"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang.
"Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya.
Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku."
"What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu."
"Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis.
Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya.
"Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam.
Sementara Gerry hanya geleng-geleng kepala melihat sikap Katnis yang masih acuh dengannya. Dan kemudian, Gerry pun meninggalkan kamar Katnis.
Katnis menutup cepat pintu kamarnya. Lalu, dia bersandar sejenak di balik daun pintu sambil memperhatikan gelang yang ada digenggaman tanganya, yang sudah berhasil dia rebut kembali dari Gerry.
Dasar laki-laki egois! Kau pikir dengan uangmu kau bisa melakukan segalanya! Aku nggak butuh uangmu!
Katnis menghela napas pelan. Dia memasang kembali gelang itu ke pergelangan tangannya. Seusai itu, dia pun beranjak masuk ke dalam kamar mandi.
Byuaaaar! Katnis mendesis pelan karena dinginya air menyengat kulitnya.
Sesaat berlalu, Katnis sudah nampak dengan tampilan berbeda. Dandananya pun tipis. Pakaian yang dikenakan sangat simple sekali. Namun entah kenapa, aura kecantikanya sangat kuat terpancarkan.
"My Girl," panggil Gerry. Dia menatap Katnis kagum dari meja makan. Katnis menghentikan langkahnya, lalu membalik tubuh.
Sial! Kenapa selalu ada dia? Ya memang, ini kan rumahnya. Arrrrrgh!
Dengan terpaksa Katnis pun menghampiri Gerry di meja makan.
Sarapan aja sampai dikawal dua orang! Memangnya siapa yang akan melukai dia di rumahnya sendiri? Kayaknya, setan aja takut sama dia. Laki-laki aneh! Ocehnya dalam hati.
Patrik, pengawal terkuat yang Gerry miliki saat ini, gegas menarik kursi untuk Katnis duduk. Sangat dimanjakan, dilayani dan diperlakukan bak putri. Namun, semua itu tidak membuat Katnis kagum dan menaruh simpati kepada yang memperlakukanya seperti ini. Justru dia merasa risih dengan perlakuan Gerry yang menurutnya berlebihan. Kalau gadis lain, tentu sudah luluh dengan sikap manis Gerry dan perhatianya.
"Ayo makan," ajak Gerry dengan menebar senyum ramah.
"Makasih," sahut Katnis sekenanya dengan wajah datar.
Katnis hanya mengambil sepotong roti gandum dengan selai coklat. Padahal, hidangan di atas meja makan lebih dari 10 item. Itu yang membuat Gerry berkomentar, "kenapa hanya makan sedikit? Aku sengaja mempersiapkan sarapan ini untuk kau."
Katnis hanya menyunggingkan bibirnya saja menanggapi ucapan Gerry, sebelum potongan roti itu sampai ke bibirnya.
Di saat yang sama, bola mata Katnis memutar menatapi Patrik dan Yusman, dengan pinggiran roti menempel di bibirnya. "Kalian di sini hanya melihat orang makan aja," ujar Katnis. Sontak Patrik dan Yusman pun mengalihkan pandanganya dengan wajah canggung.
Rupanya, Gerry mengerti dengan maksud perkataan Katnis. Dan kemudian, Gerry pun menyuruh mereka pergi.
"Kalian tunggu saja di ruang tamu," perintah Gerry.
"Baik Tuan," jawab keduanya.
"Makan aja sampai dijagain begitu. Memangnya anak kecil," gumam Katnis. Gerry menangkap dengan jelas suara tipis Katnis.
"Mereka aku gaji memang untuk mendampingiku. Mungkin kau belum terbiasa saja," sahutnya.
"Memangnya siapa yang akan membunuhmu di meja makan ini? Ini kan rumahmu!"
"Barhati-hati untuk segala kemungkinan jauh lebih baik, bukan?"
Katnis menyeringai tipis sambil gelemg-geleng kepala. Dan kemudian, dia melanjutkan mengunyah makananya.
"Aku sudah mempersiapkan pakaian untukmu," ujar Gerry.
Dahi Katnis berkerut, menatap Gerry heran. Apa dia nggak liat kalau aku udah pakai baju, hah!
"Pakaian? Pakaian untuk apa? Apa baju ini kurang cukup?" Sahut Katnis.
"Kau ada-ada saja. Mana mungkin kau pakai baju butut itu untuk hadir di pesta klienku," balas Gerry sambil terkekeh.
Bahkan dia nggak menanyakan dulu! Pede sekali dia kalau aku mau ikut dengannya.
"Nggak! Aku nggak mau ikut."
"Come on. Ini acara resmi. Di sana banyak hadir orang-orang besar. Aku ingin memperkenalkan kau," bujuk Gerry.
"Untuk apa? Lagipula aku bukan siapa-siapa kau. Dan aku rasa, aku nggak ada kepentingan juga untuk menemanimu ke sana."
"Bukanya bukan, tapi belum. Dan akan menjadi siapa-siapa aku dalam waktu dekat. Sudahlah, ikuti saja perkataanku," balas Gerry dengan percaya diri.
