"Selamat, Bu Jannah. Anda mendapatkan tiket umroh gratis." Linda selaku asisten Abercio menyerahkan tiket gratis untuk Jannah.
"Tiket umroh gratis? Untuk saya?" Jannah begitu terkejut dengan tiket gratis untuknya itu."Iya, Bu. Ini adalah hadiah CEO untuk Ibu karena Ibu sudah mengerjakan proposal dan atas berkat proposal dari Ibu, perusahaan kita dapat bekerja sama dengan klien dari perusahaan Makmur Jaya," terang Linda.Jannah hanya bisa manggut-manggut dan menerima tiket tersebut. Tidak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya. Entahlah Jannah merasa terharu dengan hadiah dari atasannya sehingga dia meneteskan air mata."Terima kasih," ucap Jannah dengan suara lirih.Berangkat ke tanah suci adalah salah satu keinginannya dan hari ini dia mendapatkan tiket gratis dan itu yang sangat dia butuhkan saat ini, di butuh ketenangan dan dengan dia ingin lebih mendekatkan diri dengan sang Maha Pencipta.Jannah menyeka air matanya, kemudian dia melangkah keluar dari ruangannya dan dia melangkah menuju ruangan CEO.Tok tok tok"Masuk!" Suara bariton Abercio dari dalam ruangan.Mendapat izin dari sang pemilik ruangan, Jannah pun membuka pintu dan mengucapkan salam."Ada apa?" Dengan nada dingin dan tanpa melihat ke arah Jannah, CEO dingin itu langsung melemparkan pertanyaan."Saya, saya mau mengucapkan terima kasih," ucap Jannah gugup dan juga malu-malu."Untuk?" Abercio menaikkan kedua alisnya dan menatap wanita di depannya sembari mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja kerjanya."Tiket umroh gratisnya," jawab Jannah.Abercio tidak menjawab, tetapi dia hanya bentukkan mulutnya seperti huruf o.Setelah itu Jannah pun berpamitan dan kembali ke ruangannya. Jannah yang baru saja merasakan bahagia, seketika rasa bahagia itu sirna saat dia melihat Brandon yang datang ke perusahaan tempat kerjanya."Hai, Jannah?" Brandon menyapa Jannah."Saya sudah menandatangani surat perceraian kita, jadi silahkan Anda pergi dari sini." Jannah tidak ingin berlama-lama berbicara dengan pria itu.Jannah melangkah kakinya hendak masuk ke dalam ruangan, tetapi tangannya ditahan oleh Brandon."Aku ingin bicara serius sama kamu," kata Brandon dengan tangannya yang mencekal erat pergelangan tangan Jannah."Aku sudah tahu apa yang ingin kamu bicarakan, dan aku tidak ingin mendengarnya lagi." Jannah mengibas tangan Brandon, tetapi lelaki itu enggan untuk melepaskan tangannya."Lepasin tangan aku!" bentak Jannah dan berusaha untuk melepaskan tangan Brandon, tetapi tetap tidak bisa."Ikut aku!" Brandon menarik paksa tangan Jannah menuju lift. Brandon ingin membatalkan perceraiannya dengan Jannah, karena saat ini Egi, ayahnya sudah mempersiapkan dan aka menyerahkan perusahaan pada Jannah.Jannah terus berontak dia tidak ingin ikut bersama Brandon ataupun mendengar perkataan pria itu. Karena Jannah sudah tahu dari kedua orang tuanya bahwa Brandon membatalkan perceraian mereka."Lepasin tangan aku, Brandon!" pekik Jannah.Mendengar suara Jannah, para karyawan langsung berlari ke arah lift dan mereka begitu terkejut saat melihat Jannah ditarik paksa oleh Brandon. Tidak hanya para karyawan, tetapi Abercio juga keluar dari ruangannya dan pria itu langsung menghampiri Brandon dan Jannah."Lepasin dia!" Abercio menarik tangan Jannah dari genggaman Brandon dan Abercio berhasil melepaskan tangan karyawannya dari genggam Brandon dan Abercio juga menarik tangan Jannah untuk berlindung dibelakangnya."Dia istri saya dan saya berhak untuk membawanya pergi!" kata Brandon yang tidak kalah sengit."Aku bukan istri kamu lagi!" Jannah membantah ucapan Brandon."Kamu pergi atau saya panggilkan satpam?" Abercio menaikan intonasi suara dan mata elangnya menatap tajam Brandon. Sedangkan tangannya masih pegang tangan Jannah.Dua pria itu saling menatap dengan tatapan sengit."Awas kamu, Jannah!" ancam Brandon dan dia pun langsung pergi.Jannah menghela nafas panjang dan dia langsung bersandar pada dinding. Dia kembali merasakan sakit hati dengan perlakuan Brandon.Abercio memberi kode pada asisten meminta sang asisten untuk membawa Jannah ke ruangannya.Dengan sigap Linda pun langsung menghampiri Jannah dan memapah Jannah ke ruangan wanita itu dan Abercio kembali ke ruangannya.Melihat Jannah yang mendapatkan pembelaan dari atasan mereka para karyawan lain ikut bahagia."Jannah beruntung banget dapat perhatian dari Pak Aber, padahal selama ini Pak Aber selalu marah-marah pada Jannah. Tapi, hari ini Jannah mendapatkan perhatian manis dari beliau," ucap salah satu karyawan."Dari pada nanti kita ditegur sama Pak Aber, lebih baik kita kembali ke ruangan masing-masing.""Ayo, bubar!"Mereka semua pun langsung bubar dan kembali ke ruangan mereka masing-masing.Jannah menangis sesenggukan di dalam ruangan kerjanya.Ratna masuk ke dalam ruangan dan menenangkan temannya itu."Sudah, Jan. Jangan nangis lagi." Ratna mengusap punggung Jannah dan memeluk temannya itu dengan sangat erat."Aku benci sama Brandon, Rat. Dia selalu mempermalukan aku di depan orang banyak." Jannah merasa malu."Jangan nangis lagi dan jangan jadi wanita yang lemah. Sudah saatnya kamu bangkit dan kamu tunjukan pada pria brengsek itu kalau kamu bisa bangkit," ucap Ratna.Jannah menganggukkan kepalanya dan dan mengusap air matanya."Iya, aku harus bangkit." Jannah berucap dengan suara tegas."Bagus kalau begitu," ucap seseorang dari depan pintu.Bersambung ..."Bagus kalau begitu," ucap seseorang dari depan pintu. Jannah mengangkat kepalanya dan melihat ke arah sumber suara, dengan cepat Jannah menyeka air matanya saat melihat orang yang ada di depan pintu. Orang itu adalah Abercio, atasannya. Ratna langsung pamit keluar, dia biarkan Jannah bersama Abercio. "Saya permisi, Pak." Ratna keluar dari ruangan Jannah. Sedangkan Abercio, CEO tampan itu masih berdiri di depan pintu dengan mata yang lirik pandang ke arah Jannah. Setelah Ratna pergi, Abercio masuk ke dalam ruangan itu dan mendekati meja kerja Jannah. "Sepulang kerja nanti kamu bisa langsung bersiap-siap untuk keberangkatan ke Mekkah. Besok pagi jam 06.00 kamu sudah berangkat ke sana." Abercio berbicara dengan nada tegas dan raut wajah datar. "Baik, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih," ucap Jannah sambil menundukkan kepalanya. "Ya," jawab Abercio singkat dan meninggalkan ruangan kerja bawahannya itu. Jannah pun kembali fokus dengan pekerjaannya, dia memiliki untuk meny
DUA MINGGU KEMUDIAN"Wah, cantik sekali teman aku? Kamu benaran hijrah?" Ratna begitu kagum dengan perubahan Jannah. Jannah baru saja pulang dari tanah suci dan dia putuskan untuk hijrah dan memperbaiki diri jadi lebih baik lagi. "Terus mana oleh-oleh buat aku?" Tidak hanya memuji kecantikan Jannah yang sudah hijrah, tetapi Ratna juga meminta oleh-oleh pada temannya itu. "Ada di ruangan aku." Jannah membelikan oleh-oleh temannya dan atasannya. Jannah mengajak Ratna ke ruangannya. Sesampai di ruangan Ratna mengerutkan keningnya saat melihat ada dua bingkisan jajan. "Ini buat kamu." Jannah memberikan satu bingkisan oleh-oleh untuk Ratna, teman karibnya. "Terus satunya buat siapa?" Ratna menaikan kedua alisnya meminta jawaban dari Jannah. "Ini untuk atasan kita," jawab Jannah. "Wah, anak bawahan yang sangat baik dan patuh di berikan apresiasi yang luar biasa. Bawahan yang selalu ingat kebaikan atasannya adalah karyawan yang baik," ucap Ratna.Sesudah itu Ratna pun langsung menin
"Apa maksud kamu, Mas?" Wanita bernama Jannah itu terkejut bukan main, mendengar ucapan pria yang berdiri di hadapannya kini.Jannah sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, begitu juga dengan para tamu undangan yang memenuhi ruangan tersebut."Kamu sudah bukan istriku lagi, Jannah!" Pria itu meninggikan suaranya, supaya semua orang yang berada di sana dapat mendengarnya."Aku talak kamu dengan talak tiga!" ucapnya dengan lebih keras lagi. "Dan aku akan menceraikan kamu, Jannah!" lanjutnya, berhasil membuat Jannah bertambah malu, sakit hati dan sungguh berat untuk sekedar mengangkat wajahnya.Suaranya menggelegar seperti Sambaran petir yang membuat gendang telinga berdengung.Pria bernama Brandon Wijaya itu, mengucapkan kata talak tiga untuk wanita yang baru beberapa menit sah menjadi istrinya.Alih-alih memikirkan sakit hati karena ditalak tiba-tiba, Jannah lebih khawatir dengan Ayah dan Ibunya yang pasti akan sangat marah dengan semua ini. Jannah melirik singkat kedua oran
"Aku datang ke sini hanya mau antar surat gugatan cerai kita!" ucap Brandon menatap nyalang wanita yang hanya dua menit berstatus istrinya itu. "Aku harap kamu mendatangi surat itu dan menjalani proses perceraian tanpa bantahan apa pun." Brandon menyelengos. Melipat kedua tangannya di dada. Ia begitu malas berlama-lama menatap Jannah.Brandon benar-benar tidak punya perasaan, dia menyodorkan surat itu dan memintai Jannah untuk menandatangani surat gugatan perceraian.Pagi-pagi sekali Brandon datang ke kediaman Jannah hanya ingin meminta Jannah menandatangi surat perceraian mereka. Jannah menatap pria di hadapannya itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. "Kamu tidak perlu menatapku seperti itu, karena aku tidak akan membatalkan ini semua!" Brandon berucap tegas. "Buruan tanda tangan!" Brandon melemparkan pulpen ke arah Jannah. Jannah hanya bisa menghela nafas lalu dia mengambil pulpen itu dan dengan berat hati wanita 27 tahun itu menandatangani surat gugat tersebut. Brand
Jarum jam sudah di angka 5 sore, tetapi Jannah belum juga selesai dengan pekerjaannya. Dia masih berkutik di depan komputer. Jannah masih mengerjakan proposal yang diminta oleh Abercio, atasannya. Wanita itu merenggangkan ototnya yang kaku karena duduk seharian penuh."Jan, aku duluan, ya?" Ratna pamit pada Jannah dan dia meninggalkan ruangan kerjanya. Jannah tidak menjawab, tetapi dia hanya menganggukkan kepala dan melambaikan tangannya. Tetapi, matanya tetap fokus pada layar komputer. "Permisi, Bu Jannah. Tuan Abercio, minta Ibu untuk segera mengumpulkan proposal sekarang juga." Asisten Abercio memberitahu Jannah untuk mengumpulkan proposal di ruangan Abercio. "Baik," jawab Jannah dengan ragu-ragu karena saat ini dia belum selesai mengerjakan proposal tersebut. Karena sudah tidak ada waktu untuk menyalin file Jannah pun langsung mengirimnya ke email atasannya. Sesudah itu Jannah keluar dari ruangannya dan melangkah cepat menuju ruangan CEO. "Mana proposal yang saya minta?" Tanp
Abercio sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Jannah yang sederhana itu."Siapa dia?" Ayah Jannah bertanya.Bukan ikhsan saja yang bertanya-tanya, tapi Jannah pun ikut keheranan.Jin apa yang merasuki bosnya itu?"Dia bosku, ayah. Hari ini aku akan keluar kota untuk bertemu klien," terang Jannah, gugup."Hei, kau! Cepatlah! Jalanan akan macet nanti!" teriak CEO itu, yang tidak turun dari mobilnya. Dia hanya menurunkan kaca mobilnya dan memanggil Jannah dari dalam mobil.Jannah menggerutu dalam hatinya. Mulutnya seperti sedang komat-kamit. Tatapannya lurus pada pria di mobil itu."Iya, Pak!"Ayah, Ibu, Jannah berangkat kerja dulu." Jannah berjalan dan masuk ke dalam mobil atasannya. Abercio melesat mobil meninggalkan kediaman Jannah. Hari ini dia akan membawa Jannah bersamanya guna menghadiri pertemuan dengan klien. Setelah Jannah pergi bersama atasannya, datang lah Brandon. Pria itu datang dengan mobil mewah. Brandon memarkirkan mobil di depan rumah Jannah, kemudian dia turun da
