Mimpi…
Apa yang kamu harap darinya?Menjemput di alam nyata, atau hanya sekedar bayangan semata.*** Pagi itu, di sebuah rumah megah nan mewah sedang terjadi keributan. Banyak orang berlari ke sana kemari untuk mencari sesuatu, bukan benda, melainkan seseorang. Pasalnya, putri mereka melarikan diri tepat di hari pernikahannya yang akan berlangsung beberapa jam lagi. "Cepat, Mas, cari ke seluruh sudut-sudut rumah!" teriak Bibi Andini cemas. "Kita mau cari kemana lagi, Ma, semua tempat sudah kita selidiki dan mencari dengan teliti. Namun nihil," kata suaminya - Paman Burhan. "Tapi tidak mungkin jika putri kita bisa keluar dengan mudah dari rumah ini, Mas. Ada banyak penjaga di semua sisi, bahkan semalam banyak orang begadang yang mempersiapkan dekorasi di sini. Lantas bagaimana bisa kita tidak menemukannya di dalam rumah." Gea yang saat itu baru saja keluar dari kamar, pun tidak mengerti apa-apa dengan suasana kegaduhan yang sedang terjadi."Maaf, apa yang terjadi? Kenapa banyak sekali orang berlalu lalang?" tanya Gea pada seorang pelayan."Nyonya Andin dan Tuan Burhan sedang mencari Nona Muda Elle," jawab pelayan itu dengan nafas yang tersengal, karena dia capek habis berlari tadi, ikut mencari keberadaan Elle. "Mencari, Elle? Memangnya Elle kemana, bukankah seharusnya dia sudah bersiap-siap di kamarnya?" tanya Gea tidak mengerti. "Apa anda tidak tahu, Nona Gea, saat ini Nona Elle tidak berada di rumah.""Tidak berada di rumah bagaimana maksudnya?""Nona Elle kabur, atau kemungkinan diculik oleh seseorang. Sudahlah, lebih baik anda juga ikut kami mencarinya agar Nyonya Andin tidak marah.""Baiklah!" Tanpa bisa bertanya banyak, Gea juga ikut mencari Elle yang masih belum jelas beritanya. Jika Elle kabur dari rumah, lantas mengapa mereka mencarinya di sini, mengapa tidak mencari keluar. Pun jika Elle diculik orang, itu berarti dia dalam bahaya, dan orang yang menculiknya pasti bukan orang sembarangan. Karena ia mampu melewati benteng perumahan ini. "Tidak....!" Terdengar suara teriakan yang menggema dari kamar Elle, semua orang berbondong-bondong masuk ke dalamnya untuk mencari tahu apa yang terjadi. Termasuk Gea. "Tidak… Elle, kenapa kamu lakukan ini, nak?" isak Bibi Andini pilu sambil mendekap secarik kertas yang tidak lain adalah surat peninggalan Elle. Gea tidak bisa berbuat banyak saat semua orang mulai menenangkan Bibi Andini, Gea sadar jika kehadiran akan menambah rasa sakit di hatinya Bibi Andini. Namun sebagai keponakan yang sudah lama hidup dengannya, Gea peduli dan merasa iba atas apa yang menimpa wanita paruh baya tersebut. Namun, apakah kepedulian Gea dianggap? Jawabannya, tidak! Sejak kecil, Gea tidak pernah dianggap berguna oleh keluarganya. Dia diperlakukan layaknya orang asing di rumah sendiri. Pernah Gea bertanya, apakah tidak ada kehidupan lain yang lebih indah dari ini. Bahkan jika surga itu ada, mengapa Gea tidak pernah menemukannya. Gea selalu merasa kurang. Bukan tentang harta, melainkan harta melimpah yang membuatnya kian tersiksa. Tanpa kasih dan sayang dari orang-orang yang ingin merebut haknya. Ya, Geanata adalah pewaris tunggal dari almarhum Tuan Harun dan Nyonya Maharani. Semenjak kedua orangtuanya meninggal, Gea dibesarkan oleh neneknya. Tiba-tiba dari belakang, datanglah seorang wanita tua. Beliau adalah Neneknya Gea - Nyonya Mellany, atau yang lebih akrab disapa dengan panggilan Oma. Semua memberi ruang untuk wanita tersebut, agar bisa masuk dengan mudah mendekati Bibi Andini yang belum meredakan tangisannya."Ada apa, ini?" tanya Oma dengan suara khasnya yang membuat semua orang merinding."Elle… Oma, Elle pergi… hiks, hiks," isak Bibi Andini yang semakin menjadi. Oma segera merebut surat yang masih dipegang Bibi Andini, kemudian membacanya. Meskipun di usianya yang sudah mencapai 60 tahun lebih, Oma masih bisa membaca huruf-huruf atau tulisan-tulisan, sekalipun itu kecil. Bukan cuma penglihatannya yang masih sempurna, pendengarannya pun demikian. Seperti sekarang, Oma bisa mendengar bisik-bisik menantunya yang mengatakan soal kepergian Elle. Mengetahui jika Oma melihat ke arah mereka, segara mereka diam dengan kepala yang tertunduk. Oma mulai fokus dengan tulisan tangan Elle. Ma, aku pergi… Maafkan Elle yang tidak bisa menuruti keinginan Papa dan Mama untuk menikah dengan pria pilihan kalian. Mengertilah, Elle tidak ingin dijodohkan sama pria yang bahkan tidak Elle kenal dan cintai. "Kurang ajar!" teriak Oma marah, membuat Paman Burhan dan Bibi Andini gemetar. Mereka tahu konsekuensi apa yang akan terjadi jika pernikahan ini tidak terjadi."Segera ke ruang rapat!" perintah Oma sambil berlalu. Di rumah ini juga terdapat ruang rapat khusus, hanya saat rapat-rapat keluarga besar saja mereka boleh memasuki ruangan tersebut. 5 menit kemudian, semua anggota keluarga sudah berkumpul dan duduk rapi di tempat masing-masing. "Dasar tidak tahu malu, bisa-bisanya Elle kabur di hari pernikahannya," cecar salah. satu anggota keluarga."Iya, apa dia nggak tahu jika tindakannya itu bisa berakibat fatal," timpal yang lain. Paman Burhan dan Bibi Andini yang duduk tidak jauh dari mereka, hanya bisa pasrah saat anaknya dituding seperti itu. Sudah menjadi kebiasaan keluarga ini, jika ada salah satu yang berbuat salah, maka mereka akan menghujatnya. Gea yang duduk di barisan paling depan tidak berkata sepatah kata pun untuk menyikapi kepergian Elle, toh itu juga bukan urusannya. Selama ini mereka juga tidak suka jika Gea ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Sadar jika dia hanya anak yatim piatu yang tidak bisa berkompromi dengan keluarga, jadi sudah sepantasnya ia diam. Saat Oma tiba, semua keriuhan senyap dalam seketika. Oma menuju kursi kebesarannya dan sudah siap untuk bicara setelah menormalkan tarikan nafasnya. Semua tahu jika Oma sedang marah besar dan itu sangat tidak baik bagi kesehatannya. "Andini, Oma tidak mau tahu. Hari ini juga, temukan pengganti untuk mempelai wanitanya. 3 jam lagi menantu pria akan tiba," kata Oma tegas. Semua orang kini saling memandang, tadinya rapat ini diselenggarakan adalah untuk menghukum ataupun mencabut hak dan aset untuk Bibi Andini dan suaminya. Namun, ternyata Oma malah meminta hal di luar nalar mereka."Mencari mempelai pengganti? Bagaimana bisa? Siapa yang akan menggantikan Elle dan menikah dengan pria itu," bisik salah satu dari mereka."Tidak tahu, tapi sepertinya Oma tidak ingin jika acara perjodohan ini sampai batal.""Iya, sepertinya begitu. Lihat saja, bukannya menghukum Andini dan Burhan, Oma malah meminta yang bukan-bukan.""Tapi, Oma, siapa yang akan menggantikan, Elle?" lirih Bibi Andini dengan suara yang serak. "Bukankah masih banyak gadis di sini, apa kalian semua telah buta!" bentak Oma dengan suara yang lantang. Seketika itu juga, para gadis-gadis menutupi wajah mereka dengan apa saja. Tentu tidak ingin ditunjuk sebagai pengganti Elle. Bahkan, seluruh orang tua kini mulai cemas dengan putri-putri mereka. "Ini tidak adil, Oma, bagaimana bisa Oma menunjuk anak-anak kami," protes Bibi Meyli tidak terima. "Andini, Oma beri waktu 3 menit." Bukannya menjawab, Oma malah bersikeras pada keinginannya. Semua bungkam saat Bibi Andini mulai berdiri dan melirik satu persatu dari gadis-gadis itu."Jangan anakku, Andini, kau kan tahu jika dia masih kuliah," kata anggota keluarga dari barisan pertama."Anakku juga tidak boleh, dia sudah punya pasangan," kata barisan kedua. "Putriku juga tidak, aku tidak sudi menikahkannya dengan pria yang tidak jelas seperti itu." Semua menolak, tentu saja mereka tidak ingin mengecewakan anak gadisnya. "Ma, kami tidak mau dijadikan pengganti, Kak Elle. Jika Kak Elle saja menolak, sudah pasti ini bukan hal yang baik," pinta mereka. Bibi Andini kian putus asa saat tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia mengganti putrinya. Tiba-tiba salah satu dari gadis-gadis itu berkata. "Kenapa tidak gadis bodoh itu saja yang jadi pengganti," katanya. Gadis bodoh adalah panggilan untuk Gea. Merasa namanya disebut, Gea tersentak. Apalagi kini tatapan mereka mulai mengarah kepadanya. "Kenapa harus aku?" Itulah kalimat yang keluar dari mulut Gea, bukan membantah. Akan tetapi dia hanya tidak menyangka saja."Itu karena selama ini kamu tidak berguna. Sekarang coba kamu lakukan satu hal yang membuat keluarga ini bangga, yang penting tidak mencemarkan nama baik Oma," kata Bibi Meily. Bibi Andini merasa seperti ada gunung yang berpindah dari kepalanya. "Mengapa aku tidak memikirkannya sejak tadi, ya?" gumamnya dalam hati."Oma, saya menunjuk Gea sebagai pengganti Elle," umum Bibi Andini dengan suara yang keras dan menggema. "Baik!" kata Oma menerima. Setelah Oma menerima, itu berarti tidak bisa diganggu gugat lagi. Apalagi Gea yang memang tidak berdaya dan tidak kuasa menolak.2 minggu sebelumnya.Oma mendadak mengatakan pada anggota keluarga Kumar, jika salah satu dari anak-anak mereka atau cucunya harus bersedia dijodohkan dengan seorang pria pilihannya. Bahkan Oma sudah sepakat menerima lamaran pria tersebut sebelum terlebih dahulu berunding dengan keluarga besarnya. Mereka tahu, tidak ada yang bisa menentang ataupun membantah Oma."Segera tunjuk siapa yang menerima tawaran ini."Karena tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia, lantas mereka memilih jalan keluar sendiri, yaitu dengan menikahkan Elle. Dengan alasan, Elle adalah anak tertua diantara anak lainnya."Kami memilih, Elle, Oma. Dia merupakan anak tertua, jadi sudah sepantasnya dia yang menikah duluan," papar Bibi Meyli mewakili seluruh keluarga."Tapi, Oma, aku tidak mau." Tolak Elle ketakutan."Baiklah, semua sudah sepakat. Andin, bujuk putrimu ... atau kau tidak akan menerima apapun."Bibi Andini terus membujuk Elle
Gea masih di kamarnya dengan balutan gaun pengantin putih. Jujur saja, saat ini Gea ingin memuji diri sendiri. Cantik, itulah kata-kata yang ingin dia dengar dari seseorang, setidaknya dari seseorang meskipun bukan suaminya."Apa dia akan menyukaiku?" gumamnya sambil menatap lekat-lekat wajah cantiknya di depan cermin.Tanpa sadar, Gea berharap lebih pada seorang suami yang bahkan dirinya belum tau apa-apa tentangnya. Bagaimana rupanya, kelakuannya, dan juga namanya. Lamat-lamat, Gea mendengar suara mobil-mobil yang mulai berjauhan, begitu banyak. Karena penasaran, Gea mengintip dari jendela, beberapa mobil mewah telah pergi meninggalkan rumahnya. Terlihat Oma dan juga anggota keluarga lain yang ikut mengantar kepergian mereka."Apa pestanya sudah selesai?" pikir Gea dalam hati.Tok tok tok. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, belum sempat Gea membukanya, pintu tersebut sudah terlebih dulu dibuka oleh seseorang."Heh, apa kamu mau ka
Gea terpesona dengan keindahan kamar tersebut yang sudah dihiasi sedemikian rupa. Bahkan di atas ranjang juga sudah tersebar banyak kelopak bunga mawar. Gea belum pernah melihat ini sebelumnya, walaupun hanya sekedar menonton di televisi.Tiba-tiba, pintu kembali terbuka dan lampu dimatikan."Ada apa, ini?" gumam Gea ketakutan, matanya tidak bisa menangkap apa-apa."Tolong, apakah ada orang yang mendengarku!" teriak Gea mulai panik."Jangan takut!" ucap seseorang, yang Gea dengar itu adalah suara seorang pria."Siapa itu?" tanya Gea semakin panik.Tiba-tiba lampu kembali hidup, saat itu Gea sedang berdiri menghadap ranjang. Membelakangi pintu, dia seperti orang yang sedang kebingungan."Aku di sini!" Terdengar suara pria itu lagi.Gea segera berbalik dan mendapati seorang pria muda sedang berdiri di depan pintu. Kini pintu tersebut sudah tertutup kembali, entah kapan. Bahkan pintu tersebut tidak meng
Rayyan Williams merupakan pemuda terkaya di kota J. Suatu hari, Tuan Williams memberinya satu wasiat sebelum akhirnya beliau koma."Ray, Ayah ingin kamu berjanji untuk menikahi seseorang," kata Tuan Williams."Apapun itu, Ayah, akan Ray lakukan," jawab Rayyan tulus."Kamu harus menikah dengan salah satu cucu Kumar, sahabat Ayah."Hanya itu saja pesan dari Tuan Williams, beliau juga tidak menyebutkan siapa nama cucu keluarga Tuan Kumar yang harus dinikahi Rayyan. Akhirnya, Rayyan menyuruh seseorang untuk mencari tahu seluk beluk keluarga tersebut. Setelah mengetahuinya, Rayyan pun mengirimkan undangan pada Nyonya Mellany, yaitu Oma Gea.Nyonya Mellany yang sudah begitu akrab dan sangat mengenali Tuan Williams, pun tidak bisa menolak lamaran tersebut. Rayyan sempat berpikir jika Nyonya Mellany menerima pinangannya lantaran dia adalah orang kaya. Karena saat itu Nyonya Mellany tidak meminta untuk bertemu dengan Rayyan terlebih dahulu, dan beliau t
Setelah mengantar Rayyan ke kamar, Oma kembali ke bawah menemui mereka semua."Mulai sekarang tidak ada yang memandang rendah Gea, apalagi sampai menghinanya di depan Rayyan. Kalian tahu kan bagaimana kedudukan, Rayyan? Bahkan kita tidak ada bandingannya dengan dia!" tegas Oma."Baik, Oma," sahut mereka kompak."Baiklah, sekarang kalian bersiap untuk makan malam," kata Oma berlalu.Setelah Oma pergi, mereka langsung marah-marah."Kok jadi gini, sih? Masak hanya karena Gea sudah menikah, dia bisa langsung tinggi derajat," protes Bibi Meyli."Sebenarnya aku juga tidak terima, sih. Tapi mau bagaimana lagi, suami Gea itu orang kaya. Mana kalah lagi sama keluarga kita.""Iya, benar. Atau setidaknya kita baikin Gea di depan Rayyan saja.""Nah, aku setuju itu," kata Bibi Meyli tersenyum licik.Tiba di ruang makan, Oma menyuruh agar kursi Bibi Andini dan Paman Burhan dikosongkan."Andin, kalian pindah ke kur
Gea menyusul Rayyan ke balkon, berdiri di dekat pria itu."Kau lihat, mereka banyak sekali," kata Rayyan menengadah ke langit.Gea pun ikut melihat ke atas."Iya, banar."Mereka melihat bintang bersama tanpa ada yang bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Gea yang seperti baru saja menemukan sesosok teman dalam diri Rayyan, terkadang ia merasa kehadiran pria itu adalah pengobat sepi.Terkadang Rayyan seperti bermain dengannya, tetapi jika serius aura wajah Rayyan berubah lain. Raut wajahnya memang berubah-ubah, sulit ditebak.Tanpa sadar, kini Gea beralih menatap Rayyan. Bintang di atas sana memang sangat indah, tapi wajah Rayyan lebih indah dari apapun."Ada apa?" tanya Rayyan tiba-tiba."Hmm?" Gea yang tidak fokus tidak tahu Rayyan berkata apa."Apa kau menemukan bintang di wajahku?" tanya Rayyan menatap Gea."Mana ada bintang di wajahmu?" Kekeh Gea."Lalu kenap
Keesokan paginya, Gea bangun tanpa mendapati Rayyan di sampingnya."Kemana dia? Apa dia sudah pergi?" tanya Gea bingung."Apa kau mencariku?" Terdengar suara Rayyan yang sedang berdiri di dekat jendela, sambil menatap Gea."Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea terkejut. Sejak kapan Rayyan bangun, apa dia tidak tidur semalam? Gea menatap jam dinding di kamarnya, melihat waktu masih terlalu pagi."Menunggu istriku bangun," jawab Rayyan kemudian mendekati Gea dan duduk di sisinya. "Bagaimana tidurmu? Apa begitu nyenyak?" tanya Rayyan menatapi wajah Gea."Jangan menatapku seperti itu, Rayyan," kata Gea berpaling. Dia malu karena wajahnya masih sangat berantakan, dia barus saja bangun tidur.Rayyan tersenyum. Menikmati wajah malu Gea adalah ketagiahannya."Apa kau tidak ingin ke kamar mandi?" tanya Rayyan membuat Gea kembali sadar."Iya, aku lupa." Kekeh Gea menuruni ranjang.Gea memas
Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya."Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea."Seperti semalam," sahut Rayyan santai."Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?""Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya.Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya."Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali."Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata.Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita
"Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata
Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom
Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis
Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini
Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang
Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan
Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat
Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."
"Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya