuk berat, nggak terkecuali kamu."

Revan tidak menjawab.

"Angga, kenapa kamu membiarkan bos minum sebanyak ini, sih?!" marah Ariana.

"Maaf, Ar ... saya tidak tahu-menahu karena diperintahkan untuk menjemputmu," jawab Angga yang sudah siap di kursi kemudi.

"Kalau begitu, aku mau naik taksi saja. Jadi, kalian langsung pulang aja, oke?"

Saat Ariana hendak turun, Revan dengan cepat menahan tangan wanita itu. "Biar aku yang naik taksi. Kamu pulang bersama Angga," ucapnya setengah sadar. Ia lalu beralih pada Angga. "Carikan taksi untukku."

"Ba-baik, Bos."

Beberapa saat kemudian, sesuai perintah Revan bahwa Angga mengantar Ariana pulang. Sedangkan Revan kini sudah berada di dalam taksi. Sambil memejamkan mata, secara tidak sadar ia menyerahkan sebuah alamat yang ada di saku kemejanya pada sopir taksi. Alamat yang Angga berikan padanya tadi sore, yakni alamat seorang wanita yang sempat Angga datangi hari ini. Clara.

"Loh, jadi yang benar yang mana?" tanya sopir taksi itu. Sebelumnya Angga memang sudah memberi tahu alamat rumah Revan, jelas saja sang sopir menjadi bingung.

"Jangan banyak tanya, lebih baik cepat ke alamat itu," balas Revan, masih memejamkan mata.

"Ba-baik, Tuan. Saya akan mengantarkan ke alamat ini."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status