Share

Bab 0005

Penulis: Farid-ha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-13 16:49:25

“De, nomor Kak Fikri tidak bisa dihubungi. Gimana ini?” Suara Lilik terdengar panik.

“Masak sih, Mbak? Mungkin sedang tidak ada sinyal. Mungkin juga l Kak Fikri sedang sibuk bekerja sehingga tidak sempat mengaktifkan nomornya.” Aku pura-pura menenangkannya. Padahal, di bibir mencebik.

“Tapi, ini sudah seharian lho, De. Sudah puluhan mungkin malah mungkin ratusan panggilan dari Mbak, tapi tetap sama, tidak aktif. Bagaimana ini?” Lilik kembali bersuara. Kali ini lebih sedih dari sebelumnya. Aku tersenyum miring alih-alih bersimpati kepadanya.

“Ya aku nggak tahu, Mbak. Doakan saja semoga Kak Fikri di sana baik-baik saja. Mbak tenang aja, nanti kalau sudah senggang Kak Fikri pasti menghubungi kita, kok. ”

“Bagaimana nasib Mbak kalau nggak ada Kak Fikri? Apalagi sudah tidak ada simpanan lagi. Seharusnya dua hari lagi ia kirim uang. Tapi, kalau nomornya nggak bisa dihubungi kayak gini gimana?”

Baru sadar dia? Saat selingkuh dan enak-enak dengan suamiku tidak kepikiran tentang perjuangan suaminya. Ke mana aja selama ini? Dasar manusia tidak pandai bersyukur.

Rasakan. Emang enak. Pembalasan baru dimulai. Ini belum seberapa, Lilik. Pelajaran yang diberikan oleh Kak Fikri tidak sebanding dengan pengkhianatanmu selama ini.

“Memang Mbak nggak ada simpanan lagi?” tanyaku pura-pura nggak tahu. Padahal, semua asetnya sudah kuambil semuanya. Kecuali ATMnya. Siapa tahu di dalamnya banyak saldo.

“Nggak ada, De. Di ATM sudah kosong. Hanya tinggal beberapa ratus ribu, tidak sampai satu juta. Selama ini, setiap bulannya Mbak tabungkan pada perhiasan. Dan itu semua raib dibawa perampoknya.”

Aku tersenyum di tempat duduk. Bahagia rasanya mendengar cerita Lilik. Kehancuran mu sudah di depan mata, pelakor! Siapa suruh selingkuh? Kamu siap menanam masalah, tapi lupa cara memanen hasilnya.

“Memangnya apa saja yang hilang selain motor, Mbak?” Aku pura-pura mencari tahu.

“Surat rumah, perhiasan dan kedua BPKB motor.”

“Ya Allah ... surat rumahnya hilang? Bagaimana bisa, Mbak? Semoga tidak disalah gunakan oleh perampoknya. Padahal, itu aset kakakku yang paling berharga. Hasil kerja kerasnya selama di perantauan. Ya Allah … kasihan sekali nasib Kak Fikri.” Aku pura-pura bersimpati, bersedih tepatnya. Tentu suaraku dibuat sesedih mungkin agar aktingnya menyakinkan.

“Ya, itu juga yang sedang Mbak pikirkan, De. Bagaimana cara Mbak ngomong sama Masmu? Pasti, dia sangat sedih dan kecewa.” Suara Lilik terisak. Entah sedih karena kehilangan harta atau karena yang lainnya.

Aku menyeringai sembari menggoyang-goyangkan kaki yang menjuntai ke lantai. Aku pun segera pamit dan mematikan sambungan telepon setelah merasa cukup mendengar curhatannya.

***

Malam harinya.

“De, Mas mau bicara,” ucap Mas Tama setelah masuk ruang rawat Ibu. Mimik mukanya penuh keseriusan. Ada apa?

“Oke, tapi tidak di sini. Ibu baru saja tidur. Jangan berisik.” Aku segera melangkahkan kaki, ke luar dari ruangan.

“Mau ngomong apa?” Aku bertanya setelah di luar kamar Ibu. Tama menutupnya secara perlahan.

“Mas mau pinjam BPKB motor milik mu, De.”

“Ikut aku.” Aku menyeret Mas Tama menuju taman yang tidak terlalu jauh dari ruang rawat Ibu.

Kujatuhan bobot tubuh ini di atas kursi taman rumah sakit. Di bawah lampu taman yang temaram.

“Mau buat apa mau pinjam BPKB motorku, Mas?” tanyaku tanpa menatap Mas Tama yang duduk di sampingku. Tatapanku Lurus ke depan. Enggan rasanya menatap wajah munafiknya.

Aku sengaja mengajak Mas Tama menjauh dari ruangan Ibu. Karena banyak hal yang ingin aku bahas. Bisa dipastikan nanti akan terjadi percekcokan, meninggikan suaranya pastinya. Tentu aku tidak mau ibu mendengarnya. Berbicara di tempat ini sepertinya pilihan terbaik. Ibu pun sedang terlelap di bawah pengaruh obat. Aman untuk ditinggalkan sementara waktu.

“Ibu butuh uang untuk biaya PKL Arin. Mas sedang tidak ada uang. Maka jalan cepat untuk mendapatkan uang adalah menggadaikan BPKB motor.”

“Maaf, aku nggak bisa ngasih pinjaman, Mas.” Dengan terang-terangan aku menolaknya.

Enak aja BPKBku untuk membiayai bocah yang nggak pernah sopan padaku. Sudah cukup selama ini membantu mereka. Tidak lagi mulai saat ini. Bodohnya aku selama ini. Membantu keluarga yang selalu main keroyokan. Ya, sedikit saja aku melakukan kesalahan maka seluruh anggota keluarga Mas Tama akan memusuhi aku, tak terkecuali si Arin, bocah ingusan.

“Kenapa nggak boleh pinjem, De? Nanti Mas yang akan membayar, tenang saja.” Dia mencoba merayu. Aku tersenyum kecut mendengar rayuannya.

Bab terkait

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0006

    “Kak Fikri susah dihubungi. Bahkan, kata Mbak Lilik nomornya sudah nggak aktif. Siapa yang mau membiayai rumah sakit Ibu kalau bukan aku? Rencananya motor itu mau aku jual.” Inilah alasannya yang paling masuk akal. Padahal, aku tidak mengeluarkan seper pun uang untuk biaya Ibu. Sesungguhnya pengoba

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0007

    Mas Tama kini membetulkan tempat duduk. Kakinya ia juntaikan ke bawah.“Nggak usah ditutupi. Semalam ibumu ngomong apa sama ibuku? Kedatangannya bukan untuk menghibur besan, tapi sebaliknya. Sengaja merusak kesehatan ibuku? Kemarin, tensi ibu itu sudah normal. Tapi, gara-gara ucapan ibumu semalam, t

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0008

    Degup jantungku bertalu-talu saat Mbak Lilik mengatakan akan lapor polisi. “Mbak yakin pelakunya akan segera ditangkap.” Ucapan Lilik membuat aku menggigit bibir bawah.Tenang Amira, tenang. Jangan panik. Kuhirup oksigen sebanyak-banyaknya. Berharap bisa sedikit tenang setelah ini.“Memangnya Mbak

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0009

    “Iya, Pak harganya sudah segitu. Cocoklah dengan kondisi motornya yang masih mulus dan suaranya yang masih halus.” Suami Mbak Mayang tersenyum ramah. Aku puas dengan cara penjualan Kakak sepupuku itu.Tidak butuh waktu lama kendaraan ku pun ini sudah beralih tangan dengan segala prosedurnya. Kebetul

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0010

    Setengah sebelas siang kami sudah berada di rumah Ibu. Beliau sudah diizinkan pulang dengan beberapa catatan dokter yang harus aku perhatikan. Mbak Mayang menjemput kami. Dia masih di depan menunggu aku. Kami mau segera pergi untuk menjalankan misi selanjutnya.Saat ini, jarum jam di pergelangan tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0011

    “Mbak Tv-nya nggak ada.” Aku memberi tahu Mbak Mayang yang sedang duduk di manis di ruang tamu. Debaran di dadaku sudah tidak menentu. Berbagai spekulasi bermunculan di ceruk kepala.“Yang bener, De?” Mbak Mayang menyusul aku di ruang tengah. “Iya, Mbak. Biasanya ditaruh situ.” Jari telunjukku meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0012

    “Wong edan! Kembalikan televisiku!” Suara Bu Mumun melengking.“Suruh Mas Tama beliin sendiri, Bu. Jangan mengambil barang milik orang lain. Itu TV aku beli menggunakan uangku sendiri. Maaf, TVnya aku ambil karena sedang butuh.” Aku tak memberikan kesempatan perempuan itu untuk membantah.“Ada ini,

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0013

    “Alhamdulillah, barangnya sudah habis. Rezekimu bagus, De. Tidak butuh waktu lama langsung laku.” Mbak Mayang menepuk pundakku yang sedang menatap truk pengangkut barang milikku pergi meninggalkan rumah Mbak Mayang.“Terima kasih banyak, ya, Mbak. Semua ini berkat jasa Mbak Mayang, barang langsung t

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19

Bab terbaru

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0173

    “Ini tempatnya, Mbak?” Tama menatap perempuan yang merupakan tetangga kontrakan Lilik tersebut dengan kening mengkerut. “Iya, ini, Mas. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencari Mbak Lilik. Perempuan. Bahkan dia menitipkan sesuatu untuk Zidane.” Tama terdiam, tapi otaknya berpikir menerka-nerk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0172

    Amira terdiam, menunggu jawaban Tama. Sebenarnya dia sendiri ragu, tidak yakin dengan idenya ini. Tapi, Amira merasa perlu melakukan itu demi kebaikan Zidane. [Jangan memintaku yang tidak-tidak, Mir! Mustahil aku kembali dengan Lilik. Itu tidak mungkin terjadi.] Tama mengirimkan pesan balasan pada

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0171

    “Lilik?” Samar, Amira memanggil wanita yang sedang menuntun bocah cilik sambil menenteng tas yang terlihat berisi dagangan. “Pak tolong berhenti sebentar.” Amira meminta kepada sopir taksi. “Tapi argonya tetap jalan, ya, Mbak.” Sopir mengingatkan. “Nggak masalah, Pak. Nanti saya lebihkan untuk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0170

    “Kapan acara lamarannya, De?” tanya Fikri di negeri seberang sana. Amira baru saja menceritakan niat baik Reza yang ingin melamarnya kepada Fikri. “Rencananya empat hari lagi, Bang. Abang sekarang sudah merestui ‘kan?” tanya Amira yang belum begitu yakin sepenuhnya terhadap restu Fikri. “Insya

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0169

    “Terima kasih banyak, ya, Mas. Maaf nggak bisa menyuruh mampir. Ini susah sangat malam.” Amira menghampiri pria yang berada di balik kemudi bulat setelah memarkirkan motornya di depan rumah. “Memang seharusnya aku tidak mampir, De. Kalau mampir nanti bahaya,” kelakar laki-laki di balik kemudi yang

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0168

    “Mau sampai kapan kamu diam di situ, Lilik? Mau sampai kapan kamu membiarkan Zidane mengacak-acak permainannya? Cepat bereskan rumah ini! Aku muak melihat kamu yang seperti ini terus! Sudah berapa kali aku bilang? Jangan biarkan anakmu mengacak-acak ruang tamu atau ruang tengah dengan permainannya i

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0167

    [Bi, tolong sampaikan ke Ibu, aku tidak bisa pulang sore ini. Mungkin, nanti malam baru pulang. Aira meninggal dunia, Bi. Aku bantu-bantu sekalian di sini.] Amira mengirimkan pesan pada Bi Marmi, bibinya. Amira baru sempat memberi tahu keluarganya. Derap langkah kaki yang memasuki ruang tamu membu

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0166

    “Mas Tama, Mbak.” Amira menyodorkan ke handphone Santi yang baru kembali dari kamar ibunya. “Mungkin mau bicara sama kamu, Mir.” Santi kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Amira. “Nggak, dia sengaja menelpon Mbak Santi, kok.” Tama sengaja menghubungi Santi melalui Amira, sebab handphon

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0165

    Di depan pintu Santi menyambut Amira dengan penuh kesedihan. Sesuai permintaan Tama, Amira akhirnya pergi ke rumah Mumun. Memastikan bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Tama sengaja mengutus Amira sebab nomor handphone Santi tidak bisa dihubungi. “Apa kabar, Mbak?” Amira mengulurkan tangan ke ar

DMCA.com Protection Status