Udara malam yang dingin menyatu dengan gumpalan kental dari hembusan napas Eden, yang siap membidik target dari jarak 800 meter berada satu garis lurus di atas atap gedung 45 lantai.
Sebuah senjata laras panjang yang terkenal dengan sebutan one shoot one kill, menghunus ke arah target dari celah-celah besi pembatas.
Dari lubang scope 8x maksimum, Eden dapat melihat sasaran dengan jelas. Sementara jari sudah siaga, siap menekan pemicu tembak.
Eden menghembuskan napas kembali, membuat dirinya tenang agar lesatan peluru tidak meleset.
"Mahal sekali harga kepalamu, Tuan Rey," gumam Eden.
Sebagai pembunuh bayaran yang dingin dan profesional, Eden tidak pernah gagal dalam melakukan misinya. Dan Eden, tidak pernah tersentuh oleh pihak penanganan tindak kriminal yang sudah dibuat pusing karena ulahnya.
Dia sangat licin, cerdas dan juga pandai menyamarkan dirinya di antara masyarakat umum. Hampir tidak ada yang tau siapa pelaku penembak misterius yang bisa menembuskan timah panas di tengkorak kepala dengan jarak lebih dari 800 meter. Sampai-sampai, julukan Ghost Assasins melekat pada dirinya.
Eden melirik jam G-Shock yang melingkar di pergelangan tanganya. Akan tetapi, intaian mata satunya masih cukup tajam memaku pada sasaran yang masih menikmati makan malam bersama keluarganya itu.
Ini adalah korban ke-121, Eden selalu mencatatnya dalam daftar pribadi untuk dia koleksi.
Detik berlalu, tepat di mana jarum jam menunjuk pada angka 9 lewat 10 menit, Eden melepaskan timah panas itu. Melesat cepat tak terjangkau oleh mata.
BRUAK!
Target jatuh seketika, semua orang berteriak histeris. Mereka panik. Dan pengamanan pun mendadak ketat.
Pemilik perusahaan Calagher Coorporation Group mati dengan berceceran darah di atas meja makan.
Eden merapikan senjata kembali masuk ke dalam boxnya. Dan kemudian, dia bergegas keluar dari tempat itu dengan tenang.
Sangat tenang. Eden berjalan santai di antara banyaknya orang di sekitaran. Lalu, dia memasuki mobil yang terpakir tidak jauh dari gedung tempatnya mengeksekusi korban.
KRING! KRING!
Eden menjawab telpon masuk, tanpa menyapa si penelpon.
"Aku sudah mendengar berita kalau Rey sudah mati. Kau akan terima sisa pembayaranmu sebentar lagi yang akan aku kirim ke rekeningmu. Dan ingat, hancurkan semua bukti. Jika kau tertangkap kau tau apa yang harus kau lakukan," kata seseorang di seberang telpon. Dan kemudian telpon itu terputus.
Eden membuka penutup baterai ponsel, lalu mencabut kartu sim pada telpon genggam dan kemudian mematahkanya. Ponsel pun dibuang oleh Eden.
Di ponsel lain, Eden menerima pesan masuk, sebuah pemberitahuan kalau sejumlah uang sudah terkirim ke rekeningnya. Eden tersenyum tipis. Mobil yang dikendarai Eden pun melaju cepat.
****
SATU MINGGU KEMUDIAN
Seorang perempuan berlari dengan napas terengah-engah. Wajahnya pucat. "Aku harus bersembunyi," ucapnya, dengan bibir yang bergetir.
Bola mata gadis itu menangkap ada sebuah bak sampah umum. Tak ada pilihan, gadis itu pun masuk ke dalamnya. Dia menutup hidung lantaran bau menyengat tak sedap dirasa.
"Kemana perginya dia!" Seseorang terlihat kesal, berbicara kepada rekanya.
"Mungkin ke arah sana, Bos," sahut rekanya, sambil menunjuk pertigaan yang ada di depan jalan.
"Ayo cari! Jangan sampai dia lolos!" perintah laki-laki yang mengenakan jas hitam, yang merupakan bos dari 4 pria yang mengikuti arahanya.
Katnis mengintip dari balik tempat persembunyianya. Dia menghela napas lega setelah melihat satu persatu para pengejarnya sudah menjauh dari area persembunyian. "Sepertinya mereka sudah pergi," gumam Katnis. Dan kemudian, Katnis pun keluar dari bak pembuangan sampah.
Bersamaan kakinya yang baru saja menapak di aspal, seseorang secara tiba menarik rambut Katnis.
"Hahaa. Mau lari kemana kau?"
"Ling, tolong lepaskan aku. Aku tidak mau kembali ke tempat itu lagi," pinta Katnis.
"Enak aja kau mau pergi begitu saja! Kau itu perempuan pelacur! Tempat kau di sana!" Sahut Ling lantang.
"Ling tolong ... Aku tidak mau bekerja seperti itu ... "
"Nggak bisa!" Pria yang dikenal sebagai algojo dari tempat Katnis bekerja, menarik paksa Katnis. Dia menggiring Katnis.
"Ling lepaskan aku!" Katnis mencoba meronta. Namun percuma, karena tenaga Ling lebih kuat darinya.
"Ling ..."
"Jangan banyak bicara kamu!" Ling menampar Katnis. Hingga mulut Katnis luka dan meneteskan darah.
Sesampainya di Bar Keli, Ling menghempaskan Katnis dengan kasar kehadapan si pemilik Bar.
Dia mencengkram wajah Katnis dan menatapnya tajam. "Berani kau lari dariku, perempuan jalang!" Ucapnya tajam.
"Tuan Key, tolong lepaskan aku ... Aku tidak ingin bekerja di sini ... " mohon Katnis lirih.
PLAK!
Tuan Key menampar Katnis keras, sehingga menambah luka di bibir Katnis. Katnis menangis, merintih menahan sakit.
"Kau itu sudah diberikan oleh keluargamu sebagai penebus hutang. Jadi kau milikku!"
"Tuan, aku janji akan membayarkan hutang-hutang keluargaku. Kasih aku waktu."
"Iya, kau akan membayarkan hutang-hutang keluargamu dengan bekerja sebagai wanita malam di sini. Hahha." Tuan Key terkekeh.
"Bawa dia ke dalam! Suruh dia bersih-bersih! Malam ini sudah ada pelanggan yang menginginkanya!" perintah Tuan Key kepada anak buahnya. Katnis pun digiring paksa.
"Tuan lepaskan aku! Aku tidak mau bekerja menjadi perempuan pemuas napsu!"
"Diam!" Bentak anak buah Key, sambil menggiring Katnis dengan kasar.
Tidak ada hasil apa-apa dari permohonan Katnis. Dan kemudian, Katnis dimasukan ke dalam sebuah ruangan yang banyak dikenal orang adalah kamar mandi bersama. "Waktumu 30 menit," ucapnya. Lalu Katnis didorong masuk ke dalam kamar mandi.
Rupanya, Katnis tidak sendiri. Ada beberapa perempuan lain yang juga sedang membersihkan diri. Namun bedanya, wajah mereka ceria dan nampak bahagia, berbeda dengan Katnis yang sangat terlihat ketakutan.
Seorang perempuan menatap Katnis sinis. "Kau anak baru?" Tanyanya.
Katnis menangguk.
Lalu, semua wanita yang ada di tempat ini pun terkekeh. Entah apa yang mereka tertawakan? Dan itu hanya membuat Katnis semakin takut.
"Sebaiknya kau cepat membersihkan dirimu sebelum Tuan Key naik pitam," ujar gadis yang wajahnya mirip perempuan asia tengah itu, mengingatkan Katnis.
Dan tidak ada pilihan, Katnis pun mencoba mengguyurkan air ke tubuhnya secara perlahan dari ujung kepala hingga ujung kaki.
30 menit kemudian, Katnis sudah tampil berbeda dari sebelumnya. Tubuhnya sudah dibalut kain tipis yang indah dan juga wangi. Dan kemudian, Katnis menemui Tuan Key.
Mata Tuan Key berbinar menatap Katnis yang sudah terlihat lebih menggoda dari sebelumnya.
"Aku tidak mengira kau akan secantik ini. Kau akan membuatku kaya. Hahaha," ungkapnya, sambil terbahak.
Katnis menggigil. Dia sangat katakutan. Sebagai seorang mahasiswi, dia tidak pernah menduga akan berakhir di tempat seperti ini. Apalagi, kehormatanya akan terenggut oleh pria-pria hidung belang.
"Bawa dia ke ruang VVIP di lantai 30!" perintah Key kepada anak buahnya.
Anak buahnya pun gegas mengikuti perintah bosnya itu.
"Selamat malam Tuan, ini perempuan yang anda inginkan," kata Ling, setelah berada di ruangan tamu.
"Emm." Pria itu hanya berdehem. Lalu Ling meninggalkan Katnis bersama pria asing.
Katnis gelisah. Rona wajahnya memerah. Tanganya tidak pernah lepas dari menutup kedua dadanya. Karena pakaian yang Katnis kenakan sangat terbuka. Sehingga membuat dia risih. Sementara, pria yang wajahnya nampak tampan namun dingin terlihat santai menikmati Wine merah.
Dan kemudian, pria itu meletakan sebuah pistol kecil di atas meja. Membuat Katnis terbelalak.
"Apa yang akan kau lakukan, Tuan?" Tanyanya, dengan suara pelan.
Pria itu tidak menanggapi. Lalu, dia mengokang senjata api laras pendek setelah memasukan peluru ke dalam slongsongnya. Itu membuat pikiran negatif Katnis semakin mendominasi.
"Pakai itu dan ikuti aku!" perintahnya. Katnis menerima jaket pemberian dari pria asing tersebut, lalu memakainya.
Dan kemudian, pria itu menggandeng Katnis lalu berjalan keluar dari ruangan.
Tatapan matanya seperti Elang, sangat tajam dan teliti sekali. Dia sudah membuka pintu, sambil menggandeng Katnis.Nampak dua petugas penjaga keamanan lantai sedang berpatroli. "Tuan, anda mau kemana?" Mereka menahan langkah pria itu. "Anda tidak boleh membawa perempuan ini ke luar."Tak menghiraukan, pria asing itu tetap bergerak. Tidak terima diacuhkan, para penjaga menarik tangan pria itu untuk melepaskan Katnis. Dengan cepat, pria itu mengelak lalu melepaskan timah panas ke masing-masing tubuh mereka. Hingga mereka jatuh terkapar. Gerakanya sangat cepat, brutal dan tak kenal kompromi.Dia bergerak cepat, menuju pintu darurat tanpa melepaskan Katnis dari genggamanya. Tangga demi tangga dia turuni. Kejadian tadi, membuat suasan ricuh. Semua petugas kocar-kacir, menyebar ke seluruh area untuk mencari Katnis yang dibawa lari oleh tamu misterius."Ayo." Suara dingin milik pria dengan wajah dat
Sudah lebih dari 15 menit, Eden membelakangi Katnis. Tak ada suara. Sehingga membuat Eden berkeinginan untuk menoleh. Dan benar saja, Katnis sudah tidak ada."Sial! Pandai sekali dia," ucap laki-laki yang dikenal sebagai Ghost Assasin itu kesal.Eden menyusuri tanah lapang yang luas mencari Katnis. Sepanjang pinggiran jalan sejauh mata memandang, yang nampak terlihat hanya rerumputan tanpa ada rumah penduduk di sekitaran. Mau lari kemana dia, pikir Eden sambil menebarkan pandanganya keseluruh area.Dan akhirnya, jejak Katnis tercium. Dia melihat Katnis sedang berusaha menuruni sungai kecil yang ada di bawah sana. Kemudian, Eden memutari jalan."Gadis bodoh! Kau pikir kau bisa lari dariku!" Umpatnya.Sementara itu, Katnis berusaha payah menyebrangi sungai kecil yang airnya tidak terlalu deras, namun cukup membuat langkah Katnis tidak dapat bergerak cepat.
"Buka bajumu," ucap Eden, nadanya jelas mengandung perintah. Katnis mendelik. "Nggak!" balasnya, sambil memegangi kedua belah dadanya."Tidak perlu aku yang membuka paksa bajumu, bukan! Cepat buka!""Nggak! kau mau apa?"Eden mendekati Katnis, Katnis pun bergerak mundur, dan Eden semakin dekat. "Tolong!" teriak Katnis pecah, sambil menutup mata. Eden geleng-geleng kepala. Dia menahan wajahnya ketika tepat berjarak lima senti dari wajah Katnis. Eden menatap Katnis, lalu dia mengambil tas ransel dan membukanya. Eden mengeluarkan selembar baju dari dalam tas. "Pakai ini. Aku tidak mau kau sakit lalu merepotkanku akibat bajumu yang basah," ujarnya, sambil memberikan kaos itu untuk Katnis.Katnis menjadi canggung. Dahinya mengerut. Aku kira dia akan menciumku lalu ... batinnya. Katnis berpikiran yang bukan-bukan."Aku akan membuka ikatan di tanganmu. Aku harap kau tidak berp
"Apa yang kau lakukan!" Eden menatap kesal Katnis."Tugasku sudah selesai. Kau boleh pergi dari sini," usirnya."Tolong aku ... paling nggak antar aku sampai ke kota xxx," pinta Katnis dengan wajah melas.Eden geleng-geleng kepala. "Menyusahkan saja."Merasa sudah membuang waktu karena berdebat kusir dengan Katnis, Eden pun menjalankan mobilnya.Namun, belum sampai di perbatasan kota, mobil Eden berasap. Mungkin karena baku tembak tadi yang membuat mesin mobil rusak.BRUAK!Eden membanting tutup kap mesin dengan keras setelah melihat keadaan mesin yang tidak mungkin diperbaiki kembali. Dan kemudian dia mengambil koper uang lalu pergi, membiarkan mobilnya begitu saja di jalan."Hei tunggu! Kau kenapa meninggalkanku?" Katnis pun gegas keluar dari dalam mobil.Eden tak memperdulikan
"Hei tunggu! apa kau nggak bisa berjalan sedikit pelan?" Katnis berusaha mengejar Eden dengan berjalan cepat.Sore yang indah, di kota yang baru dia jajaki. Katnis menebar pandanganya ke sekeliling sambil berjalan. Dia nampak kagum dengan dekorasi kota yang sedang merayakan hari kebesaran.Ribuan massa turun kejalan dengan kostum kebanggan mereka. Nampak indah dengan warna-warni juga karakter pakaian adat itu tersendiri."Waaaao bagus sekali," ungkap Katnis kagum.Pawai berirama musik khas daerah berdendang keras sepanjang jalan. Tanpa sadar, dia sudah tertinggal jauh dengan Eden yang sudah lebih dulu di depan.Katnis menambah kecepatanya berjalan, mengejar Eden."Hei tunggu, apa kau tidak menikmati hari ini yang begitu indah?"Eden tak menghiraukan. Dia terus berjalan tanpa peduli ada perempuan cantik bak model Miss Universe sedang mengajaknya berbicara."Wuaaaaah bagussss baaaanget," un
Katnis mematung di depan cermin sementara kedua pelayan sibuk mendandaninya sehingga tampil maksimal. Gaun cantik berbahan sutera serta manik-manik yang terbuat dari mutiara, terlihat sempurna di tubuh Katnis. Rambut lurus terurai dengan pola gelombang kecil di bagian bawahnya, nampak seperti putri kerajaan. Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan kepadaku, pikir Katnis."Kau cantik sempurna Nona," ungkap salah seorang pelayan dengan tersenyum.Akan tetapi pujian itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap dirinya. Buat apa berpenampilan cantik kalau nantinya akan mati dibunuh oleh mereka, atau diperkosa secara bergantian, atau ... Argh, batin Katnis bergejolak."Sudah Nona, mari ikut kami," ajaknya. Katnis berat melangkah dari tempatnya. Penampilanya yang sempurna seakan adalah momok yang menakutkan.Dengan didampingi dua pelayan yang berdiri di samping kanan dan kiri, Katnis berjalan menuju lantai satu. Di mana di sana sudah ada Tuan
Gerry menghunuskan tatapan licik. Membuat bulu kuduk Katnis merinding. Tidak ada satu makanan pun disentuhnya. Seakan perut Katnis sudah terisi penuh.Bersamaan dengan itu, letupan keras menembus tengkorak kepala salah seorang pengawal Tuan Almond. Darah merah kental berceceran, sebagian menciprat ke hidangan. Keadaan menjadi panik seketika."Berlindung," seru Tuan Almond, yang sudah lebih dulu melindungi dirinya dibalik sofa. Semua orang berlindung, menghindari jendela kaca dekat meja makan mencari tempat aman.Katnis sangat ketakutan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara dirinya sudah dibawa ke tempat yang lebih aman. Tuan Almond bersama Gerry dan anak buahnya, bersiap diri menghadapi serangan selanjutnya dari seseorang."Siapa dia?" tanya Gerry."Penembak runduk. Aku sepertinya tau siapa dia," sahut Tuan Almond."Siapa pa?" tanya Gerry penasaran."Orang yang akan merebut gadismu."
Eden kecil menepati janjinya. Dia sudah menunggu lebih dari 1 jam gadis kecil yang berkata, "Aku akan memberitahu namaku esok hari di sini."Di pinggir sungai yang airnya tenang, Eden duduk di bawah pohon kelapa. Sambil memperhatikan arus air dengan tanganya yang sibuk menepuk-nepuk rumput dengan sebilah kayu tipis.Eden menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari gadis kecil itu. Namun, hatinya bertudung kecewa, gadis kecil itu tak kunjung datang."Dia mengingkari janjinya," gumam Eden dengan perasaan kecewa.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu pun muncul. Dari kejauhan terlihat, Eden sudah menopang tubuhnya berdiri.Setelah gadis kecil itu mendekat, Eden melihat wajahnya berselimut kesedihan. "Kau menangis?" tanya Eden.Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Eden haru melihatnya."Siapa yang telah menyakitimu?" tanya Eden.Dia tidak menjawab, hanya menggelengkam
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang