Share

Bab 0003

Author: Farid-ha
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu mau ke mana dulu ini, De?” Dari balik kemudi Mbak Mayang bertanya.

“Ke rumahku dulu, Mbak.” Diantara desauan angin aku menjawab.

Tujuanku absen menjaga ibu malam ini adalah, mengamankan seluruh aset yang kami miliki. Harta ku dan juga milik kakakku. Tak rela bila nanti kami berpisah harta itu dijadikan gono gini. Enak saja. Toh, harta itu kami hasilkan dari kerja keras kami sendiri tanpa melibatkan pasangan.

Meskipun sudah menikah, bukan berarti aku menjadi ibu rumah tangga biasa yang tidak memiliki penghasilan sendiri. Aku bekerja di salah satu perusahaan swasta.

Dua hari lalu, sewaktu ibu masuk rumah sakit aku langsung mengajukan resign. Beruntungnya, di perusahaan tempat aku mencari uang selama ini tidak harus menunggu satu bulan setelah mengajukan surat pengunduran diri. Bisa langsung resign asal sudah menyerahkan surat pengunduran diri.

Dua puluh menit berlalu, dan kami telah sampai di depan rumah kami.

“De. Mbak tunggu di sini, ya. Jaga-jaga kalau mertuamu lewat.” Mbak Mayang duduk di depan teras setelah kami sampai di rumah yang beberapa tahun terakhir ini aku tempati.

Rumah mertuaku hanya berjarak empat rumah dari sini.

“Oke, Mbak. Aku nggak lama, kok. Setelah ini kita segera ke rumah Kak Fikri.”

Segera kubawa langkah kaki menuju kamar setelah berhasil membuka pintu utama.

Kuambil satu set perhiasan yang aku beli sendiri. Lalu, mengambil BPKB motor, buku tabungan yang semua dihasilkan sendiri. Semua itu segera kumasukkan ke dalam tas cangklong ini. Untuk sementara, ini dulu yang harus aku amankan. Nanti kalau sudah waktunya, barang yang dibeli dari hasil keringatku pun akan aku jual sebelum berpisah.

“Ayo, Mbak.” Mbak Mayang yang sedang berselancar di dunia Maya pun menoleh ke arahku. Handphonenya pun segera ia masukkan ke dalam saku jaketnya.

“Cepat amat, De? Mana barang yang kamu ambil?”

Aku menunjuk ke arah tas. Mbak Mayang sepertinya penasaran dengan barang-barang yang aku ambil. Karena aku tidak menceritakan apa yang akan aku ambil.

“Di rumah ini nggak ada uangmu, kan?” Wanita yang sedang memasang helm di kepalanya itu menatap bangunan yang ada di hadapan kami.

“Nggak ada sama sekali. Itu murni bangunan neneknya Mas Tama tanpa ada yang kami renovasi.” Aku segera naik ke atas jok motor. Lalu, melingkarkan tangan ke pinggang ramping Mbak Mayang. Sebab, setelah ini bisa dipastikan sepupuku akan membawa motor dengan kecepatan tinggi, sama seperti waktu berangkat tadi.

“De, sepertinya alam merestui rencana kita.” Suara Mbak Mayang di balik kemudi.

“Kenapa begitu, Mbak?” Aku masih tak paham.

“Listrik yang arah ke rumah Abangmu kelihatannya sedang padam.”

Aku tersenyum lalu membenarkan apa yang dikatakan Mbak Mayang. Di depan sana memang tampak gelap. Tidak ada lampu penerang. Ini lebih memudahkan gerakan kami. Terlebih, malam ini masuk hitungan tanggal tua bulan Komariah. Sudah barang tentu tidak ada sinar rembulan jam segini.

Tidak butuh waktu lama kini kami sudah berada di depan rumah Kak Fikri. Dengan kunci cadangan yang tadi sore aku ambil dari rumah Ibu, aku membuka pintu utamanya. Dengan bantuan santer dari handphone kami masuk ke rumah yang gelap ini. Motor pun sengaja kami bawa masuk ke dalam rumah agar tidak diketahui oleh orang lain.

Ya, sore tadi sebelum berangkat ke rumah sakit, aku sengaja mampir ke rumah Ibu untuk mengambil kunci cadangan seperti yang disarankan oleh Kak Fikri.

“Kamu sudah menghubungi orang yang mau membeli motornya?” tanya Mbak Mayang yang ada di belakangku.

“Belum. Tapi, katanya Kak Fikri menyuruh orang itu datang sekitar jam sembilan nanti.” Aku menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Baru setengah sembilan. Masih ada waktu setengah jam lagi.

“Sebentar lagi berarti. Kamu sudah tahu apa saja yang mau diambil?” Aku mengangguk, menjawab pertanyaan Mbak Mayang.

“Yuk tak bantuin beroperasi.” Mbak Mayang mengekor di belakangku.

“Kita langsung ke kamar Lilik saja, Mbak.” Aku memberikan instruksi sembari merogoh tas yang tadi aku bawa. Di dalamnya, selalu ada senter. Aku yang tidak suka gelap selalu membawa alat penerangan ke mana-mana. Dan saat ini ada manfaatnya.

“Kita mulai dari lemari bajunya saja, Mbak.”

“Jangan lupa nanti bajunya diacak-acak ke lantai. Seolah ini benar-benar ulah perampok.” Mbak Mayang menambahkan. Aku mengacungkan jempol ke arahnya, tanda setuju.

Tangan kami sibuk membongkar lemari baju milik Lilik. Tujuan kami adalah mencari barang-barang berharga yang bisa dijual. Namun, tidak kami temukan apa pun dalam lemari bajunya selain pakaian.

“Di mana ia menyimpan perhiasannya? Di mana ia menyimpan BPK motor matic dan motor sport milik kakakmu?” Mbak Mayang mulai geram.

Kami menghentikan aksi sejenak.

“ Aku juga nggak tahu pasti, Mbak. Tapi, kita harus mencarinya sampai ketemu. Jangan sampai barang itu jatuh ke tangannya. Aku tak ikhlas dunia akhirat hasil kerja keras kakakku digunakan bersenang-senang oleh wanita murahan itu. Seandainya, Lilik itu istri baik-baik sudah pasti aku tidak akan ikut campur. Justru bersyukur kakakku bisa membahagiakan istrinya. Tapi ini, perempuan jalang.” Dadaku kembang kempis mengingatnya.

“Mbak aja yang sebagai sepupu saja nggak rela, apalagi kamu adiknya. Pasti nggak akan rela. Yuk, kita cari lagi sampai ketemu.” Mbak Mayang mengajar kepalan tangannya di udara. Memberikan simbol untuk semangat.

“Tapi, di mana nyarinya ya, Mbak?” Aku pun mulai bingung.

“Jangan-jangan dia punya brankas?” Mbak Mayang mulai menerka-nerka. Aku mengangkat bahu ringan. Mata ini mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar. Lalu, bibir ini mengukir senyuman saat melihat nakas.

“Kita buka itu, Mbak.” Jari telunjukku mengarah ke arah kabinet di samping ranjang.

Dengan gerakan gesit Mbak Mayang menuju nakas. Lalu, tangannya mencoba buka pintunya. Tapi, sia-sia.

“Dikunci.” Mbak Mayang mengajar tangannya, seolah menyerah. Aku menggigit bibir bawah.

“Semoga saja kuncinya diletakkan disitu.” Lekas kubawa kami melangkah menuju meja tolet. Tangan ini pun segera membuka lacinya. Dan benar saja di sana kunci itu aku temukan.

“Berhasil, Mbak.” Aku mengangkat anak kunci dari dalam laci meja rias. Mbak Mayang tersenyum seraya menjentikkan jarinya.

Dengan gerakan cepat kami mencari keberadaan benda berharga tersebut. Dan benar saja, di laci nakas kamu menemukan kotak perhiasan Lilik dan juga surat-surat kendaraan dan surat penting lainnya. Termasuk sertifikat rumah ini.

“Sudah. Aman ini semuanya. Makasih ya, Mbak bantuannya.” Aku tersenyum puas, penuh kemenangan saat memasukkan barang-barang berharga itu ke dalam tas ini.

“Santai aja. Mbak pasti mendukungmu. Kita enyahkan pelakor dari muka bumi ini. Dan mari kita buat mereka sengsara setelahnya.” Mbak Mayang terkekeh setelahnya. Seolah puas sekali. Sepertinya masih ada dendam tersendiri dengan yang namanya pelakor. Karena dulu, rumah tangga Mbak Mayang hancur oleh perempuan jenis itu.

Tak berselang lama, aku mendengar deru kendaraan yang parkir di depan rumah Kak Fikri. Dengan cepat aku berjalan menuju pintu utama. Sebelum membuka pintu, aku sempat mengintipnya dari balik gorden.

“Dia orangnya, De?” Mbak Mayang yang berada di sampingku bertanya. Aku mengangguk. Meskipun hanya di bawah penerangan senter aku paham betul bahwa yang berdiri di depan itu adalah Kak Reza, temannya Kak Fikri. Orang yang akan membeli motor sport milik kakakku.

Tak butuh waktu lama motor sport berwarna merah milik Kak Fikri sudah berada di tangan Kak Reza.

****

Handphoneku menjerit-jerit minta diangkat setelah aku selesai menyuapi ibu sarapan pagi, jatah dari rumah sakit.

Mas Tama, pasti mau ngapain dia?

“Assalamualaikum, Mas. Ada apa?” tanyaku senatural mungkin.

“De, rumah Mbak Lilik kerampokan. Motor sportnya hilang. Rumahnya berantakan. Surat rumah dan barang-barang berharganya hilang semuanya. Ini gimana?” Suara Mas Tama terdengar panik. Di belakangnya terdengar suara Mbak Lilik yang histeris.

Aku menyeringai mendengarnya.

“Kok bisa sih, Mas? Apa Mbak Lilik lupa mengunci pintunya?” Suaraku dibuat sepanik mungkin, pura-pura ikutan syok.

“Nggak, De. Mbak tadi malam sudah menguncinya dengan benar. Kami kaget banget saat masuk rumah dalam keadaan berantakan.” Suara Mbak Lilik terdengar di sela Isak tangisnya.

Dia keceplosan. Ya Allah … kenapa hati ini rasanya sakit banget.

“Kami? Berarti Mas secara mampir ke rumah Mbak Lilik? Apa mau numpang mandi di situ? Padahal, kalian kan membawa kendaraan masing-masing. Atau mau numpang tidur di sana?” Kesempatan emas untuk menyudutkan Mas Tama.

Aku bisa membayangkan bagaimana paniknya wajah itu saat ini. Entah alasan apa akan ia berikan kepadaku setelah ini. Dasar pengkhianat!

Kaugnay na kabanata

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0004

    Aku menoleh ke arah kamar ibu. Kupastikan beliau tidak mendengar obrolan kami. Aku berada di luar ruang rawat Ibu. Sebisa mungkin aku menjaga agar ibu tidak mendengar berita-berita yang tak mengenakan.“Jangan berpikir macam-macam kamu, De. Tadi itu … tadi itu motor Mbak Lilik mogok di tengah jalan.

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0005

    “De, nomor Kak Fikri tidak bisa dihubungi. Gimana ini?” Suara Lilik terdengar panik. “Masak sih, Mbak? Mungkin sedang tidak ada sinyal. Mungkin juga l Kak Fikri sedang sibuk bekerja sehingga tidak sempat mengaktifkan nomornya.” Aku pura-pura menenangkannya. Padahal, di bibir mencebik.“Tapi, ini su

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0006

    “Kak Fikri susah dihubungi. Bahkan, kata Mbak Lilik nomornya sudah nggak aktif. Siapa yang mau membiayai rumah sakit Ibu kalau bukan aku? Rencananya motor itu mau aku jual.” Inilah alasannya yang paling masuk akal. Padahal, aku tidak mengeluarkan seper pun uang untuk biaya Ibu. Sesungguhnya pengoba

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0007

    Mas Tama kini membetulkan tempat duduk. Kakinya ia juntaikan ke bawah.“Nggak usah ditutupi. Semalam ibumu ngomong apa sama ibuku? Kedatangannya bukan untuk menghibur besan, tapi sebaliknya. Sengaja merusak kesehatan ibuku? Kemarin, tensi ibu itu sudah normal. Tapi, gara-gara ucapan ibumu semalam, t

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0008

    Degup jantungku bertalu-talu saat Mbak Lilik mengatakan akan lapor polisi. “Mbak yakin pelakunya akan segera ditangkap.” Ucapan Lilik membuat aku menggigit bibir bawah.Tenang Amira, tenang. Jangan panik. Kuhirup oksigen sebanyak-banyaknya. Berharap bisa sedikit tenang setelah ini.“Memangnya Mbak

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0009

    “Iya, Pak harganya sudah segitu. Cocoklah dengan kondisi motornya yang masih mulus dan suaranya yang masih halus.” Suami Mbak Mayang tersenyum ramah. Aku puas dengan cara penjualan Kakak sepupuku itu.Tidak butuh waktu lama kendaraan ku pun ini sudah beralih tangan dengan segala prosedurnya. Kebetul

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0010

    Setengah sebelas siang kami sudah berada di rumah Ibu. Beliau sudah diizinkan pulang dengan beberapa catatan dokter yang harus aku perhatikan. Mbak Mayang menjemput kami. Dia masih di depan menunggu aku. Kami mau segera pergi untuk menjalankan misi selanjutnya.Saat ini, jarum jam di pergelangan tan

    Huling Na-update : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0011

    “Mbak Tv-nya nggak ada.” Aku memberi tahu Mbak Mayang yang sedang duduk di manis di ruang tamu. Debaran di dadaku sudah tidak menentu. Berbagai spekulasi bermunculan di ceruk kepala.“Yang bener, De?” Mbak Mayang menyusul aku di ruang tengah. “Iya, Mbak. Biasanya ditaruh situ.” Jari telunjukku meng

    Huling Na-update : 2024-10-29

Pinakabagong kabanata

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0173

    “Ini tempatnya, Mbak?” Tama menatap perempuan yang merupakan tetangga kontrakan Lilik tersebut dengan kening mengkerut. “Iya, ini, Mas. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencari Mbak Lilik. Perempuan. Bahkan dia menitipkan sesuatu untuk Zidane.” Tama terdiam, tapi otaknya berpikir menerka-nerk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0172

    Amira terdiam, menunggu jawaban Tama. Sebenarnya dia sendiri ragu, tidak yakin dengan idenya ini. Tapi, Amira merasa perlu melakukan itu demi kebaikan Zidane. [Jangan memintaku yang tidak-tidak, Mir! Mustahil aku kembali dengan Lilik. Itu tidak mungkin terjadi.] Tama mengirimkan pesan balasan pada

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0171

    “Lilik?” Samar, Amira memanggil wanita yang sedang menuntun bocah cilik sambil menenteng tas yang terlihat berisi dagangan. “Pak tolong berhenti sebentar.” Amira meminta kepada sopir taksi. “Tapi argonya tetap jalan, ya, Mbak.” Sopir mengingatkan. “Nggak masalah, Pak. Nanti saya lebihkan untuk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0170

    “Kapan acara lamarannya, De?” tanya Fikri di negeri seberang sana. Amira baru saja menceritakan niat baik Reza yang ingin melamarnya kepada Fikri. “Rencananya empat hari lagi, Bang. Abang sekarang sudah merestui ‘kan?” tanya Amira yang belum begitu yakin sepenuhnya terhadap restu Fikri. “Insya

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0169

    “Terima kasih banyak, ya, Mas. Maaf nggak bisa menyuruh mampir. Ini susah sangat malam.” Amira menghampiri pria yang berada di balik kemudi bulat setelah memarkirkan motornya di depan rumah. “Memang seharusnya aku tidak mampir, De. Kalau mampir nanti bahaya,” kelakar laki-laki di balik kemudi yang

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0168

    “Mau sampai kapan kamu diam di situ, Lilik? Mau sampai kapan kamu membiarkan Zidane mengacak-acak permainannya? Cepat bereskan rumah ini! Aku muak melihat kamu yang seperti ini terus! Sudah berapa kali aku bilang? Jangan biarkan anakmu mengacak-acak ruang tamu atau ruang tengah dengan permainannya i

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0167

    [Bi, tolong sampaikan ke Ibu, aku tidak bisa pulang sore ini. Mungkin, nanti malam baru pulang. Aira meninggal dunia, Bi. Aku bantu-bantu sekalian di sini.] Amira mengirimkan pesan pada Bi Marmi, bibinya. Amira baru sempat memberi tahu keluarganya. Derap langkah kaki yang memasuki ruang tamu membu

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0166

    “Mas Tama, Mbak.” Amira menyodorkan ke handphone Santi yang baru kembali dari kamar ibunya. “Mungkin mau bicara sama kamu, Mir.” Santi kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Amira. “Nggak, dia sengaja menelpon Mbak Santi, kok.” Tama sengaja menghubungi Santi melalui Amira, sebab handphon

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0165

    Di depan pintu Santi menyambut Amira dengan penuh kesedihan. Sesuai permintaan Tama, Amira akhirnya pergi ke rumah Mumun. Memastikan bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Tama sengaja mengutus Amira sebab nomor handphone Santi tidak bisa dihubungi. “Apa kabar, Mbak?” Amira mengulurkan tangan ke ar

DMCA.com Protection Status