Share

TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU
TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU
Author: Farid-ha

Bab 0001

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 1

“Kapan kamu mau menceraikan istrimu, Sayang?” Dengan sangat jelas aku mendengar pertanyaan itu. Suara itu milik Mbak Lilik, kakak iparku sendiri.

Tangan yang hendak menarik handle pintu aku tahan di udara. Demi mendengar obrolan di dalam sana aku memilih mematung di depan pintu.

Siapa yang ditanya Mbak Lilik? Kenapa istri kakakku bertanya demikian? Apa dia sedang selingkuh dengan laki-laki beristri?

Tega sekali kakak iparku berselingkuh di belakang suaminya, abangku satu-satunya. Padahal, saat ini suaminya sedang berjuang mencari nafkah di luar negeri untuk membahagiakannya.

Dengan dada yang bergemuruh, lekas aku mengambil handphone dari dalam tas selempang. Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan. Lalu, dengan gerakan cepat aku mulai merekam suara perempuan yang telah dinikahi kakakku lima tahun lalu itu.

Niat hati pulang ke rumah Abang mau numpang istirahat, setelah semalaman begadang di rumah sakit menunggu Ibu. Namun, harus mendengar obrolan yang sangat menjijikan seperti ini.

Alasan aku memilih pulang ke rumah bang Fikri karena lebih dekat dari rumah sakit, hanya lima belas menit perjalanan. Sementara, dari rumah sakit menuju kediaman ku membutuhkan empat puluh lima menit perjalanan. Aku sengaja ingin istirahat di sini, mumpung ada bibi yang menjaga ibu di rumah sakit. Tapi, rupanya itu hanya wacana saja. Tidak mungkin aku bisa istirahat dengan tenang setelah mengetahui sebuah rahasia besar ini.

Mungkin, dengan cara ini Allah menunjukkan sebuah kebobrokan kakak iparku yang selama ini terlihat sangat manis di depan kami semuanya.

Ya Allah … kasihan kakakku, capek-capek mencari nafkah di luar negeri demi mencukupi kebutuhan istrinya, nyatanya di sini bininya main serong. Terbuat dari apa hati Mbak Lilik?

“Sayang, jangan diam aja dong. Ayo, ambil keputusan?” Suara perempuan itu semakin mendayu.

Dadaku bergemuruh semakin riuh. Sakit sekali hati ini mendengarnya.

Apa kurangnya abangku hingga perempuan itu sanggup menduakannya? Abangku di sana kerja keras banting tulang demi memenuhi semua kebutuhannya, tapi dia di sini malah enak-enak selingkuh dengan pria lain.

Mbak Lilik hanya gadis sebatang kara yang dinikahi oleh kakakku walaupun sempat ditentang oleh ibu kami. Kini hidupnya dimuliakan oleh abangku. Diusahakan untuk tidak kekurangan materi. Dijadikan ratu satu-satunya di dalam hidupnya meski belum memiliki keturunan. Dibuatkan istana ternyaman untuknya, tapi begini balasan yang ia berikan untuk abangku? Adik mana yang tidak terluka akibat perbuatan ipar seperti ini?

Sungguh, aku tidak terima dengan kelakuan Mbak Lilik seperti ini. Namun, aku tidak boleh gegabah. Aku harus tenang dan pura-pura tidak tahu apa-apa agar semua rencana berjalan dengan lancar.

“Kenapa diam saja? Kamu tidak siap berpisah dengan istrimu?” Suara kakak iparku kembali mencecar lawan bicaranya.

“Masih ragu dengan aku, Sayang? Masih kurang pembuktikan cintaku kepadamu selama ini, Sayang?” Ya Allah … seagresif itu iparku. Tidak tahu malu sekali!

Tidak ada yang menjawab suara Mbak Lilik. Entah di mana lawan bicaranya itu berada. Ada di rumah ini atau di sebarang telepon sana?

“Ceraikan dia, maka aku pun akan segera mengurus perceraian dengan suamiku. Lalu, kita menikah. Jujur saja, aku sudah tidak sanggup lagi melihat kemesraan kamu dengannya, Sayang. Aku ingin menjadi satu-satunya dalam hidupmu.” Rayuan Mbak Lilik membuat tanganku mengepal kuat-kuat hingga buku-bukunya memutih.

Perempuan murahan!

Dadaku terasa sesak, darahku terasa panas, menggelegak hingga ke ubun-ubun. Meskipun yang dikhianati itu kakakku, tapi aku tidak terima. Perempuan macam apa yang dinikahi oleh kakakku hingga sanggup menjual harga dirinya pada laki-laki lain?

Sekuat mungkin aku menekan emosi agar tidak meledak saat ini. Aku mengatur napas agar sesaknya dada bisa berkurang.

Tenang Amira. Tenang. Menghadapi orang licik semacam dia, tidak bisa dengan cara gegabah. Aku harus bersabar sedikit saja untuk mengumpulkan bukti perselingkuhannya di belakang kakakku. Aku mau Bang Fikri segera menceraikan dan mengembalikan perempuan itu ke tempatnya asalnya.

“Kenapa kamu begitu ingin menjadi istriku?” Akhirnya ada yang menjawab pertanyaan Mbak Lilik. Tapi, tunggu….

Aku menggeleng kuat-kuat. Tidak, tidak mungkin itu suaranya. Aku pasti salah dengar. Dia sedang ada di tempat kerja. Iya, ini masih jam kerja. Tidak mungkin ia keluyuran sampai sini.

“Sebaiknya kita jalani saja seperti ini, Sayang. Kamu dengan suamimu, aku dengan istriku. Toh, selama bermain cantik semua tidak akan ketahuan.”

Deg!

Telingaku tidak salah dengar. Itu semua benar, suara itu … suara suamiku.

Sesak, rasanya aku kehabisan oksigen untuk bernapas. Seolah batu sebesar gajah baru saja dijatuhkan ke dada ini. Dengan sisa kekuatan yang ada, aku segera memasukkan handphone ke dalam rok Levis yang aku kenakan. Mendengar suara laki-laki itu, tubuhku luruh ke lantai. Aku tidak memiliki kekuatan untuk menopang tubuhku. Hatiku hancur berkeping-keping. Sakit, sakit sekali. Aku membengkak mulut kuat-kuat agar isaknya tidak terdengar sampai di dalam sana.

Ya Allah … dosa apa hamba, sampai harus mendapatkan hukuman suami selingkuh dengan ipar sendiri?

“Karena hanya kamu satu-satunya laki-laki yang mampu membuat duniaku berwarna kembali. Bang Fikri mana bisa membuatku melayang seperti saat penyatuan raga bersamamu. Kamu tidak ada duanya, Sayang.”

Astaghfirullah … Allah … mereka sudah melakukan hal kotor itu? Menjijikkan sekali.

“Aku memang sangat ingin bersamamu, tapi tidak secepat ini. Aku butuh waktu untuk bisa lepas dari Amira, Sayang.”

Aku memukul-mukul dada yang sangat nyeri. Sungguh, aku tidak menyangka Mas Tama sanggup berbuat nista dengan iparnya sendiri. Kapan mereka memulai hubungan terlarang itu? Sungguh, saat ini aku tak sanggup lagi memikirkan tentang mereka.

Aku segera pergi dari rumah itu meski dengan terseok-seok, pikiranku kusut. Tujuanku kali ini ke rumah Mbak Mayang, sepupuku. Aku harus menenangkan diri di sana. Jaraknya hanya tiga rumah dari kediaman kakakku.

“Amira? Kenapa kamu menangis, De?” Mbak Mayang menyapaku setelah membuka pintu. Ia segera merangkulku meskipun tidak tahu apa permasalahan yang sedang aku hadapi.

Perempuan itu melerai pelukannya, lalu memegang kedua pundakku. Kekhawatiran jelas terpancar dari sorot matanya.

“Ada apa dengan Bulik Sumi? Apa beliau semakin parah?” tanya Mbak Mayang.

Pasti dia penasaran apa yang menjadi penyebab aku menangis.

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat.

“Lalu, apa penyebab kamu menangis seperti ini?” Mbak Mayang menuntunku ke arah sofa di ruang tamu miliknya.

Perempuan itu berlalu pergi ke arah dapur, membiarkan aku menangis. Lalu kembali menemui aku dengan membawa segelas air putih.

“Minum dulu biar tenang.” Mbak Mayang menyodorkan gelas tersebut kepadaku.

“Ceritakan apa yang menyebabkan kamu sesenggukan seperti tadi?” pinta Mbak Mayang setelah aku sedikit tenang.

Aku kelas menyusut air mata. Lalu, tanpa ada yang dilebihkan ataupun dikurangi aku ceritakan semua obrolan mereka tadi.

“Lalu apa rencanamu setelah ini, De?” tanya Mbak Mayang, tatapannya penuh selidik.

“Aku akan segera menggugat cerai Mas Tama. Aku pun akan meminta Bang Fikri untuk menceraikan dan mengembalikan perempuan itu ke tempat asalnya.”

“Kapan?” Mbak Mayang kembali melontarkan pertanyaan.

“Secepatnya, Mbak. Aku sudah tidak ingin lagi berurusan dengan manusia-manusia pengkhianat macam mereka.” Tanganku mengepal kuat-kuat. Mbak Mayang menepuk-nepuk pundak ku.

“Jangan gegabah. Rencanamu bisa membuat penyakit Bulik Sumi semakin parah. Bagaimana kondisinya bila mendengar anak-anaknya bercerai secara bersamaan?”

Pertanyaan Mbak Mayang membuat aku tersentak kaget. Mbak Mayang benar, bagaimana kesehatan ibu kalau mengetahui kami bercerai secara bersamaan? Pasti kondisi beliau semakin parah. Tentu aku tidak mau itu terjadi, tapi terus hidup berdampingan dengan para pengkhianat pun aku tidak sanggup. Ya Allah … apa yang harus hamba lakukan?
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
mending langsung bilng lah, buat bikin sakit mba
goodnovel comment avatar
Ida Pariastuti84
Akhirii,itu lbh baikk,walaupun harus berlahann
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0002

    Bab 2“Apa maksudnya ini, De?” tanya Kak Fikri setelah membuka kiriman rekaman Suara istrinya yang tadi kirim.Suara bergetar. Ini menjadi pukulan telak untuk abangku. Kak Fikri pasti hancur mengetahui kenyataan pahit ini. Sebab, cintanya terlalu besar untuk Mbak Lilik. Dia terlalu percaya dengan pe

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0003

    “Kamu mau ke mana dulu ini, De?” Dari balik kemudi Mbak Mayang bertanya.“Ke rumahku dulu, Mbak.” Diantara desauan angin aku menjawab.Tujuanku absen menjaga ibu malam ini adalah, mengamankan seluruh aset yang kami miliki. Harta ku dan juga milik kakakku. Tak rela bila nanti kami berpisah harta itu

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0004

    Aku menoleh ke arah kamar ibu. Kupastikan beliau tidak mendengar obrolan kami. Aku berada di luar ruang rawat Ibu. Sebisa mungkin aku menjaga agar ibu tidak mendengar berita-berita yang tak mengenakan.“Jangan berpikir macam-macam kamu, De. Tadi itu … tadi itu motor Mbak Lilik mogok di tengah jalan.

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0005

    “De, nomor Kak Fikri tidak bisa dihubungi. Gimana ini?” Suara Lilik terdengar panik. “Masak sih, Mbak? Mungkin sedang tidak ada sinyal. Mungkin juga l Kak Fikri sedang sibuk bekerja sehingga tidak sempat mengaktifkan nomornya.” Aku pura-pura menenangkannya. Padahal, di bibir mencebik.“Tapi, ini su

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0006

    “Kak Fikri susah dihubungi. Bahkan, kata Mbak Lilik nomornya sudah nggak aktif. Siapa yang mau membiayai rumah sakit Ibu kalau bukan aku? Rencananya motor itu mau aku jual.” Inilah alasannya yang paling masuk akal. Padahal, aku tidak mengeluarkan seper pun uang untuk biaya Ibu. Sesungguhnya pengoba

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0007

    Mas Tama kini membetulkan tempat duduk. Kakinya ia juntaikan ke bawah.“Nggak usah ditutupi. Semalam ibumu ngomong apa sama ibuku? Kedatangannya bukan untuk menghibur besan, tapi sebaliknya. Sengaja merusak kesehatan ibuku? Kemarin, tensi ibu itu sudah normal. Tapi, gara-gara ucapan ibumu semalam, t

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0008

    Degup jantungku bertalu-talu saat Mbak Lilik mengatakan akan lapor polisi. “Mbak yakin pelakunya akan segera ditangkap.” Ucapan Lilik membuat aku menggigit bibir bawah.Tenang Amira, tenang. Jangan panik. Kuhirup oksigen sebanyak-banyaknya. Berharap bisa sedikit tenang setelah ini.“Memangnya Mbak

    Last Updated : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0009

    “Iya, Pak harganya sudah segitu. Cocoklah dengan kondisi motornya yang masih mulus dan suaranya yang masih halus.” Suami Mbak Mayang tersenyum ramah. Aku puas dengan cara penjualan Kakak sepupuku itu.Tidak butuh waktu lama kendaraan ku pun ini sudah beralih tangan dengan segala prosedurnya. Kebetul

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0173

    “Ini tempatnya, Mbak?” Tama menatap perempuan yang merupakan tetangga kontrakan Lilik tersebut dengan kening mengkerut. “Iya, ini, Mas. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencari Mbak Lilik. Perempuan. Bahkan dia menitipkan sesuatu untuk Zidane.” Tama terdiam, tapi otaknya berpikir menerka-nerk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0172

    Amira terdiam, menunggu jawaban Tama. Sebenarnya dia sendiri ragu, tidak yakin dengan idenya ini. Tapi, Amira merasa perlu melakukan itu demi kebaikan Zidane. [Jangan memintaku yang tidak-tidak, Mir! Mustahil aku kembali dengan Lilik. Itu tidak mungkin terjadi.] Tama mengirimkan pesan balasan pada

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0171

    “Lilik?” Samar, Amira memanggil wanita yang sedang menuntun bocah cilik sambil menenteng tas yang terlihat berisi dagangan. “Pak tolong berhenti sebentar.” Amira meminta kepada sopir taksi. “Tapi argonya tetap jalan, ya, Mbak.” Sopir mengingatkan. “Nggak masalah, Pak. Nanti saya lebihkan untuk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0170

    “Kapan acara lamarannya, De?” tanya Fikri di negeri seberang sana. Amira baru saja menceritakan niat baik Reza yang ingin melamarnya kepada Fikri. “Rencananya empat hari lagi, Bang. Abang sekarang sudah merestui ‘kan?” tanya Amira yang belum begitu yakin sepenuhnya terhadap restu Fikri. “Insya

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0169

    “Terima kasih banyak, ya, Mas. Maaf nggak bisa menyuruh mampir. Ini susah sangat malam.” Amira menghampiri pria yang berada di balik kemudi bulat setelah memarkirkan motornya di depan rumah. “Memang seharusnya aku tidak mampir, De. Kalau mampir nanti bahaya,” kelakar laki-laki di balik kemudi yang

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0168

    “Mau sampai kapan kamu diam di situ, Lilik? Mau sampai kapan kamu membiarkan Zidane mengacak-acak permainannya? Cepat bereskan rumah ini! Aku muak melihat kamu yang seperti ini terus! Sudah berapa kali aku bilang? Jangan biarkan anakmu mengacak-acak ruang tamu atau ruang tengah dengan permainannya i

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0167

    [Bi, tolong sampaikan ke Ibu, aku tidak bisa pulang sore ini. Mungkin, nanti malam baru pulang. Aira meninggal dunia, Bi. Aku bantu-bantu sekalian di sini.] Amira mengirimkan pesan pada Bi Marmi, bibinya. Amira baru sempat memberi tahu keluarganya. Derap langkah kaki yang memasuki ruang tamu membu

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0166

    “Mas Tama, Mbak.” Amira menyodorkan ke handphone Santi yang baru kembali dari kamar ibunya. “Mungkin mau bicara sama kamu, Mir.” Santi kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Amira. “Nggak, dia sengaja menelpon Mbak Santi, kok.” Tama sengaja menghubungi Santi melalui Amira, sebab handphon

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0165

    Di depan pintu Santi menyambut Amira dengan penuh kesedihan. Sesuai permintaan Tama, Amira akhirnya pergi ke rumah Mumun. Memastikan bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Tama sengaja mengutus Amira sebab nomor handphone Santi tidak bisa dihubungi. “Apa kabar, Mbak?” Amira mengulurkan tangan ke ar

DMCA.com Protection Status