Di rumah sakit, Bibi Meyli masih menunggu kabar Citra. Dia mondar-mandir di depan UGD, sesekali dia menyebut nama Citra. Begitu panik dan cemas.
"Bagaimana keadaan, Citra, Ma?" tanya Paman Aleks yang baru saja tiba. Diikuti oleh anggota keluarga lainnya, termasuk juga Oma. "Citra masih ditangani, Pa." Bibi Meyli langsung dipeluk suaminya, mencoba menenangkan dengan segala sisa kekuatan dalam kepanikannya. "Bagaimana ini bisa terjadi, Meyli? Kenapa Citra bisa berada di bawah tangga?" tanya Bibi Andini begitu penasaran. Menurut dari kabar yang ia dengar, Bibi Andini dapat mengambil kesimpulan sendiri, jika Citra tidak mungkin jatuh sendiri, seperti yang dikabarkan dalam berita."Sebaiknya tidak usah bertanya dulu, Ma, kasihan Meyli," tegur Paman Burhan merasa iba, istrinya selalu tidak bisa membedakan suasana dalam kesedihan. "Aduh, Mas, bisa nggak sih sekali aja nggak tegur aku di depan keluarga." Bibi Andini menggerutu kesal, lan"Bagaimana perkembangannya, Dokter?" tanya Rayyan saat Dokter selesai memeriksa Tuan Williams."Sudah banyak kemajuan, dan sekarang Tuan Williams sudah bisa menjalani perawatan tanpa pemasangan alat bantu.""Syukurlah," ucap Gea senang. "Apa itu artinya aku bisa mengajak ayah keluar?""Kau mau membawa ayah kemana?" tanya Rayyan."Mengajaknya jalan-jalan dan menghirup udara segar. Aku yakin, ayah juga pasti akan senang. Bukankah begitu, Ayah?""Tentu saja," sahut Tuan Williams tersenyum."Apa itu dibolehkan, Dokter?" tanya Rayyan ragu."Boleh saja, itu juga akan membantu Tuan Williams. Udara di luar sangat bagus, apalagi selama ini dirinya tidak terkena sinar matahari.""Ye … kita bisa keluar, Ayah," sorak Gea kegirangan. Rayyan merasa geli dengan sikap Gea yang seperti anak kecil."Baiklah, kalau begitu saya akan mencabut semua alatnya."Rayyan dan Gea menunggu di luar sembari Dokter mencabut semua alat-alat di badan
"Gea, beberapa bulan lagi, pengacara ayahmu akan membacakan surat wasiat," kata Rayyan."Surat wasiat? Aku baru mendengarnya.""Ya. Ternyata selama ini mereka menyembunyikan semuanya dengan detail. Itu akan diumumkan saat umurmu genap 20 tahun, Gea.""Apa umurku sudah hampir mencapai 20 tahun sekarang?"Rayyan mengerutkan keningnya. "Kau tidak tahu?" tanyanya tidak percaya.Gea hanya menggeleng lemah."Sudah kuduga." Rayyan menghela nafas berat. Dia juga sudah memeriksa tanggal lahir Zaya di buku nikah mereka, dan di sana tertulis tepat tanggal 29-09-2020 umur Zaya mencapai 25 tahun. Itu artinya hanya tersisa kurang lebih 2 bulan lagi."Lalu bagaimana jika aku belum pulang, Rayyan?" tanya Gea. Dirinya tahu, jika tidak pulang sebelum waktu tersebut, maka tidak memungkinkan jika orang-orang rumah akan mengambil alih segalanya. Dengan iming-iming dirinya telah meninggal."Itulah yang aku inginkan, Gea," sahut Rayyan tena
Setelah pertemuan tempo hari gagal, hari ini Bibi Andini berencana untuk menemui Elle. Dia sudah bergegas pagi-pagi sekali, sebelum penghuni rumah terjaga."Nyonya Andini baru saja keluar, Tuan." lapor Pak Sukiman.Bibi Andini menuju garasi dengan mengendap-endap, takut ada yang melihat dirinya. Setelah berhasil keluar dari rumah, Bibi Andini segera menghubungi Elle."Elle sayang, apa kau baik-baik saja? Kau masih menunggu Mama kan, Nak?"[Iya, Mama. Cepatlah datang, aku takut sekali]"Baiklah, kamu tenang dulu dan jangan kemana-mana. Oke!"[Iya, Ma]Bibi Andini melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota setelah fajar, membuatnya bisa meleset cepat dengan leluasa. Mobilnya memasuki pemukiman yang padat penduduk, tiba di gang kecil, Bibi Andini menghentikan mobilnya. Dia memilih berjalan kaki, karena mobilnya tidak bisa masuk ke dalam.Begitu juga dengan Rayyan yang mengikutinya sejak tadi, untuk mengh
Waktu terus berjalan, sudah 5 hari semenjak kecelakaan Citra belum ada kabar mengenai apapun. Juga mereka yang mencari bukti di tempat kejadian, belum menemukan apa-apa. Sementara itu, pihak keluarga telah memutuskan jika Citra memang murni jatuh sendiri dari tangga. Hal tersebut pun langsung diumumkan di berbagai siaran televisi dan dimuat dalam berbagai berita di koran.Rayyan dan Tuan Williams yang sedang menonton berita, juga mendengar hal yang sama.'Sejauh ini belum ada hasil apapun dari penyelidikan polisi, juga tidak ada bukti yang mengarah ke pembunuhan berencana yang polisi temukan di TKP. Dengan itu, pihak polisi telah mengumumkan jika cucu dari Nyonya Mellany, yaitu Citra, dinyatakan murni jatuh dari tangga. Demikian hal tersebut disepakati oleh pihak keluarga ….'"Bukankah itu saudaranya, Gea?" tanya Tuan Williams."Iya, Ayah. Sekarang dia masih koma di rumah sakit.""Apa Gea tidak meminta bertemu dengannya?"
Leon dan Rayyan pergi menemui Tuan Keano, membahas beberapa hal yang penting dengan pria itu. Tuan Keano mendesak agar Rayyan segera menyelesaikan apa yang menjadi tugasnya."Sudah saatnya kau beraksi, Rayyan."Namun, Rayyan belum ingin melakukan apapun, dia hanya memikirkan tentang pengacara Tuan Harun."Tapi aku masih mempunyai satu urusan yang belum tercapai. Tanpa itu, semuanya akan sia-sia saja, Tuan Keano."Tuan Keano yang sangat tahu apa tujuan Rayyan, hanya tersenyum datar."Mau mencari ke ujung dunia pun, kau tidak akan menemukan orang itu, Rayyan. Anggap saja dia akan benar-benar muncul pada waktu yang tepat, jadi tidak usah risau.""Tapi bagaimana caranya agar aku bisa membuat kesepakatan dengannya, bagaimana jika pengacara itu berpikir bahwa Gea sudah mati. Itu sangat tidak baik."Hal yang tidak boleh terjadi adalah bila pengacara memikirkan hal tersebut, maka secara otomatis seluruh harta warisan Tuan Harun
Pagi-pagi buta, seorang pelayan menemukan sebuah amplop berwarna coklat di bawah pintu saat akan menyapu, segera ia memungut dan membukanya. Seketika pelayan itu menjerit, membuat Bibi Andini yang kala itu sedang melewati ruang tamu, ikut mendekati."Ada apa?" tanya Bibi Andini heran."I - ini … Nyonya." Tangan pelayan tersebut dengan bergetar menyerahkan amplop pada Bibi Andini."Apa kau sudah bisu." Bibi Andini menariknya begitu saja, merasa kesal dia terus mengomel. "Kenapa hal seperti ini saja kau tidak bisa menjelaskannya. Kenapa harus aku sendiri yang …," suaranya sedikit tertahan saat tiba-tiba melihat sesuatu, "membacanya …." Bibi Andini langsung melotot tidak percaya, mengamati hingga beberapa kali. Kembali ia melihat isi di dalam. "Tidak!" Dia langsung menutup dengan cepat.Lantas dia menatap wanita di sampingnya. "Tutup mata dan juga mulutmu jika kau masih membutuhkannya. Kau paham!" ancam Bibi Andini."I - iya, Nyo
"Apa kau bicara dengan, Elle?" tanya Paman Burhan yang sudah berdiri diambang pintu."Mas, sejak kapan berdiri disitu?" Bibi Andini berdiri, jantungnya berdegup kencang."Katakan yang sejujurnya. Apa ada yang kau sembunyikan?" Paman Burhan mendekat.Jika Paman Burhan sudah menyebut Bibi Andini dengan sebutan 'kau', berarti ada sesuatu yang membuatnya marah atau tidak suka. Bibi Andini menyadari kemarahan suaminya, dan menutupi kebenaran bukanlah jalan yang tepat."Aku tanya sekali lagi, Andin. Apa kau bicara dengan, Elle?!" teriak Paman Burhan dengan suara yang lantang."Mas … itu … a - aku hanya ….""Mana ponselmu!" Paman Burhan merebut ponsel yang disembunyikan Bibi Andini di belakangnya."Mas, kembalikan!" raung Bibi Andini marah.Segera Paman Burhan mengecek panggilan masuk, dia terkejut melihat nama Elle tertera jelas di sana."Tamatlah riwayatku," gumam Bibi Andini dalam hati.Paman
Rayyan menghubungi Tuan Keano, sedikit marah karena tiba-tiba Tuan Keano menambah rencana, diluar dugaan."Kenapa tidak mengatakan jika anda mempunyai sesuatu yang lain?" Jujur saja, Rayyan merasa tidak dapat dipercaya untuk pertama kalinya. Bagaimana bisa Tuan Keano yang satu tim dengannya, masih sempat menyembunyikan sesuatu yang besar.[Tenanglah, Rayyan. Karena itu tidak termasuk dalam daftar tugas kita. Itu hanya sebagai hiburan semata]"Hal seperti itu anda anggap hiburan?" Hampir saja Rayyan ingin tertawa, mendengarnya seperti lelucon. Rayyan tidak percaya humor Tuan Keano berada dibawah rata-rata. "Anda mempunyai selera humor yang aneh, Tuan Keano."[Itulah uniknya saya, Rayyan. Tidak sama dengan orang lain, dan tidak bisa ditebak]Rayyan menggaruk alis yang tidak gatal, berbicara banyak dengan pria itu akan membuatnya gila."Baiklah, aku ingin semua tentang Citra, apapun itu. Tolong, jangan anggap ini lelucon, karena ini tidak
"Kemarilah, Gea. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Rayyan meraih tangan Gea dan memutarnya, hingga membelakangi dirinya. Rayyan mengeluarkan sapu tangan berwarna hitam dari saku celananya, tanpa persetujuan, dia mengikat ke mata Gea."Rayyan, kenapa kau menutup mataku," protes Gea kesal. Sedikit tidak suka saat Gea harus menghadapi rasa penasaran yang mendalam."Karena ini hadiah spesial, Gea. Ayo mulai berjalan!"Rayyan membimbing langkah Gea dengan menuntunnya untuk sampai pada tempat tujuan mereka. Gea yang begitu penasaran sudah tidak sabar untuk membuka matanya dan segera melihat apa yang Rayyan siapkan untuknya. 5 menit kemudian, mereka berhenti. Rayyan meninggalkan Gea sendirian di tengah-tengah ruangan."Buka matamu, Gea, dan temukan aku." Rayyan meleset bak anak panah setelah memberi instruksi pada Gea."Rayyan, apa yang ingin kau tunjukkan sebenarnya?"Gea membuka ikatan matanya dengan segera, mata
Pukul 8 malam, Peggy mengajak Gea ke suatu tempat, yang katanya adalah tempat acara yang akan mereka hadiri dilangsungkan. Meskipun awalnya Gea sempat menolak karena tidak ingin pergi tanpa Rayyan, tapi Peggy menguatkan tekadnya untuk terus membujuk dengan berbagai alasan."Ini acara penting, Gea, kita masih bisa pergi tanpa, Rayyan," desak Peggy."Tapi aku belum mengatakan apapun pada, Rayyan. Bagaimana jika dia pulang ke rumah tapi aku tidak ada, bagaimana jika dia mencariku kemana-mana?" Gea hanya memikirkan bagaimana nanti paniknya Rayyan ketika tidak menemukan dirinya."Ponsel Rayyan dari tadi dimatikan, kita tidak bisa menghubunginya dan mengatakan hal sebenarnya," keluh Gea putus asa ketika panggilan yang kesekian kalinya tidak dapat terhubung.Akhirnya Peggy mencari cara lain. "Tunggu, kita bisa menghubungi Leon bukan?" Peggy memberi ide."Hu uh." Gea mengangguk setuju."Baiklah, tunggu sebentar. Aku minta nom
Rayyan nyatanya tidak pulang ke rumah atau pun pergi ke kantor, melainkan Rayyan berkunjung pada sebuah hotel megah berlantai 20. Hotel yang biasanya hanya dihuni oleh para pejabat tertinggi dengan tamu yang maksimum, Rayyan tersenyum sambil terus melangkah. Aura yang dipancarkan Rayyan begitu indah, mata setiap wanita yang melewati tak berkedip sekali pun."Selamat pagi, Tuan." Seorang wanita yang bertugas di meja resepsionis menyapa Rayyan dengan berdiri sopan. Gadis itu tiba-tiba tersipu malu saat menatap Rayyan. "Dia tampan sekali," pujinya dalam hati."Berapa luasnya lantai teratas di hotel ini?" tanya Rayyan sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh area yang bisa ditangkap oleh penglihatannya."Maaf?" Wanita itu sedikit tidak fokus pada pertanyaan Rayyan barusan, karena ia sedang terpesona dengan ketampanan pemudah itu.Rayyan menatap gadis di hadapannya dengan tatapan dingin dan kening yang mengerut. Kemudian Rayyan tersenyum sinis
Keesokan paginya, Rayyan pamit pada Gea, dengan alasan pergi ke kantor agar Gea tidak melarang dirinya."Pagi ini aku akan pulang," ucap Rayyan ketika baru saja selesai mandi.Gea yang saat itu sedang merapikan tempat tidur, menoleh pada Rayyan. Dalam hati Gea berpikir, kenapa Rayyan tidak mengajaknya pulang serta?"Mau kemana memangnya?" tanya Gea menegakkan badannya, berdiri berhadapan dengan Rayyan."Aku harus ke kantor, Gea. Memangnya mau kemana lagi." Rayyan menduduki ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.Gea ikut duduk, mengambil alih handuk dan aktivitas Rayyan. Bila alasan pekerjaan, Gea bisa mengatakan apa. Meskipun ingin melarang, tetap saja tidak memungkinkan. Gea tidak ingin menyekap Rayyan dalam rumahnya."Tapi tetap sarapan di sini, kan?" tanya Gea. Seakan berpisah lama, Gea hanya tidak ingin melewati sarapan pagi bersama suaminya, apalagi ini adalah sarapan pagi bersama di rumah ini
Gea dan Rayyan kembali ke kamar mereka, kamar pengantin yang sempat mereka tempati hanya semalam. Tidak ada yang berubah, semua masih tertata sama saat Gea meninggalkan kamar tersebut. Bahkan di ruang ganti, Gea menemukan banyak tumpukan hadiah dari Rayyan yang belum sempat ia buka."Cukup berat untuk hari ini, Gea. Aku pikir kau tidak bisa sebaik itu untuk menghadapi semuanya," ujar Rayyan menghempaskan badannya di atas ranjang. Tubuhnya tidak lelah memang, hanya saja menghadapi suasana mencekam seperti tadi sangatlah membuat tenaga berkurang.Gea ikut berbaring di sisi Rayyan."Jangan berkata seperti itu, Rayyan, kau lihat sendiri kan, betapa aku bisa menguasai semuanya. Bahkan aku menambahkan beberapa kalimat yang diajarkan, Peggy. Kurang apa lagi coba?" Gea memuji dirinya sendiri dengan bangga. Bisa berdiri tegak dan menghadapi keluarganya dengan keberanian, adalah hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juga merupakan sesuatu yang
Beberapa orang baru saja turun dari pesawat, seorang perempuan dan 4 orang pria. Leon yang sejak tadi berada dalam mobil, mengarahkan fokusnya pada sosok pria tinggi yang terlihat cukup familiar. Segera Leon menghubungi Rayyan dan mengatakan hal tersebut.Beberapa minggu kemudian, di rumah mewah Tuan Kumar, mereka sedang duduk gelisah sambil menunggu seseorang yang sangat penting."Kenapa mereka lama sekali." Oma terlihat cemas, meremas jemari tangannya beberapa kali."Mungkin mereka tidak akan datang, Oma.""Iya, Oma. Ini sudah lebih dari 15 menit dari jadwal yang diperkirakan.""Oma, yakin mereka pasti akan datang," ucap Oma.Tidak lama kemudian, perhatian mereka teralihkan pada suara tapak sepatu beberapa orang. Suara tersebut sangat bervariasi, diperkirakan antara wanita dan pria."Selamat siang, Nyonya Mellany." Wanita yang berdiri paling depan menyapa Oma."Selamat siang."Lantas tatapan wan
Hari yang ditunggu-tunggu oleh semua keluarga Kumar semakin dekat, bukan menunggu hari baik, tapi menunggu hari penentuan nasib mereka. Dan pada hari ini, sebuah fakta yang selama ini disembunyikan, telah Rayyan siapkan.Sebelumnya, tanda-tanda yang disampaikan Leon tentang keberadaan pengacara Tuan Harun, membuat Rayyan kebingungan. Pasalnya pengacara tersebut bukan seperti yang ada dalam bayangannya."Ada suara wanita yang kami tafsirkan, Bos. Dan kemungkinan, dia memang pengacara tersebut." Leon menyampaikan.Rayyan terkejut, dia berpikir itu hal yang konyol. "Apa kau yakin dia seorang gadis?" tanyanya tidak percaya. Bahkan pertanyaan Leon dianggapnya gurauan semata."Saya sangat yakin, Bos." Leon mengangguk mantap.Rayyan melihat tidak ada keraguan di wajah Leon, lantas untuk apa dia meragukan. "Bagaimana kau mendapatkan keyakinan seperti itu, Leon?"Leon pun bercerita, mereka telah banyak memasang mat
Elle baru saja keluar dari kamarnya, suasana sepi membuatnya bosan. Lantas dia memilih keluar dengan berjalan-jalan di sekitar. Rasanya seperti mimpi dirinya bisa kembali lagi ke rumah itu. Elle tersenyum, menyadari kini satu masalah telah usai. Dirinya tidak harus bersembunyi lagi seperti yang sudah-sudah.Namun, tiba-tiba senyuman Elle menjadi pudar ketika ia bertemu dengan Citra. Elle menatap Citra dari kejauhan, gadis itu sedang duduk sendirian. Kepalanya mengarah lurus ke depan."Aku begitu penasaran kenapa Citra tidak bisa mengingat semuanya. Aku harus bertanya lebih banyak padanya," gumak Elle. Lantas dia pun mendekati Citra."Kau sedang apa di sini, Citra?"Citra tersentak dengan memegang jantungnya. "Elle, kau mengagetkanku," gerutunya kesal.Elle tersenyum dan mengambil tempat duduk di samping Citra."Bagaimana keadaanmu sekarang, Citra?""Apa aku terlihat sakit. Aku tidak suka dengan pertanyaan semacam itu."
"Kita sudah melangkah sejauh ini, Rayyan. Dan kerjasama kita hanya sampai di sini saja," kata Tuan Keano. Mereka bertemu untuk yang terakhir kalinya hari itu.Memang pada awalnya Tuan Keano sudah mengatakan pada Rayyan, jika kerja sama mereka hanya sampai pada terbongkarnya kejahatan Bibi Andini dan Bibi Meyli."Mengapa keakraban kita hanya sebatas pekerjaan saja, Tuan Keano?" tanya Gea yang juga berada di tempat yang sama. Seakan dia merasa tidak rela untuk berpisah dengan pria tersebut."Iya, Tuan Keano. Kami sangat berharap akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan anda kembali," timpal Rayyan. Sejujurnya Rayyan merasa suka menjalin hubungan dengan pria itu.Tuan Keano tersenyum sekilas. "Jangan bersikap terlalu berlebihan, Gea, Rayyan. Meskipun ini telah selesai, tetapi tidak ada penyelesaian dalam sebuah hubungan hanya dengan perpisahan.""Apa maksud anda kita akan tetap berhubungan?" tanya Gea memastikan."Saya