Masih berada di rumah Gea, Rayyan memasang wajah panik dan marah. Marah karena kepergian Gea. Tapi Rayyan malah bersantai di kamarnya, seakan merenung nasib ditinggal pergi oleh istrinya.
Oma yang kala itu baru pulang, pun tidak tahu menahu kenapa semua orang menangis.
"Ada apa, ini?" tanya Oma.
"Gea, Oma ... Gea, pergi," jawab Bibi Andini.
"Apa? Bagaimana bisa Gea pergi? Pergi kemana dia? Kalian jangan berbohong, bahkan selama ini Gea tidak pernah keluar pagar," kata Oma tidak percaya.
"Tapi buktinya Gea benar-benar pergi, Oma. Dia juga meninggalkan surat."
"Meninggalkan surat? Apa kalian sedang membuat lelucon, bagaimana bisa Gea menulis surat? Belajar dari mana dia!?" kata Oma yang masih tidak percaya.
Mereka mendadak diam, satu hal yang mereka lewatkan dan lupakan, bahwa Gea selama ini tidak tahu tulis baca.
"Ya, ampun ... kenapa bisa seceroboh ini, sih?" gerutu Bibi Andini.
Di rumah, Rayyan.Gea yang kala itu sudah siap untuk menjelaskan semuanya pada Rayyan, pun keluar kamar untuk mencari pria itu. Tapi karena Gea tidak tahu jalan di lantai berukuran besar tersebut, akhirnya dia tersesat hingga ke sebuah kamar yang tidak lain adalah milik Tuan Williams.Entah mendapatkan dorongan dari mana, hati Gea mendesak agar masuk ke dalamnya. Gea tidak merasa bersalah atau takut sedikit pun saat memasuki kamar di rumah orang lain, baginya keinginan itu lebih kuat dari apapun. Bahkan katakutan kalah sekalipun."Permisi!" kata Gea saat melihat seorang pria paruh baya sedang terbaring di sana. "Bolehkah aku masuk?" tanyanya tidak mendapat jawaban.Gea tidak urung, malah dia semakin berjalan mendekati. Gea memperhatikan pria itu sejenak yang ternyata juga sedang menatapnya. Tubuh lemahnya terbaring dengan segala peralatan medis, Gea tidak mengetahui alat apa saja itu. Dia juga tidak bisa menafsirkan orang t
Rayyan memanggil Dokter pribadi keluarga mereka untuk memeriksa Tuan Williams, dia begitu senang saat ayahnya dinyatakan hampir sembuh total."Ini sebuah keajaiban, Tuan Williams, setelah sekian lama dan hampir tidak memiliki harapan, akhirnya anda bisa sadar kembali. Sungguh sesuatu yang luar biasa," kata Dokter tersenyum senang."Terima kasih, Dok, ini semua juga berkat diri anda yang tidak pernah menyerah merawat saya. Dan juga merupakan satu kerberkahan dengan hadirnya menantu saya di rumah ini," kata Tuan Williams menatap Gea."Apa Rayyan sudah menikah?""Iya, Dok, ini adalah istrinya."Gea tersenyum pada Dokter tersebut."Oh, maafkan saya, Tuan, saya tidak mengetahui hal itu. Dan selamat untukmu, Rayyan, selamat untuk kalian berdua.""Terima kasih, Dok," kata Rayyan.Selesai diperiksa, Rayyan mengantar Dokter tersebut ke bawah. Setelah itu dia kembali menemui Gea di kamarnya. Dalam
Setelah Feby pergi, Gea langsung bangkit. Namun, Rayyan terlebih dahulu mencegahnya, bahkan kini Rayyan memeluk Gea kian kuat."Kau mau kemana?" bisik Rayyan di telinga Gea, membuat bulu kuduk gadis itu meremang seketika."A - aku ... ingin kembali ke kamar," jawab Gea duduk."Tidak semudah itu, Gea. Kau pikir akan bisa lepas begitu saja setelah apa yang kau lakukan barusan?""Apa maksudmu, Rayyan? Memangnya apa yang aku lakukan?""Kau benar-benar lupa atau ... memang sengaja melupakan?" Rayyan menarik rambut Gea ke belakang telinganya. "Kau tahu, Gea, karena ulahmu barusan ... aku malah merasa ... kini kau semakin berani ... menggodaku," bisik Rayyan lembut.Deg. Jantung Gea berpacu bak kuda lari, begitu kencang. Gea memejamkan matanya untuk menutupi kegugupan yang kini sudah menguasai seluruh tubuhnya."Jadi ... bagaimana jika kita ....""Tidak, Rayyan!" teriak Gea ketakutan. "Lagian aku tidak mera
Gea bangun setelah melewati malam yang panjang di rumah Rayyan. Tidurnya begitu nyaman tanpa ada gangguan ataupun mimpi buruk lainnya. Dia langsung bangun saat mendapati ditatapan pertamanya Rayyan yang sedang berdiri memperhatikannya."Kenapa setiap pagi kau mengenutkanku, Rayyan," gerutu Gea kesal. Sudah dua kali Rayyan menatap wajah berantakannya di pagi hari."Aku sengaja menunggumu," kata Rayyan tersenyum, lantas duduk di sisi Gea."Memangnya ada apa menungguku?""Karena aku ... akan meminta sesuatu," bisik Rayyan mendekatkan wajahnya. Refleks Gea memejamkan mata, tidak kuasa bersitatap dengan wajah Rayyan dari jarak yang sangat dekat."Apa yang Rayyan lakukan? Apa yang akan dia minta?" gumam Gea dalam hati dengan irama detak jantung yang berpacu.Rayyan yang mengerti apa yang ada dalam pikiran Gea, pun tersenyum lebar. "Kapan kau bercerita semunya padaku, Gea?" tanya Rayyan.Gea yang tersadar d
Hari itu, Gea menjalankan semua rencana yang sebelumnya telah disusun oleh Rayyan. Tanpa bantahan, Gea melakukan semuanya dengan patuh. Saat ini, Gea berada dalam sebuah mobil bersama Leon, sedangkan Rayyan memilih mengurus pekerjaan di kantornya.Rayyan sudah mengatakan pada Gea, jika dia tidak akan ikut dalam hal apapun. Kecuali memang itu diperlukan. Awalnya Gea sempat menolak karena dirinya khawatir akan ketahuan. Tapi Rayyan terus mendesak dan meyakinkannya dengan segala cara."Bagaimana jika aku ketahuan, Rayyan? Aku benar-benar takut," kata Gea sebelum dirinya pergi tadi."Tenang saja, Gea, aku yakin kita akan berhasil.""Tapi ....""Sudahlah, kau percaya padaku, kan?"Gea mengangguk tanpa ragu."Kalau begitu yakinlah, kau akan berhasil.""Aku akan mencoba.""Bagus sekali, Gea," kata Rayyan tersenyum.Gea belum yakin dengan apa yang akan dilakukannya, benarkah keputusannya un
"Elle!" jerit Citra terkejut. "Kau … sedang apa di sini?"Elle menjauh, dipakainya topi hitam tersebut kembali ke atas kepalanya. Lantas Elle segera pergi."Elle, tunggu!" teriak Citra mengejar. Tiba di anak tangga paling bawah, Citra berhasil meraih tangan Elle.Elle meringis sakit, dia meronta dan berusaha untuk melepaskan tangan Citra."Lepaskan aku, Citra.""Sebelumnya katakan dulu dan jawab segala pertanyaanku, baru aku akan melepaskanmu," kata Citra menyeringai."Untuk apa aku menjelaskannya padamu, kita tidak punya urusan!" bentak Elle marah.Citra tersenyum sinis. "Oh … ternyata kau seberani ini sekarang. Aku pikir, selama pergi … kau bahkan tidak berani untuk menampakkan diri lagi. Tapi … aku malah menemukanmu di sini, haha …."Tawa Citra menggema, membuat bulu kuduk Elle merinding. "Apa maumu, Citra. Sebaiknya tinggalkan aku," kata Elle kesal."Tanpa diminta juga nyatanya kau yang
Gea menyandarkan kepalanya ke dinding, dia berdiri di dekat jendela. Bayangan wajah Citra yang terakhir kali dilihatnya, belum juga bisa ia lupakan dengan mudah. Bahkan, Gea cukup takut walau hanya untuk memejamkan matanya."Kau belum tidur?" tiba-tiba Rayyan bertanya. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 00:35 WIB, lantas dia pun mendekati Gea yang sedang mengarahkan pandangannya ke luar jendela. Menikmati gelapnya malam dengan ditemani bintang-bintang yang menerangkan."Aku tidak bisa tidur," jawab Gea apa adanya.Rayyan menatap Gea iba. "Ayo, kemarilah!" Dia menuntun gadis itu, kemudian naik bersamanya ke atas ranjang. Rayyan meletakkan kepala Gea
Di rumah sakit, Bibi Meyli masih menunggu kabar Citra. Dia mondar-mandir di depan UGD, sesekali dia menyebut nama Citra. Begitu panik dan cemas."Bagaimana keadaan, Citra, Ma?" tanya Paman Aleks yang baru saja tiba. Diikuti oleh anggota keluarga lainnya, termasuk juga Oma."Citra masih ditangani, Pa."Bibi Meyli langsung dipeluk suaminya, mencoba menenangkan dengan segala sisa kekuatan dalam kepanikannya."Bagaimana ini bisa terjadi, Meyli? Kenapa Citra bisa berada di bawah tangga?" tanya Bibi Andini begitu penasaran. Menurut dari kabar yang ia dengar, Bibi Andini dapat mengambil kesimpulan sendiri, jika Citra tidak mungkin jatuh sendiri, seperti yang dikabarkan dalam berita."Sebaiknya tidak usah bertanya dulu, Ma, kasihan Meyli," tegur Paman Burhan merasa iba, istrinya selalu tidak bisa membedakan suasana dalam kesedihan."Aduh, Mas, bisa nggak sih sekali aja nggak tegur aku di depan keluarga." Bibi Andini menggerutu kesal, lan
"Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata
Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom
Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis
Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini
Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang
Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan
Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat
Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."
"Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya