Keesokan paginya, Gea bangun tanpa mendapati Rayyan di sampingnya.
"Kemana dia? Apa dia sudah pergi?" tanya Gea bingung.
"Apa kau mencariku?" Terdengar suara Rayyan yang sedang berdiri di dekat jendela, sambil menatap Gea.
"Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea terkejut. Sejak kapan Rayyan bangun, apa dia tidak tidur semalam? Gea menatap jam dinding di kamarnya, melihat waktu masih terlalu pagi.
"Menunggu istriku bangun," jawab Rayyan kemudian mendekati Gea dan duduk di sisinya. "Bagaimana tidurmu? Apa begitu nyenyak?" tanya Rayyan menatapi wajah Gea.
"Jangan menatapku seperti itu, Rayyan," kata Gea berpaling. Dia malu karena wajahnya masih sangat berantakan, dia barus saja bangun tidur.
Rayyan tersenyum. Menikmati wajah malu Gea adalah ketagiahannya.
"Apa kau tidak ingin ke kamar mandi?" tanya Rayyan membuat Gea kembali sadar.
"Iya, aku lupa." Kekeh Gea menuruni ranjang.
Gea memasuki kamar mandi, tapi dia terkejut saat bath thub sudah dipenuhi air hangat.
"Apa Rayyan menyiapkannya untukku?" gumam Gea tersenyun.
Jika saja Rayyan bukan suami perjodohan, pasti dia adalah suami paling romantis sedunia. Bahkan Rayyan selalu memperlakukan Gea dengan lembut, selalu ingin memeluknya juga selalu tersenyum padanya.
Tapi bagi Gea yang hanya menjadi istri pengganti, tidak membuatnya berpikir jauh. Juga tidak berharap terlalu lebih. Gea sadar siapa dirinya
Selama Gea berendam, dia terus memikirkan tentang Rayyan. Sejak pria itu datang semalam, perubahan sangat terasa. Bahkan orang-orang mulai menampakkan sikap baik pada Gea. Namun, Gea tahu, itu hanya akan terjadi jika di depan Rayyan saja.
Gea semakin bertanya-tanya, meskipun pertanyaan tersebut hanya ditujukan pada dirinya sendiri. Sejauh ini, Gea tidak menanyakan apapun pada Rayyan. Dia tidak punya keberanian. Gea hanya merasa nyaman saja berada di dekat pria itu, dan itu saja sudah cukup baginya.
Tadinya Gea akan berpikir jika setelah ini hidupnya akan lebih buruk dari sebelumnya. Namun, siapa sangka, Rayyan jauh dari bayangannya.
"Apa yang akan terjadi setelah Rayyan pergi nanti?" lirih Gea dengan mata yang masih terpejam.
Gea seperti baru saja mendapat kehidupan, jadi dia hanya takut saat Rayyan pergi, kehidupan tersebut juga akan di bawa pergi, dan Gea kembali sepi.
"Aku tidak akan pergi," ucap Rayyan tiba-tiba yang sudah berdiri di depan Gea. Rayyan menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya.
Gea terkejut dan menjerit, "Aaa ...." Matanya ditutupi pakai kedua tangan. "Kenapa kau berdiri di situ?" tanya Gea kesal.
"Habis kau lama sekali, aku hanya ingin memastikan saja jika kau baik-baik saja," jawab Rayyan santai.
"Apa lama sekali, memangnya sudah berapa menit?" tanya Gea tidak menyadari.
"Hampir setengah jam," jawab Rayyan melihat arloji di tangannya.
"Apa! Setengah jam?" pekik Gea tidak percaya.
Rayyan mengangguk.
"Ya ampun, itu lama sekali," lirihnya. Baru kali ini Gea mandi selama 15 menit, biasanya juga tidak sampai 5 menit. Karena dia harus berbagi kamar mandi dengan pelayan lain. Selama ini Oma memberinya fasilitas kamar mandi yang sama dengan pelayan, jadi karena jumlah mereka banyak, tidak punya waktu lama-lama di dalamnya.
"Ya, ampun, pasti mereka akan memarahiku," ucap Gea ketakutan.
Biasanya pagi-pagi begini Gea sudah berkutik di dapur, menyelesaikan semua pekerjaannya. Tapi pagi ini dia begitu telembat, bahkan dia berlama-lama di kamar mandi.
"Memangnya siapa yang akan memarahimu?" tanya Rayyan yang membuat Gea sadar dari ketakutan.
"Memangnya aku mengatakan sesuatu, ya?" sanggah Gea menutup-nutupi ketakutannya. "Sudahlah, kau bisa keluar. Aku sudah selesai." Usir Gea.
Setelah Rayyan keluar, Gea buru-buru bangun dan meraih handuknya. Dia berganti pakaian di kamar mandi, sama seperti semalam.
"Mengapa baju di lemari itu isinya mewah semua, ya?" gumam Gea manatapi baju di tagannya. Apa tidak mengapa jika dirinya memakai baju-baju tersebut? Apa Oma tidak akan memarahi dan meminta ganti rugi padanya nanti? Pikir Gea.
"Ah, sudahlah. Baju ini tidak lebih menakutkan daripada tidak memakai baju di depan, Rayyan," ujar Gea.
Sama seperti semalam, saat Gea keluar dari kamar mandi, dia mendapati Rayyan yang sedang duduk di sofa.
"Kau sudah siap, cepatlah duduk!" pinta Rayyan.
Gea menuruti, seperti yang dilakukannya semalam. Duduk di depan meja rias. Saat Rayyan menyentuh kepalanya, Gea kembali bertanya-tanya.
"Siapa pria ini sebenarnya? Mengapa dia serba bisa dan memperlakukan ku dengan sangat baik? Apa dia Malaikat dari surga?"
"Ada apa?" Tegur Rayyan saat melihat Gea yang sedang melamun.
"Apanya?" tanya Gea terkejut.
"Kenapa kau suka sekali menatapku?"
"Siapa yang menatapmu?" kilah Gea.
"Kamu!"
"Baiklah, aku tidak akan menatapmu lagi."
"Tidak boleh!" kata Rayyan cepat.
"Tidak boleh apanya?" tanya Gea.
"Aku cuma mau mengatakan kau tidak boleh berhenti menatapku, kau mengerti!" tegas Rayyan.
"Apa maksudnya begitu? Tadi kau tidak-"
"Ini perintah, jangan membantah! Kau harus mematuhi apa yang dikatakan suamimu." Potong Rayyan cepat.
Gea mendadak ingat pesan Paman Burhan kemarin.
"Iya, aku lupa," ucap Gea datar.
"Nah, sudah selesai," kata Rayyan.
"Hei, apa ini?" Protes Gea. "Kenapa rambutku jadi seperti ini?"
"Kau cantik seperti itu, aku suka," jawab Rayyan tersenyum.
Gea melihat dandanannya tidak senang, menurutnya ini berantakan. Rambut disanggul tapi acak-acakkan. Namun, mengapa Rayyan menyukainya? Pasti dia sengaja membuat gaya rambut Gea seperti ini.
Rayyan memang sengaja melakukan hal itu, mendandani Gea seperti saat pertama kali dia melihat gadis itu. Bagi Rayyan sendiri, penampilan Gea seperti ini sangat menarik di matanya.
"Baiklah, aku mau turun," kata Gea berdiri.
"Siapa yang menyuruhmu turun?" tanya Rayyan yang membuat niat Gea urung.
"Aku mau ke dapur, memasak untukmu," kata Gea beralasan.
"Memangnya di rumah ini tidak ada pelayan, apa? Sampai kau harus ikut memasak ke dapur?"
"Bukan seperti itu, Rayyan. Aku hanya ingin melayanimu saja."
"Kalau begitu aku ingin dilayani di dan pada tempat yang seharusnya."
"Apa maksudnya seperti itu?" tanya Gea tidak mengerti.
Rayyan mendadak bisu, tidak bisa menjawab pertanyaan Gea. Dia sudah terlanjur bicara, tapi bagaimana cara mengelakknya.
"Layani aku di kasur saja," kata Rayyan yang membuat mata Gea membulat sempurna. "Hanya jika kau sudah siap." Sambung Rayyan agar Gea tidak ketakutan.
Setelah berkata seperti itu, Rayyan pun keluar.
"Ya, ampun. Hampir saja aku pingsan," ucap Gea memegang dadanya. Dia baru merasa lega setelah Rayyan pergi. "Dasar pria aneh, permintaannya ngaur."
Di bawah sana orang-orang sedang sibuk menunggu Gea turun.
"Kemana sih, Gea, jam segini dia belum turun juga."
"Apa dia pikir setelah jadi pengantin dia bisa enak-enakan di kamar."
"Awas saja jika dia turun nanti, akan kita beri pelajaran."
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Oma yang tiba-tiba sudah berdiri di sana. "Mau menghukum, Gea, iya?!" teriak Oma. "Apa kalian lupa sekarang Gea jadi istri siapa?"
Mereka langsung menunduk menyesal, bagaimana bisa mereka melupakan suami Gea. Bahkan mereka masih berpikir untuk menghukum Gea.
"Memalukan!" kata Oma berlalu.
Pagi ini Gea tidak diizinkan keluar oleh Rayyan, mereka juga sarapan pagi di kamar. Rayyan hanya tidak ingin Gea terus menerus merasa takut saat berhadapan dengan keluarganya."Jadi bagaimana kita makan, sedangkan sofanya hanya satu saja?" tanya Gea."Seperti semalam," sahut Rayyan santai."Apa maksudnya aku harus duduk di pangkuanmu?""Nah, itu kau tahu. Jika kau tidak ingin suamimu yang tampan ini duduk di lantai, maka duduklah di atasku," kata Rayyan menepuk kedua pahanya.Gea yang mendengar lantai, mendadak dia duduk di atasnya."Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Rayyan yang membimbing Gea untuk berdiri kembali."Ma - maaf," ucap Gea terbata-bata.Rayyan tahu, itu semua karena Gea belum terbiasa dengan suasana baru ini. Jadi Gea masih melakukan sesuatu yang seperti kebiasaannya sehari-hari. Rayyan jadi menyesal, mengapa Tuan Williams tidak mengatakan ini sebelumnya. Harusnya Gea tidak semenderita
Gea segera berlari ke kamarnya mendahului Rayyan, tiba di dalam, dia menelengkupkan kepalanya di atas kasur. Gea menangis, meratapi nasib malang yang tidak berpihak bahagia padanya."Ada apa, Gea? Kenapa kau menangis?" tanya Rayyan lembut menyentuh bahu Gea.Gea bangkit dan menepis tangan Rayyan."Apa pedulimu aku menangis atau tidak? Kau pikir kau itu siapa? Bahkan setelah jadi suami, kau tetap saja tidak bisa jadi pelindungku!" teriak Gea dengan deraian air mata. "Kau ingin pergi bukan? Jadi pergilah sekarang, pergi!" Gea mengusir Rayyan, menunjuk jarinya ke arah pintu.Rayyan masih bergeming, masih menatap tingkah Gea. Rayyan senang, setidaknya Gea mulai bisa mengungkap isi hatinya. Permintaan yang sejak tadi Gea pendam, akhirnya gadis itu mengakui melalui kemarahan dan ego yang besar."Pergi, Rayyan! Aku bilang pergi!" teriak Gea sekali lagi."Aku hanya akan pergi jika kau baik-baik saja, Gea," k
Rayyan kembali ke rumahnya untuk menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya ia laksanakan lebih awal. Setelah bertemu dengan ayahnya, seperti hal biasa yang dilakukan Rayyan ketika pulang ke rumah, segera Rayyan menuju ruang kerjanya.Rayyan membuka beberapa berkas yang terdapat di atas meja, laporan yang diberikan Leon sejak pagi tadi."Ternyata ini alasan mereka menindas istriku selama ini," gumam Rayyan kesal setelah dia membaca isi tersebut. "Baiklah, akan kutunjukkan pada kalian apa akibatnya," kata Rayyan kesal sambil meremas kertas dalam genggamannya.Rayyan segera menghubungi Leon."Apa saja yang kita punya untuk pekerjaan selanjutnya?"[Apa saja yang anda inginkan, Bos]"Bagus, temui aku 15 menit lagi."Setelah sambungan terputus, Rayyan melihat arloji di pergelangan tangannya."Apa dia sudah bangun?" gumam Rayyan bertanya.Tentu saja perayaan untuk Gea. Sejak dia meninggalkan
"Dan pikirkan juga apa yang akan terjadi jika nama Gea muncul," kata Oma yang membuat mereka semakin takut.Tentu saja nama mereka tersingkir jika nama Gea digunakan. Tanpa bisa dicegah, satu persatu perusahaan yang dulunya berada di bawah kuasa mereka akan kembali beralih atas nama Gea.Ini mimpi buruk. Untuk pertama kalinya mereka takut pada sesuatu yang selama ini takut pada mereka. Membayangkan itu semua terjadi, membuat mereka syok dan sedikit-sedikit mulai mencemaskan diri masing-masing. Apalagi mereka semua masing-masing memiliki anak, apa yang akan diberikan pada anak-anak mereka? Bagaimana jika Gea terlibat? Akankah mereka masih dianggap? Mengingat jika selama jni mereka tidak menganggap Gea ada."Lalu apa yang akan kita lakukan, Oma?" tanya Bibi Meyli semakin cemas."Itulah mengapa kalian ada di sini," jawab Oma tenang. "Jika kalian menginginkan kerja sama itu, maka Gea akan hadir. Tapi jika kalian ingin menyembunyikan ini, m
Gea langsung membuka pintu saat mengetahui Bibi Meyli dan beberapa orang lainnya sedang berdiri di luar. Begitu pintu terbuka, Bibi Andini langsung menarik tangan Gea, itu membuatnya menjerit sakit lantaran tangannya dicengkeram dengan kuat."Aa ... lepaskan, Bibi, ini sangat sakit," kata Gea memohon."Makanya kau harus menurut jika tidak ingin kesakitan. Ayo, ikut kami." Bibi Andini menyeret paksa Gea, membawanya ke gudang belakang."Bibi, kalian ingin membawaku kemana?" Gea terus meronta-ronta, menyesal telah membuka pintu dan tidak mematuhi larangan Rayyan."Sudah, diam. Kau ikut saja."Gea dibawa ke gudang belakang, kamar tidurnya selama ini. Gea di seret kasar dan melemparnya ke lantai."Apa kau masih ingat tempat ini, Gea?" tanya Bibi Andini tersebut sinis. "Sepertinya kau sudah melupakan ini, apakah tempat barumu itu begitu bagus?"Gea terus menangis, tidak mengerti kenapa mereka membawanya ke
Saat dalam perjalanan, mendadak Rayyan mendapatkan panggilan dari Leon.[Mereka mengurung, Nona Gea di dalam gudang, Bos!] Lapor Leon setelah dirinya mendapat perintah dari Rayyan untuk mencari tahu apa yang terjadi pada Gea. Dan melalui mata-matanya, Leon mendapatkan informasi tersebut dan langsung memberitahunya pada Rayyan."Kurang ajar!" kata Rayyan kesal membanting stir. "Bagaimanapun caranya, selamatkan istriku."[Baik, Bos]Dengan bantuan beberapa orang, Pak Sukiman berhasil mengeluarkan Gea dari gudang yang sebelumnya pingsan.Gea baru sadar saat tubuhnya sudah berpindah ke tempat lain, dia membuka mata perlahan dan mendapati kamar nuansa ungu dengan lampu gantung di atasnya."Di mana aku?" lirihnya memegang kepala."Di rumahku," jawab Rayyan yang baru saja masuk."Apa?" Gea yang terkejut mendadak bangun, dia mengamati sekitar tempat asing tersebut. "Apa ini mimpi?" gumam Gea mene
Masih berada di rumah Gea, Rayyan memasang wajah panik dan marah. Marah karena kepergian Gea. Tapi Rayyan malah bersantai di kamarnya, seakan merenung nasib ditinggal pergi oleh istrinya.Oma yang kala itu baru pulang, pun tidak tahu menahu kenapa semua orang menangis."Ada apa, ini?" tanya Oma."Gea, Oma ... Gea, pergi," jawab Bibi Andini."Apa? Bagaimana bisa Gea pergi? Pergi kemana dia? Kalian jangan berbohong, bahkan selama ini Gea tidak pernah keluar pagar," kata Oma tidak percaya."Tapi buktinya Gea benar-benar pergi, Oma. Dia juga meninggalkan surat.""Meninggalkan surat? Apa kalian sedang membuat lelucon, bagaimana bisa Gea menulis surat? Belajar dari mana dia!?" kata Oma yang masih tidak percaya.Mereka mendadak diam, satu hal yang mereka lewatkan dan lupakan, bahwa Gea selama ini tidak tahu tulis baca."Ya, ampun ... kenapa bisa seceroboh ini, sih?" gerutu Bibi Andini.
Di rumah, Rayyan.Gea yang kala itu sudah siap untuk menjelaskan semuanya pada Rayyan, pun keluar kamar untuk mencari pria itu. Tapi karena Gea tidak tahu jalan di lantai berukuran besar tersebut, akhirnya dia tersesat hingga ke sebuah kamar yang tidak lain adalah milik Tuan Williams.Entah mendapatkan dorongan dari mana, hati Gea mendesak agar masuk ke dalamnya. Gea tidak merasa bersalah atau takut sedikit pun saat memasuki kamar di rumah orang lain, baginya keinginan itu lebih kuat dari apapun. Bahkan katakutan kalah sekalipun."Permisi!" kata Gea saat melihat seorang pria paruh baya sedang terbaring di sana. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya tidak mendapat jawaban.Gea tidak urung, malah dia semakin berjalan mendekati. Gea memperhatikan pria itu sejenak yang ternyata juga sedang menatapnya. Tubuh lemahnya terbaring dengan segala peralatan medis, Gea tidak mengetahui alat apa saja itu. Dia juga tidak bisa menafsirkan orang t
"Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata
Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom
Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis
Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini
Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang
Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan
Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat
Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."
"Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya