"Ada masalah?" Tanya Katnis.
"Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya.
"Aku lelah. Aku ingin istirahat."
Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku."
"No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."
Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis.
"James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya.
"Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar.
"Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di lantai dasar.
"Terima kasih," balas Katnis sekenanya. Dan kemudian, Katnis masuk ke dalamnya.
"Kalau membutuhkan sesuatu, Nona tinggal panggil saya," ujar James dari balik pintu. Katnis tak menanggapi.
Bola matanya menebar ke seluruh area. Hatinya sedikit mengungkap kagum atas apa yang dilihatnya. Namun, semua itu hanya berlalu begitu saja lantaran perasaan Katnis yang belum mendapatkan kenyamanan.
"Aaarrrgh! Seperti di penjara hidupku. Tidak ada kebebasan," gumamnya. Katnis merebahkan diri di atas ranjang. Menatap langit-langit.
"Eden. Kenapa dia yang harus melakukan itu? Tapi, apa benar kalau Eden yang sudah membunuh papaku? Aku masih belum yakin betul. Tapi, kenapa dia tidak membela diri saat Gerry menuduhnya? Aaaaaargh!"
Katnis memiringkan tubuhnya ke kiri lalu ke kanan. Dia nampak gusar.
"Apa ini akhir dari hidupku? Menjadi tawanan dalam rumah Gerry? Oh sialnya aku. Nggak pernah terbayangkan untuk menjadi istri Gerry yang psikopat itu."
Katnis uring-uringan. Tanpa sengaja, tanganya menyentuh gelang tangan yang selalu dia bawa ke mana-mana, yang dia simpan dalam saku. Katnis meraihnya.
"Apa aku masih bisa menemukan laki-laki ini? Kenapa perasaanku begitu semakin kuat? Dan aku percaya kalau dia masih mencari dan menungguku," ucapnya pelan, sambil memperhatikan gelang yang dia genggam.
Pikiranya menerawang, menceritakan sepenggal kisah lama. Mengingat kejadian masa lampau memang sangat menyedihkan.
"Aaaach, apa dia juga masih memegang kata-kata itu? Bisa saja dia saat ini sudah bersama perempuan lain dan hidup bahagia."
Katnis menghela napas. Dia meletakan genggaman tanganya yang mengepal gelang diletakan di atas dada, sambil memejamkan mata.
****
Saat ini, pagi sudah menjelang. Katnis tertidur dengan posisi telentang. Bola matanya membesar. Dan kemudian, dia mengingat kalau semalam dia menggenggam sebuah gelang.
"Gelangku. Di mana gelangku?" Gumamnya, sambil matanya mencari.
Katnis mengibas-kibas kain alas ranjang. Sampai setiap sudut dia perhatikan. "Di mana gelangku?" Gumamnya.
KNOK-KNOK.
"Selamat pagi, Non, boleh saya masuk," sapa seseorang dari balik pintu.
Tak ada tanggapan dari Katnis yang masih sibuk mencari gelangnya yang hilang, sehingga membuat pelayan perempuan itu pun membuka pintu kamar Katnis.
"Non Katnis lagi cari apa?" Tanyanya.
"Gelang. Aku kehilangan gelangku," sahut Katnis tanpa menoleh ke wajah Ellen.
"Boleh saya bantu, Non?"
Katnis mengangguk. Dan kemudian Ellen ikut membantu mencari gelang Katnis.
"Seperti apa gelangnya, Non?"
"Gelang dari tali kulit, warnanya coklat."
"Kau mencari ini?" Suara lantang Gerry membuat Katnis cepat memalingkan wajahnya.
"Kembalikan gelangku," pinta Katnis. Katnis menghampiri Gerry. Gerry mengelak saat gelang ditanganya hendak diambil Katnis.
"Aku akan membelikan kamu gelang emas. Untuk apa gelang murahan seperti ini," ujar Gerry.
"Nggak perlu. Aku nggak mau. Cepat kembalikan gelangku."
Gerry menghunuskan tatapan heran memandangi Katnis.
"Sini, kembalikan gelangku."
Gerry mengangkat tanganya lalu memperhatikan gelang yang ada di genggamannya. "Berharga sekali rupanya gelang ini. Apa ini dari Eden?"
Bola mata Katnis membulat. "Bukan. Cepat kembalikan gelangku."
Gerry menyeringai. "Kalau begitu, aku akan membuangnya."
Wajah Katnis seketika menjadi tegang.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
Udara malam yang dingin menyatu dengan gumpalan kental dari hembusan napas Eden, yang siap membidik target dari jarak 800 meter berada satu garis lurus di atas atap gedung 45 lantai.Sebuah senjata laras panjang yang terkenal dengan sebutan one shoot one kill, menghunus ke arah target dari celah-celah besi pembatas.Dari lubang scope 8x maksimum, Eden dapat melihat sasaran dengan jelas. Sementara jari sudah siaga, siap menekan pemicu tembak.Eden menghembuskan napas kembali, membuat dirinya tenang agar lesatan peluru tidak meleset."Mahal sekali harga kepalamu, Tuan Rey," gumam Eden.Sebagai pembunuh bayaran yang dingin dan profesional, Eden tidak pernah gagal dalam melakukan misinya. Dan Eden, tidak pernah tersentuh oleh pihak penanganan tindak kriminal yang sudah dibuat pusing karena ulahnya.Dia sangat licin, cerdas dan juga pandai menyamarkan dirinya di a
Tatapan matanya seperti Elang, sangat tajam dan teliti sekali. Dia sudah membuka pintu, sambil menggandeng Katnis.Nampak dua petugas penjaga keamanan lantai sedang berpatroli. "Tuan, anda mau kemana?" Mereka menahan langkah pria itu. "Anda tidak boleh membawa perempuan ini ke luar."Tak menghiraukan, pria asing itu tetap bergerak. Tidak terima diacuhkan, para penjaga menarik tangan pria itu untuk melepaskan Katnis. Dengan cepat, pria itu mengelak lalu melepaskan timah panas ke masing-masing tubuh mereka. Hingga mereka jatuh terkapar. Gerakanya sangat cepat, brutal dan tak kenal kompromi.Dia bergerak cepat, menuju pintu darurat tanpa melepaskan Katnis dari genggamanya. Tangga demi tangga dia turuni. Kejadian tadi, membuat suasan ricuh. Semua petugas kocar-kacir, menyebar ke seluruh area untuk mencari Katnis yang dibawa lari oleh tamu misterius."Ayo." Suara dingin milik pria dengan wajah dat
Sudah lebih dari 15 menit, Eden membelakangi Katnis. Tak ada suara. Sehingga membuat Eden berkeinginan untuk menoleh. Dan benar saja, Katnis sudah tidak ada."Sial! Pandai sekali dia," ucap laki-laki yang dikenal sebagai Ghost Assasin itu kesal.Eden menyusuri tanah lapang yang luas mencari Katnis. Sepanjang pinggiran jalan sejauh mata memandang, yang nampak terlihat hanya rerumputan tanpa ada rumah penduduk di sekitaran. Mau lari kemana dia, pikir Eden sambil menebarkan pandanganya keseluruh area.Dan akhirnya, jejak Katnis tercium. Dia melihat Katnis sedang berusaha menuruni sungai kecil yang ada di bawah sana. Kemudian, Eden memutari jalan."Gadis bodoh! Kau pikir kau bisa lari dariku!" Umpatnya.Sementara itu, Katnis berusaha payah menyebrangi sungai kecil yang airnya tidak terlalu deras, namun cukup membuat langkah Katnis tidak dapat bergerak cepat.
"Buka bajumu," ucap Eden, nadanya jelas mengandung perintah. Katnis mendelik. "Nggak!" balasnya, sambil memegangi kedua belah dadanya."Tidak perlu aku yang membuka paksa bajumu, bukan! Cepat buka!""Nggak! kau mau apa?"Eden mendekati Katnis, Katnis pun bergerak mundur, dan Eden semakin dekat. "Tolong!" teriak Katnis pecah, sambil menutup mata. Eden geleng-geleng kepala. Dia menahan wajahnya ketika tepat berjarak lima senti dari wajah Katnis. Eden menatap Katnis, lalu dia mengambil tas ransel dan membukanya. Eden mengeluarkan selembar baju dari dalam tas. "Pakai ini. Aku tidak mau kau sakit lalu merepotkanku akibat bajumu yang basah," ujarnya, sambil memberikan kaos itu untuk Katnis.Katnis menjadi canggung. Dahinya mengerut. Aku kira dia akan menciumku lalu ... batinnya. Katnis berpikiran yang bukan-bukan."Aku akan membuka ikatan di tanganmu. Aku harap kau tidak berp
"Apa yang kau lakukan!" Eden menatap kesal Katnis."Tugasku sudah selesai. Kau boleh pergi dari sini," usirnya."Tolong aku ... paling nggak antar aku sampai ke kota xxx," pinta Katnis dengan wajah melas.Eden geleng-geleng kepala. "Menyusahkan saja."Merasa sudah membuang waktu karena berdebat kusir dengan Katnis, Eden pun menjalankan mobilnya.Namun, belum sampai di perbatasan kota, mobil Eden berasap. Mungkin karena baku tembak tadi yang membuat mesin mobil rusak.BRUAK!Eden membanting tutup kap mesin dengan keras setelah melihat keadaan mesin yang tidak mungkin diperbaiki kembali. Dan kemudian dia mengambil koper uang lalu pergi, membiarkan mobilnya begitu saja di jalan."Hei tunggu! Kau kenapa meninggalkanku?" Katnis pun gegas keluar dari dalam mobil.Eden tak memperdulikan
"Hei tunggu! apa kau nggak bisa berjalan sedikit pelan?" Katnis berusaha mengejar Eden dengan berjalan cepat.Sore yang indah, di kota yang baru dia jajaki. Katnis menebar pandanganya ke sekeliling sambil berjalan. Dia nampak kagum dengan dekorasi kota yang sedang merayakan hari kebesaran.Ribuan massa turun kejalan dengan kostum kebanggan mereka. Nampak indah dengan warna-warni juga karakter pakaian adat itu tersendiri."Waaaao bagus sekali," ungkap Katnis kagum.Pawai berirama musik khas daerah berdendang keras sepanjang jalan. Tanpa sadar, dia sudah tertinggal jauh dengan Eden yang sudah lebih dulu di depan.Katnis menambah kecepatanya berjalan, mengejar Eden."Hei tunggu, apa kau tidak menikmati hari ini yang begitu indah?"Eden tak menghiraukan. Dia terus berjalan tanpa peduli ada perempuan cantik bak model Miss Universe sedang mengajaknya berbicara."Wuaaaaah bagussss baaaanget," un
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang