Kata orang, godaan pria adalah ... saat ia sedang memiliki segalanya. Namun, sampai detik ini Clara masih tidak habis pikir, bisa-bisanya Benny tergoda untuk berselingkuh dan mengkhianatinya. Baik, Benny memang sudah sangat sukses, terkenal bahkan kaya raya. Hanya saja, Clara cukup terkejut terhadap apa yang Benny lakukan dengan selingkuhannya.
Clara memang mencintai Benny, sangat. Terlebih hubungan mereka tidak bisa dibilang sebentar. Ya, tujuh tahun ia habiskan dengan sia-sia kalau ternyata berakhir seperti ini.
Selama berhubungan dengan Benny, Clara bahkan rela membujuk orangtuanya agar tidak terus-terusan menyuruhnya menikah. Ia memberi pengertian pada keluarganya bahwa untuk sekarang, karier Benny lebih penting daripada menjalani rumah tangga bersamanya. Sayangnya, jadi begini balasan Benny?
Clara memang sempat menangis, tapi hanya sebentar. Sekarang hanya tersisa kebencian, rasa kecewa, sakit hati dan dendam. Clara merasa Benny seakan menggali lubang kuburannya sendiri karena coba-coba mempermainkan perasaannya. Ya, Clara bukan tipe wanita yang akan diam saja jika dikhianati. Persetan dengan betapa tenarnya Benny sekarang. Sekali pengkhianat, tetap pengkhianat!
Beberapa saat yang lalu, Clara sempat mengirimkan pesan dan menelepon Benny. Ia bisa merasakan betapa pria itu tidak tenang. Ia memang sangat mengenal Benny sehingga tahu kalau pria itu sedang ketakutan. Padahal Clara belum mengeluarkan kartu AS-nya, yakni foto dan video yang berhasil ia ambil saat Benny dan Ariana bercinta. Bagaimana jika Benny tahu tentang ini, pasti lebih kalang kabut.
Clara baru saja mengeluarkan sekotak es krim dari dalam freezer-nya, tiba-tiba terdengar suara bel. Setelah meletakkan es krimnya di atas meja ruang tamu, Clara bergegas membuka pintu pagar. Rupanya yang datang adalah seorang pria berpakaian rapi.
"Maaf ... cari siapa, ya?"
Pria itu menjawab seraya mengeluarkan kartu nama, "Saya Angga, perwakilan dari William Entertainment."
Selama beberapa saat Clara memperhatikan kartu nama itu. Ia seharusnya tidak terkejut karena yakin sekali Benny akan bersembunyi di balik agensinya. Itu artinya, cepat atau lambat pihak WE pasti akan menemuinya. Namun, sungguh Clara tidak menyangka kalau secepat ini. Hanya butuh waktu sekitar tiga jam setelah ia melihat perselingkuhan Benny dan Ariana, pihak WE benar-benar mendatanginya.
"Dengan Nona Clara Selviana?"
"Ada urusan apa?" Jelas Clara pura-pura tidak tahu.
"Mau ngobrol sebentar, boleh?" tanya Angga, tentu sangat sopan.
"Silakan masuk." Setelah mempersilakan Angga masuk dan duduk, Clara ke belakang sejenak untuk mengambil kopi dingin dalam botol untuk pria itu.
"Jadi, mau ngobrol apa? To the point aja, aku nggak suka kalau bertele-tele," tanya Clara saat ia sudah duduk di sofa. Ia bahkan sudah menggenggam es krim yang semula diletakkan di meja.
"Tentang Ben ... bisakah Nona tidak memperpanjangnya?"
"Pertama, panggil Clara aja. Dan kedua, maksudnya memperpanjang bagaimana, ya? Bisa jelaskan lebih spesifik?"
"Baik, maksudnya Clara," koreksi Angga. "Tentang perselingkuhannya. Bisakah kalian putus baik-baik, tanpa harus mem-blow up skandal ini ke media? Seperti yang semua orang ketahui, Anda itu sekadar mantan pacar Ben. Jadi, kalau Anda buka ini ke media ... orang-orang malah makin nge-hate Anda. Mereka tidak akan percaya kalau selama ini kalian masih pacaran."
"Lalu?" tanya Clara dengan santainya sambil menyuapkan sesendok es krim ke mulutnya.
"Kami, pihak WE, sangat peduli pada Anda. Kami tidak hanya melindungi Ben aja, kami juga bermaksud melindungi Anda supaya tidak di-bully semua orang. Kami hanya ingin menjadi penengah. Selain itu, Anda juga tidak ingin dituntut atas tuduhan pencemaran nama baik, bukan? Jadi tolong, apa pun niat buruk Anda, hentikan."
Clara tertawa sejenak. Ia jadi tidak berminat lagi memakan es krimnya sehingga kembali meletakkannya di meja. "Aku bahkan belum melakukan apa-apa, aku masih berpikir. Kenapa udah ditakut-takutin begini? Ah, andai aku bisa pura-pura takut atau gelisah ... aku pasti melakukannya." Ia tertawa lagi.
"Kami akan mengambil tindakan serius jika Anda berani macam-macam."
"Oh ya? WE memang luar biasa," balas Clara setenang mungkin.
"Jadi, jangan mengancam atau mengintimidasi Ben, oke?"
"Wah...." Clara berdecak. "Jadi, Ben beneran merasa terancam hanya karena sebuah chat? Aku nggak nyangka."
"Kami serius, Clara."
"Kamu pikir aku bercanda?" Clara terkekeh.
Bersamaan dengan itu suara ponsel membuyarkan pembicaraan mereka. Angga berdiri dan izin keluar sebentar untuk mengangkat telepon. Sedangkan Clara masih duduk santai sembari mempersilakan Angga untuk menjawab teleponnya.
Setelah berjalan ke area luar rumah Clara, Angga mulai berbicara dengan Revan di ujung telepon sana. Sebenarnya Revan sedari tadi mendengarkan pembicaraan Angga dengan Clara melalui alat berbentuk pulpen yang ada di saku jas Angga.
Setelah Revan memberikan instruksi apa yang harus Angga lakukan selanjutnya, Angga kembali ke ruang tamu di mana Clara masih duduk manis di sana. "Maaf, membuat Anda menunggu."
"Bukan masalah," balas Clara. "Oh ya, diminum dulu."
Setelah minum dan kembali meletakkan minumannya di meja, Angga mulai berbicara, "Sebenarnya tujuan saya ke sini bukan hanya tentang pembicaraan kita tadi."
Clara masih terdiam, menunggu Angga menjelaskan maksud ucapannya.
"Bos saya ingin menemui Anda. Jadi, bisakah Anda bersiap-siap untuk ikut dengan saya?"
"Apa? Ikut? Kamu bercanda? Jelas aku nggak mau."
"Hanya sebentar Clara, setelahnya kami akan mengantarkan Anda kembali ke rumah ini. Tentunya setelah permasalahan ini clear seratus persen."
"Kenapa bos kamu tiba-tiba mau ketemu aku? Bukannya udah cukup diwakilkan sama kamu? Aku ngerti apa yang kalian mau, kok. Jadi aku nggak usah ketemu bosmu lagi."
"Maaf, Clara ... tapi bos kami ingin bertemu dan berbicara langsung dengan Anda."
"Kalau begitu suruh dia ke sini, dong. Kenapa aku harus repot-repot pergi hanya karena bos kamu pengen ketemu?! Konyol," tegas Clara.
"Maaf, Clara—"
"Please, jangan minta maaf terus, kamu nggak salah karena aku tahu kamu cuma melaksanakan perintah. Dengar ya, aku nggak mau ikut dan aku nggak akan berubah pikiran, terlebih demi bertemu bosmu yang sok berkuasa itu. Di sini aku yang dibutuhin, kan? Jadi, kenapa aku mau nurutin kalian?"
Belum sempat Angga menjawab, Clara sudah kembali berbicara, "Sekarang nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, kan? Silakan pergi sebelum aku panggil polisi."
Tangan Revan mengepal, ia memukul meja kerjanya dengan penuh emosi. Sungguh, ia tidak menyangka Clara akan sangat berani dan lancang seperti itu. Ia jadi mulai berpikir, sebenarnya apa yang wanita itu miliki sampai-sampai tidak kenal rasa takut?Sambil menunggu Angga kembali, Revan memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mencari tahu semua tentang Clara. Setelah anak buahnya undur diri, bersamaan dengan itu Ariana masuk ke ruangannya. Rasa kesal yang semula dirasakannya perlahan menghilang saat melihat senyuman manis Ariana. Wanita yang sangat Revan sayangi.Ariana memastikan pintu ruangan Revan benar-benar terkunci, setelah itu ia langsung duduk di pangkuan pria itu, membuat paha mulusnya langsung terekspos karena rok yang dikenakannya sangat pendek."Sayang, aku tadi sempat menelepon Rima. Katanya, kamu sedang tidur nyenyak," ucap Revan seraya memeluk Ariana dari belakang."Itu tadi, tapi sekarang aku sudah bangun dan langsung ke sini untuk menemui Mas Revanku tersayang." Jika s
Clara melempar ponselnya ke samping bantal. Ia sangat menyayangkan cuti tahunan yang sudah berusaha ia hemat demi seminggu bersama Benny mubazir sudah. Padahal awalnya ia membayangkan setiap malam akan memasakkan makanan spesial untuk Benny tak peduli kalau pria itu pulang tengah malam sekalipun. Terlebih besok hari ulang tahun Benny. Ah sial, semuanya hancur.Clara juga sudah me-list alternatif lain, tapi sama sekali tidak menemukan orang yang pas untuk menghabiskan waktu bersamanya. Semua teman-temannya sibuk bekerja dan memiliki jadwal sendiri. Sepertinya ia hanya akan di rumah saja, makan dan tidur seperti zombi.Clara menarik selimutnya, bersiap untuk tidur. Namun, suara bel bergantian dengan suara ketukan pintu pagar membuatnya terduduk. Diliriknya jam dinding di kamar yang kini menunjukkan pukul sebelas malam. Orang gila mana yang bertamu jam segini? Pikirnya.Ah, tiba-tiba terbesit dalam benak Clara, mungkinkah itu Benny? Setelah kejadian tadi siang, pria itu memang sama sekal
Suara desahan penuh gairah bersahutan seakan memenuhi kamar yang kini ditempati oleh Benny dan Ariana. Kamar tempat biasa mereka melakukan aktivitas seks tanpa takut ketahuan. Sebenarnya kemarin mereka sempat ketahuan oleh Clara.Meskipun sampai detik ini Benny masih khawatir dengan ancaman Clara, tapi Ariana berhasil mengalihkan segalanya. Apalagi Ariana menjamin kalau Revan pasti bisa membereskan ini semua, sehingga Benny bisa agak tenang. Mereka juga sudah mengganti password sehingga seratus persen yakin kalau Clara tidak mungkin bisa masuk lagi.Keduanya masih sama-sama telanjang, dan tubuh mereka masih menyatu dengan Benny yang berada di atas tubuh telanjang Ariana. Benny lalu mempercepat gerakan yang semula perlahan. Ariana yang semakin terpacu gairahnya, seakan meminta Benny lebih cepat lagi. Sampai pada akhirnya wanita itu berhasil mencapai puncaknya, kemudian Benny menyusulnya."Sarapan pagi yang nikmat," bisik Ariana seraya tertidur menyamping menghadap Benny yang tampak kel
Tangan dan kaki Revan sudah terbebas dari syal yang sempat terikat kuat. Sekarang Revan dan Clara sudah duduk berhadapan di sofa yang saling berseberangan. Ada meja bundar yang menjadi jarak antara mereka. Di meja itu terdapat dua gelas minuman yang sebelumnya disiapkan oleh Clara."Tentang bukti yang aku punya ... aku nggak mau kasih lihat sekarang."Revan lalu berusaha tenang dan bertanya, "Kenapa?""Kamu bisa lihat sendiri nanti kalau aku udah share. Aku yakin bakal merajai pencarian utama dan dibahas semua media," jawab Clara penuh keyakinan. "Lagian nggak ada untungnya juga ngasih lihat."Sudah Revan duga, Clara pasti tetap teguh pada pendiriannya."Jadi, apa maumu sekarang?" tanya Revan to the point."Keinginanku sederhana, aku mau karier Ben berantakan."Revan mengernyit. "Itu menurut kamu sederhana?""Ya, aku cuma mau dia menyesal udah berani selingkuh. Padahal, kalau dia udah bosan atau hubungan kami nggak bisa dilanjutkan lagi ... seharusnya dia putusin aku secara baik-baik,
"Maaf, Bos ... kenapa tiba-tiba ada di rumah Clara?" tanya Angga setelah mobil yang dikemudikannya mulai berjalan meninggalkan area tempat tinggal Clara. Sungguh, ia kira bosnya itu pulang ke rumah yang mereka tinggali, terlebih ia tidak mengecek lagi apakah Revan sudah benar-benar sampai di rumah atau belum."Aku rasa karena alamat yang kamu berikan kemarin sore, sopir taksi membawaku ke sana. Atau mungkin secara tidak sadar aku yang memintanya. Entahlah, aku juga nggak terlalu ingat.""Padahal saya sudah meminta sopir taksi itu—""Bukan masalah. Aku rasa ini kesalahanku yang mabuk berat," potong Revan. "Hmm, tapi Ariana nggak tahu hal ini, kan? Dia memang nggak kenal siapa Clara, tapi dia pasti makin marah kalau tahu aku bermalam di rumah wanita lain. Aku mabuk aja udah bikin dia marah, apalagi kalau tahu hal ini. Bisa-bisa semakin ngamuk. Ditambah dia lagi datang bulan.""Saya rasa dia nggak tahu, Bos."Revan mengembuskan napas lega. Ia hanya tidak ingin wanita yang dicintainya sal
Di sela-sela pesta, Revan memasuki sebuah kamar hotel. Ia masuk duluan dan Ariana akan menyusulnya beberapa menit kemudian. Mereka memang sengaja masuk secara terpisah untuk menghindari orang-orang mengetahui hal ini.Sekitar setengah jam menunggu, akhirnya Ariana masuk. Revan langsung menyambutnya dengan senyuman penuh kerinduan. Sedangkan Ariana segera menghampiri pria yang kini duduk santai bersama ponselnya di sofa dekat jendela."Maaf membuatmu menunggu lama, Mas."Setelah Ariana duduk di sampingnya, Revan secepatnya meletakkan ponselnya di meja. Ia kemudian merangkul Ariana. "Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf untuk kejadian kemarin malam ya, Sayang. Aku benar-benar merasa bersalah. Aku tadinya mau ke rumahmu pagi-pagi sekali, tapi—""Sejujurnya aku ingin marah, terlebih tamu bulanan membuatku mudah mengeluarkan tanduk. Tapi ... aku ingat seminggu lagi aku berangkat dan kita akan LDR selama kurang lebih tiga Minggu. Bukankah terlalu membuang-buang waktu untuk merajuk?" ucap Ar
Ariana berbohong. Tadi ia bilang pada Revan akan langsung pulang dengan diantar oleh manajernya. Namun nyatanya, saat ini ia berada di tempat biasa bersama Benny. Ia bahkan sempat membuat Rima mabuk sehingga manajernya itu tidak perlu mengantarnya. Malah sebaliknya, ia yang menyetir untuk mengantar Rima pulang kemudian lanjut naik taksi ke apartemen Benny."Syukurlah aku tenang sekarang. Revan benar-benar bilang semua bakalan teratasi, kan?""Iya, Ben. Sekarang waktunya move-on dari wanita sialan itu," balas Ariana."Aku nggak nyangka, Clara yang bantu aku sampai berada di titik ini ... tapi dia juga yang mengancam mau menghancurkannya."Ariana berjalan ke arah sofa yang Benny duduki, lalu ikut duduk di sampingnya. "Keterlaluan, kan? Hanya karena diselingkuhi doang sampai segitunya. Menghancurkan karier? Dasar wanita nggak tahu diri!"Sejujurnya Benny juga merasa bersalah. Walau bagaimanapun Clara sudah mewarnai harinya selama bertahun-tahun. Namun, saat nasi sudah menjadi bubur seper
Setelah cuti selama satu Minggu. Kini tiba saatnya Clara kembali bekerja. Ia sudah membayangkan beberapa pekerjaannya yang tertunda akan menumpuk di meja. Itu sebabnya di Senin yang pasti sangat sibuk ini, Clara memutuskan berangkat lebih awal.Clara terkejut sekaligus bingung saat memasuki ruang kerjanya. Bagaimana tidak, mejanya tampak bersih. Semua barang-barangnya sudah rapi disimpan dalam satu kotak. Sayangnya beberapa rekan kerja yang juga menempati ruangan ini belum ada yang datang sehingga tidak ada yang bisa ia tanyai tentang hal ini.Clara tidak habis pikir, padahal ia cuti hanya seminggu saja, tapi keadaan sudah berubah drastis seperti ini. Sebenarnya ada apa? Sungguh, ia kebingungan sekarang.Beberapa saat kemudian, salah satu rekan kerjanya masuk. Rahma, dengan tatapan bingung meletakkan tas tangannya di meja kerjanya, tepat di samping meja Clara. Ia juga sama bingungnya dengan Clara saat melihat barang-barang Clara sudah dikemas rapi."Mau ke mana, Cla?""Aku yang harusn