DUA MINGGU KEMUDIAN"Wah, cantik sekali teman aku? Kamu benaran hijrah?" Ratna begitu kagum dengan perubahan Jannah. Jannah baru saja pulang dari tanah suci dan dia putuskan untuk hijrah dan memperbaiki diri jadi lebih baik lagi. "Terus mana oleh-oleh buat aku?" Tidak hanya memuji kecantikan Jannah yang sudah hijrah, tetapi Ratna juga meminta oleh-oleh pada temannya itu. "Ada di ruangan aku." Jannah membelikan oleh-oleh temannya dan atasannya. Jannah mengajak Ratna ke ruangannya. Sesampai di ruangan Ratna mengerutkan keningnya saat melihat ada dua bingkisan jajan. "Ini buat kamu." Jannah memberikan satu bingkisan oleh-oleh untuk Ratna, teman karibnya. "Terus satunya buat siapa?" Ratna menaikan kedua alisnya meminta jawaban dari Jannah. "Ini untuk atasan kita," jawab Jannah. "Wah, anak bawahan yang sangat baik dan patuh di berikan apresiasi yang luar biasa. Bawahan yang selalu ingat kebaikan atasannya adalah karyawan yang baik," ucap Ratna.Sesudah itu Ratna pun langsung menin
"Bagus kalau begitu," ucap seseorang dari depan pintu. Jannah mengangkat kepalanya dan melihat ke arah sumber suara, dengan cepat Jannah menyeka air matanya saat melihat orang yang ada di depan pintu. Orang itu adalah Abercio, atasannya. Ratna langsung pamit keluar, dia biarkan Jannah bersama Abercio. "Saya permisi, Pak." Ratna keluar dari ruangan Jannah. Sedangkan Abercio, CEO tampan itu masih berdiri di depan pintu dengan mata yang lirik pandang ke arah Jannah. Setelah Ratna pergi, Abercio masuk ke dalam ruangan itu dan mendekati meja kerja Jannah. "Sepulang kerja nanti kamu bisa langsung bersiap-siap untuk keberangkatan ke Mekkah. Besok pagi jam 06.00 kamu sudah berangkat ke sana." Abercio berbicara dengan nada tegas dan raut wajah datar. "Baik, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih," ucap Jannah sambil menundukkan kepalanya. "Ya," jawab Abercio singkat dan meninggalkan ruangan kerja bawahannya itu. Jannah pun kembali fokus dengan pekerjaannya, dia memiliki untuk meny
"Selamat, Bu Jannah. Anda mendapatkan tiket umroh gratis." Linda selaku asisten Abercio menyerahkan tiket gratis untuk Jannah."Tiket umroh gratis? Untuk saya?" Jannah begitu terkejut dengan tiket gratis untuknya itu. "Iya, Bu. Ini adalah hadiah CEO untuk Ibu karena Ibu sudah mengerjakan proposal dan atas berkat proposal dari Ibu, perusahaan kita dapat bekerja sama dengan klien dari perusahaan Makmur Jaya," terang Linda. Jannah hanya bisa manggut-manggut dan menerima tiket tersebut. Tidak terasa air matanya mengalir membasahi pipinya. Entahlah Jannah merasa terharu dengan hadiah dari atasannya sehingga dia meneteskan air mata. "Terima kasih," ucap Jannah dengan suara lirih. Berangkat ke tanah suci adalah salah satu keinginannya dan hari ini dia mendapatkan tiket gratis dan itu yang sangat dia butuhkan saat ini, di butuh ketenangan dan dengan dia ingin lebih mendekatkan diri dengan sang Maha Pencipta. Jannah menyeka air matanya, kemudian dia melangkah keluar dari ruangannya dan dia
Abercio sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Jannah yang sederhana itu."Siapa dia?" Ayah Jannah bertanya.Bukan ikhsan saja yang bertanya-tanya, tapi Jannah pun ikut keheranan.Jin apa yang merasuki bosnya itu?"Dia bosku, ayah. Hari ini aku akan keluar kota untuk bertemu klien," terang Jannah, gugup."Hei, kau! Cepatlah! Jalanan akan macet nanti!" teriak CEO itu, yang tidak turun dari mobilnya. Dia hanya menurunkan kaca mobilnya dan memanggil Jannah dari dalam mobil.Jannah menggerutu dalam hatinya. Mulutnya seperti sedang komat-kamit. Tatapannya lurus pada pria di mobil itu."Iya, Pak!"Ayah, Ibu, Jannah berangkat kerja dulu." Jannah berjalan dan masuk ke dalam mobil atasannya. Abercio melesat mobil meninggalkan kediaman Jannah. Hari ini dia akan membawa Jannah bersamanya guna menghadiri pertemuan dengan klien. Setelah Jannah pergi bersama atasannya, datang lah Brandon. Pria itu datang dengan mobil mewah. Brandon memarkirkan mobil di depan rumah Jannah, kemudian dia turun da
Jarum jam sudah di angka 5 sore, tetapi Jannah belum juga selesai dengan pekerjaannya. Dia masih berkutik di depan komputer. Jannah masih mengerjakan proposal yang diminta oleh Abercio, atasannya. Wanita itu merenggangkan ototnya yang kaku karena duduk seharian penuh."Jan, aku duluan, ya?" Ratna pamit pada Jannah dan dia meninggalkan ruangan kerjanya. Jannah tidak menjawab, tetapi dia hanya menganggukkan kepala dan melambaikan tangannya. Tetapi, matanya tetap fokus pada layar komputer. "Permisi, Bu Jannah. Tuan Abercio, minta Ibu untuk segera mengumpulkan proposal sekarang juga." Asisten Abercio memberitahu Jannah untuk mengumpulkan proposal di ruangan Abercio. "Baik," jawab Jannah dengan ragu-ragu karena saat ini dia belum selesai mengerjakan proposal tersebut. Karena sudah tidak ada waktu untuk menyalin file Jannah pun langsung mengirimnya ke email atasannya. Sesudah itu Jannah keluar dari ruangannya dan melangkah cepat menuju ruangan CEO. "Mana proposal yang saya minta?" Tanp
"Aku datang ke sini hanya mau antar surat gugatan cerai kita!" ucap Brandon menatap nyalang wanita yang hanya dua menit berstatus istrinya itu. "Aku harap kamu mendatangi surat itu dan menjalani proses perceraian tanpa bantahan apa pun." Brandon menyelengos. Melipat kedua tangannya di dada. Ia begitu malas berlama-lama menatap Jannah.Brandon benar-benar tidak punya perasaan, dia menyodorkan surat itu dan memintai Jannah untuk menandatangani surat gugatan perceraian.Pagi-pagi sekali Brandon datang ke kediaman Jannah hanya ingin meminta Jannah menandatangi surat perceraian mereka. Jannah menatap pria di hadapannya itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. "Kamu tidak perlu menatapku seperti itu, karena aku tidak akan membatalkan ini semua!" Brandon berucap tegas. "Buruan tanda tangan!" Brandon melemparkan pulpen ke arah Jannah. Jannah hanya bisa menghela nafas lalu dia mengambil pulpen itu dan dengan berat hati wanita 27 tahun itu menandatangani surat gugat tersebut. Brand
"Apa maksud kamu, Mas?" Wanita bernama Jannah itu terkejut bukan main, mendengar ucapan pria yang berdiri di hadapannya kini.Jannah sungguh tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, begitu juga dengan para tamu undangan yang memenuhi ruangan tersebut."Kamu sudah bukan istriku lagi, Jannah!" Pria itu meninggikan suaranya, supaya semua orang yang berada di sana dapat mendengarnya."Aku talak kamu dengan talak tiga!" ucapnya dengan lebih keras lagi. "Dan aku akan menceraikan kamu, Jannah!" lanjutnya, berhasil membuat Jannah bertambah malu, sakit hati dan sungguh berat untuk sekedar mengangkat wajahnya.Suaranya menggelegar seperti Sambaran petir yang membuat gendang telinga berdengung.Pria bernama Brandon Wijaya itu, mengucapkan kata talak tiga untuk wanita yang baru beberapa menit sah menjadi istrinya.Alih-alih memikirkan sakit hati karena ditalak tiba-tiba, Jannah lebih khawatir dengan Ayah dan Ibunya yang pasti akan sangat marah dengan semua ini. Jannah melirik singkat kedua oran