"Buka bajumu," ucap Eden, nadanya jelas mengandung perintah. Katnis mendelik. "Nggak!" balasnya, sambil memegangi kedua belah dadanya.
"Tidak perlu aku yang membuka paksa bajumu, bukan! Cepat buka!"
"Nggak! kau mau apa?"
Eden mendekati Katnis, Katnis pun bergerak mundur, dan Eden semakin dekat. "Tolong!" teriak Katnis pecah, sambil menutup mata. Eden geleng-geleng kepala. Dia menahan wajahnya ketika tepat berjarak lima senti dari wajah Katnis. Eden menatap Katnis, lalu dia mengambil tas ransel dan membukanya. Eden mengeluarkan selembar baju dari dalam tas. "Pakai ini. Aku tidak mau kau sakit lalu merepotkanku akibat bajumu yang basah," ujarnya, sambil memberikan kaos itu untuk Katnis.
Katnis menjadi canggung. Dahinya mengerut. Aku kira dia akan menciumku lalu ... batinnya. Katnis berpikiran yang bukan-bukan.
"Aku akan membuka ikatan di tanganmu. Aku harap kau tidak berpikiran untuk melakukan hal aneh, paham!" Ucap Eden penuh penekanan.
Katnis mengangguk. Dan kemudian, dia beranjak ke kamar mandi setelah Eden melepaskan borgol baja yang mengunci kedua tanganya.
KRING! KRING
Sesaat kemudian, ponsel Eden berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomer tak dikenal.
"Sudah kau bawa paketnya?" tanya seseorang dari seberang telpon, setelah Eden menggeser tombol hijau dari layar ponselnya.
"Ada bersamaku. Jangan lupa siapkan uangnya dan juga surat jaminan untukku," sahut Eden.
"Kau jangan khawatir. Anak buahku sedang menuju lokasimu. Setelah mereka memastikan gadis itu, kau akan menerima uang dan surat jaminanmu."
Pembicaraan pun terputus. Eden mempersiapkan diri. Bagaimanapun juga, dia tidak bisa mempercayai begitu saja orang yang bekerja-sama denganya. Apalagi, ini masalah bisnis ilegal, pikirnya.
Bersamaan dengan itu, Katnis keluar dari kamar kecil dan sudah mengganti pakaiannya dengan yang baru.
"Kau ikuti semua perkataanku dan jangan coba-coba melawan, paham!" Suara dingin Eden membelai telinga Katnis. Hatinya pun gelisah. Apa lagi yang akan terjadi selanjutnya? Katnis hanya bisa pasrah.
"Tuan, tolong lepaskan aku. Aku tidak mau dijual menjadi gadis penghibur," pinta Katnis memelas.
Eden menatapnya dingin. Lalu, dia memalingkan wajah begitu saja tanpa menanggapi satu katapun.
Eden meraih borgol baja kembali. "Kemarikan tanganmu," katanya.
"Tuan, tolong ... "
"Jangan membantah! Cepat kemarikan tanganmu!"
Dengan terpaksa, Katnis pun memberikan kedua tanganya untuk diikat kembali.
"Sebentar lagi akan ada orang yang akan menjemputmu. Aku harap, kau ikuti semua apa yang aku suruh dan jangan membantah. Apalagi mencoba untuk melarikan diri. Paham!"
Dan setelah beberapa saat kemudian, sebuah mobil mewah pun berhenti di pelataran motel. Eden memperhatikanya dari balik kaca jendela kamar, dari kamar yang lain. Empat pria terlatih, berpakaian hitam-hitam keluar dari mobil itu. Mereka adalah anak buah dari orang yang menyewa Eden.
"Menjemput satu gadis saja harus mengirim orang sebanyak itu," gumam Eden. Dan kemudian, Eden pun menemui mereka.
"Di mana gadis itu?" tanya salah-seorang dari mereka. Semua laki-laki bertubuh besar itu menghunuskan tatapan penuh intimidasi. Akan tetapi, Eden menghadapinya dengan tenang dan dingin.
"Bagaimana dengan uang dan surat jaminanku?" Sahut Eden berbalik tanya.
"Kau akan dapatkan setelah kami melihat gadis itu," balasnya.
Eden tersenyum tipis. "Dari mana aku tau kau tidak akan menipuku."
"Tuan Almond tidak ingin bernegoisasi, cepat katakan di mana gadis itu!"
"Tidak! Sebelum aku melihat uang dam surat jaminanku."
Akhirnya pria itu pun mengalah dengan gertakan Eden. Dia pun menyuruh rekanya membuka mini koper yang berisikan uang dan juga sebuah amplop dengan berkas.
Eden puas melihatnya. "Dia ada di lantai 3 di kamar 301," kata Eden, setelah memastikan jumlah uang dan berkas surat yang dia inginkan, ada di dalam koper itu.
Pria yang berbicara dengan Eden pun menyuruh salah-satu rekanya untuk memeriksa ke lantai 3.
Dan beberapa saat kemudian, pria yang tadi naik untuk menjemput Katnis, kembali dengan membawa Katnis.
"Lepaskan aku!" Katnis mencoba meronta.
"Tuan tolong ... jangan serahkan aku kepada mereka." Katnis memohon sambil menangis.
Dan kemudian, mulut Katnis pun disumpal dengan kain. Sekarang, mereka sudah mendapatkan Katnis, namun koper uang beserta berkas jaminan yang Eden minta belum diserahkan kepadanya.
"Kau sudah dapatkan gadisnya, serahkan koper itu," pinta Eden. Pria yang memegang koper pun melirik kepada rekanya, yang berbicara kepada Eden. Mereka pun terkekeh.
Melihat sikap dari orang-orang itu, Eden sudah merasa akan sesuatu yang tidak beres. Dan benar saja, tidak lama kemudian, mereka pun menyerang Eden dengan melepas timah panas. Beruntung, Eden cepat menghindari dengan melompat ke arah sofa lalu menjadikan sofa itu pelindungnya. Eden mengambil senjata api miliknya dan kemudian membalas serang mereka.
Dua pria yang membawa Katnis sudah berhasil keluar dari motel. Sementara, dua pria lain masih menghadang Eden dengan baku tembak.
Melihat celah, Eden pun melepas timah panas ke kaki salah satu dari dua pria itu. Dan kemudian, Eden melompati jendela kaca, menerobos keluar motel.
Mobil yang membawa Katnis sudah pergi, Eden mengejarnya.
Pengejaran antar mobil-mobil terjadi. Eden mengendarai kendaraanya dengan sangat cepat.
Memasuki pertengaham kota, Eden terus semakin mendekati mobil yang membawa Katnis.
Nampaknya mereka mengetahui kalau mobil Eden semakin mendekat. Salah satu dari mereka menongolkan kepalanya sambil menembaki Eden. Eden berusaha menghindari tembakan itu.
Hanya body mobil saja yang terkena timah panas. Bersamaan dengan suara peringatan akan datang kereta melintas di rel depan sana, Eden menancap gas penuh menerobos palang pemberhentian sementara. Eden pun berhasil melewati rel sepersekian detik sebelum kereta itu melintas.
Posisinya semakin mendekati mobil yang membawa Katnis.
Melihat ada kesempatan, Eden menongolkan kepalanya sedikit keluar dari jendela mobil untuk menembak ban mobil musuhnya, sambil sebelah tanganya menggenggam setir kemudi.
DRDUAAAAR!
Dua kali hempasan peluru, berhasil membuat ban karet dari mobil musuhnya pecah. Mobil mereka pun oleng dan akhirnya menabrak pembatas jalan sebelum berhenti.
Baku tembak pun sempat terjadi beberapa saat. Sampai akhirnya Eden mencederai sang supir. Lalu, pria yang satunya, menyandera Katnis, dengan menodongkan senjata api ke kepala Katnis.
"Letakan senjatamu atau aku pecahkan kepalanyaa!" ancam pria itu tegas. Eden masih menggenggam senjata dengan moncong lurus kedepan, mengarah ke lawanya.
Posisi sulit untuk jarak jangkau tembak bebas. Apalagi, tidak ada scope, membuatnya tidak dapat dengan nyaman mengenai target tepat sasaran. Apalagi, posisi kepala orang itu di belakang tubuh Katnis. Bisa salah, Katnis lah yang akan jadi korban.
Bisa aku tidak peduli dengan gadis itu, tapi, bagaimanapun dia tetap tidak salah apa-apa, batin Eden.
Eden berpikir tenang, sambil memperhatikan celah.
"Cepat!" bentaknya.
DDUAAAR! Pria itu menembaki ke arah udara sebagai peringatan terakhir untuk Eden menjatuhkan senjatanya.
Eden menghela napas. Dari sudut pandang yang sempit, dia menyipitkan matanya sedikit.
Setelah yakin dengan sasaran bidik tembak, tanpa ragu, dia melepas timah panas itu melesat lurus melewati tipis pinggir telinga kanan Katnis lalu menembus pipi pria itu. Suara angin dari hempasan peluru sangat terdengar jelas di telinga Katnis sebelum mendarat di wajah pria yang menyanderanya.
Pria itu jatuh seketika dengan berlumur darah.
Setelah memastikan pria itu sudah mati, Eden mengambil koper uang dan memeriksanya. Dan kemudian, dia pun beranjak.
"Hei tunggu," panggil Katnis, yang wajahnya masih pucat lantaran bercak darah yang menyiprat ke pakaianya. Katnis membersihkannya dengan tangan.
Eden menghentikan langkahnya. Katnis menghampiri Eden. "Kau mau kemana?"
Eden menatap dingin Katnis. "Kau mau bebas, bukan? Sekarang pergilah, aku tidak membutuhkanmu lagi."
Katnis pun berkerut kening. Dengan beradanya dia di daerah yang sangat jauh dari tempatnya, Katnis seketika merasa was-was.
"Kau ingin kembali ke kota xxx? Boleh aku menumpang denganmu? Aku tidak tau wilayah di sini."
Eden tersenyum tipis. "Gadis bodoh! Kau berusaha lari sampai menyebrangi sungai, tidak takut. Kenapa harus khawatir di kota ramai seperti ini."
Katnis pun salah tingkah. Dia bingung. Dan kemudian dia pun masuk ke dalam mobil Eden tanpa ijin dari Eden.
"Hei! Apa yang kau lakukan! Siapa yang suruh kau masuk ke dalam mobilku!" Kata Eden penuh dengan penekanan.
"Apa yang kau lakukan!" Eden menatap kesal Katnis."Tugasku sudah selesai. Kau boleh pergi dari sini," usirnya."Tolong aku ... paling nggak antar aku sampai ke kota xxx," pinta Katnis dengan wajah melas.Eden geleng-geleng kepala. "Menyusahkan saja."Merasa sudah membuang waktu karena berdebat kusir dengan Katnis, Eden pun menjalankan mobilnya.Namun, belum sampai di perbatasan kota, mobil Eden berasap. Mungkin karena baku tembak tadi yang membuat mesin mobil rusak.BRUAK!Eden membanting tutup kap mesin dengan keras setelah melihat keadaan mesin yang tidak mungkin diperbaiki kembali. Dan kemudian dia mengambil koper uang lalu pergi, membiarkan mobilnya begitu saja di jalan."Hei tunggu! Kau kenapa meninggalkanku?" Katnis pun gegas keluar dari dalam mobil.Eden tak memperdulikan
"Hei tunggu! apa kau nggak bisa berjalan sedikit pelan?" Katnis berusaha mengejar Eden dengan berjalan cepat.Sore yang indah, di kota yang baru dia jajaki. Katnis menebar pandanganya ke sekeliling sambil berjalan. Dia nampak kagum dengan dekorasi kota yang sedang merayakan hari kebesaran.Ribuan massa turun kejalan dengan kostum kebanggan mereka. Nampak indah dengan warna-warni juga karakter pakaian adat itu tersendiri."Waaaao bagus sekali," ungkap Katnis kagum.Pawai berirama musik khas daerah berdendang keras sepanjang jalan. Tanpa sadar, dia sudah tertinggal jauh dengan Eden yang sudah lebih dulu di depan.Katnis menambah kecepatanya berjalan, mengejar Eden."Hei tunggu, apa kau tidak menikmati hari ini yang begitu indah?"Eden tak menghiraukan. Dia terus berjalan tanpa peduli ada perempuan cantik bak model Miss Universe sedang mengajaknya berbicara."Wuaaaaah bagussss baaaanget," un
Katnis mematung di depan cermin sementara kedua pelayan sibuk mendandaninya sehingga tampil maksimal. Gaun cantik berbahan sutera serta manik-manik yang terbuat dari mutiara, terlihat sempurna di tubuh Katnis. Rambut lurus terurai dengan pola gelombang kecil di bagian bawahnya, nampak seperti putri kerajaan. Sebenarnya apa yang ingin mereka lakukan kepadaku, pikir Katnis."Kau cantik sempurna Nona," ungkap salah seorang pelayan dengan tersenyum.Akan tetapi pujian itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap dirinya. Buat apa berpenampilan cantik kalau nantinya akan mati dibunuh oleh mereka, atau diperkosa secara bergantian, atau ... Argh, batin Katnis bergejolak."Sudah Nona, mari ikut kami," ajaknya. Katnis berat melangkah dari tempatnya. Penampilanya yang sempurna seakan adalah momok yang menakutkan.Dengan didampingi dua pelayan yang berdiri di samping kanan dan kiri, Katnis berjalan menuju lantai satu. Di mana di sana sudah ada Tuan
Gerry menghunuskan tatapan licik. Membuat bulu kuduk Katnis merinding. Tidak ada satu makanan pun disentuhnya. Seakan perut Katnis sudah terisi penuh.Bersamaan dengan itu, letupan keras menembus tengkorak kepala salah seorang pengawal Tuan Almond. Darah merah kental berceceran, sebagian menciprat ke hidangan. Keadaan menjadi panik seketika."Berlindung," seru Tuan Almond, yang sudah lebih dulu melindungi dirinya dibalik sofa. Semua orang berlindung, menghindari jendela kaca dekat meja makan mencari tempat aman.Katnis sangat ketakutan. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara dirinya sudah dibawa ke tempat yang lebih aman. Tuan Almond bersama Gerry dan anak buahnya, bersiap diri menghadapi serangan selanjutnya dari seseorang."Siapa dia?" tanya Gerry."Penembak runduk. Aku sepertinya tau siapa dia," sahut Tuan Almond."Siapa pa?" tanya Gerry penasaran."Orang yang akan merebut gadismu."
Eden kecil menepati janjinya. Dia sudah menunggu lebih dari 1 jam gadis kecil yang berkata, "Aku akan memberitahu namaku esok hari di sini."Di pinggir sungai yang airnya tenang, Eden duduk di bawah pohon kelapa. Sambil memperhatikan arus air dengan tanganya yang sibuk menepuk-nepuk rumput dengan sebilah kayu tipis.Eden menoleh ke kanan lalu ke kiri, mencari gadis kecil itu. Namun, hatinya bertudung kecewa, gadis kecil itu tak kunjung datang."Dia mengingkari janjinya," gumam Eden dengan perasaan kecewa.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu pun muncul. Dari kejauhan terlihat, Eden sudah menopang tubuhnya berdiri.Setelah gadis kecil itu mendekat, Eden melihat wajahnya berselimut kesedihan. "Kau menangis?" tanya Eden.Gadis kecil itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Eden haru melihatnya."Siapa yang telah menyakitimu?" tanya Eden.Dia tidak menjawab, hanya menggelengkam
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"So beuatiful," ungkap Gerry. Bola matanya berbinar melihat kecantikan Katnis yang baru saja nampak di depan matanya. "Kalian liat apa? Nggak pernah liat cewek cantik, hah!" Umpat Katnis marah kepada pengawal Gerry yang menatap seronok kepadanya. Gerry mengedarkan pandangan satu per satu ke pengawalnya. "Apa yang kalian lakukan?" Tanya Gerry tajam. "Maaf Bos, kami cuma ... " "Jangan pernah tatap calon istriku seperti itu," ucap Gerry dingin. "I-iya Bos, maaf," ucap semuanya. Sementara Katnis sedang tertawa dalam hati. Pede sekali kau Gerry! Aku bukan calon istrimu. Simpan saja angan-anganmu itu! "Mau pergi sekarang atau ... ? Kalau begitu aku masuk ke kamar lagi." "Hei, jangan. Kita akan berangkat sekarang." Gerry menahan lengan Katnis.
"Jangan harap kau bisa menikahiku kalau kau buang gelang itu!" Suara lantang bersamaan dengan hunusan pandang mata yang serius menghujam Gerry. Laki-laki yang dianggap psikopat itu sontak tercengang. "Sampai segitunya kau mempertahankan gelang ini," sahutnya. Katnis pun meraih gelang miliknya dari tangan Gerry dengan kasar. Lalu dia menyahuti, "gelang ini lebih berharga dari nyawaku." "What! Come on! Itu hanya gelang kulit. Aku akan belikan gelang emas untukmu." "Bik Ellen. Kau dengar apa yang dikatakan Tuan Gerry? Dia akan membelikan gelang emas untukmu," alih Katnis. Seketika raut wajah Ellen berubah rona, canggung. Bagaimana mungkin dia bisa terlibat pertikaian mulut dari kedua majikanya ini. Ada-ada saja Non Katnis, pikirnya. "Sudah sana! Aku mau mandi!" Ucap Katnis tajam. Sement
"Ada masalah?" Tanya Katnis."Oh nggak. Nggak ada apa-apa. Hanya ... ya, cuma hal sepele. Nggak penting," alihnya."Aku lelah. Aku ingin istirahat."Gerry diam sejenak, lalu berkata, "Ya sudah kamu masuk lah ke dalam kamar. Nanti aku susul. Aku selesaikan dulu makan malamku.""No! Aku nggak mau satu kamar denganmu. Aku di kamar lain saja."Bola mata Gerry membulat. Karena pikiranya masih menggelegar kepada anak buahnya yang berkhianat, Gerry memilih untuk tak menanggapi debat dengan Katnis."James," panggil Gerry lantang. Pria bertato itu pun gegas menghampiri bosnya. "Antar gadis ini ke kamar bawah," perintahnya."Baik, Bos," sahut James. Dia pun mengawal Katnis sampai ke kamar."Silakan Nona, ini kamar anda," kata James, setelah membuka pintu dari sebuah ruangan cukup mewah yang berada di l
"Bagaimana, sudah kau buang mayatnya?""Sudah, Bos.""Bagus!" Gerry tersenyum licik. Lalu dia menutup jendela kaca mobil. Dan kemudian memerintahkan supir untuk menancapk gas.Katnis menunduk lesu dengan meremas kedua tangan, duduk dihadapan Gerry di dalam limosin mewah."Kenapa kau tidak senang? Aku sudah membantumu membalaskan dendam atas kematian papamu," ujarnya.Katnis tidak menghiraukan. Luka membelah perasaanya yang lirih. Pikiranya kalut tak menentu."Sebaiknya, kau rawat diri setelah ini karena aku akan mempersiapkan pernikaham kita."Katnis mendongakan wajahnya menatap Gerry dengan sorotan mata tajam.Mobil pun melaju dengan cepat membelah angin di kelapnya malam tanpa bintang.****"Iko, cepat perbaiki jaringnya."Seorang bocah kecil melompat dari perahu kayu untuk memperbaiki mata kail jaring yang tersangkut."Ayo cepat! Se
"Hei, boleh mampir ke sana?" pinta Katnis, sambil menepuk pundak Eden di kala melintas di depan pasar rakyat.Eden membelokan sepeda motornya, menuju keramaian pasar."Kau baik sekali, terima kasih ya," ucap Katnis dengan wajah berseri, sambil berusaha turun dari sepeda motor. Dan kemudian, Eden membantu Katnis melepaskan pengikat tali pada helmet."Waaaaah bagus sekali," ungkapnya kagum."Memangnya sekarang hari apa? Kenapa malam ini ada pasar rakyat?""Ayo kita ke sana." Katnis menarik tangan Eden menuju tempat permainan anak-anak. Mereka menyebutnya fantasi bergerak. Di mana sebuah mesin memutarkan benda-benda yang ditunggangi oleh kebanyakan anak-anak. Namun, tidak menutup kemungkinan juga orang dewasa menaikinya.Katnis memperhatikan benda itu sambil melepas senyum lebar. Sementara Eden geleng-geleng kepala melihatnya."Ayo," ajak Eden."Aku ingin mencobanya, boleh?" pinta Katnis. Ed
BYURRRRRR!Katnis menggigil kala air mengguyur sekujur tubuhnya. Dia membersihkan ujung kaki sampai ke kepala dengan sentuhan lembut bercmpur sabun."Nikamat sekali rasanya," ungkap Katnis.Katnis membasuh kembali tubuhnya dengan air, membilas sampai bersih hingga tak sedikitpun sisa sabun menempel.Setelah itu dia mengusap lembut dengan handuk kering. Lalu membalut tubuhnya dengan handuk sampai ke lingkaran dada.Katnis beranjak keluar kamar mandi dengan rambut yang masih basah.Dia menatap cermin, melihat dirinya dengan seksama. Perlahan, Kartnis membuka lilitan handuknya.Bersamaan dengan itu, Eden membuka pintu kamar Katnis karena hendak mengajaknya pergi keluar, tanpa mengetuk dan meminta ijin terlebih dahulu.Eden tidak tahu kalau Katnis sedang memasang pakaianya. Itu yang membuat wajah Eden tercengang kala bola matanya menangkap pemandangan indah. Tanpa sengaja Eden melihat tubuh Katnis
"Ayo," ajaknya."Kemana?""Masih bertanya? Bukankah kau menginginkan ini, untuk terus berada denganku?"Katnis tersenyum tipis. "Tapi, aku nggak mau kalau kau merasa kasihan denganku.""Lalu, karena alasan apa kalau bukan karena itu?" Eden menekankan ucapanya.Dasar laki-laki nggak peka! Gerutunya dalam hati."Ayo!"Eden pun masuk ke dalam taxi bersama Katnis."Emerald Golf Street no 14, Pak," pinta Eden kepada supir taxi."Baik, Tuan."Taxi pun melaju cepat.Walaupun tak ada percakapan apapun selama sepanjang jalan, Katnis merasakan hatinya senang. Dia tersenyum-senyum sendiri.****Bola mata Katnis memutar 180 derajat ketika sampai di bangunan mewah yang dia ketahui ini adalah milik Eden."Kau tinggal di sini sendiri?" Tanya Katnis, hatinya mengungkap kagum.Eden tak menanggapi."Waaaaaao bagus banget
"Silakan Nona," kata Suster, sambil memberikan semangkuk bubur halus ke tanganya. Katnis menatap heran. "Apa ini, Sus?"Suster itu pun tersenyum. "Bukankah akan semakin romantis jika Nona yang menyuapinya," bisik Suster itu. Namun telinga Eden masih cukup baik mendengarnya dengan jelas.Katnis terkejut. "Aku bukan siapa-siapanya," bantah Katnis.Suster itu menepuk pundak Katnis lalu pergi meninggalkan Katnis dan Eden berdua, sambil tersenyum.Katnis semakin merasa canggung. Tidak tahu apa yang harus dilakukanya."Letakan saja mangkuk itu di sini," pinta Eden. Katnis pun menuruti.Eden berusaha untuk menyuapi sendok ke dalam mulutnya. Namun karena tubuhnya masih lemah, dia agak kesulitan. Seketika membuat Katnis berkeinginan untuk membantunya.Katnis meraih sendok dan mangkuk itu dari tangan Eden. "Biar aku bantu," ucapnya pelan.Eden menatap datar Katnis. "Tidak perlu. Aku bisa se
Kereta pun tiba di stasiun terakhir. Sebuah kota di mana Katnis berasal.Katnis membuka matanya perlahan sambil menguap. "Kita sudah di mana?" tanyanya. Tak ada jawaban. Katnis mengucek mata dengan cepat."Kemana dia?"Bola mata berpindah-pindah, menebar ke sana sini, namun tak menemukan Eden. "Aaaregh! Paling suka banget hilang dan datang tanpa suara. Memang laki-laki jelmaan hantu," ocehnya. Dan kemudian, Katnis pun beranjak.Tatapanya menyapu sekitaran. Hanya kerumunan orang ramai pada lalu-lalang."Pergi nggak bilang-bilang, menyebalkan!"Dia pun melangkahkan kakinya. Sambil garuk-garuk kepala yang tak gatal, Katnis berpikir, "Aku mau pulang kemana? Tempat tinggal pun nggak ada. Uang cuma segini-segininya. Heeuufsss!" keluhnya.Dan di saat yang bersamaan, dia merasa perutnya lapar. "Aisshhhh ... lengkap sudah penderitaanku.""Taxi Non?""Taxi Non."Ramai memang