Tatapan matanya seperti Elang, sangat tajam dan teliti sekali. Dia sudah membuka pintu, sambil menggandeng Katnis.
Nampak dua petugas penjaga keamanan lantai sedang berpatroli. "Tuan, anda mau kemana?" Mereka menahan langkah pria itu. "Anda tidak boleh membawa perempuan ini ke luar."
Tak menghiraukan, pria asing itu tetap bergerak. Tidak terima diacuhkan, para penjaga menarik tangan pria itu untuk melepaskan Katnis. Dengan cepat, pria itu mengelak lalu melepaskan timah panas ke masing-masing tubuh mereka. Hingga mereka jatuh terkapar. Gerakanya sangat cepat, brutal dan tak kenal kompromi.
Dia bergerak cepat, menuju pintu darurat tanpa melepaskan Katnis dari genggamanya. Tangga demi tangga dia turuni. Kejadian tadi, membuat suasan ricuh. Semua petugas kocar-kacir, menyebar ke seluruh area untuk mencari Katnis yang dibawa lari oleh tamu misterius.
"Ayo." Suara dingin milik pria dengan wajah datar ini, membelai lembut telinga Katnis. Mereka pun menuruni anak tangga dengan langkah cepat.
Katnis mengikuti perintahnya tanpa berani menolak. Dengan apa yang dilihatnya, membuat Katnis tidak mungkin bertindak bodoh untuk lari darinya.
Sudah sampai di lantai 12. Derap langkah kaki sangat keras terdengar. "Diam di sini," katanya kepada Katnis.
Pria itu pun menoleh ke arah bawah tangga yang tersusun. Banyak sekali para pengejar dengan memegang senjata api lengkap. Namun yang dilakukan pria asing itu adalah memutar stop watch pada jam tanganya. Lalu, dia bergerak memutari anak tangga dari tiang pegangan.
Dengan cepat, dia melepaskan timah panas secara bergantian ke tubuh lawan. Mereka yang menerima serangan mendadak, terlihat panik saat berhadapan dengan pria misterius ini.
Semua jiwa terkapar berserakan di anak tangga. "35 detik," ucapnya, sambil mematikan stop watch. Dan kemudian, pria itu menyuruh Katnis keluar untuk menghampirinya.
Dia menggenggam Katnis kembali, seperti barang berharga yang harus dilindungi.
Hingga sampai di lantai dasar, sekelompok penjaga banyak terlihat, berurai mencari Katnis. Tujuan dari pria ini adalah keluar dari tempat ini untuk menuju ke mobilnya yang terparkir di belakang gedung.
"Kau lari ke sana dan tunggu aku," kata pria itu, sambil menujuk ke arah belakang.
Katnis pun berlari sesuai dengan yang diarahkan. Langkah kakinya ternyata mengundang orang-orang yang mengejarnya, serentak menoleh ke arah Katnis.
"Hei berhenti!" Seru salah-satu pria. Dan mereka pun dikejutkan oleh sergapan timah panas yang dilontarkan oleh Eden. Sebagian orang pun berpencar, mencari tempat perlindungan. Eden bergerak, lalu berlari menyusul Katnis.
Dan mereka pun berhasil keluar. Katnis bersama pria itu masuk ke dalam mobil.
Siapa dia? Kenapa dia melakukan ini? Apa setelah ini, aku yang akan dibunuhnya? Setumpuk pertanyaan mengantri di benak Katnis dan ingin mendapatkan jawaban sesegera mungkin.
****
Sebuah bangunan nampak terlihat di depan mata. Mobil yang ditumpangi Katnis pun memasuki garasi.
"Cepat keluar," kata pria itu, sambil membukakan pintu mobil. Dengan langkah takut, Katnis keluar dari mobil dan mengikuti pria asing itu menuju dalam rumah.
Sebelumnya, pria itu mengaktifkan sebuah mini desk yang ada di dekat pintu. Sebuah alat yang dipergunakan untuk mengetahui gerak seseorang. Dinamakan sensor gerak. Sangat terampil sekali pria ini, pikir Katnis.
Seluruh ruangan gelap dan hanya minim cahaya. Hampir tidak terlihat apa yang ada di dalam rumah ini.
"Duduk di sana dan jangan kemana-mana." Eden menyuruh Katnis untuk ke sofa. Katnis pun tak banyak bicara, dia langsung saja mendaratkan pantatnya di tempat itu.
Dan kemudian, Eden menjauh sedikit dari Katnis. Lalu, dia menghubungi seseorang melalui telpon genggam.
"Paket sudah ada ditanganku. Kau siapkan uangnya dan surat jaminan untukku," kata Eden berbicara di telpon.
"Tenang saja. Kau antarkan gadis itu dengan selamat, uang dan surat jaminanmu akan aku siapkan," balasnya seseorang dari seberang telpon.
"Perjanjian kita hanya sampai di sini. Aku sudah mengeluarkanya dari tempat itu. Dan-."
Potongnya cepat, "Aku tidak mau berdiskusi denganmu, Eden. Lakukan saja apa yang aku perintahkan dan jangan berdebat. Antar gadis itu ke sini dengan selamat, paham!"
Eden menghela napas tipis. Lalu, lawan bicaranya berkata kembali, "Alamatnya akan aku kirimkan segera Via pesan singkat." Dan kemudian, pembicaraan pun terputus.
"Sial!" umpatnya kesal.
Diam-diam, Katnis menguping pembicaraan Eden. Wajahnya semakin berubah tegang.
Paket? Jadi aku ini paket? jangan-jangan aku akan dikirim ke kelompok penjual gadis-gadis ke luar negeri, gumam Katnis dalam hati.
Sesaat kemudian, Eden datang menghampiri Katnis. Tatapan tajam seperti binatang buas yang siap menerkam mangsa terhunus dari wajah pria dingin itu. Membuat Kanis gemetar. Apalagi, dia sudah tau kalau dirinya adalah sebuah paket yang akan dikirim kepada seseorang.
"Sebaiknya kau makan ini, setelah itu aku akan mengantarmu," kata Eden, sambil memberikan sepotong roti yang masih utuh dalam bungkusan.
"Kau akan membawaku kemana?" Katnis mencoba memberanikan diri bertanya. Walaupun takut.
"Aku menyuruhmu makan bukan bertanya, paham!" Sahutnya.
"Ayo makan!"
"I-Iya."
Perasaanya semakin bergetir, ketika makan pun ditatap tajam oleh pria itu. Bersamaan dengan itu, Katnis berpikir untuk lari dari pemuda ini. Entah bagaimana caranya, harus bisa, pikir Katnis.
"Apa yang kau lihat?"
Katnis menggeleng, sambil cepat menundukan pandanganya. Sementara roti dimulutnya tidak habis-habis dikunyah.
Dan kemudian, Eden beranjak dari hadapan Katnis. Kesempatan yang baik, pikir Katnis. Dia celingak-celinguk ke seluruh ruangan yang minim cahaya ini. Dan setelah memastikan aman, Katnis bergerak.
Katnis berjalan pelan seperti mengendap-endap. Sambil memperhatikan sekeliling, dia terus melangkah maju menuju pintu.
Sepertinya berhasil, ungkap Katnis dalam hati. Di mana tanganya sudah memegang gagang pintu dan selangkah lagi dia akan keluar dari tempat ini.
Namun sialnya, alarm berbunyi ketika gagang pintu diputar oleh Katnis. Katnis panik. Dahinya mengerut. Dan bersamaan dia memutar tubuhnya ke belakang, secara tiba pria itu sudah berada tepat di belakang Katnis. Nyaris tidak terdengar langkahnya. Katnis pun tercengang.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya pelan, namun mengandung intimidasi tajam. Membuat Katnis gugup dan merinding menatapnya.
Katnis tidak bisa berkelit. Dirinya kepergok basah memang ingin melarikan diri.
"Ak. Ak-, Tuan."
Tanpa banyak bicara, Eden menarik paksa lengan Katnis lalu memasukanya ke dalam mobil. Namun sebelumya, kedua lengan Katnis diikat olehnya.
"Jangan pernah melakukan hal bodoh ini lagi, paham!" ucapnya pelan namun penuh penekanan.
"Tolong lepaskan aku ... " mohon Katnis. Matanya sudah berkaca-kaca. Tak ada tanggapan dari Eden, selain segera menjalankan mobil keluar dari rumahnya menuju ke suatu tempat.
Hari masih nampak gelap. Jalan masih terlalu jauh. Entah mau dibawa kemana Katnis olehnya. Yang pasti, Katnis adalah paket istimewa yang akan diberikan kepada seseorang.
Perlahan, matahari mulai menampakan wujudnya. Sementara, wajah pria itu masih terlihat sama. Masih sama datar tanpa urat senyum terlukis di aura ketampanya. Dia menatap lurus ke depan sambil berkonsentrasi bekendara.
Rasa lelah di tubuh Katnis membuatnya terlelap sementara. Hingga dua jam berikutnya, di kala sinar mentari sudah panas menyengat, Katnis terbangun.
Yang nampak di wajahnya hanyalah aspal yang tak berujung."Aku ingin buang air kecil," pinta Katnis. Namun tak dihiraukan oleh pria itu.
"Oke. Jangan salahkan aku terpaksa membuangnya di sini."
Pria itu pun terpaksa menepikan kendaraanya di pinggir jalan.
"Awas! Jangan coba-coba melarikan diri!" ancamnya serius. Lalu, dia membantu Katnis untuk buang air kecil di semak-semak rumput.
"Kau ingin melihatku buang air kecil?" Katnis yang sudah siap melepas celana dalamnya, menatap serius pria yang berdiri di sebelahnya itu.
Merasa mengganggu, pria itu pun membalik tubuhnya. Namun, dia tidak meninggalkan Katnis seorang diri.
Katnis geleng-geleng kepala sambil melepas hajatnya.
Sudah lebih dari 15 menit, Eden membelakangi Katnis. Tak ada suara. Sehingga membuat Eden berkeinginan untuk menoleh. Dan benar saja, Katnis sudah tidak ada."Sial! Pandai sekali dia," ucap laki-laki yang dikenal sebagai Ghost Assasin itu kesal.Eden menyusuri tanah lapang yang luas mencari Katnis. Sepanjang pinggiran jalan sejauh mata memandang, yang nampak terlihat hanya rerumputan tanpa ada rumah penduduk di sekitaran. Mau lari kemana dia, pikir Eden sambil menebarkan pandanganya keseluruh area.Dan akhirnya, jejak Katnis tercium. Dia melihat Katnis sedang berusaha menuruni sungai kecil yang ada di bawah sana. Kemudian, Eden memutari jalan."Gadis bodoh! Kau pikir kau bisa lari dariku!" Umpatnya.Sementara itu, Katnis berusaha payah menyebrangi sungai kecil yang airnya tidak terlalu deras, namun cukup membuat langkah Katnis tidak dapat bergerak cepat.
"Buka bajumu," ucap Eden, nadanya jelas mengandung perintah. Katnis mendelik. "Nggak!" balasnya, sambil memegangi kedua belah dadanya."Tidak perlu aku yang membuka paksa bajumu, bukan! Cepat buka!""Nggak! kau mau apa?"Eden mendekati Katnis, Katnis pun bergerak mundur, dan Eden semakin dekat. "Tolong!" teriak Katnis pecah, sambil menutup mata. Eden geleng-geleng kepala. Dia menahan wajahnya ketika tepat berjarak lima senti dari wajah Katnis. Eden menatap Katnis, lalu dia mengambil tas ransel dan membukanya. Eden mengeluarkan selembar baju dari dalam tas. "Pakai ini. Aku tidak mau kau sakit lalu merepotkanku akibat bajumu yang basah," ujarnya, sambil memberikan kaos itu untuk Katnis.Katnis menjadi canggung. Dahinya mengerut. Aku kira dia akan menciumku lalu ... batinnya. Katnis berpikiran yang bukan-bukan."Aku akan membuka ikatan di tanganmu. Aku harap kau tidak berp
"Apa yang kau lakukan!" Eden menatap kesal Katnis."Tugasku sudah selesai. Kau boleh pergi dari sini," usirnya."Tolong aku ... paling nggak antar aku sampai ke kota xxx," pinta Katnis dengan wajah melas.Eden geleng-geleng kepala. "Menyusahkan saja."Merasa sudah membuang waktu karena berdebat kusir dengan Katnis, Eden pun menjalankan mobilnya.Namun, belum sampai di perbatasan kota, mobil Eden berasap. Mungkin karena baku tembak tadi yang membuat mesin mobil rusak.BRUAK!Eden membanting tutup kap mesin dengan keras setelah melihat keadaan mesin yang tidak mungkin diperbaiki kembali. Dan kemudian dia mengambil koper uang lalu pergi, membiarkan mobilnya begitu saja di jalan."Hei tunggu! Kau kenapa meninggalkanku?" Katnis pun gegas keluar dari dalam mobil.Eden tak memperdulikan
"Hei tunggu! apa kau nggak bisa berjalan sedikit pelan?" Katnis berusaha mengejar Eden dengan berjalan cepat.Sore yang indah, di kota yang baru dia jajaki. Katnis menebar pandanganya ke sekeliling sambil berjalan. Dia nampak kagum dengan dekorasi kota yang sedang merayakan hari kebesaran.Ribuan massa turun kejalan dengan kostum kebanggan mereka. Nampak indah dengan warna-warni juga karakter pakaian adat itu tersendiri."Waaaao bagus sekali," ungkap Katnis kagum.Pawai berirama musik khas daerah berdendang keras sepanjang jalan. Tanpa sadar, dia sudah tertinggal jauh dengan Eden yang sudah lebih dulu di depan.Katnis menambah kecepatanya berjalan, mengejar Eden."Hei tunggu, apa kau tidak menikmati hari ini yang begitu indah?"Eden tak menghiraukan. Dia terus berjalan tanpa peduli ada perempuan cantik bak model Miss Universe sedang mengajaknya berbicara."Wuaaaaah bagussss baaaanget," un
Katnis mematung di depan cermin sementara kedua pelayan sibuk mendandaninya sehingga tampil maksimal. Gaun cantik berbahan sutera serta manik-manik yang terbuat dari mutiara, terlihat sempurna di tubuh Katnis. Rambut lurus terurai dengan pola gelombang kecil di bagian bawahnya, nampak seperti putri kerajaan. Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan kepadaku, pikir Katnis."Kau cantik sempurna Nona," ungkap salah seorang pelayan dengan tersenyum.Akan tetapi pujian itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap dirinya. Buat apa berpenampilan cantik kalau nantinya akan mati dibunuh oleh mereka, atau diperkosa secara bergantian, atau ... Argh, batin Katnis bergejolak."Sudah Nona, mari ikut kami," ajaknya. Katnis berat melangkah dari tempatnya. Penampilanya yang sempurna seakan adalah momok yang menakutkan.Dengan didampingi dua pelayan yang berdiri di samping kanan dan kiri, Katnis berjalan menuju lantai satu. Di mana di sana sudah ada Tuan
Gerry menghunuskan tatapan licik. Membuat bulu kuduk Katnis merinding. Tidak ada satu makanan pun disentuhnya. Seakan perut Katnis sudah terisi penuh.Bersamaan dengan itu, letupan keras menembus tengkorak kepala salah seorang pengawal Tuan Almond. Darah merah kental berceceran, sebagian menciprat ke hidangan. Keadaan menjadi panik seketika."Berlindung," seru Tuan Almond, yang sudah lebih dulu melindungi dirinya dibalik sofa. Semua orang berlindung, menghindari jendela kaca dekat meja makan mencari tempat aman.Katnis sangat ketakutan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara dirinya sudah dibawa ke tempat yang lebih aman. Tuan Almond bersama Gerry dan anak buahnya, bersiap diri menghadapi serangan selanjutnya dari seseorang."Siapa dia?" tanya Gerry."Penembak runduk. Aku sepertinya tau siapa dia," sahut Tuan Almond."Siapa pa?" tanya Gerry penasaran."Orang yang akan merebut gadismu."
Eden kecil menepati janjinya. Dia sudah menunggu lebih dari 1 jam gadis kecil yang berkata, "Aku akan memberitahu namaku esok hari di sini."Di pinggir sungai yang airnya tenang, Eden duduk di bawah pohon kelapa. Sambil memperhatikan arus air dengan tanganya yang sibuk menepuk-nepuk rumput dengan sebilah kayu tipis.Eden menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari gadis kecil itu. Namun, hatinya bertudung kecewa, gadis kecil itu tak kunjung datang."Dia mengingkari janjinya," gumam Eden dengan perasaan kecewa.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu pun muncul. Dari kejauhan terlihat, Eden sudah menopang tubuhnya berdiri.Setelah gadis kecil itu mendekat, Eden melihat wajahnya berselimut kesedihan. "Kau menangis?" tanya Eden.Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Eden haru melihatnya."Siapa yang telah menyakitimu?" tanya Eden.Dia tidak menjawab, hanya menggelengkam
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang