Beranda / Romansa / Sweet Dreams / Siapa Pria itu?

Share

Siapa Pria itu?

Penulis: Ima Mulya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

2 minggu sebelumnya.

 Oma mendadak mengatakan pada anggota keluarga Kumar, jika salah satu dari anak-anak mereka atau cucunya harus bersedia dijodohkan dengan seorang pria pilihannya. Bahkan Oma sudah sepakat menerima lamaran pria tersebut sebelum terlebih dahulu berunding dengan keluarga besarnya. Mereka tahu, tidak ada yang bisa menentang ataupun membantah Oma.

"Segera tunjuk siapa yang menerima tawaran ini."

 Karena tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia, lantas mereka memilih jalan keluar sendiri, yaitu dengan menikahkan Elle. Dengan alasan, Elle adalah anak tertua diantara anak lainnya. 

"Kami memilih, Elle, Oma. Dia merupakan anak tertua, jadi sudah sepantasnya dia yang menikah duluan," papar Bibi Meyli mewakili seluruh keluarga. 

"Tapi, Oma, aku tidak mau." Tolak Elle ketakutan. 

"Baiklah, semua sudah sepakat. Andin, bujuk putrimu ... atau kau tidak akan menerima apapun."

 Bibi Andini terus membujuk Elle agar mau menerima perjodohan tersebut, jika tidak, Bibi Andini mengancam tidak akan memberi fasilitas apapun lagi pada Elle. Karena sesungguhnya Bibi Andini juga takut jika Oma tidak memberikan hak pada mereka lantaran mengekang perintahnya.

 Dengan berat hati, Elle pun akhirnya menerima. Namun, banyaknya gunjingan keluarga yang menganggapnya lemah di depan Oma, membuat Elle nekat dan kabur. Elle hanya ingin membuktikan pada mereka semua jika dia bisa menentang Oma, bahkan mengecewakan Oma dengan begitu  berat. Seperti yang dilakukan sebelumnya, Elle memang keras kepala dan susah diatur. 

 Hingga kini, belum ada kabar tentang Elle. Banyak pesuruh yang sudah dikerahkan oleh Paman Burhan, tapi belum juga membuahkan hasil. 

"Akhirnya, pesta berjalan mulus dan kita tidak ada yang terganggu," ujar Bibi Meyli disertai dengan senyuman mengembang di wajahnya. 

"Iya, nggak kebayang jika tidak ada gadis bodoh itu. Sudah pasti anak kita yang akan jadi korbannya," timpal yang lain.

"Lagian heran deh, berani banget si Elle menentang Oma. Apa nggak diajari sama si Andin." Bibi Meyli sedikit mengeraskan suaranya saat Bibi Andini melintasi mereka. 

"Apa maksud kamu, Meyli?" tanya Bibi Andini dengan sorotan mata yang tajam. 

"Ya, apalagi, Andin, anak kamu itu sama nggak bergunanya dengan gadis bodoh itu. Bikin malu keluarga," cibir Bibi Meyli yang bikin kuping serta wajah Bibi Andini panas.

"Haha ...." Mereka semua langsung menertawakan Bibi Andini. Tentu saja Bibi Andini tidak terima, namun sebelum ia berhasil membalas mereka, suaminya datang.

"Ma!" panggil Paman Burhan saat melihat amarah istrinya sudah mencapai ubun. "Ayo, kita pergi dari sini. Jangan pedulikan apa kata mereka." Bujuk Paman Burhan. 

"Tapi, Mas, mereka mengatai dan menghina, Elle, Mama nggak bisa terima itu," kata Bibi Andini dengan suara yang serak juga mata yang merah. Nafasnya yang naik turun, menandakan jika ia sedang mempunyai amarah yang terpendam. 

"Sudahlah, ayo kita pergi saja!" Paman Burhan segera membawa istrinya pergi menjauh dari mereka semua. 

**

 Di sinilah Gea, duduk menghadap ke cermin, ditemani oleh dua perias profesional yang seharusnya mereka mendandani Elle, bukan dirinya. 

"Nona, jika anda terus menangis, nanti make upnya bisa luntur." Tegur salah satu dari mereka yang tidak bisa membedaki wajah Gea, sedari tadi air mata terus membasahi pipinya. 

 Gea bukannya diam, tapi malah semakin larut dalam kesedihan. Kini air mata yang tadinya hanya merintik-rintik, berubah bak hujan yang deras. Kedua perias itu saling pandang tidak mengerti, pun mereka tidak tahu harus berbuat apa. Haruskah menghibur atau membiarkan Gea dengan air matanya. 

 Tiba-tiba pintu terbuka dan Paman Burhan muncul di baliknya. 

"Ada, apa? Mengapa belum selesai juga?" tanya Paman Burhan pada kedua perias tersebut.

"Maafkan kami, Tuan. Sedari tadi, Nona ini terus menangis. Membuat kami kesulitan untuk mendandaninya."

"Benarkah?" 

 Lantas Paman Burhan mendekati Gea.

"Gea!" panggil Paman Burhan lembut. "Apa ini terlalu berat?"

"Apa Paman sebegitu tidak berdayanya sampai harus melakukan ini padaku?" lirih Gea dengan suara pilu. 

 Paman Burhan bungkam, tidak tahu mesti menjawab apa. Dia tahu, Gea pasti sedih dan merasa terpukul dengan pilihan yang telah dibuat istrinya. Namun, mau bagaimana lagi. Jika bukan Gea, lantas siapa yang sudi. 

"Cepatlah sedikit, sebentar lagi mempelainya tiba," kata Paman Burhan mengalihkan pembicaraan sebelum akhirnya beliau pergi. 

"Mengapa harus aku, Paman?"

 Lagi-lagi terdengar suara pilu Gea yang membuat Paman Burhan semakin iba, juga merasa bersalah karena telah membawanya ke dalam masalah ini.

Selama ini Paman Burhan memang peduli pada Gea, bahkan hanya dirinya di rumah ini yang menganggap Gea sebagai anggota keluarga. Biasanya Paman Burhan selalu membela dan mendukung apapun yang dilakukan Gea. Namun, hari ini, untuk pertama kalinya, Paman Burhan tidak mampu melepaskan gadis itu dari jerat pernikahan. Itu membuatnya sakit, bahkan lebih sakit daripada kehilangan Elle tadi pagi. 

"Nak ... anggap saja ini sebagai babak baru dalam hidupmu. Semoga setelah ini, semuanya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya," kata Paman Burhan, setelah itu beliau keluar. Semakin lama dia berada di sana, maka akan semakin sakit rasanya. 

 Waktu yang ditentukan telah tiba, harusnya Gea sudah dijemput untuk turun ke bawah karena waktunya mempelai prianya telah tiba. Namun, anehnya sampai sekarang belum ada perintah untuknya turun.

"Lihatlah, bahkan mereka enggan untuk menjemputku di sini. Harusnya mereka melepasku dengan suka rela," ujar Gea pada pantulan dirinya di cermin. Sebaiknya memang Gea harus mengatakan isi hatinya pada benda mati, karena manusia tidak ada yang sudi walau hanya sekedar mendengar suaranya, apalagi mendengar ceritanya. 

 5 menit menunggu, belum juga ada kabar apapun. Membuat Gea cemas dan menerka-nerka dalam hatinya. Mungkinkah mempelai prianya juga ikut kabur karena tahu pengantinnya diganti?

"Apa aku seburuk ini, hingga tidak ada satupun manusia yang sudi menerima?" Lagi-lagi Gea merasa tak berarti, bahkan di hari pernikahannya sendiri. 

 Seperti gadis pada umumnya, Gea juga punya mimpi untuk menikah. Pesta pernikahan yang megah, punya suami yang sangat menyayangi dirinya, dan satu hal yang paling Gea inginkan, yaitu menemukan sosok ibu lewat ibu mertuanya.

 Namun sepertinya semua mimpi itu harus pupus, bukan di tengah jalan, tapi di akhir kisah hidupnya melepas lajang. 

 10 menit berlalu Gea masih setia menunggu, setidaknya ada yang memberi kabar, meskipun kabar itu sebuah duka. Bisa saja berduka karena prianya lari, atau berduka karena tiba-tiba pria itu tidak ingin melanjutkan pernikahan. Ingin keluar, namun dia tidak diizinkan untuk itu.

 Gea hampir saja tertidur saat tiba-tiba Paman Burhan membuka pintu. Gea merasa heran dengan wajah Paman Burhan yang sembab. 

"Selamat, Nak ...!" ucap Paman Burhan yang sedikit kesulitan dan langsung memeluk Gea dengan tangis haru. 

 Gea tersentak mendengar ucapan selamat dari pamannya. Mungkinkah ia sudah resmi menjadi seorang istri? Tapi kapan? 

"Mulai sekarang, pengabdianmu hanya pada suami. Jangan pernah sakiti hatinya, apalagi sampai mengecewakannya. Penuhi hak-haknya, maka hak-hakmu akan terpenuhi," kata Paman Burhan melepas pelukannya. 

"Apa itu termasuk untuk tidak menaati dan mengabdi pada, Oma?" tanya Gea. 

 Bagi Gea, itu merupakan poin utama. Jika dia masih berada dalam sangkar Oma, maka menaati suaminya adalah hal yang mustahil. Gea memang tidak mengerti apa-apa, karena selama ini dia tidak pernah bergaul dengan orang-orang selain pelayan.

 Sekali lagi Paman Burhan bungkam, tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan pada Gea. Ya, Gea memang harus mematuhi segala perintah Oma, tapi di sisi lain, kini Gea sudah menikah. Tentu saja hal itu tidak berlaku lagi setelah dirinya jadi seorang istri. Namun, apakah hal itu berlaku juga di hadapan, Oma? 

"Kamu tidak akan mengerti ini, Nak!" kata Paman Burhan. 

"Aku mengerti, Paman. Bahkan sampai hari ini aku masih mengikuti perintah Oma, sampai dijodohkan seperti ini," kata Gea. "Aku rasa juga nantinya Oma akan melakukan hal yang sama padaku, sama seperti hari-hari sebelumnya," lanjutnya tersenyum ringan. "Paman, bolehkah aku bertanya?"

"Iya, kenapa tidak?"

"Apakah aku akan dibawa pergi oleh suamiku?"

"Entahlah!" jawab Paman Burhan tidak yakin. Bukan karena apa, hanya saja suami Gea merupakan orang yang aneh. Saat melakukan ijab kabul saja dia tidak ingin bertemu dengan Gea, apalagi jika ingin membawanya pergi.

 Pernikahan mereka memang aneh, itu karena mempelai pria yang tidak menginginkan Gea turun. Tadinya semua berpikir pertukaran ini akan sia-sia, dimulai dari saat Paman Burhan dijemput oleh beberapa orang. Katanya disuruh jemput oleh calon menantu mereka.

Paman Burhan menyetujui persyaratan dari pihak pria, yaitu melakukan pernikahan di tempat lain. 

"Siapa nama calon istriku?" tanya pria itu pertama kali. 

  Paman Burhan yang saat ini sedang duduk berhadapan dengan pria itu, kini merasa cemas, takut jika pergantian ini diketahui. Ya, Paman Burhan menjadi wali nikah Gea. 

"Ge - Gea, Geanata," jawabnya terbata-bata. 

"Baiklah, mari kita mulai," kata pria itu mantap. 

 Setelah semuanya selesai, Paman Burhan bernafas lega dan beliau diantar kembali ke rumahnya.

Bab terkait

  • Sweet Dreams   Kamar Pengantin

    Gea masih di kamarnya dengan balutan gaun pengantin putih. Jujur saja, saat ini Gea ingin memuji diri sendiri. Cantik, itulah kata-kata yang ingin dia dengar dari seseorang, setidaknya dari seseorang meskipun bukan suaminya."Apa dia akan menyukaiku?" gumamnya sambil menatap lekat-lekat wajah cantiknya di depan cermin.Tanpa sadar, Gea berharap lebih pada seorang suami yang bahkan dirinya belum tau apa-apa tentangnya. Bagaimana rupanya, kelakuannya, dan juga namanya. Lamat-lamat, Gea mendengar suara mobil-mobil yang mulai berjauhan, begitu banyak. Karena penasaran, Gea mengintip dari jendela, beberapa mobil mewah telah pergi meninggalkan rumahnya. Terlihat Oma dan juga anggota keluarga lain yang ikut mengantar kepergian mereka."Apa pestanya sudah selesai?" pikir Gea dalam hati.Tok tok tok. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, belum sempat Gea membukanya, pintu tersebut sudah terlebih dulu dibuka oleh seseorang."Heh, apa kamu mau ka

  • Sweet Dreams   Tanda Tanya

    Gea terpesona dengan keindahan kamar tersebut yang sudah dihiasi sedemikian rupa. Bahkan di atas ranjang juga sudah tersebar banyak kelopak bunga mawar. Gea belum pernah melihat ini sebelumnya, walaupun hanya sekedar menonton di televisi.Tiba-tiba, pintu kembali terbuka dan lampu dimatikan."Ada apa, ini?" gumam Gea ketakutan, matanya tidak bisa menangkap apa-apa."Tolong, apakah ada orang yang mendengarku!" teriak Gea mulai panik."Jangan takut!" ucap seseorang, yang Gea dengar itu adalah suara seorang pria."Siapa itu?" tanya Gea semakin panik.Tiba-tiba lampu kembali hidup, saat itu Gea sedang berdiri menghadap ranjang. Membelakangi pintu, dia seperti orang yang sedang kebingungan."Aku di sini!" Terdengar suara pria itu lagi.Gea segera berbalik dan mendapati seorang pria muda sedang berdiri di depan pintu. Kini pintu tersebut sudah tertutup kembali, entah kapan. Bahkan pintu tersebut tidak meng

  • Sweet Dreams   Rayyan Williams

    Rayyan Williams merupakan pemuda terkaya di kota J. Suatu hari, Tuan Williams memberinya satu wasiat sebelum akhirnya beliau koma."Ray, Ayah ingin kamu berjanji untuk menikahi seseorang," kata Tuan Williams."Apapun itu, Ayah, akan Ray lakukan," jawab Rayyan tulus."Kamu harus menikah dengan salah satu cucu Kumar, sahabat Ayah."Hanya itu saja pesan dari Tuan Williams, beliau juga tidak menyebutkan siapa nama cucu keluarga Tuan Kumar yang harus dinikahi Rayyan. Akhirnya, Rayyan menyuruh seseorang untuk mencari tahu seluk beluk keluarga tersebut. Setelah mengetahuinya, Rayyan pun mengirimkan undangan pada Nyonya Mellany, yaitu Oma Gea.Nyonya Mellany yang sudah begitu akrab dan sangat mengenali Tuan Williams, pun tidak bisa menolak lamaran tersebut. Rayyan sempat berpikir jika Nyonya Mellany menerima pinangannya lantaran dia adalah orang kaya. Karena saat itu Nyonya Mellany tidak meminta untuk bertemu dengan Rayyan terlebih dahulu, dan beliau t

  • Sweet Dreams   Pembohong Terbesar

    Setelah mengantar Rayyan ke kamar, Oma kembali ke bawah menemui mereka semua."Mulai sekarang tidak ada yang memandang rendah Gea, apalagi sampai menghinanya di depan Rayyan. Kalian tahu kan bagaimana kedudukan, Rayyan? Bahkan kita tidak ada bandingannya dengan dia!" tegas Oma."Baik, Oma," sahut mereka kompak."Baiklah, sekarang kalian bersiap untuk makan malam," kata Oma berlalu.Setelah Oma pergi, mereka langsung marah-marah."Kok jadi gini, sih? Masak hanya karena Gea sudah menikah, dia bisa langsung tinggi derajat," protes Bibi Meyli."Sebenarnya aku juga tidak terima, sih. Tapi mau bagaimana lagi, suami Gea itu orang kaya. Mana kalah lagi sama keluarga kita.""Iya, benar. Atau setidaknya kita baikin Gea di depan Rayyan saja.""Nah, aku setuju itu," kata Bibi Meyli tersenyum licik.Tiba di ruang makan, Oma menyuruh agar kursi Bibi Andini dan Paman Burhan dikosongkan."Andin, kalian pindah ke kur

  • Sweet Dreams   Tidur Denganku

    Gea menyusul Rayyan ke balkon, berdiri di dekat pria itu."Kau lihat, mereka banyak sekali," kata Rayyan menengadah ke langit.Gea pun ikut melihat ke atas."Iya, banar."Mereka melihat bintang bersama tanpa ada yang bersuara, sibuk dengan pikiran masing-masing. Gea yang seperti baru saja menemukan sesosok teman dalam diri Rayyan, terkadang ia merasa kehadiran pria itu adalah pengobat sepi.Terkadang Rayyan seperti bermain dengannya, tetapi jika serius aura wajah Rayyan berubah lain. Raut wajahnya memang berubah-ubah, sulit ditebak.Tanpa sadar, kini Gea beralih menatap Rayyan. Bintang di atas sana memang sangat indah, tapi wajah Rayyan lebih indah dari apapun."Ada apa?" tanya Rayyan tiba-tiba."Hmm?" Gea yang tidak fokus tidak tahu Rayyan berkata apa."Apa kau menemukan bintang di wajahku?" tanya Rayyan menatap Gea."Mana ada bintang di wajahmu?" Kekeh Gea."Lalu kenap

  • Sweet Dreams   Layani Aku Di Ranjang

    Keesokan paginya, Gea bangun tanpa mendapati Rayyan di sampingnya."Kemana dia? Apa dia sudah pergi?" tanya Gea bingung."Apa kau mencariku?" Terdengar suara Rayyan yang sedang berdiri di dekat jendela, sambil menatap Gea."Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea terkejut. Sejak kapan Rayyan bangun, apa dia tidak tidur semalam? Gea menatap jam dinding di kamarnya, melihat waktu masih terlalu pagi."Menunggu istriku bangun," jawab Rayyan kemudian mendekati Gea dan duduk di sisinya. "Bagaimana tidurmu? Apa begitu nyenyak?" tanya Rayyan menatapi wajah Gea."Jangan menatapku seperti itu, Rayyan," kata Gea berpaling. Dia malu karena wajahnya masih sangat berantakan, dia barus saja bangun tidur.Rayyan tersenyum. Menikmati wajah malu Gea adalah ketagiahannya."Apa kau tidak ingin ke kamar mandi?" tanya Rayyan membuat Gea kembali sadar."Iya, aku lupa." Kekeh Gea menuruni ranjang.Gea memas

  • Sweet Dreams   Takut Ketahuan

    Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya."Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea."Seperti semalam," sahut Rayyan santai."Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?""Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya.Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya."Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali."Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata.Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita

  • Sweet Dreams   Aku Hanya Pengganti

    Gea segera berlari ke kamarnya mendahului Rayyan, tiba di dalam, dia menelengkupkan kepalanya di atas kasur. Gea menangis, meratapi nasib malang yang tidak berpihak bahagia padanya."Ada apa, Gea? Kenapa kau menangis?" tanya Rayyan lembut menyentuh bahu Gea.Gea bangkit dan menepis tangan Rayyan."Apa pedulimu aku menangis atau tidak? Kau pikir kau itu siapa? Bahkan setelah jadi suami, kau tetap saja tidak bisa jadi pelindungku!" teriak Gea dengan deraian air mata. "Kau ingin pergi bukan? Jadi pergilah sekarang, pergi!" Gea mengusir Rayyan, menunjuk jarinya ke arah pintu.Rayyan masih bergeming, masih menatap tingkah Gea. Rayyan senang, setidaknya Gea mulai bisa mengungkap isi hatinya. Permintaan yang sejak tadi Gea pendam, akhirnya gadis itu mengakui melalui kemarahan dan ego yang besar."Pergi, Rayyan! Aku bilang pergi!" teriak Gea sekali lagi."Aku hanya akan pergi jika kau baik-baik saja, Gea," k

Bab terbaru

  • Sweet Dreams   Hadiah Spesial Malam Pertama

    "Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata

  • Sweet Dreams   Ulang Tahun Yang Tertunda

    Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom

  • Sweet Dreams   Persiapan

    Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis

  • Sweet Dreams   Ciuman Pagi Hari

    Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini

  • Sweet Dreams   Tidak Memberi Hadiah

    Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang

  • Sweet Dreams   Pembacaan Surat Wasiat

    Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan

  • Sweet Dreams   Menahan Gejolak Rasa

    Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat

  • Sweet Dreams   Tingkah Rayyan Di Pagi Hari

    Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."

  • Sweet Dreams   Ancaman

    "Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya

DMCA.com Protection Status