Bersiap untuk diadili, Clara berjalan menuju rumahnya dengan perasaan tidak menentu. Ia tahu Ita sedang emosi, dan ucapannya tadi tidak mengurungkan niatnya untuk tetap pulang ke rumah. Clara yakin, mamanya sudah sampai sejak beberapa menit yang lalu, mengingat Angga mengantarnya lebih dulu daripada perjalanan dirinya bersama Revan.Sebelum masuk, Clara menghela napas pelan. Meyakinkan diri sendiri kalau semuanya baik-baik saja. Setelah itu, ia mulai mendorong gerbang rumah yang memang hanya dikunci saat malam hari saja. Detik berikutnya, pintu rumahnya yang terbuka langsung terpampang nyata. Clara pun melangkah masuk setelah sejenak membuka sepatunya.Satu hal yang membuatnya berpikir keras saat memasuki ruang tamu adalah sepi. Kalau kakak-kakak Clara memang tidak tinggal di sini lagi karena semuanya sudah berkeluarga, hanya Clara yang belum. Namun, yang jadi pertanyaan Clara ... ke mana kedua orangtuanya? Padahal Clara kira, mereka sedang membahas tentang kesalahpahaman tadi pagi."
Benny membawa segelas air hangat lalu memberikannya pada Ariana. "Kamu ke dokter aja, gimana? Telepon Rima gih, biar dia yang antar kamu."Setelah menenggak minuman yang tadi disiapkan Benny, Ariana pun menggeleng. "Aku pasti cuma kelelahan atau masuk angin biasa. Aku benci obat-obatan dan nggak mau ke dokter kalau nggak darurat banget.""Tapi aku perhatikan ... belakangan ini kamu muntah-muntah terus kalau pagi. Kamu nggak mungkin hamil, kan?""Ya nggaklah, kamu pikir aku sebodoh itu sampai-sampai kecolongan?"Benny mengembuskan napas lega. "Baguslah kalau nggak. Jangan sampai hal mengerikan semacam itu terjadi.""Enggak akan, Ben. Kamu tenang aja. Dari dulu aku kalau kelelahan emang begini. Tanya aja Rima kalau nggak percaya.""Ya udah semoga cepat pulih, ya. Kamu harus ingat, sebulan ke depan kita bakalan keliling kota dan mengunjungi banyak bioskop," ucap Benny seraya mencium kening Ariana.***Sebagian besar respons orang-orang terhadap film Cinta Sejati adalah sangat positif. Ra
Suasana di ruang tamu mewah orangtua Revan tampak tegang.Baik Angga maupun Lidya, merasa jadi tersangka utama. Padahal, selama ini mereka sekadar melaksanakan perintah. Seharusnya yang disidang di sini adalah Revan dan Clara. Namun, faktanya sekarang dengan gugup dan hanya bisa menunduk, mereka bergantian menjelaskan awal mula perkenalan Clara dan Revan yang merupakan sama-sama korban perselingkuhan, sampai akhirnya malah terjebak cinta yang tak biasa.Bukan hanya Ita yang terkejut bukan main saat tahu Clara dan Benny hanya pura-pura putus setahun yang lalu. Mira juga sama terkejutnya, tidak menyangka selama ini Revan berpacaran dengan Ariana.Ita bahkan sangat tidak habis pikir dengan perbuatan Benny. Padahal, Ita kira reputasi sempurna yang Benny sandang selama ini sama dengan kenyataan karena ia juga merasa cukup mengenal pria itu. Namun, ternyata di balik itu semua Benny sangat buruk. Ia sangat bersyukur fakta terkuak sehingga Clara tidak perlu menjadi istri Benny."Sandiwara kal
Clara terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi aneh, Revan menikah dengan Ariana. Dalam mimpi itu, Clara merasa sangat tidak rela. Bahkan, saat sudah bangun pun rasanya masih sesak. Apa-apaan ini?Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 2 dini hari. Sebaiknya Clara tidur lagi agar besok bisa berbicara dengan sang Mama. Clara yakin, Ita pasti sudah sampai di rumah ini.Detik berikutnya, Clara kembali tertidur, terlebih rasa kantuk yang tidak bisa ditahan lagi.Keesokan harinya, Clara langsung membuka tirai kamarnya begitu membuka mata. Setelah menggosok gigi dan cuci muka, ia pun keluar kamar untuk mencari keberadaan Ita. Rupanya sang mama benar-benar sudah datang, dugaannya pasti benar bahwa Ita sampai di rumah ini tadi malam."Mama...." Clara memeluk Ita dari belakang, tak peduli kalau Ita sedang sibuk menyiapkan sarapan. "Maafin aku, Ma. Maaf udah bikin Mama kecewa."Ita memutar tubuhnya, lalu membalas pelukan Clara. "Mama udah tahu semuanya, justru Mama yang minta maaf kala
Setelah membaca pesan mengejutkan dari Ariana, selama beberapa saat Clara terdiam. Sampai kemudian ia tertawa terbahak-bahak. Clara sudah seperti orang gila yang tertawa sendiri di dalam mobil, seolah yang ditertawakannya sangat lucu. Ya, memang sangat lucu. Clara merasa, Ariana jauh lebih bodoh dari yang dibayangkan. Entah apa tujuan Ariana mengirimkan pesan bodoh seperti ini, yang pasti Clara tidak berniat membalasnya. Ia tidak mau ikut-ikutan menjadi orang bodoh.Tawa Clara spontan terhenti saat ponselnya kembali berdering. Seperti dugaannya, Ariana pasti meneleponnya lagi. Sejenak, Clara menstabilkan napasnya akibat tertawa berlebih, lalu tanpa ragu menggeser layar untuk mengangkat panggilan Ariana."Ada apa lagi?" tanya Clara cepat."Kamu udah baca pesan dariku, kan?""Lalu?""Aku nggak bohong. Aku hamil anak Revan.""Wah, sama dong. Aku juga barusan melahirkan anak Revan nih. Kembar tiga," jawab Clara penuh semangat."Aku serius, Clara. Ini bukan lelucon.""Aku juga serius, saya
Setelah Ita mengatakan kalau Revan sudah tiba, detik berikutnya Clara langsung bangkit dari duduknya. Sebelumnya ia memang sedang merapikan riasan wajahnya di kamarnya. Kini, wanita itu setengah berlari menuju ruang tamu untuk menghampiri Revan."Wah, ada yang bersemangat banget nih," ucap Revan. "Harusnya peluk dong sini.""Hush, ada Mama sama Papa.""Berarti kalau nggak ada ... boleh peluk?"Clara bersiap mengomel, tapi Revan kembali berbicara lagi, "Mereka nggak ada, barusan pamit mau ke rumah sepupu kamu yang mau nikah. Namanya Ririn, kan?""Maksud mereka apa nih, anak gadisnya dibiarkan berdua sama pria," balas Clara. "Ah iya, kenapa kamu pulang nggak pamit dulu?""Udah aku duga, kamu pasti bahas ini. Maaf ya, aku buru-buru banget kemarin. Aku melakukan itu supaya bisa balik lagi ke sini tepat waktu seperti sekarang.""Baiklah, kalau begitu sebentar ya ... aku ambilin minum dulu.""Enggak usah, Cla.""Loh, emangnya kamu nggak haus?"Alih-alih menjawab pertanyaan Clara, Revan mala
"Mana kunci mobilnya? Mobil yang aku bawa, susah parkirnya. Kita pakai mobil yang kamu bawa aja."Revan pun tanpa ragu menyerahkan kunci mobilnya.Jujur saja, melihat Clara yang seperti ini, Revan jadi senyam-senyum sendiri. Ia bahkan memilih menurut saja dengan apa yang Clara lakukan, tanpa sedikit pun bertanya ke mana wanita itu akan membawanya."Ada yang lucu?!" tanya Clara sambil fokus mengemudikan mobil Revan. Sesekali ia melirik Revan yang tersenyum sendiri seperti orang gila."Bukan lucu, sih. Lebih ke gemas.""Aku nggak menyangka, kamu diam aja saat digoda penyanyi dangdut tadi. Kenapa? Karena seksi kayak Ariana?""Aku mau menolak, tapi keluarga kamu nyuruh aku ke panggung.""Terus kamu mau aja?!""Enggak, aku justru berharap ada bidadari cemburu yang menyelamatkanku dari situasi tadi, dan puji Tuhan terkabul.""Apa? Cemburu?!""Terus apa namanya kalau bukan cemburu? Posesif, seperti yang keluargamu bilang?" Revan malah menggoda Clara.Alih-alih menjawab, Clara malah menepikan
"Taraaa!" kekeh Clara sambil menunjukkan ponselnya.Andai saja tidak sedang menyetir, Revan mungkin langsung mencubit pipi atau mengacak rambut Clara. "Kamu itu....""Faktanya kamu yang nggak tenang. Lucu." Clara tertawa lagi."Gimana kalau kamu jadi artis aja. Bisa-bisanya kamu ngerjain aku di saat seperti ini.""Kenapa? Mau marah?""Enggak," jawab Revan cepat. "Mana mungkin aku marah?""Eits, emangnya nggak apa-apa aku main film? Nanti dipasangin sama pria ganteng dong, tentunya kecuali si Bendot ya.""Enggak, aku tarik kata-kata aku yang tadi. Kamu, kan, udah punya aku yang lebih ganteng dari siapa pun."Clara pun tersenyum. "Katanya kambing, sekarang ngaku ganteng.""Aku kambing yang ganteng."Clara tidak bisa menahan tawanya lagi. "Mana ada kambing ganteng? Bukannya muka kambing sama semua entah itu jantan atau betina?""Iya deh, iya ... aku nggak mau bertengkar hanya karena perkara begini, padahal belum genap satu jam kita resmi pacaran." jawab Revan. "Rasanya udah cukup kita ba