Katnis terdiam sambil menghunuskan tatapan dingin ke wajah Gerry. Ekpresinya nampak tidak suka dengan sikap Gerry yang selalu memaksakan apapun kehendaknya.
"Patrik," panggil Gerry lantang. Dengan sigap, Patrik pun cepat menghampiri. "Iya bos," sahutnya, setelah berada di depan Gerry.
"Ambilkan pakaian Katnis yang baru saja diantar," perintahnya.
"Baik Bos."
Sementara Katnis membersihkan remahan roti yang menempel di bibir. Dan sesaat kemudian, Patrik datang dengan membawa sebuah paper bag bagus ke hadapan Gerry.
"Ini kau pakai dan setelah itu temui aku di ruang tamu," kata Gerry, sambil memberikan bungkusan paper bag ke dekat Katnis duduk.
Dengan wajah masam, Katnis tidak punya pilihan untuk tidak menerima paper bag itu. Dan kemudian, Katnis pun beranjak menuju kamarnya.
****
"Aaaargh! Selalu saja laki-laki itu memaksa aku untuk memenuhi keinginanya! Untuk apa aku ikut ke sana. Itu bukan urusanku. Temanku juga bukan. Apalagi kerabatku. Menyebalkan!"
Katnis melempar paper bag itu ke atas ranjang dengan perasaan kesal. Dan kemudian, dia duduk di pinggiranya.
Tapi ... siapa tau di sana aku bisa melarikan diri. Iya, benar. Di sana pasti ramai. Dan aku bisa menghindar dari Gerry.
Tangan Katnis cepat meraih paper bag pemberian Gerry. Lalu, dia membuka isinya.
Bola mata Katnis berbinar sejenak kala memandang sebuah gaun nan indah. Selama ini, Katnis belum pernah melihat pakaian sebagus dan semewah seperti ini. Gerry tahu betul bagaimana caranya membuat hati perempuan luluh.
Katnis tidak bisa memungkiri kalau gaun ini memang bagus. Setelah kain halus berbahan sutera itu membalut tubuhnya, nampak sempurnalah diri Katnis.
Akan tetapi, kekaguman itu hanya sesaat setelah wajah Gerry melintas di benaknya.
Sudahlah, aku ikuti saja apa maunya. Dan ketika ada kesempatan, aku bisa kabur darinya, batin Katnis sambil tersenyum dingin.
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
Udara malam yang dingin menyatu dengan gumpalan kental dari hembusan napas Eden, yang siap membidik target dari jarak 800 meter berada satu garis lurus di atas atap gedung 45 lantai.Sebuah senjata laras panjang yang terkenal dengan sebutan one shoot one kill, menghunus ke arah target dari celah-celah besi pembatas.Dari lubang scope 8x maksimum, Eden dapat melihat sasaran dengan jelas. Sementara jari sudah siaga, siap menekan pemicu tembak.Eden menghembuskan napas kembali, membuat dirinya tenang agar lesatan peluru tidak meleset."Mahal sekali harga kepalamu, Tuan Rey," gumam Eden.Sebagai pembunuh bayaran yang dingin dan profesional, Eden tidak pernah gagal dalam melakukan misinya. Dan Eden, tidak pernah tersentuh oleh pihak penanganan tindak kriminal yang sudah dibuat pusing karena ulahnya.Dia sangat licin, cerdas dan juga pandai menyamarkan dirinya di a
Tatapan matanya seperti Elang, sangat tajam dan teliti sekali. Dia sudah membuka pintu, sambil menggandeng Katnis.Nampak dua petugas penjaga keamanan lantai sedang berpatroli. "Tuan, anda mau kemana?" Mereka menahan langkah pria itu. "Anda tidak boleh membawa perempuan ini ke luar."Tak menghiraukan, pria asing itu tetap bergerak. Tidak terima diacuhkan, para penjaga menarik tangan pria itu untuk melepaskan Katnis. Dengan cepat, pria itu mengelak lalu melepaskan timah panas ke masing-masing tubuh mereka. Hingga mereka jatuh terkapar. Gerakanya sangat cepat, brutal dan tak kenal kompromi.Dia bergerak cepat, menuju pintu darurat tanpa melepaskan Katnis dari genggamanya. Tangga demi tangga dia turuni. Kejadian tadi, membuat suasan ricuh. Semua petugas kocar-kacir, menyebar ke seluruh area untuk mencari Katnis yang dibawa lari oleh tamu misterius."Ayo." Suara dingin milik pria dengan wajah dat
Sudah lebih dari 15 menit, Eden membelakangi Katnis. Tak ada suara. Sehingga membuat Eden berkeinginan untuk menoleh. Dan benar saja, Katnis sudah tidak ada."Sial! Pandai sekali dia," ucap laki-laki yang dikenal sebagai Ghost Assasin itu kesal.Eden menyusuri tanah lapang yang luas mencari Katnis. Sepanjang pinggiran jalan sejauh mata memandang, yang nampak terlihat hanya rerumputan tanpa ada rumah penduduk di sekitaran. Mau lari kemana dia, pikir Eden sambil menebarkan pandanganya keseluruh area.Dan akhirnya, jejak Katnis tercium. Dia melihat Katnis sedang berusaha menuruni sungai kecil yang ada di bawah sana. Kemudian, Eden memutari jalan."Gadis bodoh! Kau pikir kau bisa lari dariku!" Umpatnya.Sementara itu, Katnis berusaha payah menyebrangi sungai kecil yang airnya tidak terlalu deras, namun cukup membuat langkah Katnis tidak dapat bergerak cepat.
"Buka bajumu," ucap Eden, nadanya jelas mengandung perintah. Katnis mendelik. "Nggak!" balasnya, sambil memegangi kedua belah dadanya."Tidak perlu aku yang membuka paksa bajumu, bukan! Cepat buka!""Nggak! kau mau apa?"Eden mendekati Katnis, Katnis pun bergerak mundur, dan Eden semakin dekat. "Tolong!" teriak Katnis pecah, sambil menutup mata. Eden geleng-geleng kepala. Dia menahan wajahnya ketika tepat berjarak lima senti dari wajah Katnis. Eden menatap Katnis, lalu dia mengambil tas ransel dan membukanya. Eden mengeluarkan selembar baju dari dalam tas. "Pakai ini. Aku tidak mau kau sakit lalu merepotkanku akibat bajumu yang basah," ujarnya, sambil memberikan kaos itu untuk Katnis.Katnis menjadi canggung. Dahinya mengerut. Aku kira dia akan menciumku lalu ... batinnya. Katnis berpikiran yang bukan-bukan."Aku akan membuka ikatan di tanganmu. Aku harap kau tidak berp
"Apa yang kau lakukan!" Eden menatap kesal Katnis."Tugasku sudah selesai. Kau boleh pergi dari sini," usirnya."Tolong aku ... paling nggak antar aku sampai ke kota xxx," pinta Katnis dengan wajah melas.Eden geleng-geleng kepala. "Menyusahkan saja."Merasa sudah membuang waktu karena berdebat kusir dengan Katnis, Eden pun menjalankan mobilnya.Namun, belum sampai di perbatasan kota, mobil Eden berasap. Mungkin karena baku tembak tadi yang membuat mesin mobil rusak.BRUAK!Eden membanting tutup kap mesin dengan keras setelah melihat keadaan mesin yang tidak mungkin diperbaiki kembali. Dan kemudian dia mengambil koper uang lalu pergi, membiarkan mobilnya begitu saja di jalan."Hei tunggu! Kau kenapa meninggalkanku?" Katnis pun gegas keluar dari dalam mobil.Eden tak memperdulikan
"Hei tunggu! apa kau nggak bisa berjalan sedikit pelan?" Katnis berusaha mengejar Eden dengan berjalan cepat.Sore yang indah, di kota yang baru dia jajaki. Katnis menebar pandanganya ke sekeliling sambil berjalan. Dia nampak kagum dengan dekorasi kota yang sedang merayakan hari kebesaran.Ribuan massa turun kejalan dengan kostum kebanggan mereka. Nampak indah dengan warna-warni juga karakter pakaian adat itu tersendiri."Waaaao bagus sekali," ungkap Katnis kagum.Pawai berirama musik khas daerah berdendang keras sepanjang jalan. Tanpa sadar, dia sudah tertinggal jauh dengan Eden yang sudah lebih dulu di depan.Katnis menambah kecepatanya berjalan, mengejar Eden."Hei tunggu, apa kau tidak menikmati hari ini yang begitu indah?"Eden tak menghiraukan. Dia terus berjalan tanpa peduli ada perempuan cantik bak model Miss Universe sedang mengajaknya berbicara."Wuaaaaah bagussss baaaanget," un
Katnis mematung di depan cermin sementara kedua pelayan sibuk mendandaninya sehingga tampil maksimal. Gaun cantik berbahan sutera serta manik-manik yang terbuat dari mutiara, terlihat sempurna di tubuh Katnis. Rambut lurus terurai dengan pola gelombang kecil di bagian bawahnya, nampak seperti putri kerajaan. Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan kepadaku, pikir Katnis."Kau cantik sempurna Nona," ungkap salah seorang pelayan dengan tersenyum.Akan tetapi pujian itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap dirinya. Buat apa berpenampilan cantik kalau nantinya akan mati dibunuh oleh mereka, atau diperkosa secara bergantian, atau ... Argh, batin Katnis bergejolak."Sudah Nona, mari ikut kami," ajaknya. Katnis berat melangkah dari tempatnya. Penampilanya yang sempurna seakan adalah momok yang menakutkan.Dengan didampingi dua pelayan yang berdiri di samping kanan dan kiri, Katnis berjalan menuju lantai satu. Di mana di sana sudah ada Tuan
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang