Beranda / Lain / TEARS of WITNESS / INGATAN MASA LALU

Share

INGATAN MASA LALU

Penulis: ADRI AUSTIN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Katnis mematung di depan cermin sementara kedua pelayan sibuk mendandaninya sehingga tampil maksimal. Gaun cantik berbahan sutera serta manik-manik yang terbuat dari mutiara, terlihat sempurna di tubuh Katnis. Rambut lurus terurai dengan pola gelombang kecil di bagian bawahnya, nampak seperti putri kerajaan. Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan kepadaku, pikir Katnis. 

"Kau cantik sempurna Nona," ungkap salah seorang pelayan dengan tersenyum. 

Akan tetapi pujian itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap dirinya. Buat apa berpenampilan cantik kalau nantinya akan mati dibunuh oleh mereka, atau diperkosa secara bergantian, atau ... Argh, batin Katnis bergejolak. 

"Sudah Nona, mari ikut kami," ajaknya. Katnis berat melangkah dari tempatnya. Penampilanya yang sempurna seakan adalah momok yang menakutkan. 

Dengan didampingi dua pelayan yang berdiri di samping kanan dan kiri, Katnis berjalan menuju lantai satu. Di mana di sana sudah ada Tuan Almond dan para pengawal menunggunya. 

Anak tangga pun dilaluinya dengan perlahan, seakan dia berharap akan semakin lama sampai di bawah. 

Banyak pasang mata tertuju kepadanya dengan berbinar, menganggumi kecantikan Katnis yang memang sangat luar biasa. Termasuk Tuan Almond yang tersenyum lepas memandangnya. 

"Tidak salah, kau memang sangat cantik," ucapnya. 

Katnis menebar pandangan. Sepertinya tidak ada tanda-tanda untuk hal-hal yang ditakutkanya, pikir Katnis. Melihat semua pengawal nampak rapi tanpa ada yang memegang senjata di tanganya. Ya, mungkin ada mereka simpan di belakang pinggang. 

"Silakan duduk," kata Tuan Almond. Katnis pun duduk di depan meja yang sudah dipersiapkan dengan sangat indah. Penuh dengan hidangan makanan memadati meja. 

Tidak mungkin hanya untuk makan saja mereka sampai melakukan hal ini, batin Katnis. 

Tuan Almond duduk berhadapan denganya, dengan dikawal oleh anak buah yang berdiri di belakangnya. Namun, masih ada 1 kursi kosong, yang berada di sebelah Tuan Almond. Untuk siapa kursi itu? tanya Katnis dalam hati. 

"Jamuan terbaik, untuk perempuan paling cantik," ucap Tuan Almond yang sejak pertama kali melihat Katnis, dia selalu memujinya. 

Gatal sekali pria tua ini, batin Katnis. 

Tidak lama kemudian, suara nampak ramai. Seseorang telah datang. Tuan Almond berdiri dari tempatnya. Namun, itu tidak membuat Katnis tertarik untuk tahu siapa tamu yang membuat seisi ruangan ini menjadi ramai. 

Katnis hanya fokus pada dirinya yang akan terjadi setelah ini. Apakah dia akan masih dapat melihat indahnya dunia esok hari? pikirannya berkecamuk. 

Bersamaan dengan itu, suara bariton menegurnya,"Katnis Pamela." 

Bola mata Katnis membulat, terkejut pada seseorang yang menyebut lengkap namanya, yang tidak banyak orang tahu. Perlahan dengan wajah nanar, Katnis mendonga, menoleh ke arah pria yang menyebutkan namanya. 

"Gerry." Katnis tercengang, melihat sosok pria yang sangat dia kenal, ada di depan matanya. 

"Bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya Katnis penasaran. 

Laki-laki yang wajahnya juga tampan itu tersenyum memandang Katnis. "Sudah lama kita tidak bertemu," balasnya. 

"Jadi." Katnis memalingkan wajahnya ke Tuan Almond, lalu mengembalikanya kembali ke Gerry. 

"Beliau adalah papaku," ujar Gerry. 

Katnis pucat. Wajahnya berubah rona. Sekarang dia sudah tau apa kelanjutan nanti setelahnya. Gerry adalah teman lama Katnis semasa sekolah yang sangat menginginkan dirinya. Namun, karena Gerry memiliki sikap kurang waras, Katnis menolak untuk dilamarnya. Gerry terkadang berubah menjadi psikopat gila yang bisa melakukan apapun. Di depan mata Katnis, dia pernah membunuh temanya sendiri karena cemburu. Padahal, itu hanya salah paham. Dan kejadian itu membuat Katnis takut jika bertemy Gerry. 

"Aku yang menyuruh papaku untuk menghadirkan kamu dengan menyewa pembunuh bayaran untuk membawamu ke sini. Tapi, sepertinya ada sedikit kendala. Tapi, kamu tidak usah khawatir, aku sudah menyuruh anak buahku untuk membunuhnya," ujar Gerry. Semakin membuat Katnis ketakutan. 

"Gila! Aku nggak akan pernah mau menikah denganmu sampai kapanpun, Ger!" tegas Katnis. Gerry menanggapinya dengan tenang sambil tersenyum jahat. "Melihat kamu ada di sini, rasanya mustahil kamu akan menolakku kali ini." 

Katnis berkerut kening, ketakutanya semakin meningkat. "Kau laki-laki psikopat! aku nggak akan pernah mau menikah denganmu!" 

Gerry terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Keadaan sudah semakin memanas. Namun Katnis tidak bisa berbuat apa-apa. Pengawal Tuan Almond menjaganya dengan ketat. 

"Jangan rusak mood makan malamku, lebih baik kamu kembali duduk dan mari kita makan bersama," ujarnya. 

Katnis sudah hilang selera makan. Dia hanya diam dengan perasaan marah dan takut. Melihat laki-laki itu ada di depan matanya, membuat Katnis mual. 

Sementara Gerry dan Tuan Almond begitu lahap menyantap hidangan. 

"Jangan buat dirimu menderita dengan menahan lapar," ujar Gerry. 

"Aku lebih baik mati dari pada harus menikah denganmu!" balas Katnis sinis. 

Gerry menatapnya tajam. Lalu dia membanting sendok ke piring dengan keras. "Gadis bodoh! Jangan pernah kau berpikir bisa melawanku," ucapnya penuh dengan penekanan. 

Katnis berdebar jantung. 

****

Dalam ruang gelap di sebuah motel, Eden baru saja mengobati lukanya. Mengeluarkan timah panas yang bersarang di lenganya. Lalu dia membalutnya dengan perban. 

Eden membersihkan wajah, menatap cermin dengan pandangan tajam. Hatinya bergejolak, meronta untuk mengabaikan Katnis. Rasa bersalahnya atas pembunuhan yang dilakukanya beberapa minggu lalu, membuatnya merasa bersalah. Eden tidak tau kalau Tuan Rey adalah papanya Katnis. Dia hanya menjalankan perintah dari Tuan Almond yang sudah membayarnya. 

Rasa bersalah itu terus menghantuinya. 

Eden merebahkan diri di atas ranjang sambil memperhatikan kalung hati milik Katnis yang digenggamnya. Keinginan untuk segera meninggalkan tempat ini, terasa berat untuk dia lakukan. 

"Kenapa aku terus memikirkan gadis bodoh itu?" gumam Eden. 

Seketika, Eden teringat akan masa kecilnya. Di mana dia asik bermain dengan seorang perempuan yang baru datang dari kota lain. Kala itu, Eden sedang menangis karena tidak diajak bermain sepak bola oleh teman-temanya. Gadis kecil itu menghampiri dirinya yang sedang duduk memojok sambil menangis di bawah pohon di pinggir lapangan sepak bola. 

"Kenapa kau menangis?" tanya Gadis kecil itu. 

Eden tidak menjawab. Dia terus saja menangis. Lalu, gadis kecil itu menggandeng tanganya dan membawa Eden ke suatu tempat. 

"Kita mau kemana?" tanya Eden kecil. 

"Ikut saja, nanti kau juga tau," jawabnya, tanpa melepaskan tanganya dari Eden. 

Tiba di sebuah sungai kecil, gadis itu pun melepas tangan Eden. Lalu dia berlari, menuju pinggir sungai. 

"Ayo. Kemari," ajaknya. 

Perlahan, Eden menghampirinya. 

"Kenapa? Kau takut dengan air?" tanya gadis kecil. 

Eden mengangguk. Wajahnya nampak pucat kala melihat air. 

"Nggak apa-apa. Air nggak akan membunuhmu. Dia sangat bersahabat. Ayo." 

Eden menggelengkan kepalanya. Dia hanya melihat gadis kecil itu bermain-bermain dengan air tanpa takut sedikitpun. 

"Ayo," ajaknya lagi. 

Eden pun merasa penasaran. Dia berjalan pelan-pelan hingga ke bibir sungai. 

"Ayo sini." Gadis kecil itu mengajaknya untuk mendekat kepadanya. 

Eden ragu, namun akhirnya dia memberanikan diri untuk mendekat kepada gadis kecil itu. Namun, baru beberapa langkah berjalan, Eden tergelincir hingga jatuh. Dan dia pun perlahan terbawa arus sungai. 

"Tolong!" teriaknya. Dengan cepat, gadis kecil itu berenang dan menolong Eden. Memang, sungai ini tidak terlalu dalam. Hanya karena Eden panik, sehingga membuatnya sulit untuk bangun dan melawan arus sungai. 

Wajah Eden pucat ketika gadis kecil itu membawanya ke pinggir sungai. 

"Terima kasih," ucap Eden. Gadis kecil itu tersenyum. Dan kemudian, dia pun pergi meninggalkan Eden. 

"Hei, aku belum tau siapa namamu?" panggil Eden, gadis itu membalik tubuhnya tanpa berhenti berjalan. 

"Esok kita berjumpa lagi di sini. Dan aku akan memberitahu namaku," balasnya. Eden tersenyum. 

Bab terkait

  • TEARS of WITNESS   SAVE MY LIFE

    Gerry menghunuskan tatapan licik. Membuat bulu kuduk Katnis merinding. Tidak ada satu makanan pun disentuhnya. Seakan perut Katnis sudah terisi penuh.Bersamaan dengan itu, letupan keras menembus tengkorak kepala salah seorang pengawal Tuan Almond. Darah merah kental berceceran, sebagian menciprat ke hidangan. Keadaan menjadi panik seketika."Berlindung," seru Tuan Almond, yang sudah lebih dulu melindungi dirinya dibalik sofa. Semua orang berlindung, menghindari jendela kaca dekat meja makan mencari tempat aman.Katnis sangat ketakutan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara dirinya sudah dibawa ke tempat yang lebih aman. Tuan Almond bersama Gerry dan anak buahnya, bersiap diri menghadapi serangan selanjutnya dari seseorang."Siapa dia?" tanya Gerry."Penembak runduk. Aku sepertinya tau siapa dia," sahut Tuan Almond."Siapa pa?" tanya Gerry penasaran."Orang yang akan merebut gadismu."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   MANISNYA SIKAP DIA

    Eden kecil menepati janjinya. Dia sudah menunggu lebih dari 1 jam gadis kecil yang berkata, "Aku akan memberitahu namaku esok hari di sini."Di pinggir sungai yang airnya tenang, Eden duduk di bawah pohon kelapa. Sambil memperhatikan arus air dengan tanganya yang sibuk menepuk-nepuk rumput dengan sebilah kayu tipis.Eden menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari gadis kecil itu. Namun, hatinya bertudung kecewa, gadis kecil itu tak kunjung datang."Dia mengingkari janjinya," gumam Eden dengan perasaan kecewa.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu pun muncul. Dari kejauhan terlihat, Eden sudah menopang tubuhnya berdiri.Setelah gadis kecil itu mendekat, Eden melihat wajahnya berselimut kesedihan. "Kau menangis?" tanya Eden.Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Eden haru melihatnya."Siapa yang telah menyakitimu?" tanya Eden.Dia tidak menjawab, hanya menggelengkam

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   TRAGEDI

    Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   GADIS KECIL ITU ADALAH KATNIS

    "Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   KEJUJURAN HATI KATNIS

    "Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   UNKNOWING

    BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   GERRY BERHASIL MEMPENGARUHI KATNIS

    "Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TEARS of WITNESS   PERSEMBAHAN MANIS UNTUK KATNIS

    "Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • TEARS of WITNESS   PERTEMUAN DENGAN EDEN KEMBALI

    "So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.

  • TEARS of WITNESS   HADIAH CANTIK UNTUK KATNIS

    "Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement

  • TEARS of WITNESS   GELANG

    "Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l

  • TEARS of WITNESS   PERSEMBAHAN MANIS UNTUK KATNIS

    "Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se

  • TEARS of WITNESS   GERRY BERHASIL MEMPENGARUHI KATNIS

    "Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed

  • TEARS of WITNESS   UNKNOWING

    BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis

  • TEARS of WITNESS   KEJUJURAN HATI KATNIS

    "Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget

  • TEARS of WITNESS   GADIS KECIL ITU ADALAH KATNIS

    "Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se

  • TEARS of WITNESS   TRAGEDI

    Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang

DMCA.com Protection Status