Sore-sore begini saat di rumah sendirian, Clara memilih berenang sebagai aktivitas yang menyenangkan sekaligus menenangkan. Terkadang saat ada Lidya, wanita itu ikut melakukan hal yang sama dengannya. Namun, saat ini Lidya sedang tidak ada di rumah. Clara sendiri tidak tahu ke mana wanita itu sejak siang, terlebih tidak membalas pesannya.Setelah hampir setengah jam berenang, ia memutuskan berendam di kolam yang dangkal. Duduk berselonjor, air hanya mencapai dadanya. Clara pun menyandarkan punggungnya dan perlahan memejamkan mata, menikmati keheningan yang ada."Clara...."Tentu saja Clara terkejut saat tiba-tiba ada suara berat yang memanggilnya. Ia hafal betul itu suara Revan. Tentu Clara langsung terperanjat dan berdiri. Ya, untungnya ia selalu memakai swimsuit yang sangat jauh dari kata seksi."Astaga. Kamu ngagetin aja.""Sori, aku di sini udah dari beberapa menit lalu. Tapi kamu sepertinya lebih betah banget di air, sampai-sampai nggak menyadari kehadiranku.""Kamu hantu? Aku ba
Di lift, baik Clara maupun Revan sama-sama saling diam. Penampilan mereka sudah sangat rapi selayaknya orang yang hendak kencan, apalagi ini malam Minggu. Revan yang tampan dengan jas hitamnya, sedangkan Clara amat cantik mengenakan dress merah selutut yang sangat elegan. Tangannya juga menggenggam clutch bag berwarna silver, warna yang senada dengan high heels-nya.Satu hal yang menarik perhatian Revan, yakni anting-anting berbentuk bulat yang Clara kenakan cukup besar sehingga meskipun rambut sebahu wanita itu tergerai rapi, anting-anting itu tetap terlihat sangat cantik.Setelah pintu lift terbuka, mereka pun keluar beriringan."Lidya sama Angga di mana, ya," ucap Clara, lebih kepada dirinya sendiri."Mereka nunggu di mobil."Clara tidak menjawab, tapi ia tetap mengikuti Revan. Sampai kemudian mereka tiba di salah satu mobil.Saat Clara hendak membuka pintu depan, Revan langsung mengisyaratkan agar Clara duduk di belakang. Clara pun tidak mendebat, toh ini bukan masalah.Namun, saa
Clara pikir Revan sudah gila, atau setidaknya sedang kerasukan. Namun, sepertinya ia lebih gila lagi. Bagaimana tidak, sekarang ia sedang berhadapan dengan jarak se-intim ini dengan pria itu di lantai dansa.Revan menautkan satu tangannya yang terangkat dengan tangan Clara, sementara tangan satunya ia tempatkan di pinggang wanita itu.Sedangkan Clara, tangan satunya ia tempatkan di bahu Revan. Wanita itu harus mendongak lantaran Revan jauh lebih tinggi darinya.Berbeda dengan Revan yang santai dan masih bisa tersenyum, jujur saja, Clara sangat gugup. Apalagi ia merasa sedang diperhatikan semua orang. Ya, meskipun semua orang sedang berhadapan dengan pasangannya masing-masing di lantai yang sama, tetap saja Clara merasa kalau orang-orang itu tengah mengawasinya dengan Revan.Lagu romantis masih terus diputar, Clara berusaha mengimbangi gerakan Revan. Sungguh, Clara merasa berada di posisi ingin berlari tapi tidak bisa. Melanjutkan ini pun benar-benar terasa sangat memalukan."Rupanya k
"Ini nih, alasan kita lebih baik pakai satu mobil aja," ucap Angga yang mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan rumah orangtua Revan.Di mobil ini, hanya Angga dan Clara yang seratus persen sadar. Lidya sudah memejamkan matanya di kursi depan, tentunya kursi yang wanita itu duduki sudah dibuat senyaman mungkin, juga tidak lupa memasang sabuk pengamannya.Sedangkan Clara, duduk bersama Revan yang mabuk berat di kursi belakang. Revan bahkan sudah membuka jasnya, kemejanya pun sangat berantakan."Aku ngerti Lidya mabuk, tapi pria yang satu ini nih ... dia bahkan dengan penuh percaya diri bilang nggak akan mabuk. Sekarang lihat?" kata Clara sambil sesekali menyingkirkan kepala Revan dari pundaknya."Mereka memang sering seperti ini, Cla.""Hah? Terus gimana cara kamu ngurusin dua orang mabuk sekaligus?""Bos kadang nggak ikut pulang alias bermalam di rumah orangtuanya.""Terus sekarang kenapa ikut pulang? Ngerepotin banget.""Sebelum berangkat, bos udah berpesan seandainya dia mabuk ...
Merasa Revan memeluknya sangat erat, Clara langsung tersadar."Revan, please lepasin. Kamu mau ngapain?" Meskipun tubuhnya merasa nyaman, tapi kesadaran Clara tidak boleh lengah."Apa aku udah pernah bilang, kalau kamu cantik?" balas Revan pelan, tapi dengan posisi seperti itu, Clara bisa mendengarnya dengan jelas. Sangat jelas."Kamu makin melantur, Revan. Lepasin selagi aku masih ngomong dengan cara baik-baik.""Aku serius. Kamu cantik banget, Cla.""Terus kenapa kalau cantik? Ya Tuhan ... kamu mabuk, Revan. Lepasin!" Kali ini Clara berusaha melepaskan diri, tapi rasanya sulit karena pelukan Revan begitu erat."Aku suka kamu. Ini serius."Clara tidak langsung menjawab, tapi detak jantungnya semakin cepat. Lebih cepat dari saat mereka berdansa tadi. Ia tidak pernah membayangkan Revan akan mengatakan hal seperti itu padanya sekalipun dalam kondisi mabuk."Ka-karena aku cantik?""Bukan hanya itu, tapi karena perlahan kamu menguasai hatiku sampai-sampai duniaku seakan hanya tertuju pada
Setelah hal 'panas' yang dilakukannya dengan Revan sepulang dari acara anniversary orangtua pria itu, jujur saja Clara terus memikirkan apa yang mereka lakukan. Mereka memang tidak sampai bercinta, tapi tetap saja Clara jadi merinding sendiri saat membayangkan betapa intensnya ciuman dan sentuhan Revan terhadapnya.Ini adalah ciuman keduanya dengan Revan setelah dulu pria itu salah mengira bahwa Clara adalah Ariana. Bedanya, malam ini Clara mendengarnya dengan sangat jelas kalau pria itu menyebutkan namanya. Terlepas dari pria itu mabuk atau tidak."Lupakan, Clara. Itu konyol!" batinnya.Ya, itu sangat konyol. Kenapa ia mengizinkan pria itu menciumnya bahkan memeluknya dengan posesif? Clara yakin ada yang salah dengan dirinya. Mungkin itulah yang membuat Clara tidak bisa tidur sampai pagi.Jadi, tadi malam setelah Clara yakin Revan benar-benar sudah nyenyak, ia berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. Agak susah memang karena Revan membuat dirinya seolah guling. Namun, pada akh
Tak lama kemudian, Clara pun menghampiri Revan dan duduk di kursi yang pria itu tarik tadi. "Aku nggak nyangka kamu bisa masak.""Enggak pernah masak bukan berarti nggak bisa, ya." Revan berkata sambil mengambil posisi duduk di kursi yang ada di hadapan Clara."Nah itu maksudku. Kamu, kan, nggak pernah masak ... kenapa tiba-tiba berlagak jadi koki begini?""Pengen aja, kenapa? Masalah buat kamu?" jawab Revan. "Lagian aku kalau lagi senggang kadang begini, kok. Kamunya aja yang baru lihat.""Sebenarnya aku jarang makan makanan berat kalau pagi. Apalagi ini masih pagi banget.""Takut gemuk?""Bukan itu. Lagian kenapa masak sebanyak ini, sih?""Aku yang masak kenapa kamu yang ribet, sih? Tinggal makan aja, malah seharusnya kamu berterima kasih karena udah dimasakin.""Siapa juga yang minta dimasakin?" gumam Clara sangat pelan. Ia sewot sendiri."Oke, mari berhenti debat dan selamat makan," balas Clara sengaja mengakhiri topik. Lagi pula ia ingin secepatnya pergi dari tempat ini.Meskipun
Semalam Revan memang mabuk. Ia sebenarnya tidak ingin mabuk, tapi keadaan mengharuskannya seperti itu. Bagaimana tidak, ia harus meminum jatah Clara yang dipaksa minum oleh Lidya dan Ayra karena tidak ingin Clara mabuk.Tiba di rumah, Revan bahkan belum sepenuhnya sadar. Sampai kemudian, ia menemukan sedikit kesadarannya saat sedang membawa mikrofon dan parahnya lagi, lagu yang diputar adalah 'Anak Kambing Saya'. Detik itu juga ia menyadari kalau Clara ada di ruangan yang sama dengannya. Parahnya, wanita itu sedang mengarahkan ponsel ke arahnya, sedang apa lagi kalau bukan sedang merekamnya?Meskipun belum sadar sepenuhnya karena masih setengah mabuk, tetap saja Revan malu sekaligus tidak terima kalau Clara berusaha mengerjainya di tengah ketidakberdayaan ini. Ya, jujur saja untuk berdiri pun Revan masih agak oleng.Itu sebabnya ia membuka bajunya, hal yang biasa Revan lakukan saat hendak tidur. Ia juga ingin Clara segera keluar saat melihatnya bertelanjang dada. Setelah Clara keluar,