Setelah percintaan panas dan penuh gairah yang Benny lakukan bersama Ariana di siang hari ini tuntas, mereka yang kelelahan tidur telentang untuk sejenak beristiahat. Baru saja hendak memejamkan mata, mereka sama-sama terkejut saat mendengar bunyi benda jatuh. Benny langsung bangun dan mencari boxer-nya. Sedangkan Ariana memilih tidak peduli karena rasa lelah seakan memaksanya untuk memejamkan mata.
"Aku rasa tikus jatuhin sesuatu, Ben." Suara Ariana terdengar melemah.
Sementara Benny yang masih telanjang dada, tapi sudah memakai boxer berkata, "Biar aku cek sebentar." Tak bisa dimungkiri, perasannya jadi tidak enak.
Saat melihat pigura sudah pecah, Benny menyadari sesuatu. Ya, piguranya tidak mungkin seperti itu jika tidak ada yang membantingnya. Kalau sekadar jatuh tidak mungkin sampai berjarak sejauh itu. Benny hafal betul posisi awal piguranya di mana. Ini jelas dibanting.
Kebenaran dugaannya semakin kuat saat melihat ada dua paperbag tergeletak di lantai. Tanpa ragu, ia langsung memeriksa isi paperbag itu.
Setelah memeriksanya, Benny segera kembali ke kamar. "Ariana, bangun."
"Hmm." Ariana hanya menggeliat.
"Sepertinya kita ketahuan, Ariana. Bangun."
"Aku ngantuk banget, Ben," balas Ariana seraya perlahan membuka matanya. Namun, detik berikutnya ia tersadar akan sesuatu. "Wait, tadi kamu bilang apa? Ketahuan? Aku salah dengar, kan?"
"Kita ketahuan. Gimana ini?" Benny kini berusaha menghubungi Clara, tapi nomor wanita itu tidak aktif.
Rasa kantuk yang semula Ariana rasakan seketika lenyap. Tanpa menutupi tubuh telanjangnya, ia duduk, memperhatikan Benny yang sudah gelisah. "Jangan bilang kamu lagi nelepon Clara, Ben."
"Sial!" Benny membanting ponselnya ke tempat tidur, membuat Ariana spontan menghindar agar ponsel itu tidak mengenai tubuhnya.
"Sepertinya barusan Clara masuk dan melihat apa yang kita lakukan."
"Tunggu, kenapa kamu seyakin itu, Ben?"
"Kamu tahu suara tadi? Itu suara pigura yang dibanting. Aku yakin Clara yang banting soalnya jaraknya cukup jauh sama posisi semula," jelas Benny. "Selain itu, besok aku ulang tahun. Dia pasti ke sini buat menyiapkan segalanya. Bodoh banget, kenapa aku nggak kepikiran sampai ke situ?"
"Tuh kan, aku bilang juga apa? Jangan pernah pakai tanggal lahir buat password. Jadi begini, kan, akhirnya. Aku udah berkali-kali nyuruh kamu supaya ganti lagi."
"Pertama, aku mudah lupa ... jadi password terbaik adalah sesuatu yang mudah aku ingat. Kedua, sumpah demi apa pun aku sama sekali nggak kepikiran kalau Clara bakal ke sini. Dia udah lama banget nggak ke sini, Ar."
"Buktinya ... dia ke sini, kan?" balas Ariana. "Terus kita harus gimana, Ben? Dia bukan tipe penyebar gosip, kan?"
"Sebenarnya bukan, tapi kalau dia lagi marah atau kecewa, aku nggak tahu lagi," Benny tampak frustrasi. "Masalahnya adalah ... aku nggak bisa nebak apa yang bakalan dia lakuin. Dia bahkan nggak aktifin ponselnya."
"Dia nggak mungkin ngasih tahu wartawan atau akun gosip, kan? Lagian semua orang tahunya dia itu udah jadi mantan kamu, Ben. Dia nggak mungkin melakukan sesuatu yang konyol, betul?"
Benny makin gelisah. "Clara memang jarang marah. Tapi sekalinya marah ... very creepy!"
"Telepon Revan," saran Ariana.
"Kamu gila?! Atau mau mati?!"
"Cuma Revan yang bisa beresin ini, Ben. Kamu nggak lupa, kan, kalau dia itu CEO paling bertanggung jawab? Dia bahkan nggak akan membiarkan satu artisnya pun terkena masalah."
"Ariana dengar ... aku aja belum tahu apa yang akan Clara lakuin. Apalagi Revan?! Dia nggak tahu apa-apa. Sekarang yang terpenting adalah bicara sama Clara. Kami harus menyelesaikan ini baik-baik. Selain itu, aku nggak mau Clara kenapa-kenapa. Aku tahu, semuanya nggak akan berakhir baik-baik aja bagi Clara kalau Revan yang urus."
