Setelah hal 'panas' yang dilakukannya dengan Revan sepulang dari acara anniversary orangtua pria itu, jujur saja Clara terus memikirkan apa yang mereka lakukan. Mereka memang tidak sampai bercinta, tapi tetap saja Clara jadi merinding sendiri saat membayangkan betapa intensnya ciuman dan sentuhan Revan terhadapnya.Ini adalah ciuman keduanya dengan Revan setelah dulu pria itu salah mengira bahwa Clara adalah Ariana. Bedanya, malam ini Clara mendengarnya dengan sangat jelas kalau pria itu menyebutkan namanya. Terlepas dari pria itu mabuk atau tidak."Lupakan, Clara. Itu konyol!" batinnya.Ya, itu sangat konyol. Kenapa ia mengizinkan pria itu menciumnya bahkan memeluknya dengan posesif? Clara yakin ada yang salah dengan dirinya. Mungkin itulah yang membuat Clara tidak bisa tidur sampai pagi.Jadi, tadi malam setelah Clara yakin Revan benar-benar sudah nyenyak, ia berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. Agak susah memang karena Revan membuat dirinya seolah guling. Namun, pada akh
Tak lama kemudian, Clara pun menghampiri Revan dan duduk di kursi yang pria itu tarik tadi. "Aku nggak nyangka kamu bisa masak.""Enggak pernah masak bukan berarti nggak bisa, ya." Revan berkata sambil mengambil posisi duduk di kursi yang ada di hadapan Clara."Nah itu maksudku. Kamu, kan, nggak pernah masak ... kenapa tiba-tiba berlagak jadi koki begini?""Pengen aja, kenapa? Masalah buat kamu?" jawab Revan. "Lagian aku kalau lagi senggang kadang begini, kok. Kamunya aja yang baru lihat.""Sebenarnya aku jarang makan makanan berat kalau pagi. Apalagi ini masih pagi banget.""Takut gemuk?""Bukan itu. Lagian kenapa masak sebanyak ini, sih?""Aku yang masak kenapa kamu yang ribet, sih? Tinggal makan aja, malah seharusnya kamu berterima kasih karena udah dimasakin.""Siapa juga yang minta dimasakin?" gumam Clara sangat pelan. Ia sewot sendiri."Oke, mari berhenti debat dan selamat makan," balas Clara sengaja mengakhiri topik. Lagi pula ia ingin secepatnya pergi dari tempat ini.Meskipun
Semalam Revan memang mabuk. Ia sebenarnya tidak ingin mabuk, tapi keadaan mengharuskannya seperti itu. Bagaimana tidak, ia harus meminum jatah Clara yang dipaksa minum oleh Lidya dan Ayra karena tidak ingin Clara mabuk.Tiba di rumah, Revan bahkan belum sepenuhnya sadar. Sampai kemudian, ia menemukan sedikit kesadarannya saat sedang membawa mikrofon dan parahnya lagi, lagu yang diputar adalah 'Anak Kambing Saya'. Detik itu juga ia menyadari kalau Clara ada di ruangan yang sama dengannya. Parahnya, wanita itu sedang mengarahkan ponsel ke arahnya, sedang apa lagi kalau bukan sedang merekamnya?Meskipun belum sadar sepenuhnya karena masih setengah mabuk, tetap saja Revan malu sekaligus tidak terima kalau Clara berusaha mengerjainya di tengah ketidakberdayaan ini. Ya, jujur saja untuk berdiri pun Revan masih agak oleng.Itu sebabnya ia membuka bajunya, hal yang biasa Revan lakukan saat hendak tidur. Ia juga ingin Clara segera keluar saat melihatnya bertelanjang dada. Setelah Clara keluar,
Ya Tuhan, Clara ingin pingsan saja. Sayangnya tidak bisa. Pura-pura pun ia tidak mampu.Setelah beberapa saat hanya ada keheningan, "Ka-kamu masih mabuk," ucap Clara gugup. Hanya itu yang bisa ia ucapkan."Baik semalam dan sekarang, aku sadar. Sepenuhnya sadar," tegas Revan.Dalam kegugupannya, Clara berusaha menenangkan diri. Ia mulai mendongak dan perlahan melepaskan tangan Revan. Sekuat tenaga ia juga mencoba menstabilkan ekspresinya.Setelah bisa mengendalikan dirinya, Clara sengaja pura-pura tertawa untuk menyamarkan kegugupannya. Tawa yang tentu saja sangat kentara dibuat-buat."Kamu menganggap lucu hal ini?" tanya Revan. "Kamu tahu, butuh keberanian buat mengungkapkan ini dan kamu hanya tertawa."Seketika tawa Clara berhenti. Ia lalu bertanya, "Kamu sayang aku?""Ya. Aku serius. Gimana kalau kita pacaran aja?""Wah, kalau begitu kebetulan sama dong ... aku juga sayang kamu nih, bahkan sebelum aku lahir ke dunia ini, aku udah lebih dulu sayang kamu." Sejujurnya jantung Clara mas
Melalui cermin, Clara melihat lehernya sudah kembali seperti semula. Tanda merah yang biasa orang-orang sebut kiss mark sudah hilang sepenuhnya sehingga ia tidak perlu mengenakan pakaian yang bisa menutupi bagian itu. Jujur saja ia malu sehingga beberapa hari ini terpaksa menutupinya. Ia tidak mau Lidya sampai melihatnya lalu berpikir yang tidak-tidak. Walau bagaimanapun, Lidya tidak sepolos itu. Justru, sepertinya wanita itu lebih berpengalaman darinya.Ah, memikirkannya membuat Clara jadi teringat lagi pada kejadian di ruang karaoke. Padahal kejadian itu sudah berlalu dan tanda merahnya pun sudah hilang. Kenapa sensasinya masih terbayang sampai sekarang? Tuh kan, sekarang Clara kembali merinding.Mungkin pagi itu, saat Revan menyatakan perasaan pada Clara, adalah terakhir kalinya mereka bertemu. Ya, sesuai harapan Clara kalau Revan kembali disibukkan dengan aktivitas pekerjaannya. Clara biasanya akan senang karena artinya, ia tidak perlu repot-repot bertemu pria itu. Terlebih biasan
Sejujurnya, Clara meminjamkan ponsel pada Lidya untuk melihat foto perselingkuhan Benny dan Ariana. Beberapa waktu lalu Clara memang berjanji untuk memperlihatkannya pada Lidya. Lidya pun melihatnya sebentar, karena setelahnya ia tertarik untuk melihat kontak Revan di ponsel Clara. Ia hanya penasaran, kenapa Mira dan Ayra bersikeras kalau mereka pacaran sungguhan. Lidya hanya ingin membuktikannya sendiri.Selain itu, Clara bersikeras tidak mau menelepon Revan padahal wanita itu besok pulang kampung cukup lama. Hal itu membuat Lidya gemas sendiri. Ia bisa merasakan kalau sebenarnya Clara ingin pamit pada Revan, tapi entah apa yang membuat Clara enggan berbicara dengan Revan sekalipun via telepon.Awalnya Lidya kesulitan menemukan kontak Revan, ia berpikir sepertinya Clara benar-benar tidak menyimpan nomor Revan. Namun, saat iseng mengetikkan nomor Revan dengan menyalin dari ponselnya sendiri, Lidya terkejut saat menekan tombol dial dan yang keluar adalah kontak dengan nama KAMBING.Hal
Lidya lega. Ia sudah berhasil kembali membuka blokiran Revan di ponsel Clara, sekaligus menghapus satu chat yang masuk. Ya, rupanya Revan mengirimkan chat juga. Untung saja tadi Lidya gerak cepat memblokirnya, sehingga Clara tidak akan tahu chat Revan yang menanyakan kenapa me-reject panggilannya.Setelah berpisah dengan Clara di lift, karena ia harus turun di lantai empat, Lidya lalu memasuki ruangan privasinya bersama Angga. Baru saja masuk, ia langsung dikejutkan dengan keberadaan kekasihnya itu.Seingatnya tadi Angga berangkat ke kantor dan mengatakan akan pulang agak malam. Namun, kenapa sekarang sudah ada di sini? Terlebih pria itu tampak baru selesai mandi, terlihat dari rambutnya yang masih basah."Sayang, kamu nggak jadi ke kantor?"Angga pun duduk di sofa dengan pakaian santainya. "Udah, tapi pulang lagi. Puas main basketnya?""Kok pulang lagi?" Lidya bahkan mengabaikan pertanyaan Angga."Bos minta pulang.""Tumben banget.""Iya, kan, tumben? Kirain aku aja yang mikir begitu
Di bawah guyuran shower, Clara masih memikirkan betapa anehnya sifat Revan. Oke, Clara tahu betul Revan memang diharuskan menahan hubungannya dengan Ariana demi suksesnya misi mereka. Ia juga tidak akan heran kalau Ariana nyosor lebih dulu. Namun, ia tetap tidak menyangka kalau Revan akan sejujur itu padanya. Takut dirinya marah, kecewa dan salah paham?Padahal, menurutnya Revan tinggal diam saja dan tidak perlu mengaku sudah dicium oleh Ariana. Toh, dirinya juga tidak mengetahui hal itu, bukan? Anehnya, Revan malah se-merasa bersalah itu sampai-sampai memohon untuk dimaafkan. Clara jadi merasa penting di hati Revan, apalagi saat pria itu mengatakan 'rasanya seakan mengkhianatinya'. Ah, haruskah Clara percaya?Clara jadi berpikir, mungkinkah Revan benar-benar serius tentang perasaan terhadapnya? Sehingga pria itu tidak mau membuatnya kecewa, marah bahkan ... cemburu pada Ariana.Ya Tuhan, entah Clara harus merasa geli atau takjub, yang pasti ia menemukan sisi lain dari Revan hari ini.