Terdengar suara keributan di parkiran kampus tempat Azza kuliah. Beberapa mahasiswa berdatangan, ada yang datang hanya untuk melihat, dan ada juga mahasiswa yang memisah.
"Udah puas lo hancurin semuanya!"
"Ini bukan urusan lo, ya, babi!" terdengar kalimat kalimat kotor bernada tinggi. Mereka saling menjambak dan mengakar satu sama lain.
Azza yang melihat, mendengar suara yang sepertinya tak asing baginya. Akhirnya ia berlari kearah kerumunan. Matanya melebar, betapa terkejutnya ia melihat sahabatnya bertengkar dengan parasit yang selama ini mengganggu hidupnya.
"Nay, stop!" ucap Azza sembari mencoba memeluk tubuh sahabatnya itu.
"Gak! Dia yang udah hancurin lo, Za, gak terima gue!"
"Eh, lo gak tahu apa-apa, gak usah sok ikut campur urusan orang!" ucap Sofia yang semakin membuat Nayla emosi.
Meskipun ini memang bukan urusannya, tapi Nayla sangat sayang pada Azza. "Nay, udah, dia bukan level kita," ucap Azza melerai.
"Gak bisa, Za. Orang kayak dia harus di kasih pelajaran," Nayla terus menarik rambut Sofia hingga tercabut beberapa helai.
Sofia yang merasakan sakit di kepalanya dan melihat rambutnya rontok pun juga semakin erat menarik rambut Nayla. "Asal lo tahu, temen lo dan ibunya yang bakalan tinggal nama itu gak pantes ada di dunia ini!"
Azza yang mendengar ibunya di hina langsung mendorong tubuh Sofia hingga terjatuh.
"Lo bilang apa, tadi?"
"Nyokap lo yang cuma tinggal nama doang, kenapa? Lo gak terima?" satu tamparan keras mendarat di pipi Sofia yang mulus seperti lantai mall.
Semua orang di sana terkejut dengan apa yang di lakukan Azza. Terutama Nayla, pasalnya ia tak pernah melihat Azza sekalipun menyentuh Sofia.
Untuk pertama kalinya, seorang Azza berani menampar seseorang. Untuk pertama kalinya Azza memperlihatkan pada orang-orang betapa marahnya ia.
"Sekali lagi lo bilang gitu, gue bakal jahit mulut lo yang gak bermutu itu!" ucap Azza dengan penuh penekanan yang membuat Sofia sedikit menciut, "lo ingat, ini. Kita berbeda level, gue dengan level gue yang pretty dan high class, sementara lo yang murah!"
Sofia hanya diam melihat Azza berbicara, matanya, detak jantungnya, tubuhnya yang bergetar. Ia tak percaya bahwa Azza berani menyentuhnya dengan sebuah tamparan yang membuat pipinya perih.
Setelah puas, Azza pun berdiri dan menarik tangan Nayla menjauh dari tempat itu. Di susul yang lain, satu persatu mahasiswa yang melihat kejadian tadi ikut pergi.
Sofia tak terima di permalukan di depan banyak orang menyimpan serapahi Azza, "mulai berani lo sama gue? Kita lihat aja."
"Za, kenapa, sih, lo gak hajar dia pakai ranting pohon di sebelah tadi, sih."
"Dia bukan level kita, gue udah kasih tahu, kan?"
"Iya, tapi dia udah keterlaluan tahu, gak? Hama, tuh, harus di basmi! Tamparan doang mungkin cuma kayak gigitan semut buat dia."
"Lo, inget ini. Kita perempuan elegan, sementara dia, hanya barang murah yang banyak di minati banyak orang. Sementara barang mahal, orang-orang akan bekerja lebih keras untuk mendapatkan barang itu dan menjaganya dengan baik," Azza mencoba menjelaskan kepada Nayla agar tidak terlalu menanggapi seorang Sofia yang seperti ular.
"Tapi gue gak mau lo di ganggu sama dia, Za. Gue mau lo itu bahagia."
Azza bersyukur masih mempunyai sahabat yang sayang padanya, ia bersyukur di kelilingi orang-orang baik. "Gue punya kalian aja udah bahagia, Nay. Lo, Niko, Iqbal, Ibra, Lisa, dan Mama adalah sumber kebahagiaan gue. So, apa yang harus gue cari lagi."
Nayla mendengar ucapan dari Azza merasa terharu dan sesak di dadanya. Bagaimana bisa Azza mampu bertahan di situasi seperti ini, "kita bakal support lo, Za," ucapnya sambil memeluk Azza.
"Jangan nangis, lo jelek kalau lagi nangis."
"Gue terharu bego!"
"Ya, gue tahu. Tapi ingus lo tuh keluar dari goa, jijik gue," ucap Azza membuat Nayla jadi kesal dan memukul pelan tubuh Azza agar tak sakit.
"Udah, jangan nangis. Di bilang lo jelek kalau nangis juga masih aja nangis, dasar cengeng!"
"Bodo amat!" ucap Nayla sambil menarik masuk lagi ingusnya.
**** Sore ini, Azza sedang menghadiri acara pernikahan temannya waktu SMA. Meskipun baru kemarin lulus, ternyata tak sedikit teman sekolahnya membuat acara pernikahan.Saat Azza sedang berjalan masuk ke gedung, tiba-tiba tangannya di pegang oleh seseorang.
"Aaaa! Ampun, om. Saya baru lulus kemarin." teriak Azza heboh, ia kaget dan mengira akan di culik.
"Apaan, sih, ini gue kesayangan lo!" kemudian Azza membuka matanya.
"Lo, kenapa, sih, selalu ganggu hari-hari gue!"
"Apaan. Lo pikun? Kita satu sekolah, gue di undang sama Sherly!"
Azza yang menyadari itu merasa malu, namun mencoba menutupinya dan memasang wajahnya yang cool. "Ya, biasa aja dong, gak usah ngegas!"
"Lo hari ini cantik, Za."
"Gue emang cantik kali."
"Hah... Lo kenapa, sih, ngajak gue putus. Padahal gue sayang banget sama lo."
"Masih sayang, gak usah sok puitis!"
"Lo jahat banget, sih, sama gue."
"Kemana aja? Gue dari dulu juga jahat kali." Bisma hanya diam, lalu memberikan tangannya agar bisa bergandengan dengan Azza. Tapi, apalah daya seorang Azza manusia yang tidak peka terhadap sekitarnya.
Azza melangkah kan kakinya memasuki gedung, meninggalkan Bisma yang heran dengan sikap mantannya itu.
Saat di dalam, Azza melihat teman-temannya sedang berkumpul di meja makan. Ia berjalan dan menyapa teman-temannya yang sedang asik makanan yang di sediakan di acara tersebut.
"Hai, guys!"
"Wah! Tuan putri datang ... Gila, cantik banget, sih, lo."
"Iya, dong, Azza Kharisma."
Tak lama Bisma datang dan duduk di kursi samping Azza, "Lho, kalian dateng bareng?" tanya Nayla.
"Iya."
"Gak!"
Mendengar jawaban yang berbeda, Niko, Ibra, Iqbal dan Nayla di buat bingung.
"Oke, jadi yang bener yang mana?"
"Jawabannya, kita gak barengan!"
"Lo, kok jahat, sih, Za. Kan kita tadi bareng di parkiran."
"Bisa diem, gak!" Bisma langsung diam, "untung sayang," gerutunya.
"Eh, kita foto-foto, yuk," ajak Nayla, mengabadikan sesuatu hal adalah sebuah kewajiban bagi Nayla. Apalagi saat ini mereka sedang memakai pakaian yang rapi.
"1, 2, 3! Senyum!" semua orang tersenyum. "Lagi-lagi, lo pegangin dong, Bra."
"Heh! Gak sopan banget lo."
"Apaan, sih, ngegas."
"Lo tadi panggil gue apa?"
"Ibra."
"Bukan, lo tadi manggil gue, Bra. Gue tahu nama gue ambigu banget. Tapi, pliss! Jangan gue panggil begitu."
"Lha, kan emang nama lo, Ibra. Terus lo mau di panggil, apa?" tanya Nayla.
"Aliansi Syarif," ucap Ibra dengan percaya diri.
Niko mendengar itu pun merasa perutnya mual, "Gue pengen muntah."
"Sama, gue juga," sahut Iqbal. Akhirnya mereka melanjutkan foto bersama pengantinnya.
"Selamat, ya, Sherly! Udah nikah aja."
"Lo gak tekdung, duluan, kan?"
Sherly mendengar pertanyaan dari Azza pun memukul pelan kepala temannya, "lo gila? Ya, enggak lah. Daripada gue tekdung duluan mending gue nikah duluan."
"Berarti lo gak sabar, ya?"
"Ya, gak gitu juga konsepnya, Za."
"Hmm, terserah lo apapun itu alasannya. Selamat malam pertama, bestie!"
"Gue nyesel undang lo ke sini," ucap Sherly pasrah.
Setelah acara kondangan selesai, Azza langsung berpamitan pulang. "Mama, Azza pulang."
Tak mendapati jawaban dari sang ibu, Azza mencari di setiap ruangan.
"Mama," Azza langsung memeluk tubuh Vina.
"Eh, anak mama udah pulang."
"Gimana? Acaranya seru?"
"Seru gimana? Orang acara kondangan."
"Ya, kan pasti ketemu sama teman-teman lama kamu."
"Iya, sih, ma. Tapi gak semua dateng."
"Ya, udah, sekarang ganti baju, beres-beres."
Azza hanya mengangguk dan berdiri. Ia merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh sang ibu.
Azza melihat mata yang sembab seperti habis menangis. Azza tidak mau bertanya, ia takut sang ibu menjadi lebih sakit. Tapi, ia juga tak tega melihat mamanya terus menangis.
Biarlah Vina yang menceritakan sendiri suatu saat, nanti. Mungkin itu yang ada di pikiran Azza saat ini.
Saat ini Azza dan Lisa berjalan di koridor kampus."Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya."Iya, kak?""Kamu nanti sore sibuk nggak?""Enggak, kenapa?""Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi.""Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak."Iya, boleh.""Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka."Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za.""Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini."Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas."Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo.""Siap, mbak Azza."Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, pada
Suara ketukan pintu membuat Dinda menoleh dan menampilkan seorang laki-laki tampan dari balik pintu."Apa?""Gak apa-apa," ucapnya masuk kamar Dinda dan merebahkan tubuhnya di kasur."Dek, lo satu kelas sama Azza, kan?" lanjutnya."Hmm, kenapa?""Gak apa-apa, kok." Andra merasa penasaran dengan seorang Azza. Semenjak pertama kali tak sengaja bertemu di toko buku, rasa penasaran itu tumbuh saat tubuh mereka bertabrakan."Dia ..." ucapnya menggantung. "Dia gak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?"Dinda menghentikan aktifitasnya dan memajukan kursi belajarnya menghadap sang Kakak yang masih berbaring. "Lo... suka, ya, sama Azza?" tanya Dinda penuh selidik."Kenapa? Itu wajar, kan?" Dinda yang mendengar sebuah kalimat yang sudah lama tak keluar dari mulut Andra pun berbinar meskipun tidak menjawabnya langsung.Ya, semenjak Andra sakit hati karena masalalunya, membuatnya
Hujan turun deras hari ini, sedang kan Azza masih berada di kampusnya. Ia terus memandangi setiap tetes air hujan yang turun.Merasakan dinginnya cuaca, menikmati suara rintik hujan yang terjatuh di atas atap. Berisik, tapi Azza suka itu. Ia suka hujan.Ya, hujan. Mungkin hanya hujan lah yang tahu dan mengerti bagaimana perasaannya saat itu. Tangannya terulur untuk menyentuh tetesan air hujan yang turun."Kamu suka hujan?" seseorang tiba-tiba datang. Azza perlahan membuka matanya dan menoleh, "Kak Andra.""Tumben jam segini, belum pulang?""Emang, ini kampus punya nenek moyang, kakak?" Andra tertawa kecil, ia merasa nyaman jika bersama Azza."Kalau, iya, kenapa? Sekarang aku mau kamu pulang sekarang.""Ish, apa, sih, kak. Gak lihat lagi hujan apa?""Lha, ini kampus, kan punya nenek moyang ku.""Senior, yang menyebalkan!" gerutu Azza.Hening
"Ya, maaf, Ma, Azza kemarin lupa ketiduran.""Mama khawatir, tahu, takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Vina di sebrang sana."Iya, Ma, maaf.""Kamu udah mandi?""Emm... Udah, dong, Mama gak ke Butik?""Iya, ini mama mau berangkat. Ya, udah kamu sarapan dulu nanti kita telfonan lagi.""Okay, Mama jangan lupa sarapan juga, istirahat yang cukup.""Iya, sayang. Love you.""Love you to, Mom."Setelah memutus sambungan telepon, Azza terdiam sejenak. Entah apa yang ia pikirkan."Za, udah selesai?" tanya Nayla menemui Azza yang sedang berada di balkon Villa."Udah.""Kenapa?""Enggak.""Kita ke Bali buat liburan, lho. Jangan sedih, gitu mukanya."Ya, benar. Tujuannya datang ke sini adalah liburan, waktu untuk menenangkan diri dan pikiran.Azza menarik nafasnya panjang, "Ya, oke, gue gak bakalan sedih."
Sinar matahari samar-samar menelisik masuk ke dalam sebuah kamar yang di tempati gadis manis.Terdengar suara erangan dari mulutnya. Ia meregangkan tubuhnya. Lalu ia membuka matanya, menoleh ke kanan dan kiri. Melihat dua sahabat kesayangannya masih tertidur.Seperti biasa, Azza setelah bangun tidur selalu mencari satu benda yang pernah bisa lepas dari hidupnya. Di ambil handphone berlogo sebuah apel dan melihat ke arah layar ponsel.Terdapat banyak notif pesan dan panggilan masuk yang tak terjawab. Telfon itu dari mbak Ida, asisten rumah tangga di rumahnya."Tumben, Mbak Ida telfon banyak banget." Azza mengabaikan itu. Ia pun segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Karena kini jam sudah menunjukkan delapan pagi.Setelah ia beres dengan aktifitas paginya. Azza tiba-tiba merasa gelisah. Entah mengapa ia memikirkan panggilan dari Mbak Ida.Ia pun memutuskan untuk kembali menelfon
Azza Kharisma, gadis delapan belas tahun yang di kenal banyak orang sebagai pribadi yang manis dan ceria."Woi! Masih pagi udah ngelamun aja, ntar radak siangan dikit kenapa?""Apaan, sih!""Ipiin, sih. Lagian lu ngapain pagi pagi mukanya di tekuk kayak kanebo kering aja," ucap Azza kepada sahabatnya yang bernama Nayla.Azza memang di kenal banyak orang sebagai pribadi yang mudah untuk bergaul dengan siapapun. Terutama Nayla, temannya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama."Za, lo udah putus beneran sama Bisma?" ucap Nayla saat mereka masuk dalam kelas dan duduk.Azza yang lelah dengan pertanyaan yang sama pun hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya, ia tak suka jika masalalunya masih ada yang mengungkit kembali, "ya, menurut lo.""Hillih, sayang tahu! Lo sama Bisma tuh udah dua tahun dan itu gak lama lho, Za.""Ya, terus?""Hah? Terus? Wah!
"Azza, lo lama banget, deh.""Izzi, li limi bingit, dih," ucap Azza yang menirukan kalimat Nayla. "Lagian cuma lima menit doang lama. Apakabar lo yang nunggu balesan chat dari doi.""Ya ampun, gitu aja ngambek sayang ku," Nayla mencoba menggoda Azza yang mulai kesal padanya."Jangan sentuh aku, om. Aku masih smp," setelah itu Azza langsung berlari ke dalam mobil dan pergi dari halaman rumahnya.Saat ini Azza dan teman-temannya sedang berada di sebuah kafe. Ya, hanya bertemu kangen, karena kesibukan sebagai siswa kelas akhir."Eh, guys, tahu gak? Ternyata, si Fara udah tekdung duluan," ucap Nayla heboh menyampaikan sebuah berita yang menggemparkan jagad SMA Bimantara."Serius?" Iqbal mendengar berita itu pun melotot kaget."Ya, menurut lo?""Lo tahu dari mana, Nay?" tanya Ibra."Heh, lo lupa? Fara kan tetangga gue.""Terus, bapaknya siapa, je
Hari ini Nayla dan Lisa sedang berada di rumah Azza , hari minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi trio siput. Nayla yang sibuk memakai masker wajahnya dan Lisa yang sibuk dengan ponselnya, lalu dimana Azza? Ia hanya rebahkan tubuhnya di kasur sambil menonton kartun kesukaannya yaitu spongebob.Lisa menghela nafasnya, "Hah... Bosen banget, anjir."Nayla yang tampak menepuk-nepuk maskernya untuk memastikan apakah sudah benar-benar kering."Keluar, yuk, cari makan," ajak Azza."Gak mau, diluar so hot!" ujar Nayla setelah membersihkan masker wajahnya."Yaelah, lagian kita keluar pakai mobil kali, mbak.""Lis, lo gak lihat apa tanaman di luar aja sampai layu karena pemanasan global yang berlebihan ini.""Hillih! Drama banget lo, cocok banget jadi artis sinetron azab!""Lo jahat banget, Lis," ucap Nayla mengdramatisir."Ah, banyak cincong lo berdua," Azza langsung berdiri mengambil jaket
Sinar matahari samar-samar menelisik masuk ke dalam sebuah kamar yang di tempati gadis manis.Terdengar suara erangan dari mulutnya. Ia meregangkan tubuhnya. Lalu ia membuka matanya, menoleh ke kanan dan kiri. Melihat dua sahabat kesayangannya masih tertidur.Seperti biasa, Azza setelah bangun tidur selalu mencari satu benda yang pernah bisa lepas dari hidupnya. Di ambil handphone berlogo sebuah apel dan melihat ke arah layar ponsel.Terdapat banyak notif pesan dan panggilan masuk yang tak terjawab. Telfon itu dari mbak Ida, asisten rumah tangga di rumahnya."Tumben, Mbak Ida telfon banyak banget." Azza mengabaikan itu. Ia pun segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Karena kini jam sudah menunjukkan delapan pagi.Setelah ia beres dengan aktifitas paginya. Azza tiba-tiba merasa gelisah. Entah mengapa ia memikirkan panggilan dari Mbak Ida.Ia pun memutuskan untuk kembali menelfon
"Ya, maaf, Ma, Azza kemarin lupa ketiduran.""Mama khawatir, tahu, takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Vina di sebrang sana."Iya, Ma, maaf.""Kamu udah mandi?""Emm... Udah, dong, Mama gak ke Butik?""Iya, ini mama mau berangkat. Ya, udah kamu sarapan dulu nanti kita telfonan lagi.""Okay, Mama jangan lupa sarapan juga, istirahat yang cukup.""Iya, sayang. Love you.""Love you to, Mom."Setelah memutus sambungan telepon, Azza terdiam sejenak. Entah apa yang ia pikirkan."Za, udah selesai?" tanya Nayla menemui Azza yang sedang berada di balkon Villa."Udah.""Kenapa?""Enggak.""Kita ke Bali buat liburan, lho. Jangan sedih, gitu mukanya."Ya, benar. Tujuannya datang ke sini adalah liburan, waktu untuk menenangkan diri dan pikiran.Azza menarik nafasnya panjang, "Ya, oke, gue gak bakalan sedih."
Hujan turun deras hari ini, sedang kan Azza masih berada di kampusnya. Ia terus memandangi setiap tetes air hujan yang turun.Merasakan dinginnya cuaca, menikmati suara rintik hujan yang terjatuh di atas atap. Berisik, tapi Azza suka itu. Ia suka hujan.Ya, hujan. Mungkin hanya hujan lah yang tahu dan mengerti bagaimana perasaannya saat itu. Tangannya terulur untuk menyentuh tetesan air hujan yang turun."Kamu suka hujan?" seseorang tiba-tiba datang. Azza perlahan membuka matanya dan menoleh, "Kak Andra.""Tumben jam segini, belum pulang?""Emang, ini kampus punya nenek moyang, kakak?" Andra tertawa kecil, ia merasa nyaman jika bersama Azza."Kalau, iya, kenapa? Sekarang aku mau kamu pulang sekarang.""Ish, apa, sih, kak. Gak lihat lagi hujan apa?""Lha, ini kampus, kan punya nenek moyang ku.""Senior, yang menyebalkan!" gerutu Azza.Hening
Suara ketukan pintu membuat Dinda menoleh dan menampilkan seorang laki-laki tampan dari balik pintu."Apa?""Gak apa-apa," ucapnya masuk kamar Dinda dan merebahkan tubuhnya di kasur."Dek, lo satu kelas sama Azza, kan?" lanjutnya."Hmm, kenapa?""Gak apa-apa, kok." Andra merasa penasaran dengan seorang Azza. Semenjak pertama kali tak sengaja bertemu di toko buku, rasa penasaran itu tumbuh saat tubuh mereka bertabrakan."Dia ..." ucapnya menggantung. "Dia gak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?"Dinda menghentikan aktifitasnya dan memajukan kursi belajarnya menghadap sang Kakak yang masih berbaring. "Lo... suka, ya, sama Azza?" tanya Dinda penuh selidik."Kenapa? Itu wajar, kan?" Dinda yang mendengar sebuah kalimat yang sudah lama tak keluar dari mulut Andra pun berbinar meskipun tidak menjawabnya langsung.Ya, semenjak Andra sakit hati karena masalalunya, membuatnya
Saat ini Azza dan Lisa berjalan di koridor kampus."Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya."Iya, kak?""Kamu nanti sore sibuk nggak?""Enggak, kenapa?""Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi.""Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak."Iya, boleh.""Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka."Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za.""Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini."Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas."Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo.""Siap, mbak Azza."Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, pada
Terdengar suara keributan di parkiran kampus tempat Azza kuliah. Beberapa mahasiswa berdatangan, ada yang datang hanya untuk melihat, dan ada juga mahasiswa yang memisah."Udah puas lo hancurin semuanya!""Ini bukan urusan lo, ya, babi!" terdengar kalimat kalimat kotor bernada tinggi. Mereka saling menjambak dan mengakar satu sama lain.Azza yang melihat, mendengar suara yang sepertinya tak asing baginya. Akhirnya ia berlari kearah kerumunan. Matanya melebar, betapa terkejutnya ia melihat sahabatnya bertengkar dengan parasit yang selama ini mengganggu hidupnya."Nay, stop!" ucap Azza sembari mencoba memeluk tubuh sahabatnya itu."Gak! Dia yang udah hancurin lo, Za, gak terima gue!""Eh, lo gak tahu apa-apa, gak usah sok ikut campur urusan orang!" ucap Sofia yang semakin membuat Nayla emosi.Meskipun ini memang bukan urusannya, tapi Nayla sangat sayang pada Azza. "Nay, udah, dia bukan level k
Hari ini, Azza sedang duduk di sebuah kafe dan sedang menunggu teman-temannya datang. Satu hal menjadi kebiasaannya, berkumpul bersama teman-temannya membuat Azza sedikit melupakan segala masalahnya."Hai, bestie!" sapa Iqbal."Yang lain, mana?""Ada, bentar lagi juga masuk," ucap Iqbal, lalu mengambil tempat duduknya.Tak lama Lisa datang, dan di susul Nayla, lalu Ibra dan Niko. Kali ini mereka hanya berkumpul untuk membahas tempat mereka akan kuliah.Namun, tanpa sengaja Nayla melihat meja di seberangnya. Ia melihat seorang gadis yang seusianya duduk bersama seorang pria."Eh, guys! Ada ulet bulu.""Hah? Mana, aaaaa ... gak mau, mama," teriak Lisa heboh yang membuat beberapa pengunjug kafe menoleh padanya."Ishh, bukan itu maksud gue," kemudian Nayla memutar kepala Lisa ke arah yang di maksud dan di ikuti yang lainnya.Mereka melihat Sofia duduk bersama pria seperti ora
"Papa!" gadis kecil itu berlari ke arah seorang pria yang memakai kemeja rapi turun dari sebuah mobil."Anak papa," pria itu merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh gadis kecil kesayangannya itu.Terlihat senyum bahagia dari anak kecil itu, "Papa, hari minggu nanti kita jalan-jalan ke kebun binatang, yuk!""Boleh, sayang. Kita jalan-jalan sampai ujung dunia.""Beneran?" gadis itu sangat antusias. Kemudian mereka masuk kedalam rumah dan menuju dapur, terlihat seorang wanita sibuk menyiapkan makan malam."Mama, hari minggu kita jalan-jalan, ya?""Sayang, papa kamu, kan, sibuk, nak," jawab wanita itu sambil mengelus pucuk kepala sang anak."Gak apa-apa, lagian cuma jalan doang. Gak akan bikin capek," kemudian pria itu tertawa pelan melihat ekspresi putri kecilnya menjadi sedih. "Lagian ini buat princesess kita." Lanjutnya.Awalnya semua berjalan dengan indah, sampai gadis
Hari ini Nayla dan Lisa sedang berada di rumah Azza , hari minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi trio siput. Nayla yang sibuk memakai masker wajahnya dan Lisa yang sibuk dengan ponselnya, lalu dimana Azza? Ia hanya rebahkan tubuhnya di kasur sambil menonton kartun kesukaannya yaitu spongebob.Lisa menghela nafasnya, "Hah... Bosen banget, anjir."Nayla yang tampak menepuk-nepuk maskernya untuk memastikan apakah sudah benar-benar kering."Keluar, yuk, cari makan," ajak Azza."Gak mau, diluar so hot!" ujar Nayla setelah membersihkan masker wajahnya."Yaelah, lagian kita keluar pakai mobil kali, mbak.""Lis, lo gak lihat apa tanaman di luar aja sampai layu karena pemanasan global yang berlebihan ini.""Hillih! Drama banget lo, cocok banget jadi artis sinetron azab!""Lo jahat banget, Lis," ucap Nayla mengdramatisir."Ah, banyak cincong lo berdua," Azza langsung berdiri mengambil jaket