Ariana tersenyum miris. "Kamu sebenarnya mengkhawatirkan karier kamu atau Clara dan hubungan kalian, sih? Padahal ini waktu yang tepat buat putus dan terlepas dari wanita bodoh itu."
"Bodoh kamu bilang?"
"Memang bodoh, bukan? Bisa-bisanya nggak mencium aroma perselingkuhan. Kebersamaan kita juga nggak bisa dibilang sebentar, Ben."
"Ariana...."
"Kenapa? Tenang aja, awalnya mungkin aku sempat ragu dan bertanya-tanya, tapi sekarang aku mulai yakin kalau dia nggak mungkin kasih tahu media. Lagian dia nggak punya bukti. Orang-orang justru bakal makin hate dia dan menganggap dia penyebar hoaks sekaligus wanita yang gagal move-on. Jangan lupa, di mata dunia dia itu cuma mantan kamu, bukan pacar."
Benny terdiam. Ia rasa Ariana ada benarnya juga. Semarah apa pun Clara, atau jika wanita itu mengancam akan menyebarkan kabar tentang perselingkuhan ini ... ia tidak perlu takut. Orang-orang akan lebih memercayainya, bukan?
"Sekarang kamu tenang, Ben." Ariana memeluk Benny seraya menyandarkan kepalanya pada dada bidang pria itu. "Nanti, kalau masalah ini nggak terkendali ... kamu harus mendengarkan saranku, jangan ragu buat minta bantuan Revan, ya. Dia pasti nggak akan membiarkan artisnya yang lagi naik daun ini dilanda kekacauan."
Belum sempat Benny menjawab, suara ponsel terdengar menandakan ada pesan masuk. Dengan sigap ia langsung mengambil benda pipih yang tergeletak di tempat tidur itu. Matanya membelalak saat nama Clara terpampang nyata di sana.
Ariana yang menyadari ketegangan Benny, segera mendekat. Ia juga turut membaca pesan yang dikirimkan Clara pada Benny.
"Oh, jadi dia berencana kasih tahu media tentang perselingkuhan kita?" ujar Ariana seraya mengepalkan tangannya. "Dia pikir ... orang-orang bakal percaya kalau dia itu masih jadi pacar kamu?"
"Sial!" umpat Benny.
"Jangan terintimidasi, Ben. Ini bisa dilaporkan atas pencemaran nama baik. Ingat, Revan bisa mengurus semua sampai ke akar-akarnya."
"Lalu, kalau Revan nanya aku selingkuh sama siapa, gimana? Aku nggak mungkin jawab kalau aku selingkuh sama Ariana Fransisca, kan? Artis sekaligus pacar dari Revan. CEO kita!"
Kali ini Ariana yang terdiam. Ia sejenak memikirkan berbagai kemungkinan. Sampai pada akhirnya ia berkata, "Dia nggak akan ada waktu buat nanya kamu selingkuh sama siapa, Ben. Dia pasti bakal sibuk membereskan semuanya."
"Aku harap juga begitu."
"Oh ya, kira-kira tadi Clara lihat aku juga nggak, ya? Kalau dia lihat ... habislah kita berdua. Bukan cuma karier kamu yang hancur, tapi karierku juga."
"Baguslah, kalau begitu aku nggak hancur sendirian."
"Ben!"
Benny tertawa. "Aku bercanda, Sayang. Lagian kamu sendiri yang barusan bilang, kalau pacarmu itu bisa mengurus semuanya."
Sebelum Ariana menjawab, Benny sudah mencium bibir wanita itu dengan cepat dan menggebu-gebu, membuat Ariana spontan membalas ciuman itu.
"Sebaiknya kita mandi, setelah itu aku akan ke kantor. Menemui Revan," ucap Benny usai ciuman mereka.
"Aku juga harus pulang sebelum Rima sadar kalau aku nggak ada di rumah," balas Ariana. Rima adalah manajernya. Ariana sengaja menyuruh Rima melakukan banyak hal agar tidak terus-terusan membuntutinya ke mana pun. Sekarang yang Rima tahu, Ariana sedang tidur di kamar.
Setelah itu, Benny menggendong Ariana ke kamar mandi. "Baiklah, mari mandi berdua sebelum berpisah."
Revano William, dengan tampan dan gagahnya duduk di kursi kebesarannya sambil memeriksa berkas yang berisi data-data calon artis di William Entertainment, perusahaan agensi hiburan yang selama lima tahun ini dipimpinnya. Revan adalah Founder tunggal sekaligus CEO, ia membangun WE (Dabelyu I) dari nol hingga bisa menjadi besar seperti sekarang.Di usianya yang tahun ini genap 32 tahun, ia belum menikah. Namun, ia memiliki pacar yaitu Ariana Fransisca, yang juga merupakan artis di bawah naungannya. Demi popularitas Ariana, ia sepakat menjalani hubungan sembunyi-sembunyi dari media dan semua orang, terlebih karier Ariana sedang menanjak di usianya yang sekarang menginjak 24 tahun sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang tahu tentang hubungan mereka. Usia mereka terpaut 8 tahun memang, tapi Revan tidak peduli karena yang terpenting dirinya dan Ariana saling menyanyangi.Hubungannya dengan Ariana memang baru berjalan setahun, tapi Revan benar-benar serius pada wanita itu. Ia akan meni
Kata orang, godaan pria adalah ... saat ia sedang memiliki segalanya. Namun, sampai detik ini Clara masih tidak habis pikir, bisa-bisanya Benny tergoda untuk berselingkuh dan mengkhianatinya. Baik, Benny memang sudah sangat sukses, terkenal bahkan kaya raya. Hanya saja, Clara cukup terkejut terhadap apa yang Benny lakukan dengan selingkuhannya.Clara memang mencintai Benny, sangat. Terlebih hubungan mereka tidak bisa dibilang sebentar. Ya, tujuh tahun ia habiskan dengan sia-sia kalau ternyata berakhir seperti ini.Selama berhubungan dengan Benny, Clara bahkan rela membujuk orangtuanya agar tidak terus-terusan menyuruhnya menikah. Ia memberi pengertian pada keluarganya bahwa untuk sekarang, karier Benny lebih penting daripada menjalani rumah tangga bersamanya. Sayangnya, jadi begini balasan Benny?Clara memang sempat menangis, tapi hanya sebentar. Sekarang hanya tersisa kebencian, rasa kecewa, sakit hati dan dendam. Clara merasa Benny seakan menggali lubang kuburannya sendiri karena co
Tangan Revan mengepal, ia memukul meja kerjanya dengan penuh emosi. Sungguh, ia tidak menyangka Clara akan sangat berani dan lancang seperti itu. Ia jadi mulai berpikir, sebenarnya apa yang wanita itu miliki sampai-sampai tidak kenal rasa takut?Sambil menunggu Angga kembali, Revan memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mencari tahu semua tentang Clara. Setelah anak buahnya undur diri, bersamaan dengan itu Ariana masuk ke ruangannya. Rasa kesal yang semula dirasakannya perlahan menghilang saat melihat senyuman manis Ariana. Wanita yang sangat Revan sayangi.Ariana memastikan pintu ruangan Revan benar-benar terkunci, setelah itu ia langsung duduk di pangkuan pria itu, membuat paha mulusnya langsung terekspos karena rok yang dikenakannya sangat pendek."Sayang, aku tadi sempat menelepon Rima. Katanya, kamu sedang tidur nyenyak," ucap Revan seraya memeluk Ariana dari belakang."Itu tadi, tapi sekarang aku sudah bangun dan langsung ke sini untuk menemui Mas Revanku tersayang." Jika s
Clara melempar ponselnya ke samping bantal. Ia sangat menyayangkan cuti tahunan yang sudah berusaha ia hemat demi seminggu bersama Benny mubazir sudah. Padahal awalnya ia membayangkan setiap malam akan memasakkan makanan spesial untuk Benny tak peduli kalau pria itu pulang tengah malam sekalipun. Terlebih besok hari ulang tahun Benny. Ah sial, semuanya hancur.Clara juga sudah me-list alternatif lain, tapi sama sekali tidak menemukan orang yang pas untuk menghabiskan waktu bersamanya. Semua teman-temannya sibuk bekerja dan memiliki jadwal sendiri. Sepertinya ia hanya akan di rumah saja, makan dan tidur seperti zombi.Clara menarik selimutnya, bersiap untuk tidur. Namun, suara bel bergantian dengan suara ketukan pintu pagar membuatnya terduduk. Diliriknya jam dinding di kamar yang kini menunjukkan pukul sebelas malam. Orang gila mana yang bertamu jam segini? Pikirnya.Ah, tiba-tiba terbesit dalam benak Clara, mungkinkah itu Benny? Setelah kejadian tadi siang, pria itu memang sama sekal
Suara desahan penuh gairah bersahutan seakan memenuhi kamar yang kini ditempati oleh Benny dan Ariana. Kamar tempat biasa mereka melakukan aktivitas seks tanpa takut ketahuan. Sebenarnya kemarin mereka sempat ketahuan oleh Clara.Meskipun sampai detik ini Benny masih khawatir dengan ancaman Clara, tapi Ariana berhasil mengalihkan segalanya. Apalagi Ariana menjamin kalau Revan pasti bisa membereskan ini semua, sehingga Benny bisa agak tenang. Mereka juga sudah mengganti password sehingga seratus persen yakin kalau Clara tidak mungkin bisa masuk lagi.Keduanya masih sama-sama telanjang, dan tubuh mereka masih menyatu dengan Benny yang berada di atas tubuh telanjang Ariana. Benny lalu mempercepat gerakan yang semula perlahan. Ariana yang semakin terpacu gairahnya, seakan meminta Benny lebih cepat lagi. Sampai pada akhirnya wanita itu berhasil mencapai puncaknya, kemudian Benny menyusulnya."Sarapan pagi yang nikmat," bisik Ariana seraya tertidur menyamping menghadap Benny yang tampak kel
Tangan dan kaki Revan sudah terbebas dari syal yang sempat terikat kuat. Sekarang Revan dan Clara sudah duduk berhadapan di sofa yang saling berseberangan. Ada meja bundar yang menjadi jarak antara mereka. Di meja itu terdapat dua gelas minuman yang sebelumnya disiapkan oleh Clara."Tentang bukti yang aku punya ... aku nggak mau kasih lihat sekarang."Revan lalu berusaha tenang dan bertanya, "Kenapa?""Kamu bisa lihat sendiri nanti kalau aku udah share. Aku yakin bakal merajai pencarian utama dan dibahas semua media," jawab Clara penuh keyakinan. "Lagian nggak ada untungnya juga ngasih lihat."Sudah Revan duga, Clara pasti tetap teguh pada pendiriannya."Jadi, apa maumu sekarang?" tanya Revan to the point."Keinginanku sederhana, aku mau karier Ben berantakan."Revan mengernyit. "Itu menurut kamu sederhana?""Ya, aku cuma mau dia menyesal udah berani selingkuh. Padahal, kalau dia udah bosan atau hubungan kami nggak bisa dilanjutkan lagi ... seharusnya dia putusin aku secara baik-baik,
"Maaf, Bos ... kenapa tiba-tiba ada di rumah Clara?" tanya Angga setelah mobil yang dikemudikannya mulai berjalan meninggalkan area tempat tinggal Clara. Sungguh, ia kira bosnya itu pulang ke rumah yang mereka tinggali, terlebih ia tidak mengecek lagi apakah Revan sudah benar-benar sampai di rumah atau belum."Aku rasa karena alamat yang kamu berikan kemarin sore, sopir taksi membawaku ke sana. Atau mungkin secara tidak sadar aku yang memintanya. Entahlah, aku juga nggak terlalu ingat.""Padahal saya sudah meminta sopir taksi itu—""Bukan masalah. Aku rasa ini kesalahanku yang mabuk berat," potong Revan. "Hmm, tapi Ariana nggak tahu hal ini, kan? Dia memang nggak kenal siapa Clara, tapi dia pasti makin marah kalau tahu aku bermalam di rumah wanita lain. Aku mabuk aja udah bikin dia marah, apalagi kalau tahu hal ini. Bisa-bisa semakin ngamuk. Ditambah dia lagi datang bulan.""Saya rasa dia nggak tahu, Bos."Revan mengembuskan napas lega. Ia hanya tidak ingin wanita yang dicintainya sal
Di sela-sela pesta, Revan memasuki sebuah kamar hotel. Ia masuk duluan dan Ariana akan menyusulnya beberapa menit kemudian. Mereka memang sengaja masuk secara terpisah untuk menghindari orang-orang mengetahui hal ini.Sekitar setengah jam menunggu, akhirnya Ariana masuk. Revan langsung menyambutnya dengan senyuman penuh kerinduan. Sedangkan Ariana segera menghampiri pria yang kini duduk santai bersama ponselnya di sofa dekat jendela."Maaf membuatmu menunggu lama, Mas."Setelah Ariana duduk di sampingnya, Revan secepatnya meletakkan ponselnya di meja. Ia kemudian merangkul Ariana. "Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf untuk kejadian kemarin malam ya, Sayang. Aku benar-benar merasa bersalah. Aku tadinya mau ke rumahmu pagi-pagi sekali, tapi—""Sejujurnya aku ingin marah, terlebih tamu bulanan membuatku mudah mengeluarkan tanduk. Tapi ... aku ingat seminggu lagi aku berangkat dan kita akan LDR selama kurang lebih tiga Minggu. Bukankah terlalu membuang-buang waktu untuk merajuk?" ucap Ar