"Enggak nyangka, aku lagi nyanyi berdua sama kambing," kekeh Clara."Kamu puas, bikin aku terlihat bodoh di hadapan mereka berdua?"Clara tertawa."Tapi aku suka kamu ketawa lagi," tambah Revan."Aku tadi juga ketawa, lebih tepatnya ngetawain kamu. Habisnya kamu mengakui jati diri secara tiba-tiba, gimana nggak lucu?" balas Clara. "Kamu kambing? Embeee." Clara bahkan menirukan suara kambing, bermaksud mengolok-olok Revan.Mereka pun memutuskan untuk duduk di sofa, terlebih Revan sudah bernyanyi lebih banyak dari Clara. "Tapi sekarang kamu nggak marah lagi, kan?""Aku emang nggak marah. Tahu nggak, dari tadi aku nahan diri buat nggak nampol kepala kamu biar nggak eror gitu."Kali ini Revan tersenyum. "Kamu ingat sofa yang kita duduki ini?" tanya Revan kemudian. "Sofa bersejarah."Sial, mendengar pertanyaan pria itu membuat Clara merasakan sensasi aneh. Kenapa ia tidak kepikiran sampai ke sana? Juga, bisa-bisanya Revan membahas hal itu."Aku ke kamar sekarang juga kalau kamu bahas itu."
Clara mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menggeliat dan perlahan matanya terbuka sepenuhnya. Hal yang pertama kali dilihatnya adalah lampu yang masih menyala, juga langit-langit kamar yang terasa sangat familier. Ini adalah kasurnya yang sangat nyaman.Tadi, Clara memang sengaja meninggalkan rumah Revan pagi-pagi sekali. Hal itu ia lakukan bukan tanpa alasan, ia takut terbujuk oleh rayuan Revan agar menunda kepulangannya. Clara tidak mau, terlebih ia sudah bilang pada orangtuanya untuk pulang hari ini. Jika ia menundanya, risikonya adalah sang mama akan datang menjemputnya seperti yang Ita katakan beberapa waktu lalu melalui telepon.Selain itu, Clara juga ingin mampir ke rumahnya yang sudah sangat lama ia tinggalkan. Ya, ia memang merasa sudah sangat lama tidak menginjakkan kaki di sini. Saking lamanya, Clara bahkan baru tahu kalau rumah di samping kanan dan kirinya yang semula kosong, kini sudah ada penghuninya. Clara melihat sendiri tadi pagi saat baru datang ke sini. Lampu-lampu tet
Revan antara percaya dan tidak percaya saat Ayra mengatakan bahwa Cindy tidak sengaja bertemu wanita yang mirip Clara di toilet. Ya, Cindy bersikeras sudah melihat Tante Clara-nya sedang bercermin sambil memakai pelembap wajah entah apa pun sejenisnya.Ingatan Cindy tidak sebatas tentang naskah atau dialog dalam film saja, tapi ia juga sangat mudah menghafal wajah orang. Apalagi jika orang tersebut pernah bertemu secara intens dengannya. Jadi, meskipun baru satu kali bertemu Clara, tentu Cindy akan mengingatnya jika suatu hari bertemu lagi.Ayra yang saat itu keluar dari salah satu bilik langsung menghampiri Cindy yang kebingungan. Bagaimana tidak bingung, penampilan Clara sangat berbeda jauh dengan saat mengunjungi rumah Mira. Sayangnya Ayra tidak sempat melihat wajah Clara karena wanita itu segera bergegas pergi, terlebih sudah memakai masker dan kacamata. Karena ragu itu Clara atau bukan, mengingat ia juga merasa postur tubuh wanita tadi mirip Clara, akhirnya Ayra menceritakan hal
Tidak pernah ada yang bisa menebak apa yang terjadi hari esok, begitu juga Revan. Sampai tadi pagi, ia sedikit pun tidak mengira bahwa malam ini akan berduaan bersama Clara. Faktanya, itulah yang terjadi sekarang. Rasanya dunia seakan milik berdua. Bahkan, sekadar orang mengontrak pun tidak boleh.Jujur saja, Clara juga sangat menikmati malam ini. Rasanya ia tidak melakukan hal-hal sederhana tapi menyenangkan bersama pria, seperti makan malam romantis, menonton film di bioskop, bergandengan tangan di tempat umum tanpa ada kekhawatiran sedikit pun. Ah, pokoknya semua hal yang nyaris mustahil ia lakukan dengan Benny dulu, kini bisa ia lakukan bersama Revan.Clara bahkan berhasil mendapatkan sebuah boneka dari penukaran tiket di tempat permainan. Boneka kambing. Ini bukan kebetulan, Revanlah yang memilih boneka itu. Padahal tadinya Clara hendak memilih boneka rusa, toh poin-nya pun sama. Namun, Revan bersikeras meminta Clara memilih boneka kambing. Clara jadi merasa sepertinya Revan sang
"Ini kamarku," terang Revan sambil menunjuk pintu. "Kode untuk masuknya adalah....""Kenapa aku harus tahu?""Barangkali mau tahu," jawab Revan dengan santainya. "Mau masuk?""Eng-nggak, mau ngapain?"Lagi, Revan tersenyum. "Syukurlah kamu nggak mau masuk." Pria itu lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Clara. "Aku malu. Berantakan," bisiknya dengan maksud bercanda.Clara pun langsung menjauhkan tubuhnya. "Jangan bertele-tele please, kenapa kamu bawa aku ke sini?""Eits, sabar dulu." Revan lalu mengajak Clara menaiki satu tangga lagi.Saat sudah di tangga terakhir, tepatnya di depan pintu menuju rooftop, Revan menutup kedua mata Clara."Apa maksudnya ini? Jangan norak, Revan.""Kamu yang sebaiknya jangan norak, oke?" jawab Revan. "Maju aja, tapi pelan-pelan."Begitu melangkah, Clara merasakan angin menerpa wajah dan tubuhnya. Namun, sentuhan telapak tangan Revan di matanya terasa hangat. Terlebih posisi tubuh mereka seperti ini, membuat Clara merasa degdegan sekaligus penasaran.Setela
Benny tidak menyangka, seseorang yang tidak pernah terpikirkan sama sekali untuk menghubunginya, nyatanya sekarang menyuruhnya datang bahkan di pagi-pagi sekali. Tentu Benny tidak kuasa menolak, terlebih di hatinya berkumpul rasa penasaran. Ia akhirnya mengemudikan mobilnya menuju rumah Clara. Sendirian.Jalanan tampak lengang, mungkin karena masih pagi. Benny pun memacu mobilnya lebih cepat agar bisa segera sampai ke tempat tujuannya.Beberapa menit kemudian, Benny sudah sampai tepat di depan rumah Clara. Rumah yang sudah sangat lama tidak ia datangi. Sempat terbesit pemikiran, jika dirinya tidak mendua, pasti Clara masih menjadi kekasihnya.Hanya saja, pria itu kembali tersadar. Perselingkuhan ini bukan sepenuhnya salahnya, pria mana yang tidak tergoda dengan tubuh seksi Ariana? Jadi, Benny rasa apa yang dilakukannya membuktikan bahwa dirinya adalah pria normal. Se-berengsek itu.Benny mengembuskan napas sejenak sebelum benar-benar turun, setelah sudah siap sepenuhnya, ia turun dan
Ita sangat syok. Sebagai orangtua terlebih seorang wanita, apa yang dilihatnya saat ini jelas sangat melukai perasaannya. Hatinya sakit. Tubuhnya bahkan mendadak lemas, tangannya pun gemetar. Ia benar-benar kecewa terhadap apa yang Clara lakukan.Bagaimana tidak, anak gadis yang ia percayakan tinggal sendirian di perantauan karena ia pikir bisa menjaga dirinya dari hal-hal kotor seperti ini, nyatanya mengkhianati kepercayaannya. Sungguh, Ita sangat kecewa sehingga hanya bisa berdiri terpaku dengan penuh kemarahan sekaligus ingin menangis.Selama beberapa saat, Ita berusaha mengumpulkan semua perasaan campur aduknya yang seakan ingin meledak. Sia-sia jika berharap ini tidak nyata. Untung saja cake di tangannya tidak sampai terjatuh, padahal ia seakan sudah tidak memiliki tenaga untuk membawanya lagi.Perlahan, Ita menyerahkan cake dengan lilin yang masih menyala kepada Angga. Angga yang sedari tadi sama terkejutnya, pun Lidya yang tampak jelas syok-nya.Secepatnya Lidya langsung maju u
"Kamu ingat, kursi dan meja di pojok tempat favoritku saat menyendiri. Kamu minum tanpa bertanya dulu jenis minuman apa yang ada di meja. Kamu nggak sadar udah minum sebanyak itu."Perlahan Clara ingat. Ya, ingatan terakhirnya memang sampai di rooftop saat Revan kembali mengutarakan perasaan padanya. Revan bahkan menghias tempat itu dengan sedemikian romantisnya. Revan yang ia pikir ke kamar sejenak untuk mengambilkan jaket untuknya, ternyata Revan justru hendak mengambilkan sesuatu yang sangat tidak Clara bayangkan. Jadi, Revan tahu tanggal ulang tahunnya?"Sudah ingat sekarang?" tanya Revan lagi. Kali ini perlahan kakinya melangkah menghampiri Clara. "Kamu bahkan memberitahuku tentang password pintunya. Itu sebabnya kita bisa masuk meskipun kamu hampir nggak sadar, padahal rencananya aku mau nelepon Lidya buat bawain kartu akses pintunya," jelas Revan seraya terus mendekat ke arah Clara."Aku bahkan nggak kepikiran buat menidurkanmu di kamarku, karena aku takut kamu nggak suka. Para
Delapan bulan kemudian….Suara tangis bayi menggema di salah satu ruangan bersalin di rumah sakit. Clara, yang baru saja berjuang mati-matian demi kehadiran buah cintanya bersama Revan, kini tersenyum lega melihat bayi mungil yang baru saja dilahirkannya secara normal. Lelah dan sakitnya seakan terbayar sudah saat mendengar suara tangis sang bayi.Revan, yang mendampingi Clara dan tidak mau sedikit pun beranjak. Ia terus menggenggam tangan Clara selama proses persalinan tadi. Sungguh, Revan jadi tahu betapa besar perjuangan seorang ibu. Setelah buah hati mereka benar-benar lahir, Revan tanpa ragu mencium kening Clara yang penuh dengan peluh.“Terima kasih, Sayang. Terima kasih sudah melahirkan anak kita.”Ini adalah anak pertama mereka dan berjenis kelamin laki-laki. Sempurna sudah kebahagiaan Clara dan Revan.Setelah bayi mungil itu selesai dibersihkan, perawat pun meletakkannya di samping Clara. Detik berikutnya, Mira dan Ita masuk. Dua wanita paruh baya itu juga tampak terharu, har
Sebulan setelah Clara dan Revan berbulan madu, hari-hari kembali berjalan seperti biasa. Bedanya, sekarang Clara dan Revan tinggal sekamar. Catat, sekamar dan satu ranjang! Terkadang di kamar Revan, sesekali juga di kamar Clara, yang pasti mereka tidur berdua. Menikmati awal-awal pernikahan dengan selalu bermesraan dan melakukan hal ‘panas’ tanpa sedikit pun merasa bosan.Sisanya sama saja, Revan tetap bekerja seperti biasa dan tentunya Angga selalu setia menjadi asisten Revan.Saat Revan dan Angga sedang bekerja, Clara dan Lidya pun akan sibuk dengan berbagai aktivitas. Terkadang, Lidya mengajari Clara memasak. Ini bukan berarti Clara tidak bisa memasak. Clara bisa, sedikit, dan Lidya yang jauh lebih jago bersedia mengajarinya.Clara jadi berharap Lidya dan Angga tetap tinggal di rumah ini bahkan setelah mereka menikah. Jika tidak, Clara pasti akan merasa kesepian saat Revan sibuk bekerja.Mereka berempat kompak tidak takut jika harus tinggal bersama dalam satu atap. Bagaimana tidak,
Baik Clara maupun Revan sekarang sama-sama merasa lega. Bagaimana tidak, mereka sudah melewati semua proses dari lamaran, pernikahan, resepsi pernikahan dan ngunduh mantu yang dirayakan secara mewah dan besar-besaran di kediaman orangtua Revan.Jujur, Clara tidak pernah berpikir akan menikah sebelum usia 30 tahun. Dulu, ia mengira akan menunggu Benny lebih lama lagi. Namun, siapa sangka jodohnya ternyata adalah Revan yang tidak perlu membuatnya menunggu sampai bertahun-tahun untuk mempersuntingnya.Sungguh, Clara tidak bisa memungkiri rasanya sangat membahagiakan. Apalagi jika mengingat Revan yang begitu mencintainya, lalu mertuanya juga sangat menyambut hangat kehadirannya.Sekarang, tersisa proses yang sangat dinanti-nantikan mereka berdua. Ah, mungkin bukan hanya mereka berdua, pasti setiap pasangan yang baru menikah sangat menantikan momen ini. Bulan madu.Clara dan Revan sepakat akan menghabiskan waktu bulan madu mereka di negeri ini, tepatnya di Pulau Sumba. Mereka akan tinggal
Kembali ke kamar, Revan mendapati Clara masih tertidur lelap. Ia tersenyum lalu memutuskan bergabung di kasur seperti tadi. Dipeluknya Clara yang kini mulai menggeliat.Dengan penuh kasih sayang, Revan mengelus-elus rambut Clara, juga tak lupa mengecup keningnya. Ah, sepertinya ini akan menjadi aktivitas pagi yang menyenangkan dan akan dilakukannya setiap hari tanpa rasa bosan.Perlahan, Clara membuka matanya. Ia agak terkejut menyadari Revan sedang menatapnya intens sambil memeluknya."Astaga. Kamu ngagetin aja.""Selamat pagi, Istriku. Wanita cantik yang selalu ada di hatiku."Clara mengernyit. "Semakin hari kamu semakin menjadi-jadi. Apa jangan-jangan belakangan ini kamu kursus ngegombal.""Asal kamu tahu, perkataanku tulus. Ini karena aku sangat bahagia memilikimu, Sayang."Clara tersenyum. Ia lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Revan. Setelah mencium singkat bibir suaminya itu, Clara berkata, "Aku juga bahagia. Serius.""Sekarang, mau tidur lagi sambil dipeluk, sarapan atau mand
Clara dan Revan memang tidur di kasur yang sama, meskipun mereka belum melakukan ritual malam pertama ala pengantin baru seperti pasangan yang baru menikah pada umumnya lantaran Clara belum selesai mengusir tamu bulanannya. Namun, mereka tetap mesra. Ya, mesra meskipun tanpa bercinta.Pagi ini saja, Revan terbangun dari tidurnya dalam keadaan memeluk erat Clara. Sangat erat. Terlebih Clara juga tampak nyaman saat dipeluk. Ah, rasanya sangat membahagiakan saat wanita yang dicintainya kini resmi menjadi istrinya.Clara masih tertidur lelap, sedangkan Revan melirik jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Rasanya ia ingin tidur lagi, tapi getaran ponsel tiba-tiba membuatnya terpaksa mengulurkan tangannya ke arah nakas untuk melihat siapa yang meneleponnya. Jika dirasa tidak penting, ia akan mengabaikannya saja lalu tidur lagi. Bila perlu ia akan menonaktifkan ponselnya.Melihat layar ponselnya yang menyala, Revan mengernyit. Rupanya Anggalah yang menelepon. Ia sebelumnya sudah mewan
Setelah Revan secara resmi melamar Clara, seminggu kemudian dua keluarga bertemu untuk menentukan tanggal pernikahan. Clara pun sudah tidak tinggal di rumah Revan lagi. Tunangan? Ah, baik Revan maupun Clara dan seluruh keluarga memutuskan sekalian menikah saja. Maksudnya, tunangan hanya bertukar cincin dan sekadar dihadiri dua keluarga inti masing-masing, tidak sampai membuat acara besar.Setelah diputuskannya tanggal pernikahan, tentunya segala persiapan pun mulai dilakukan. Baik Clara maupun Revan tentu baru tahu ternyata segala persiapan menjelang pernikahan itu lumayan memusingkan dan menguras energi, terlebih keduanya memang menginginkan yang terbaik untuk acara yang hanya akan berlangsung seumur hidup sekali ini.Mereka benar-benar sibuk selama beberapa bulan terakhir ini. Dan sepertinya bukan Clara dan Revan saja yang merasa lelah, keluarga mereka masing-masing serta Angga dan Lidya pun turut sibuk mempersiapkan hari bahagia Clara dan Revan.Enam bulan berikutnya, Clara dan Rev
Satu bulan berlalu, waktu yang begitu cepat bagi Revan karena ia terlampau sibuk mengurusi banyak hal sehingga tidak terasa waktu seakan berlalu begitu saja. Namun, kabar baiknya sekarang pria itu cukup lega karena segala tentang Benny sudah selesai. Beberapa artisnya yang terlibat sebagai korban dalam kasus ini pun terlindungi dengan baik, sementara Benny resmi dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.Tentang Ariana, wanita itu sudah mantap meninggalkan dunia keartisannya. Ia bukan hanya ingin fokus pada bayi dalam kandungannya, tapi juga ingin hidup tenang bersama sang Nenek. Dengar-dengar, Ariana juga hendak mengajukan gugatan cerai terhadap Benny. Entah benar atau tidak, tapi setidaknya itulah berita yang beredar.Mengusik Ariana? Tentu tidak. Clara dan Revan memang sudah memutuskan untuk mengakhiri segala tentang Ariana dan Benny. Mereka sepakat, tinggal fokus pada hubungan mereka berdua saja.Kalau bagi Revan sebulan terasa cepat saking sibuknya, sedangkan bagi Clara kebalikannya. Bagi
Revan langsung terduduk, sedangkan Clara bergegas berdiri untuk melihat siapa tamu yang mendatangi rumahnya itu. Belum sempat mencapai pintu, seorang wanita yang sangat mereka kenal sudah lebih dulu muncul."Lidya?" ucap Clara yang agak terkejut, pasalnya wanita itu sama sekali tidak mengabarinya kalau hendak datang."Bos, Clara ... ya Tuhan, kenapa kalian nggak ada yang mau angkat telepon? Aku pikir kalian lagi ngapain," ucap Lidya yang ekspresinya sulit diartikan. Entah itu kesal, khawatir atau curiga?"Bos juga, udah bikin Angga super sibuk, kenapa bikin aku ikutan sibuk juga?" lanjut Lidya."Ponselku di-silent ternyata, pasti punya Clara juga," jawab Revan seraya mengeluarkan ponselnya dari saku jas. Revan memang melepas jasnya tanpa mengeluarkan ponselnya. Ia terlalu fokus pada kebersamaannya dengan Clara sehingga tidak memedulikan hal lain. Ternyata ada banyak panggilan tidak terjawab dari Angga."Ada apa, Li?" Kali ini Clara yang berbicara."Angga nyuruh aku ke sini buat minta
Ariana menangis, apalagi saat Benny benar-benar dibawa oleh polisi. Ia tidak bisa mencegah dan hanya bisa pasrah melihat pria yang kini resmi menjadi suaminya digiring ke mobil polisi. Tangisan Ariana bahkan semakin menjadi-jadi, membuat siapa saja yang ada di sana merasa kasihan dan tidak tega melihatnya.Setelah mobil polisi berhasil meninggalkan area gedung resepsi pernikahan yang dipenuhi para wartawan dan orang-orang sekitar yang tampaknya ingin melihat langsung 'pertunjukan langka' seorang aktor papan atas yang belakangan ini terkena skandal video syur, sekarang harus diringkus polisi di hari resepsi pernikahannya.Sebenarnya waktu resepsinya masih belum selesai, tapi harus dipaksa selesai. Meskipun begitu, Ariana belum mau keluar gedung, terlebih di depan sana para wartawan masih bertahan untuk meliputnya.Akhirnya, Ariana memutuskan duduk di ruang ganti. Ia menangis sejadi-jadinya ditemani tim wedding organizer yang terus berusaha menenangkannya.Setelah lebih tenang, beberapa