Gerry menghunuskan tatapan licik. Membuat bulu kuduk Katnis merinding. Tidak ada satu makanan pun disentuhnya. Seakan perut Katnis sudah terisi penuh.
Bersamaan dengan itu, letupan keras menembus tengkorak kepala salah seorang pengawal Tuan Almond. Darah merah kental berceceran, sebagian menciprat ke hidangan. Keadaan menjadi panik seketika.
"Berlindung," seru Tuan Almond, yang sudah lebih dulu melindungi dirinya dibalik sofa. Semua orang berlindung, menghindari jendela kaca dekat meja makan mencari tempat aman.
Katnis sangat ketakutan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara dirinya sudah dibawa ke tempat yang lebih aman. Tuan Almond bersama Gerry dan anak buahnya, bersiap diri menghadapi serangan selanjutnya dari seseorang.
"Siapa dia?" tanya Gerry.
"Penembak runduk. Aku sepertinya tau siapa dia," sahut Tuan Almond.
"Siapa pa?" tanya Gerry penasaran.
"Orang yang akan merebut gadismu."
"Sial! Rupanya anak buahku telah gagal membunuhnya," geram Gerry.
Satu letupan lagi, tepat di kepala Ty, salah-satu anak buah andalan Tuan Almond. Ty tewas seketika.
Semua peluru menembus kepala. Memang terlihat kalau si penembak sangat menguasai betul senjata laras panjang yang mematikan itu.
"Matikan lampu!" perintah Tuan Almond. Seketika ruangan pun padam.
"Dengan begini, dia akan kesulitan melihat titik target. Kalian, persiapkan senjata dan cari si keparat itu!" perintah Tuan Almond.
Dan kemudian, Gerry bersama Tuan Almond pun bergerak dari tempatnya.
"Berani sekali si sialan itu melawan kita," ucap Gerry.
"Dia sangat terlatih. Sebaiknya kau hati-hati denganya," ujar Tuan Almond mengingatkan Gerry.
"Aku tidak takut. Sekali ku lihat kepalanya, akan aku pecahkan sampai habis," ucap Gerry dengan angkuh.
Sementara itu, semua anak buah Tuan Almond gencar mempersiapkan diri dengan senjata lengkap. Sebagian mereka, sudah ada yang pergi mencari di mana posisi Eden.
Akan tetapi, sebagai seorang Assasin yang terlatih dengan baik, Eden tau bagaimana menempatkan diri dengan aman.
"Lepaskan aku!" Katnis menepis tangan pengawal. "Kau diam di sini! Awas kalau kau berani macam-macam!" ucapnya tegas. Dan kemudian, pengawal itu menutup rapat pintu kamar.
Katnis mondar-mondir. Hatinya gelisah. Pikiranya berusaha keras untuk keluar dari tempat ini, namun tidak ada celah. Semua kaca jendela dalam kamar ini tertutup rapat dengan teralis besi yang kokoh. Begitu juga dengan pintu yang terkunci.
"Aaargh!"
Telinganya mendengar suara baku tembak saling bersahutan di luar sana. Hatinya semakin takut. Dia berpikir kalau ini adalah perang antar geng. Yang nantinya siapapun yang menang tidak akan berpengaruh apa-apa denganya. Bisa jadi akan semakin mempersulit keadaanya.
Pintu kamar terbuka. Gerry pun menjemput Katnis. "Ayo ikut!" Gerry menarik paksa tangan Katnis.
"Lepaskan aku! Aku nggak mau ikut denganmu!" Katnis meronta. Dia menahan kakinya agar tidak terseret oleh Gerry. Hal itu membuat Gerry murka. Dia memukul leher Katnis hingga pingsan. Lalu mengangkat Katnis dan diletakan di atas pundaknya.
"Gadis bodoh! Diajak hidup enak malah tidak mau."
Korban dari anak buah Tuan Almond banyak berjatuhan. Sepertinya Eden berhasil melumpuhkan banyak anak buah Tuan Almond dengan senjata andalanya. Namun, batang hidung Eden belum nampak.
"Pa, kita harus segera pergi dari sini," kata Gerry.
"Kenapa? Kau takut? Dia hanya seorang diri."
"Pa, aku tidak takut. Tapi aku harus membawa Katnis pergi."
"Kau lebih memikirkan perempuan itu dari pada keluargamu," ucap Tuan Almond penuh dengan penekanan.
"Pa, bagiku Katnis adalah segalanya. Lagipula, apa yang papa inginkan juga sudah papa dapatkan, bukan? Papa ingin papanya Katnis mati agar bisnis papa tidak terganggu, dan papa sudah dapatkan itu. Dan aku, aku hanya menginginkan Katnis pa, tidak yang lain."
Tuan Almond memandang Gerry datar. Dia nampak kecewa dengan putra satu-satu yang akan meneruskan usahanya.
Dan kemudian, Gerry pun beranjak pergi.
Tepat setelah kakinya melangkah masuk ke dalam mobil, sebuah letupan senjata api terdengar lagi. Kali ini, suaranya dari dalam rumah. Gerry menahan diri. Wajahnya seketika hampa seirama dengan perasaan khawatir yang datang tiba-tiba.
Di saat yang sama, Eden pun muncul menghadang mobil Gerry sambil menodongkan senjata api.
Gerry menoleh ke arah dalam rumahnya, di mana tempat keluar Eden yang ternyata sudah membunuh ayahnya.
"Serahkan gadis itu!" kata Eden lantang.
Gerry mengunuskan wajah marah menatap Eden.
"Jangan bertindak bodoh!" tegas Eden, ketika melihat Gerry seperti ingin mengambil sesuatu dari belakang pinggangnya.
"Tiga tahun dirawat dan diperlakukan seperti keluarga oleh keluargaku, ini balasanmu!" ucap Gerry menatap Eden serius.
"Aku tidak punya waktu mendengar ceramahmu, cepat serahkan gadis itu!"
Gerry menoleh ke arah Katnis yang masih belum sadarkan diri dari pingsan.
"Cepat!" bentak Eden keras.
"Oke. Oke." Gerry mengambil Katnis lalu meletakanya di tanah.
"Apa sekarang aku boleh pergi?"
Eden menggerakan tanganya, memberi arahan kalau Gerry sudah diijinkan untuk meninggalkan tempat ini.
Mobil Gerry pun berlalu. Dan Eden gegas mengambil Katnis lalu menggendongnya, membawa Katnis ke dalam mobil.
****
Eden memberikan wewangian aroma terapi ke hidung Katnis setelah sampai di motel.
Perlahan, Katnis pun menggerakan tubuhnya. Sampai mengerjapkan pelupuk mata lalu membukanya.
"Aaargh!" teriak Katnis setelah dia sadar.
"Ssat!" Eden segera mendekap mulut Katnis.
Katnis pun memperjelas siapa laki-laki yang ada di depan matanya ini. "Kau!" Dan kemudian, dia mencoba untuk menopang tubuhnya untuk duduk.
"Bagaimana aku bisa berada di sini? Apa kau yang telah menyelematkanku?" ocehnya.
Eden tidak menanggapi. Lalu, dia beranjak dari hadapan Katnis dan membakar tembakau.
Sementara Katnis masih berada dalam pikiranya. Bagaimana bisa, dia berada di tempat ini di mana sebelumnya dia bersama Gerry?
"Kenapa kau nggak menjawabku?"
"Istirahatlah, besok kita akan mengalami perjalanan jauh."
Katnis menghela napas kasar. Lalu menyibak rambutnya.
"Apa kau yang menyebabkan keributan di rumah Gerry?"
Eden tetap tidak menanggapi apa-apa. Dia hanya menikmati sebatang rokok yang membuatnya tenang.
"Laki-laki aneh!" umpat Katnis geram.
Eden melirik sambil tersenyum tipis. Dan kemudian, dia mematikan tembakaunya. Lalu, dia meluruskan tubuhnya sejajar dengan sofa. Di mana kedua tanganya diletakan sebagai sandaran kepala.
"Untuk apa kau selamatkan aku tapi sikapmu acuh seperti itu. Dasar laki-laki aneh!" ketus Katnis sambil melempar bantal dengan keras ke tubuh Eden.
Eden menangkap bantal itu lalu diletakan sebagai sandaran kepala olehnya, menggantikan tanganya. Perlakuan itu membuat Katnis semakin geram melihat sikap Eden.
Eden memiringkan tubuhnya, membelakangi Katnis. "Semoga kau mimpi buruk!" sumpahnya.
Eden tersenyum tipis lalu dia memejamkan mata.
Suasana sepi dan tenang, membuat perut Katnis mulai terasa lapar. Katnis beranjak dari kasur untuk mencari makanan. Dia membuka plastik-plastik yang dikira itu adalah bungkusan makanan, seperti yang pernah dia terima waktu itu. Namun bukan, membuat Katnis kecewa.
Di dalam motel ini, tidak ada lemari es seperti hotel mewah pada umumnya sebagai harapan terakhir tempat penyimpanan makanan. Katnis pun kembali ke atas ranjang. Dia memiringkan tubuhnya menatap Eden dengan wajah kesal.
Eden kecil menepati janjinya. Dia sudah menunggu lebih dari 1 jam gadis kecil yang berkata, "Aku akan memberitahu namaku esok hari di sini."Di pinggir sungai yang airnya tenang, Eden duduk di bawah pohon kelapa. Sambil memperhatikan arus air dengan tanganya yang sibuk menepuk-nepuk rumput dengan sebilah kayu tipis.Eden menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari gadis kecil itu. Namun, hatinya bertudung kecewa, gadis kecil itu tak kunjung datang."Dia mengingkari janjinya," gumam Eden dengan perasaan kecewa.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu pun muncul. Dari kejauhan terlihat, Eden sudah menopang tubuhnya berdiri.Setelah gadis kecil itu mendekat, Eden melihat wajahnya berselimut kesedihan. "Kau menangis?" tanya Eden.Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Eden haru melihatnya."Siapa yang telah menyakitimu?" tanya Eden.Dia tidak menjawab, hanya menggelengkam
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang