Hari ini, Azza sedang duduk di sebuah kafe dan sedang menunggu teman-temannya datang. Satu hal menjadi kebiasaannya, berkumpul bersama teman-temannya membuat Azza sedikit melupakan segala masalahnya.
"Hai, bestie!" sapa Iqbal.
"Yang lain, mana?"
"Ada, bentar lagi juga masuk," ucap Iqbal, lalu mengambil tempat duduknya.
Tak lama Lisa datang, dan di susul Nayla, lalu Ibra dan Niko. Kali ini mereka hanya berkumpul untuk membahas tempat mereka akan kuliah.
Namun, tanpa sengaja Nayla melihat meja di seberangnya. Ia melihat seorang gadis yang seusianya duduk bersama seorang pria.
"Eh, guys! Ada ulet bulu."
"Hah? Mana, aaaaa ... gak mau, mama," teriak Lisa heboh yang membuat beberapa pengunjug kafe menoleh padanya.
"Ishh, bukan itu maksud gue," kemudian Nayla memutar kepala Lisa ke arah yang di maksud dan di ikuti yang lainnya.
Mereka melihat Sofia duduk bersama pria seperti orang sedang pacaran, "helleh, si om itu belum tahu aja kalau gue lebih jago dari, ulet bulu." ucap Iqbal yang seperti mengejek tingkah lawannya.
"Eh, itu beneran Sofia?" tanya Lisa untuk meyakinkan dirinya sendiri. "Ya, terus, menurut lo, siapa?" ucap Nayla.
Azza hanya diam melihat saudari tirinya itu, ia sudah menduga jika ibu dan anak sama-sama berharga murah.
Lalu tak lama Sofia dan pria itu berdiri hendak pergi dari kafe, namun Sofia malah menghampiri meja Azza dan teman-temannya. "Apa? Lo mau ngadu ke papa?" Azza tak menjawab, lalu Sofia melanjutkan ucapannya lagi, "Lagian, si tua bangka itu udah gak bakal percaya, lagi, sama lo."
"Oh, ya?" setelah lama hanya berdiam, akhirnya Azza mengeluarkan sebuah kalimat yang mungkin tak di duga. "Tanpa lo sadari, orang lain udah tahu seberapa murahnya harga diri yang lo punya, Sofia Maharani."
"Lo, tahu, harga makanan disini sama harga daripada diri lo, itu, lebih mahal harga makanan disini," lanjut Azza.
"Apa, lo bilang?" marah Sofia.
"Ya, bahkan lebih mahal harga parkir di kafe, ini, daripada harga diri lo yang murah."
Kini emosi Sofia sudah berada di ujung kepalanya. Untuk pertama kalinya, ia dihina sebegitu rendahnya. Hei, itu benar, kan? Diana dan Sofia adalah ibu dan anak yang sama-sama berada di garis yang sama.
"Sialan!" kini Sofia menarik rambut panjang Azza yang tergerai. "Bajingan, lo!"
Tak mau tinggal diam, teman-teman Azza dan beberapa pengunjung lainnya ikut membantu memisahkan kedua gadis itu. Sampai Sofia mendorong keras tubuh Azza sampai menabrak meja di belakangnya, alhasil Azza pingsan akibat kepalanya terbentur.
"Lo, gila?!" Bentak Nayla, "harusnya, lo sadar diri! Lo udah rebut kebahagiaan sahabat gue! Lo yang udah ambil semua yang dia punya! Mau lo apa, sih? Gak puas lo terus usik kehidupan sahabat gue?" lanjutnya.
Sementara yang lain sibuk membawa Azza keluar dari kafe itu.
Sofia bingung dan panik, ia tak menyangka jika akan terjadi seperti ini. Sofia pun pergi berlari keluar kafe, satu pengunjung bersiap mengejar Sofia, namun di tahan oleh Nayla.
"Gak usah di kejar, mas. Makasih, biar ini jadi urusan keluarga mereka," ucap Nayla kemudian berlari masuk kedalam mobil dan menyusul Azza yang sedang di bawa ke rumah sakit.
Setelah Azza sadar, "Azza, ada yang sakit?" tanya Lisa.
Namun Azza hanya menggeleng.
"Gue telfon mama, lo, ya."
"Jangan, gue gak mau mama khawatir."
Iqbal yang geram pun hanya bisa mengomeli dua parasit itu di belakang,"gila, ya, si anak ular zumba, itu, gak enak gak anak sama aja. Lagian, lo ngapain, sih, gak tabok aja mereka, Za. Ih... gemes gue."
Gue gak se kuat yang kalian kira.
"Yaudah, kalau udah enakan kita pulang, ya," ucap Nayla, dan Azza hanya mengangguk.
****Pengumuman ke lulusan kelas XII akhirnya sudah keluar, beberapa siswa berada di depan papan pengumuman untuk melihat hasil ke lulusan mereka.
"Azza, kita lulus!" ucap Nayla dengan gembira.
Azza hanya tersenyum, semenjak kejadian dimana Sofia mendorongnya hingga pingsan, tidak ada lagi gangguan dari dua parasit itu.
Ia mengira semuanya telah berakhir. Tapi, itu semua salah. Di sini lah semua cerita mulai tertulis di sebuah kertas kosong.
Kini, Azza dan teman-temannya sepakat untuk masuk ke universitas yang sama meskipun berbeda jurusan. Alasannya simple, agar mereka sering bertemu.
"Din, kumpul di rumah lo, aja, ya," ucap Azza saat mereka mendapat tugas kelompok dari dosen.
"Boleh, kita kerjain jam berapa, nih?" tanya Dinda.
"Terserah, lagian masih minggu depan."
"Oke, gue balik dulu, ya, bye," akhirnya Dinda pergi meninggalkan Azza.
Azza berniat pergi ke warung depan kampusnya, namun ia tak sengaja melihat Bisma jalan bergandengan tangan dengan Sofia. Sofia yang melihat itu, dengan sengaja menghampiri Azza.
"Hai, apakabar?" sapa Sofia, sementara Bisma hanya diam. Ia terlihat risih dengan sikap Sofia.
Jujur saja, Bisma sangat tidak menyukai Sofia. Sofia yang terlalu manja dan cerewet membuat Bisma ingin pergi menghilang dari dunia agara tidak bertemu perempuan seperti Sofia.
"Eh, mau, kemana?" tahan Sofia agar Azza tidak pergi sebelum lawannya emosi.
"Kenalin, pacar gue."
"Sof, apaan, sih!" ucap Bisma.
"Lo ... Nggak cemburu?" Azza masih bungkam.
"Za, jangan di denger."
Azza hanya menampilkan wajahnya datar, lalu ia menyibakkan rambutnya ke belakang telinga dan berkata, "Apa? Sorry, Gue gak denger." terlihat ia sedang menggunakan earphone.
Sofia terlihat sangat emosi, untuk kesekian kalinya ia gagal membuat Azza marah. "Awas, lo, Azza!" Azza hanya terus berjalan tanpa menghiraukan teriakan dari musuh bebuyutannya dan melambaikan tangannya.
****"Aakh!" Sofia membuka pintu secara kasar dan membuat beberapa orang pekerja di rumahnya kaget.
"Kamu kenapa, sih?" tanya Diana keluar kamarnya setelah mendengar teriakan serta bunyi pintu yang di banting keras.
"Kenapa, sih, Ma. Azza, tuh, selalu menang dari aku."
"Kenapa, lagi, dia?"
"Aku udah bikin dia pingsan, aku juga udah ambil Bisma dari dia. Tapi, kenapa dia cuma santai aja."
Terdengar Diana mengehela nafasnya. Mereka berdua seperti tidak puas membuat keluarga Azza menderita.
"Hah ... Mama juga bingung, kenapa si tua bangka itu gak mati-mati," gerutu Diana.
"Kayaknya mereka itu sebenarnya, hama, deh, Ma. Susah banget musnahnya."
"Ya, udah, kamu jangan nyerah, dong."
"Kok, jadi Sofia yang jangan nyerah. Terus mama ngapain?"
"Ya, mama tinggal duduk, aja. Terima beres," ucap Diana dengan santai.
Sofia yang juga kesal kepada Ibunya pun pergi ke kamarnya. "Dasar, anak gak tahu sopan santun." ketus Dian.
Kemudian, Diana melanjutkan membuka sebuah halaman katalog brand ternama dan melihat beberapa barang keluaran terbaru.
"Wah, ini bagus. Tinggal klik, tunggu barang datang."
Terdengar suara keributan di parkiran kampus tempat Azza kuliah. Beberapa mahasiswa berdatangan, ada yang datang hanya untuk melihat, dan ada juga mahasiswa yang memisah."Udah puas lo hancurin semuanya!""Ini bukan urusan lo, ya, babi!" terdengar kalimat kalimat kotor bernada tinggi. Mereka saling menjambak dan mengakar satu sama lain.Azza yang melihat, mendengar suara yang sepertinya tak asing baginya. Akhirnya ia berlari kearah kerumunan. Matanya melebar, betapa terkejutnya ia melihat sahabatnya bertengkar dengan parasit yang selama ini mengganggu hidupnya."Nay, stop!" ucap Azza sembari mencoba memeluk tubuh sahabatnya itu."Gak! Dia yang udah hancurin lo, Za, gak terima gue!""Eh, lo gak tahu apa-apa, gak usah sok ikut campur urusan orang!" ucap Sofia yang semakin membuat Nayla emosi.Meskipun ini memang bukan urusannya, tapi Nayla sangat sayang pada Azza. "Nay, udah, dia bukan level k
Saat ini Azza dan Lisa berjalan di koridor kampus."Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya."Iya, kak?""Kamu nanti sore sibuk nggak?""Enggak, kenapa?""Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi.""Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak."Iya, boleh.""Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka."Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za.""Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini."Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas."Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo.""Siap, mbak Azza."Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, pada
Suara ketukan pintu membuat Dinda menoleh dan menampilkan seorang laki-laki tampan dari balik pintu."Apa?""Gak apa-apa," ucapnya masuk kamar Dinda dan merebahkan tubuhnya di kasur."Dek, lo satu kelas sama Azza, kan?" lanjutnya."Hmm, kenapa?""Gak apa-apa, kok." Andra merasa penasaran dengan seorang Azza. Semenjak pertama kali tak sengaja bertemu di toko buku, rasa penasaran itu tumbuh saat tubuh mereka bertabrakan."Dia ..." ucapnya menggantung. "Dia gak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?"Dinda menghentikan aktifitasnya dan memajukan kursi belajarnya menghadap sang Kakak yang masih berbaring. "Lo... suka, ya, sama Azza?" tanya Dinda penuh selidik."Kenapa? Itu wajar, kan?" Dinda yang mendengar sebuah kalimat yang sudah lama tak keluar dari mulut Andra pun berbinar meskipun tidak menjawabnya langsung.Ya, semenjak Andra sakit hati karena masalalunya, membuatnya
Hujan turun deras hari ini, sedang kan Azza masih berada di kampusnya. Ia terus memandangi setiap tetes air hujan yang turun.Merasakan dinginnya cuaca, menikmati suara rintik hujan yang terjatuh di atas atap. Berisik, tapi Azza suka itu. Ia suka hujan.Ya, hujan. Mungkin hanya hujan lah yang tahu dan mengerti bagaimana perasaannya saat itu. Tangannya terulur untuk menyentuh tetesan air hujan yang turun."Kamu suka hujan?" seseorang tiba-tiba datang. Azza perlahan membuka matanya dan menoleh, "Kak Andra.""Tumben jam segini, belum pulang?""Emang, ini kampus punya nenek moyang, kakak?" Andra tertawa kecil, ia merasa nyaman jika bersama Azza."Kalau, iya, kenapa? Sekarang aku mau kamu pulang sekarang.""Ish, apa, sih, kak. Gak lihat lagi hujan apa?""Lha, ini kampus, kan punya nenek moyang ku.""Senior, yang menyebalkan!" gerutu Azza.Hening
"Ya, maaf, Ma, Azza kemarin lupa ketiduran.""Mama khawatir, tahu, takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Vina di sebrang sana."Iya, Ma, maaf.""Kamu udah mandi?""Emm... Udah, dong, Mama gak ke Butik?""Iya, ini mama mau berangkat. Ya, udah kamu sarapan dulu nanti kita telfonan lagi.""Okay, Mama jangan lupa sarapan juga, istirahat yang cukup.""Iya, sayang. Love you.""Love you to, Mom."Setelah memutus sambungan telepon, Azza terdiam sejenak. Entah apa yang ia pikirkan."Za, udah selesai?" tanya Nayla menemui Azza yang sedang berada di balkon Villa."Udah.""Kenapa?""Enggak.""Kita ke Bali buat liburan, lho. Jangan sedih, gitu mukanya."Ya, benar. Tujuannya datang ke sini adalah liburan, waktu untuk menenangkan diri dan pikiran.Azza menarik nafasnya panjang, "Ya, oke, gue gak bakalan sedih."
Sinar matahari samar-samar menelisik masuk ke dalam sebuah kamar yang di tempati gadis manis.Terdengar suara erangan dari mulutnya. Ia meregangkan tubuhnya. Lalu ia membuka matanya, menoleh ke kanan dan kiri. Melihat dua sahabat kesayangannya masih tertidur.Seperti biasa, Azza setelah bangun tidur selalu mencari satu benda yang pernah bisa lepas dari hidupnya. Di ambil handphone berlogo sebuah apel dan melihat ke arah layar ponsel.Terdapat banyak notif pesan dan panggilan masuk yang tak terjawab. Telfon itu dari mbak Ida, asisten rumah tangga di rumahnya."Tumben, Mbak Ida telfon banyak banget." Azza mengabaikan itu. Ia pun segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Karena kini jam sudah menunjukkan delapan pagi.Setelah ia beres dengan aktifitas paginya. Azza tiba-tiba merasa gelisah. Entah mengapa ia memikirkan panggilan dari Mbak Ida.Ia pun memutuskan untuk kembali menelfon
Azza Kharisma, gadis delapan belas tahun yang di kenal banyak orang sebagai pribadi yang manis dan ceria."Woi! Masih pagi udah ngelamun aja, ntar radak siangan dikit kenapa?""Apaan, sih!""Ipiin, sih. Lagian lu ngapain pagi pagi mukanya di tekuk kayak kanebo kering aja," ucap Azza kepada sahabatnya yang bernama Nayla.Azza memang di kenal banyak orang sebagai pribadi yang mudah untuk bergaul dengan siapapun. Terutama Nayla, temannya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama."Za, lo udah putus beneran sama Bisma?" ucap Nayla saat mereka masuk dalam kelas dan duduk.Azza yang lelah dengan pertanyaan yang sama pun hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya, ia tak suka jika masalalunya masih ada yang mengungkit kembali, "ya, menurut lo.""Hillih, sayang tahu! Lo sama Bisma tuh udah dua tahun dan itu gak lama lho, Za.""Ya, terus?""Hah? Terus? Wah!
"Azza, lo lama banget, deh.""Izzi, li limi bingit, dih," ucap Azza yang menirukan kalimat Nayla. "Lagian cuma lima menit doang lama. Apakabar lo yang nunggu balesan chat dari doi.""Ya ampun, gitu aja ngambek sayang ku," Nayla mencoba menggoda Azza yang mulai kesal padanya."Jangan sentuh aku, om. Aku masih smp," setelah itu Azza langsung berlari ke dalam mobil dan pergi dari halaman rumahnya.Saat ini Azza dan teman-temannya sedang berada di sebuah kafe. Ya, hanya bertemu kangen, karena kesibukan sebagai siswa kelas akhir."Eh, guys, tahu gak? Ternyata, si Fara udah tekdung duluan," ucap Nayla heboh menyampaikan sebuah berita yang menggemparkan jagad SMA Bimantara."Serius?" Iqbal mendengar berita itu pun melotot kaget."Ya, menurut lo?""Lo tahu dari mana, Nay?" tanya Ibra."Heh, lo lupa? Fara kan tetangga gue.""Terus, bapaknya siapa, je
Sinar matahari samar-samar menelisik masuk ke dalam sebuah kamar yang di tempati gadis manis.Terdengar suara erangan dari mulutnya. Ia meregangkan tubuhnya. Lalu ia membuka matanya, menoleh ke kanan dan kiri. Melihat dua sahabat kesayangannya masih tertidur.Seperti biasa, Azza setelah bangun tidur selalu mencari satu benda yang pernah bisa lepas dari hidupnya. Di ambil handphone berlogo sebuah apel dan melihat ke arah layar ponsel.Terdapat banyak notif pesan dan panggilan masuk yang tak terjawab. Telfon itu dari mbak Ida, asisten rumah tangga di rumahnya."Tumben, Mbak Ida telfon banyak banget." Azza mengabaikan itu. Ia pun segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Karena kini jam sudah menunjukkan delapan pagi.Setelah ia beres dengan aktifitas paginya. Azza tiba-tiba merasa gelisah. Entah mengapa ia memikirkan panggilan dari Mbak Ida.Ia pun memutuskan untuk kembali menelfon
"Ya, maaf, Ma, Azza kemarin lupa ketiduran.""Mama khawatir, tahu, takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Vina di sebrang sana."Iya, Ma, maaf.""Kamu udah mandi?""Emm... Udah, dong, Mama gak ke Butik?""Iya, ini mama mau berangkat. Ya, udah kamu sarapan dulu nanti kita telfonan lagi.""Okay, Mama jangan lupa sarapan juga, istirahat yang cukup.""Iya, sayang. Love you.""Love you to, Mom."Setelah memutus sambungan telepon, Azza terdiam sejenak. Entah apa yang ia pikirkan."Za, udah selesai?" tanya Nayla menemui Azza yang sedang berada di balkon Villa."Udah.""Kenapa?""Enggak.""Kita ke Bali buat liburan, lho. Jangan sedih, gitu mukanya."Ya, benar. Tujuannya datang ke sini adalah liburan, waktu untuk menenangkan diri dan pikiran.Azza menarik nafasnya panjang, "Ya, oke, gue gak bakalan sedih."
Hujan turun deras hari ini, sedang kan Azza masih berada di kampusnya. Ia terus memandangi setiap tetes air hujan yang turun.Merasakan dinginnya cuaca, menikmati suara rintik hujan yang terjatuh di atas atap. Berisik, tapi Azza suka itu. Ia suka hujan.Ya, hujan. Mungkin hanya hujan lah yang tahu dan mengerti bagaimana perasaannya saat itu. Tangannya terulur untuk menyentuh tetesan air hujan yang turun."Kamu suka hujan?" seseorang tiba-tiba datang. Azza perlahan membuka matanya dan menoleh, "Kak Andra.""Tumben jam segini, belum pulang?""Emang, ini kampus punya nenek moyang, kakak?" Andra tertawa kecil, ia merasa nyaman jika bersama Azza."Kalau, iya, kenapa? Sekarang aku mau kamu pulang sekarang.""Ish, apa, sih, kak. Gak lihat lagi hujan apa?""Lha, ini kampus, kan punya nenek moyang ku.""Senior, yang menyebalkan!" gerutu Azza.Hening
Suara ketukan pintu membuat Dinda menoleh dan menampilkan seorang laki-laki tampan dari balik pintu."Apa?""Gak apa-apa," ucapnya masuk kamar Dinda dan merebahkan tubuhnya di kasur."Dek, lo satu kelas sama Azza, kan?" lanjutnya."Hmm, kenapa?""Gak apa-apa, kok." Andra merasa penasaran dengan seorang Azza. Semenjak pertama kali tak sengaja bertemu di toko buku, rasa penasaran itu tumbuh saat tubuh mereka bertabrakan."Dia ..." ucapnya menggantung. "Dia gak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?"Dinda menghentikan aktifitasnya dan memajukan kursi belajarnya menghadap sang Kakak yang masih berbaring. "Lo... suka, ya, sama Azza?" tanya Dinda penuh selidik."Kenapa? Itu wajar, kan?" Dinda yang mendengar sebuah kalimat yang sudah lama tak keluar dari mulut Andra pun berbinar meskipun tidak menjawabnya langsung.Ya, semenjak Andra sakit hati karena masalalunya, membuatnya
Saat ini Azza dan Lisa berjalan di koridor kampus."Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya."Iya, kak?""Kamu nanti sore sibuk nggak?""Enggak, kenapa?""Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi.""Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak."Iya, boleh.""Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka."Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za.""Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini."Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas."Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo.""Siap, mbak Azza."Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, pada
Terdengar suara keributan di parkiran kampus tempat Azza kuliah. Beberapa mahasiswa berdatangan, ada yang datang hanya untuk melihat, dan ada juga mahasiswa yang memisah."Udah puas lo hancurin semuanya!""Ini bukan urusan lo, ya, babi!" terdengar kalimat kalimat kotor bernada tinggi. Mereka saling menjambak dan mengakar satu sama lain.Azza yang melihat, mendengar suara yang sepertinya tak asing baginya. Akhirnya ia berlari kearah kerumunan. Matanya melebar, betapa terkejutnya ia melihat sahabatnya bertengkar dengan parasit yang selama ini mengganggu hidupnya."Nay, stop!" ucap Azza sembari mencoba memeluk tubuh sahabatnya itu."Gak! Dia yang udah hancurin lo, Za, gak terima gue!""Eh, lo gak tahu apa-apa, gak usah sok ikut campur urusan orang!" ucap Sofia yang semakin membuat Nayla emosi.Meskipun ini memang bukan urusannya, tapi Nayla sangat sayang pada Azza. "Nay, udah, dia bukan level k
Hari ini, Azza sedang duduk di sebuah kafe dan sedang menunggu teman-temannya datang. Satu hal menjadi kebiasaannya, berkumpul bersama teman-temannya membuat Azza sedikit melupakan segala masalahnya."Hai, bestie!" sapa Iqbal."Yang lain, mana?""Ada, bentar lagi juga masuk," ucap Iqbal, lalu mengambil tempat duduknya.Tak lama Lisa datang, dan di susul Nayla, lalu Ibra dan Niko. Kali ini mereka hanya berkumpul untuk membahas tempat mereka akan kuliah.Namun, tanpa sengaja Nayla melihat meja di seberangnya. Ia melihat seorang gadis yang seusianya duduk bersama seorang pria."Eh, guys! Ada ulet bulu.""Hah? Mana, aaaaa ... gak mau, mama," teriak Lisa heboh yang membuat beberapa pengunjug kafe menoleh padanya."Ishh, bukan itu maksud gue," kemudian Nayla memutar kepala Lisa ke arah yang di maksud dan di ikuti yang lainnya.Mereka melihat Sofia duduk bersama pria seperti ora
"Papa!" gadis kecil itu berlari ke arah seorang pria yang memakai kemeja rapi turun dari sebuah mobil."Anak papa," pria itu merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh gadis kecil kesayangannya itu.Terlihat senyum bahagia dari anak kecil itu, "Papa, hari minggu nanti kita jalan-jalan ke kebun binatang, yuk!""Boleh, sayang. Kita jalan-jalan sampai ujung dunia.""Beneran?" gadis itu sangat antusias. Kemudian mereka masuk kedalam rumah dan menuju dapur, terlihat seorang wanita sibuk menyiapkan makan malam."Mama, hari minggu kita jalan-jalan, ya?""Sayang, papa kamu, kan, sibuk, nak," jawab wanita itu sambil mengelus pucuk kepala sang anak."Gak apa-apa, lagian cuma jalan doang. Gak akan bikin capek," kemudian pria itu tertawa pelan melihat ekspresi putri kecilnya menjadi sedih. "Lagian ini buat princesess kita." Lanjutnya.Awalnya semua berjalan dengan indah, sampai gadis
Hari ini Nayla dan Lisa sedang berada di rumah Azza , hari minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi trio siput. Nayla yang sibuk memakai masker wajahnya dan Lisa yang sibuk dengan ponselnya, lalu dimana Azza? Ia hanya rebahkan tubuhnya di kasur sambil menonton kartun kesukaannya yaitu spongebob.Lisa menghela nafasnya, "Hah... Bosen banget, anjir."Nayla yang tampak menepuk-nepuk maskernya untuk memastikan apakah sudah benar-benar kering."Keluar, yuk, cari makan," ajak Azza."Gak mau, diluar so hot!" ujar Nayla setelah membersihkan masker wajahnya."Yaelah, lagian kita keluar pakai mobil kali, mbak.""Lis, lo gak lihat apa tanaman di luar aja sampai layu karena pemanasan global yang berlebihan ini.""Hillih! Drama banget lo, cocok banget jadi artis sinetron azab!""Lo jahat banget, Lis," ucap Nayla mengdramatisir."Ah, banyak cincong lo berdua," Azza langsung berdiri mengambil jaket