"Ini kamarku," terang Revan sambil menunjuk pintu. "Kode untuk masuknya adalah....""Kenapa aku harus tahu?""Barangkali mau tahu," jawab Revan dengan santainya. "Mau masuk?""Eng-nggak, mau ngapain?"Lagi, Revan tersenyum. "Syukurlah kamu nggak mau masuk." Pria itu lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Clara. "Aku malu. Berantakan," bisiknya dengan maksud bercanda.Clara pun langsung menjauhkan tubuhnya. "Jangan bertele-tele please, kenapa kamu bawa aku ke sini?""Eits, sabar dulu." Revan lalu mengajak Clara menaiki satu tangga lagi.Saat sudah di tangga terakhir, tepatnya di depan pintu menuju rooftop, Revan menutup kedua mata Clara."Apa maksudnya ini? Jangan norak, Revan.""Kamu yang sebaiknya jangan norak, oke?" jawab Revan. "Maju aja, tapi pelan-pelan."Begitu melangkah, Clara merasakan angin menerpa wajah dan tubuhnya. Namun, sentuhan telapak tangan Revan di matanya terasa hangat. Terlebih posisi tubuh mereka seperti ini, membuat Clara merasa degdegan sekaligus penasaran.Setela
Benny tidak menyangka, seseorang yang tidak pernah terpikirkan sama sekali untuk menghubunginya, nyatanya sekarang menyuruhnya datang bahkan di pagi-pagi sekali. Tentu Benny tidak kuasa menolak, terlebih di hatinya berkumpul rasa penasaran. Ia akhirnya mengemudikan mobilnya menuju rumah Clara. Sendirian.Jalanan tampak lengang, mungkin karena masih pagi. Benny pun memacu mobilnya lebih cepat agar bisa segera sampai ke tempat tujuannya.Beberapa menit kemudian, Benny sudah sampai tepat di depan rumah Clara. Rumah yang sudah sangat lama tidak ia datangi. Sempat terbesit pemikiran, jika dirinya tidak mendua, pasti Clara masih menjadi kekasihnya.Hanya saja, pria itu kembali tersadar. Perselingkuhan ini bukan sepenuhnya salahnya, pria mana yang tidak tergoda dengan tubuh seksi Ariana? Jadi, Benny rasa apa yang dilakukannya membuktikan bahwa dirinya adalah pria normal. Se-berengsek itu.Benny mengembuskan napas sejenak sebelum benar-benar turun, setelah sudah siap sepenuhnya, ia turun dan
Ita sangat syok. Sebagai orangtua terlebih seorang wanita, apa yang dilihatnya saat ini jelas sangat melukai perasaannya. Hatinya sakit. Tubuhnya bahkan mendadak lemas, tangannya pun gemetar. Ia benar-benar kecewa terhadap apa yang Clara lakukan.Bagaimana tidak, anak gadis yang ia percayakan tinggal sendirian di perantauan karena ia pikir bisa menjaga dirinya dari hal-hal kotor seperti ini, nyatanya mengkhianati kepercayaannya. Sungguh, Ita sangat kecewa sehingga hanya bisa berdiri terpaku dengan penuh kemarahan sekaligus ingin menangis.Selama beberapa saat, Ita berusaha mengumpulkan semua perasaan campur aduknya yang seakan ingin meledak. Sia-sia jika berharap ini tidak nyata. Untung saja cake di tangannya tidak sampai terjatuh, padahal ia seakan sudah tidak memiliki tenaga untuk membawanya lagi.Perlahan, Ita menyerahkan cake dengan lilin yang masih menyala kepada Angga. Angga yang sedari tadi sama terkejutnya, pun Lidya yang tampak jelas syok-nya.Secepatnya Lidya langsung maju u
"Kamu ingat, kursi dan meja di pojok tempat favoritku saat menyendiri. Kamu minum tanpa bertanya dulu jenis minuman apa yang ada di meja. Kamu nggak sadar udah minum sebanyak itu."Perlahan Clara ingat. Ya, ingatan terakhirnya memang sampai di rooftop saat Revan kembali mengutarakan perasaan padanya. Revan bahkan menghias tempat itu dengan sedemikian romantisnya. Revan yang ia pikir ke kamar sejenak untuk mengambilkan jaket untuknya, ternyata Revan justru hendak mengambilkan sesuatu yang sangat tidak Clara bayangkan. Jadi, Revan tahu tanggal ulang tahunnya?"Sudah ingat sekarang?" tanya Revan lagi. Kali ini perlahan kakinya melangkah menghampiri Clara. "Kamu bahkan memberitahuku tentang password pintunya. Itu sebabnya kita bisa masuk meskipun kamu hampir nggak sadar, padahal rencananya aku mau nelepon Lidya buat bawain kartu akses pintunya," jelas Revan seraya terus mendekat ke arah Clara."Aku bahkan nggak kepikiran buat menidurkanmu di kamarku, karena aku takut kamu nggak suka. Para
Bersiap untuk diadili, Clara berjalan menuju rumahnya dengan perasaan tidak menentu. Ia tahu Ita sedang emosi, dan ucapannya tadi tidak mengurungkan niatnya untuk tetap pulang ke rumah. Clara yakin, mamanya sudah sampai sejak beberapa menit yang lalu, mengingat Angga mengantarnya lebih dulu daripada perjalanan dirinya bersama Revan.Sebelum masuk, Clara menghela napas pelan. Meyakinkan diri sendiri kalau semuanya baik-baik saja. Setelah itu, ia mulai mendorong gerbang rumah yang memang hanya dikunci saat malam hari saja. Detik berikutnya, pintu rumahnya yang terbuka langsung terpampang nyata. Clara pun melangkah masuk setelah sejenak membuka sepatunya.Satu hal yang membuatnya berpikir keras saat memasuki ruang tamu adalah sepi. Kalau kakak-kakak Clara memang tidak tinggal di sini lagi karena semuanya sudah berkeluarga, hanya Clara yang belum. Namun, yang jadi pertanyaan Clara ... ke mana kedua orangtuanya? Padahal Clara kira, mereka sedang membahas tentang kesalahpahaman tadi pagi."
Benny membawa segelas air hangat lalu memberikannya pada Ariana. "Kamu ke dokter aja, gimana? Telepon Rima gih, biar dia yang antar kamu."Setelah menenggak minuman yang tadi disiapkan Benny, Ariana pun menggeleng. "Aku pasti cuma kelelahan atau masuk angin biasa. Aku benci obat-obatan dan nggak mau ke dokter kalau nggak darurat banget.""Tapi aku perhatikan ... belakangan ini kamu muntah-muntah terus kalau pagi. Kamu nggak mungkin hamil, kan?""Ya nggaklah, kamu pikir aku sebodoh itu sampai-sampai kecolongan?"Benny mengembuskan napas lega. "Baguslah kalau nggak. Jangan sampai hal mengerikan semacam itu terjadi.""Enggak akan, Ben. Kamu tenang aja. Dari dulu aku kalau kelelahan emang begini. Tanya aja Rima kalau nggak percaya.""Ya udah semoga cepat pulih, ya. Kamu harus ingat, sebulan ke depan kita bakalan keliling kota dan mengunjungi banyak bioskop," ucap Benny seraya mencium kening Ariana.***Sebagian besar respons orang-orang terhadap film Cinta Sejati adalah sangat positif. Ra
Suasana di ruang tamu mewah orangtua Revan tampak tegang.Baik Angga maupun Lidya, merasa jadi tersangka utama. Padahal, selama ini mereka sekadar melaksanakan perintah. Seharusnya yang disidang di sini adalah Revan dan Clara. Namun, faktanya sekarang dengan gugup dan hanya bisa menunduk, mereka bergantian menjelaskan awal mula perkenalan Clara dan Revan yang merupakan sama-sama korban perselingkuhan, sampai akhirnya malah terjebak cinta yang tak biasa.Bukan hanya Ita yang terkejut bukan main saat tahu Clara dan Benny hanya pura-pura putus setahun yang lalu. Mira juga sama terkejutnya, tidak menyangka selama ini Revan berpacaran dengan Ariana.Ita bahkan sangat tidak habis pikir dengan perbuatan Benny. Padahal, Ita kira reputasi sempurna yang Benny sandang selama ini sama dengan kenyataan karena ia juga merasa cukup mengenal pria itu. Namun, ternyata di balik itu semua Benny sangat buruk. Ia sangat bersyukur fakta terkuak sehingga Clara tidak perlu menjadi istri Benny."Sandiwara kal
Clara terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi aneh, Revan menikah dengan Ariana. Dalam mimpi itu, Clara merasa sangat tidak rela. Bahkan, saat sudah bangun pun rasanya masih sesak. Apa-apaan ini?Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 2 dini hari. Sebaiknya Clara tidur lagi agar besok bisa berbicara dengan sang Mama. Clara yakin, Ita pasti sudah sampai di rumah ini.Detik berikutnya, Clara kembali tertidur, terlebih rasa kantuk yang tidak bisa ditahan lagi.Keesokan harinya, Clara langsung membuka tirai kamarnya begitu membuka mata. Setelah menggosok gigi dan cuci muka, ia pun keluar kamar untuk mencari keberadaan Ita. Rupanya sang mama benar-benar sudah datang, dugaannya pasti benar bahwa Ita sampai di rumah ini tadi malam."Mama...." Clara memeluk Ita dari belakang, tak peduli kalau Ita sedang sibuk menyiapkan sarapan. "Maafin aku, Ma. Maaf udah bikin Mama kecewa."Ita memutar tubuhnya, lalu membalas pelukan Clara. "Mama udah tahu semuanya, justru Mama yang minta maaf kala