"Apa yang kau lakukan!" Eden menatap kesal Katnis.
"Tugasku sudah selesai. Kau boleh pergi dari sini," usirnya.
"Tolong aku ... paling nggak antar aku sampai ke kota xxx," pinta Katnis dengan wajah melas.
Eden geleng-geleng kepala. "Menyusahkan saja."
Merasa sudah membuang waktu karena berdebat kusir dengan Katnis, Eden pun menjalankan mobilnya.
Namun, belum sampai di perbatasan kota, mobil Eden berasap. Mungkin karena baku tembak tadi yang membuat mesin mobil rusak.
BRUAK!
Eden membanting tutup kap mesin dengan keras setelah melihat keadaan mesin yang tidak mungkin diperbaiki kembali. Dan kemudian dia mengambil koper uang lalu pergi, membiarkan mobilnya begitu saja di jalan.
"Hei tunggu! Kau kenapa meninggalkanku?" Katnis pun gegas keluar dari dalam mobil.
Eden tak memperdulikan. Dia terus melangkahkan kakinya cepat.
"Cepat sekali jalanmu, apa kau tidak lelah? Sebenarnya mereka itu siapa? Kenapa kau menyerahkanku kepada mereka? Lalu, kenapa mereka juga sepertinya ingin membunuhmu?" Oceh Katnis. Namun tak ditanggapi oleh Eden sedikitpun.
"Ya sudah lah, lupakan saja. Kau masih menyimpan roti? Aku lapar."
"Hei! Aku sedang berbicara kepadamu, apa kau tuli!" Katnis meninggikan suaranya.
"Aku tidak ada urusan lagi denganmu, pergilah. Dasar menyusahkan!" balas Eden sinis.
"Kau yang sudah membawaku ke sini. Kau harus mengembalikan aku ke kota xxx."
"Perempuan aneh!" umpat Eden.
Katnis geram, dia menarik lengan Eden dan menghadang jalanya. "Kau bicara apa!" Katnis menatap Eden serius.
Eden menghela napas kasar. Sikap Katnis membuatnya muak. Eden mendorong pundak Katnis, sehingga Katnis bergeser dari hadapanya.
Sementara Eden terus melangkah, memasuki keramaian kota besar.
Katnis masih mengikutinya. Hingga sampai ke pasar rakyat. Banyak sekali orang ramai berdatangan. Karena esok, tepat hari raya kebesaran kota, jadi membuat warga setempat bersiap-siap untuk menyambut hari yang dianggap sakral bagi penduduk setempat di kota ini.
Warna-warni indah sebagai hiasan kota, nampak memanjakan mata Katnis. Tanpa sadar, dia sudah kehilangan jejak Eden yang semakin jauh di depan.
"Sial! cepat sekali jalanya!" Katnis pun mempercepat langkah kakinya.
"Hei tunggu!" panggil Katnis dengan suara keras.
BRUAAK!
Tanpa sengaja, Katnis menabrak pundak seseorang. "Maaf Tuan," ucap Katnis menyesali.
Pemuda itu menatap Katnis penuh napsu karena melihat kecantikan wajah Katnis yang alami.
"Bidadari jatuh dari langit rupanya," ucapnya. Ternyata pemuda itu tidak sendiri. Dia bersama dua orang rekanya.
Dan kemudian, Katnis melanjutkan jalanya. Tapi, tangan pria itu menahan Katnis. "Kau mau kemana, gadis cantik? Di sini saja dulu, bersenang-senang dengan kita."
Katnis mulai ketakutan. "Maaf Tuan, aku tidak bisa."
"Tidak bisa bagaimana? Hmm. Sepertinya kau bukan berasal dari kota ini."
Katnis berusaha melepaskan diri dari tangan pemuda itu. Namun tidak bisa. Genggamanya terlalu kuat.
"Tolong lepaskan aku ... " pinta Katnis. Tiga pemuda itu terkekeh. Dan kemudian, mereka membawa paksa Katnis ke lorong jalan yang sepi.
Katnis nanar. "Tuan tolong lepaskan aku."
"Tolong!" teriak Katnis. Namun dengan cepat, tangan pemuda itu menutup mulut Katnis. Katnis meronta. Sebagian orang yang melihat kejadian itu hanya melihat saja tanpa melakukan apa-apa.
Tiba di lorong sepi, Katnis dikeliling oleh mereka. Wajah mereka sudah nampak sangat napsu untuk menjamah tubuh Katnis.
"Kau cantik sekali," ucap salah-satu dari mereka.
"Tolong jangan ... "
Dua pemuda memengangi lengan Katnis. Di mana yang satu pemuda lagi membuka paksa baju Katnis sambil terkekeh.
"Tolong! Jangan!"
DDUAAAR! DDUAAR! DDUARR!
Suara tembakan keras, menjatuhkan ketiga pemuda itu. Katnis semakin ketakutan. Dia menangis sambil menutup mata. Ketiga tubuh pemuda itu berjatuhan bersimbah darah, menindih Katnis.
"Gadis lemah! Kenapa kau tidak melawan mereka!" Suara tak asing membuat Katnis membuka matanya. Eden kembali untuknya. Dengan cepat Katnis bangkit lalu menghampiri Eden. Dan memeluknya.
Katnis menangis sambil mendekap erat Eden. Namun tidak ada tanggapan baik dari Eden. Dia membiarkan Katnis tanpa membalas memeluknya.
"Aku takut ... " ucap Katnis lirih.
"Menyusahkan saja!" decak Eden kesal.
Dan kemudian, mereka pun beranjak.
****
Eden terpaksa menyewa motel untuk istirahat sehari. Tubuhnya sangat lelah untuk melanjutkan perjalanan. Belum lagi Katnis yang membuat bebanya bertambah, pikirnya.
Selepas mandi, Katnis menemui Eden kembali. Sikap Eden masih sama, masih dingin dan tak peduli denganya.
"Aku lapar," ucap Katnis. Membuat Eden mematikan rokoknya lalu beranjak.
"Hei, kau mau kemana? Jangan tinggalkan aku sendiri," panggil Katnis, Eden tak menghiraukan.
"Pria aneh!" umpat Katnis.
Tanpa sengaja bola mata Katnis menangkap sebuah tas koper kecil yang selalu dipegang Eden. Katnis memberanikan diri untuk melihat apa dari isi tas itu. Sedikit berdebar jantungnya, karena takut ketahuan. Tapi, mengingat Eden baru saja pergi, membuat Katnis cukup berani.
"Ah terkunci," gumam Katnis, sambil kedua tanganya sibuk mencari cara untuk membuka tas itu. Segala macam cara dilakukanya, dari membuka paksa kunci sampai mengetuk-ngetuk tas itu. Tapi sama sekali tidak membuahkan hasil apa-apa.
Katnis menghela napas setelah cukup lelah berupaya untuk membuka tas itu. Tanpa sadar, Eden sudah berdiri di belakangnya.
Katnis tercengang. "Kau kenapa seperti hantu selalu datang tanpa suara!" ucap Katnis lantang.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Eden, menatap Katnis tajam.
Katnis salah tingkah. "Ak. Aku ... Aku hanya-."
Dengan cepat, Eden mengambil tas koper miliknya dari tangan Katnis dengan kasar. "Jangan pernah kau sentuh barangku!"
Wajah Eden sangat dekat dengan wajah Katnis, menatapnya tajam, membuat Katnis tidak dapat berkutik. Bersamaan dengan tangan Eden mencengkram kuat tangan Katnis, membuatnya semakin gelagapan.
"Ma-Maaf. Ak-."
Eden meninggalkan Katnis begitu saja dengan membawa tas kopernya.
Katnis meringis, sambil menggerak-gerakan pergelangan tanganya karena sakit. "Laki-laki gila!" umpatnya.
Namun, perhatian Katnis berpaling ke arah bungkusan di depan matanya. Katnis meraih bungkusan itu. Lalu membukanya. Dan kini wajahnya berbinar setelah melihat isi dari bungkusan itu adalah seporsi makanan. Katnis pun lahap menyantapnya.
"Enak sekali," ungkap Katnis, sambil mengunyah.
Hanya beberapa menit, makanan itu pun habis ditelanya.
"Baik juga rupanya dia," gumamnya.
"Hei, terima kasih atas makananya," ucap Katnis kepada Eden yang asik menatap jendela sambil merokok.
Eden tidak menanggapi. Bahkan menoleh pun tidak.
Katnis cemberut. Hatinya tergerak untuk menyentuh kembali tas itu. Perlahan dia menggerakan tanganya untuk mengambil tas yang ada di sebelah Eden. Namun, tangan Eden lebih cepat menangkap tanganya. Katnis hilang keseimbangan ketika tangan Eden menggapainya. Lalu, dia pun jatuh ke pangkuan Eden. Tanpa sengaja, dua pasanga mata saling menatap. Saling diam, seakan membiarkan bias cahaya menerobos menyampaikan pesan yang tersirat. Mereka pun saling memandang dengan jarak dekat cukup lama.
Setelah beberapa saat, Eden melepaskan tanganya dari tubuh Katnis.
Tampan juga pemuda ini, ungkap Katnis dalam hati.
"Aku minta maaf. Aku hanya-."
"Sekali lagi kau berani menyentuh barangku, aku tidak akan segan-segan membunuhmu!" ucap Eden serius. Katnis berkerut kening sambil membuka mata lebar.
Kau memang tampan, apa kau tega membunuh gadis malang sepertiku, gumam Katnis dalam hati.
"Hei tunggu! apa kau nggak bisa berjalan sedikit pelan?" Katnis berusaha mengejar Eden dengan berjalan cepat.Sore yang indah, di kota yang baru dia jajaki. Katnis menebar pandanganya ke sekeliling sambil berjalan. Dia nampak kagum dengan dekorasi kota yang sedang merayakan hari kebesaran.Ribuan massa turun kejalan dengan kostum kebanggan mereka. Nampak indah dengan warna-warni juga karakter pakaian adat itu tersendiri."Waaaao bagus sekali," ungkap Katnis kagum.Pawai berirama musik khas daerah berdendang keras sepanjang jalan. Tanpa sadar, dia sudah tertinggal jauh dengan Eden yang sudah lebih dulu di depan.Katnis menambah kecepatanya berjalan, mengejar Eden."Hei tunggu, apa kau tidak menikmati hari ini yang begitu indah?"Eden tak menghiraukan. Dia terus berjalan tanpa peduli ada perempuan cantik bak model Miss Universe sedang mengajaknya berbicara."Wuaaaaah bagussss baaaanget," un
Katnis mematung di depan cermin sementara kedua pelayan sibuk mendandaninya sehingga tampil maksimal. Gaun cantik berbahan sutera serta manik-manik yang terbuat dari mutiara, terlihat sempurna di tubuh Katnis. Rambut lurus terurai dengan pola gelombang kecil di bagian bawahnya, nampak seperti putri kerajaan. Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan kepadaku, pikir Katnis."Kau cantik sempurna Nona," ungkap salah seorang pelayan dengan tersenyum.Akan tetapi pujian itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap dirinya. Buat apa berpenampilan cantik kalau nantinya akan mati dibunuh oleh mereka, atau diperkosa secara bergantian, atau ... Argh, batin Katnis bergejolak."Sudah Nona, mari ikut kami," ajaknya. Katnis berat melangkah dari tempatnya. Penampilanya yang sempurna seakan adalah momok yang menakutkan.Dengan didampingi dua pelayan yang berdiri di samping kanan dan kiri, Katnis berjalan menuju lantai satu. Di mana di sana sudah ada Tuan
Gerry menghunuskan tatapan licik. Membuat bulu kuduk Katnis merinding. Tidak ada satu makanan pun disentuhnya. Seakan perut Katnis sudah terisi penuh.Bersamaan dengan itu, letupan keras menembus tengkorak kepala salah seorang pengawal Tuan Almond. Darah merah kental berceceran, sebagian menciprat ke hidangan. Keadaan menjadi panik seketika."Berlindung," seru Tuan Almond, yang sudah lebih dulu melindungi dirinya dibalik sofa. Semua orang berlindung, menghindari jendela kaca dekat meja makan mencari tempat aman.Katnis sangat ketakutan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara dirinya sudah dibawa ke tempat yang lebih aman. Tuan Almond bersama Gerry dan anak buahnya, bersiap diri menghadapi serangan selanjutnya dari seseorang."Siapa dia?" tanya Gerry."Penembak runduk. Aku sepertinya tau siapa dia," sahut Tuan Almond."Siapa pa?" tanya Gerry penasaran."Orang yang akan merebut gadismu."
Eden kecil menepati janjinya. Dia sudah menunggu lebih dari 1 jam gadis kecil yang berkata, "Aku akan memberitahu namaku esok hari di sini."Di pinggir sungai yang airnya tenang, Eden duduk di bawah pohon kelapa. Sambil memperhatikan arus air dengan tanganya yang sibuk menepuk-nepuk rumput dengan sebilah kayu tipis.Eden menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari gadis kecil itu. Namun, hatinya bertudung kecewa, gadis kecil itu tak kunjung datang."Dia mengingkari janjinya," gumam Eden dengan perasaan kecewa.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu pun muncul. Dari kejauhan terlihat, Eden sudah menopang tubuhnya berdiri.Setelah gadis kecil itu mendekat, Eden melihat wajahnya berselimut kesedihan. "Kau menangis?" tanya Eden.Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Eden haru melihatnya."Siapa yang telah menyakitimu?" tanya Eden.Dia tidak menjawab, hanya menggelengkam
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang