"Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya.
"Iya, kak?"
"Kamu nanti sore sibuk nggak?"
"Enggak, kenapa?"
"Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi."
"Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak.
"Iya, boleh."
"Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka.
"Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za."
"Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini."
Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas.
"Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo."
"Siap, mbak Azza."
Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, padahal masih jam sepuluh," ucap Lisa dengan mengibas-ngibaskan tangannya.
Tak lama Nayla, Niko, Iqbal, dan Ibra datang.
"Heh! Udah gibah aja lu berdua, gak nungguin gue. Jahat banget sumpah," ucap Iqbal.
"Tahu! Dasar lambe gosip!" ketus Nayla.
Niko pun datang bersama Ibra dengan membawa empat mangkok bakso dan empat gelas minuman.
"Eh, Nay, gimana ceritanya lo kemarin berantem sama Sofia?" tanya Ibra sambil meracik bumbu baksonya.
"Tahu, dia tiba-tiba nabrak gue terus ngomel gak jelas sambil bawa-bawa nama Azza. Lha, kan masalahnya sama gue. Orang dia yang nabrak gue, bukannya minta maaf, malah nyerocos."
"Hmm! Emang tuh, ya, manusia tulisan roh jahat! Otaknya pindah di lutut kayaknya." cibir Iqbal yang juga kesal melihat tingkah laku si ular zumba.
"Eh, Bal. Lu biasa aja kali! Egois banget lo sama sambel." Lisa melihat Iqbal mengambil banyak sambal.
"Nih, gue mau persiapan kalau ketemu si ular bulu nanti. Biar lancar gue makinya."
"Udah lah, guys! Bukannya ini udah biasa? Lagian yang waras harus ngalah kan?"
"Ngalah, ya, ngalah aja, Za. Kalau udah keterlaluan mah gak bisa di biarin," tutur Niko, ia kasihan melihat Azza yang selalu di ganggu oleh saudari tirinya itu.
Azza hanya diam tak menanggapi ucapan dari teman-temannya. Ia bisa saja melawan mereka, tapi menurutnya itu akan sia sia.
"Eh, ada rakyat jelata, nih, lagi kumpul."
"Pasti lagi bahas masa depan yang gak jelas," dua orang perempuan yang dengan gaya yang angkuh.
"Hih! Tiba-tiba gue merinding, guys!" ucap Iqbal sambil memegang leher belakangnya.
Niko, Nayla, dan Lisa yang mengerti maksud dari Iqbal pun mengikuti gaya seperti orang sedang uji nyali.
"Weh! Iya, bener, cuy!"
"Ih, lihat-lihat bulu tangan gue pada diri, anjir!"
"Wah, warung ini ternyata berhantu, guys!"
Tak mau hanya dengan ucapan menyindir. Niko mengambil ponselnya dan tak lupa merekamnya seperti seorang sedang ngevlog.
"Oke! Guys! Hari ini gue sedang berada di dalam sebuah warung, dan tiba-tiba temen gue merasa merinding."
"Iya, guys! Sini lihat. Kan? Merinding gue."
"Tenang, guys! Gue ngerasa ada dua makhluk sedang berdiri di pintu sebelah kita duduk," ucap Niko dengan gaya seperti seorang dukun.
"Aing mencium aroma-aroma busuk di sekitar sini," Nayla dengan tangannya seperti mencium sebuah aroma.
"Mungkin setannya lagi kentut," usul Lisa.
"Nah, bener, atau nggak dia gak pernah sikat gigi," ucap Iqbal.
"Atau dia gak pernah mandi, karena gak mampu beli sabun sama odol," ucap Niko masih merekam tingkah teman-temannya.
Ibra dan Azza yang melihat hanya tersenyum melihat tingkah absurd teman-temannya. Dua perempuan itu adalah antek-antek Sofia, Dewi dan Gita.
Selain Sofia, dua pengikut dakjal itu pun juga selalu mengusik kehidupan Azza. Sementara Azza dan teman-temannya menyebut mereka sebagai geng ulet keket.
Sebuah nama yang cocok untuk mereka bertiga. Merasa tidak di anggap, Dewi dan Gita akhirnya pergi begitu saja. "Guys! Akhirnya setannya udah pergi," ucap Niko mengakhiri rekaman videonya.
****Saat ini Azza, Lisa, dan Andra sedang berada di sebuah toko buku. Mereka bertiga sedang mencari alat untuk kebutuhan organisasi kampus."Za, lo sama Lisa cari yang ada di kertas. Itu udah gue catat semua."
"Hmm, oke, kak."
Mereka berpisah di depan pintu masuk.
"Za, menurut lo, kak Andra ganteng, gak?"
"Biasa aja."
"Berarti lo belom move on dari Bisma."
"Apaan, sih, gue gak mau bahas itu, lagi."
"Ya ampun, Za. Lagian gak apa-apa, kali, kayaknya juga, kak Andra orangnya baik, perhatian lagi."
"Percuma baik, kalau nggak tulus."
Setelah memilih barang-barang yang di perlukan, kini mereka akan kembali ke rumah. Namun, saat mereka bertiga tengah sibuk memasukkan barang ke dalam mobil, tiba-tiba seseorang menarik paksa tangan Azza.
"Pulang!"
"Papa," mereka pun terkejut dengan kedatangan Erik tiba-tiba dan menarik tangan Azza dengan kasar. "Enggak! Azza gak mau pulang sama papa!" ucap Azza dengan menghempaskan tangan Erik.
"Mulai bantah, kamu, ya!"
"Apa, sih, pa? Azza gak mau pulang!"
"Om! Lepasin Azza," Lisa juga ikut menarik tangan Azza yang di pegang Erik. Bukan Erik namanya jika tidak marah saat di larang.
"Kamu siapa? Tahu apa kamu tentang anak saya!"
"Om, ini bisa di omongin baik-baik, kasihan Azza kesakitan," Andra mencoba membela Azza. Melihat Azza yang kesakitan membuatnya tak tega.
Tak di sangka, Erik mendaratkan sebuah pukulan ke wajah Andra. "Kamu anak kecil! Gak usah sok jagoan dengan ikut campur urusan orang!"
"Papa!" teriak Azza. "Papa, gak malu di lihatin banyak orang?"
"Papa, gak perduli! Sekarang ikut papa, pulang!"
"Om, saya memang tidak tahu masalah dalam keluarga kalian. Tapi om salah dengan cara membawa paksa Azza! Apa om, gak lihat? Azza kesakitan."
Erik mendorong tubuh Andra hingga kembali terjatuh, "kak Andra!" Lisa terkejut dan mencoba membantu Andra berdiri.
"Papa, stop!"
"Mulai berani, kamu!" Erik mengangkat tangannya.
"Apa! Pukul! Pukul Azza sampai lo, puas!" Kini Azza mulai emosi.
"Azza muak! Azza capek! Apa, sih, mau lo?"
"Belum puas lo ngehina mama?" Erik hanya terdiam mendengarkan semua cacian yang keluar dari mulut Azza.
Azza pun tak habis pikir dengan apa yang ada di otak sang papa. Ia sudah cukup sabar untuk selalu diam dengan semua perlakuan dari keluarga baru Erik.
"Gue gak akan pernah pulang ke rumah lo!"
Serakah mengucapkan sebuah kalimat yang menjadi peringatan untuk Erik, ia mengajak Lisa dan Andra masuk ke dalam mobil. "Kita pergi sekarang!"
Tanpa menunggu lama Lisa dan Andra menyusul Azza masuk ke dalam mobil, meninggalkan Erik yang sendirian dengan wajah yang frustasi.
"Aaakkhh!"
Di dalam mobil hanya sebuah keheningan, Andra melihat luka merah di pergelangan tangan Azza mencoba untuk bertanya, "Za, tangan lo--"
"Gak apa-apa," potong Azza
"Sorry buat kalian jadi ikut campur," lanjutnya.
"Gue obatin dulu, ya, Za?"
"Nggak perlu," kemudian ia menurunkan lengan kaosnya. Untung saja ia menggunakan pakaian lengan panjang untuk menutupi memarnya.
"Are you, okay?" tanya Andra.
"Ya, im okay," kemudian Azza melihat ke arah jendela.
Kini ia kacau, kehidupannya yang tak lagi seindah dulu membuat Azza frustasi. Mulai dari Sofia yang merebut segalanya. Melihat sang Mama selalu menangis setiap malam.
Ia bingung harus bagaimana, Azza mencoba selalu diam dan menghindari semuanya yang ia benci atau pun takuti. Namun, apa yang ia tidak suka malah datang sendiri padanya tanpa di undang.
Sudah lah, ia sudah terlalu lelah memikirkan semua itu.
"Azza, udah selesai, sayang?" ucap Vina, namun Azza tidak menjawabnya dan langsung pergi melewati sang Mama.
Ia masuk kamar dan tak menguncinya. Terdapat foto-foto masa kecilnya yang ia rindukan. Azza menatap miris beberapa foto yang ia tempel di dinding dan di hiasi lampu Tumbler.
Ia menangis tanpa suara, ia merasa sesak di dadanya.
"Azza, kamu kenapa, nak?" lagi dan lagi Azza tidak menjawab panggilan dari Vina dan terus mengetuk pintu kamarnya.
Vina khawatir, ia tak tahu apa yang terjadi dengan Azza. Semenjak ia berpisah dengan Erik, anaknya itu sudah mulai jarang menceritakan apa yang terjadi.
Vina berharap semuanya ini akan segera berakhir. Ia tak tega melihat Azza yang selalu menyembunyikan rasa sakitnya sendiri.
Suara ketukan pintu membuat Dinda menoleh dan menampilkan seorang laki-laki tampan dari balik pintu."Apa?""Gak apa-apa," ucapnya masuk kamar Dinda dan merebahkan tubuhnya di kasur."Dek, lo satu kelas sama Azza, kan?" lanjutnya."Hmm, kenapa?""Gak apa-apa, kok." Andra merasa penasaran dengan seorang Azza. Semenjak pertama kali tak sengaja bertemu di toko buku, rasa penasaran itu tumbuh saat tubuh mereka bertabrakan."Dia ..." ucapnya menggantung. "Dia gak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?"Dinda menghentikan aktifitasnya dan memajukan kursi belajarnya menghadap sang Kakak yang masih berbaring. "Lo... suka, ya, sama Azza?" tanya Dinda penuh selidik."Kenapa? Itu wajar, kan?" Dinda yang mendengar sebuah kalimat yang sudah lama tak keluar dari mulut Andra pun berbinar meskipun tidak menjawabnya langsung.Ya, semenjak Andra sakit hati karena masalalunya, membuatnya
Hujan turun deras hari ini, sedang kan Azza masih berada di kampusnya. Ia terus memandangi setiap tetes air hujan yang turun.Merasakan dinginnya cuaca, menikmati suara rintik hujan yang terjatuh di atas atap. Berisik, tapi Azza suka itu. Ia suka hujan.Ya, hujan. Mungkin hanya hujan lah yang tahu dan mengerti bagaimana perasaannya saat itu. Tangannya terulur untuk menyentuh tetesan air hujan yang turun."Kamu suka hujan?" seseorang tiba-tiba datang. Azza perlahan membuka matanya dan menoleh, "Kak Andra.""Tumben jam segini, belum pulang?""Emang, ini kampus punya nenek moyang, kakak?" Andra tertawa kecil, ia merasa nyaman jika bersama Azza."Kalau, iya, kenapa? Sekarang aku mau kamu pulang sekarang.""Ish, apa, sih, kak. Gak lihat lagi hujan apa?""Lha, ini kampus, kan punya nenek moyang ku.""Senior, yang menyebalkan!" gerutu Azza.Hening
"Ya, maaf, Ma, Azza kemarin lupa ketiduran.""Mama khawatir, tahu, takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Vina di sebrang sana."Iya, Ma, maaf.""Kamu udah mandi?""Emm... Udah, dong, Mama gak ke Butik?""Iya, ini mama mau berangkat. Ya, udah kamu sarapan dulu nanti kita telfonan lagi.""Okay, Mama jangan lupa sarapan juga, istirahat yang cukup.""Iya, sayang. Love you.""Love you to, Mom."Setelah memutus sambungan telepon, Azza terdiam sejenak. Entah apa yang ia pikirkan."Za, udah selesai?" tanya Nayla menemui Azza yang sedang berada di balkon Villa."Udah.""Kenapa?""Enggak.""Kita ke Bali buat liburan, lho. Jangan sedih, gitu mukanya."Ya, benar. Tujuannya datang ke sini adalah liburan, waktu untuk menenangkan diri dan pikiran.Azza menarik nafasnya panjang, "Ya, oke, gue gak bakalan sedih."
Sinar matahari samar-samar menelisik masuk ke dalam sebuah kamar yang di tempati gadis manis.Terdengar suara erangan dari mulutnya. Ia meregangkan tubuhnya. Lalu ia membuka matanya, menoleh ke kanan dan kiri. Melihat dua sahabat kesayangannya masih tertidur.Seperti biasa, Azza setelah bangun tidur selalu mencari satu benda yang pernah bisa lepas dari hidupnya. Di ambil handphone berlogo sebuah apel dan melihat ke arah layar ponsel.Terdapat banyak notif pesan dan panggilan masuk yang tak terjawab. Telfon itu dari mbak Ida, asisten rumah tangga di rumahnya."Tumben, Mbak Ida telfon banyak banget." Azza mengabaikan itu. Ia pun segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Karena kini jam sudah menunjukkan delapan pagi.Setelah ia beres dengan aktifitas paginya. Azza tiba-tiba merasa gelisah. Entah mengapa ia memikirkan panggilan dari Mbak Ida.Ia pun memutuskan untuk kembali menelfon
Azza Kharisma, gadis delapan belas tahun yang di kenal banyak orang sebagai pribadi yang manis dan ceria."Woi! Masih pagi udah ngelamun aja, ntar radak siangan dikit kenapa?""Apaan, sih!""Ipiin, sih. Lagian lu ngapain pagi pagi mukanya di tekuk kayak kanebo kering aja," ucap Azza kepada sahabatnya yang bernama Nayla.Azza memang di kenal banyak orang sebagai pribadi yang mudah untuk bergaul dengan siapapun. Terutama Nayla, temannya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama."Za, lo udah putus beneran sama Bisma?" ucap Nayla saat mereka masuk dalam kelas dan duduk.Azza yang lelah dengan pertanyaan yang sama pun hanya memutar bola matanya malas. Pasalnya, ia tak suka jika masalalunya masih ada yang mengungkit kembali, "ya, menurut lo.""Hillih, sayang tahu! Lo sama Bisma tuh udah dua tahun dan itu gak lama lho, Za.""Ya, terus?""Hah? Terus? Wah!
"Azza, lo lama banget, deh.""Izzi, li limi bingit, dih," ucap Azza yang menirukan kalimat Nayla. "Lagian cuma lima menit doang lama. Apakabar lo yang nunggu balesan chat dari doi.""Ya ampun, gitu aja ngambek sayang ku," Nayla mencoba menggoda Azza yang mulai kesal padanya."Jangan sentuh aku, om. Aku masih smp," setelah itu Azza langsung berlari ke dalam mobil dan pergi dari halaman rumahnya.Saat ini Azza dan teman-temannya sedang berada di sebuah kafe. Ya, hanya bertemu kangen, karena kesibukan sebagai siswa kelas akhir."Eh, guys, tahu gak? Ternyata, si Fara udah tekdung duluan," ucap Nayla heboh menyampaikan sebuah berita yang menggemparkan jagad SMA Bimantara."Serius?" Iqbal mendengar berita itu pun melotot kaget."Ya, menurut lo?""Lo tahu dari mana, Nay?" tanya Ibra."Heh, lo lupa? Fara kan tetangga gue.""Terus, bapaknya siapa, je
Hari ini Nayla dan Lisa sedang berada di rumah Azza , hari minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi trio siput. Nayla yang sibuk memakai masker wajahnya dan Lisa yang sibuk dengan ponselnya, lalu dimana Azza? Ia hanya rebahkan tubuhnya di kasur sambil menonton kartun kesukaannya yaitu spongebob.Lisa menghela nafasnya, "Hah... Bosen banget, anjir."Nayla yang tampak menepuk-nepuk maskernya untuk memastikan apakah sudah benar-benar kering."Keluar, yuk, cari makan," ajak Azza."Gak mau, diluar so hot!" ujar Nayla setelah membersihkan masker wajahnya."Yaelah, lagian kita keluar pakai mobil kali, mbak.""Lis, lo gak lihat apa tanaman di luar aja sampai layu karena pemanasan global yang berlebihan ini.""Hillih! Drama banget lo, cocok banget jadi artis sinetron azab!""Lo jahat banget, Lis," ucap Nayla mengdramatisir."Ah, banyak cincong lo berdua," Azza langsung berdiri mengambil jaket
"Papa!" gadis kecil itu berlari ke arah seorang pria yang memakai kemeja rapi turun dari sebuah mobil."Anak papa," pria itu merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh gadis kecil kesayangannya itu.Terlihat senyum bahagia dari anak kecil itu, "Papa, hari minggu nanti kita jalan-jalan ke kebun binatang, yuk!""Boleh, sayang. Kita jalan-jalan sampai ujung dunia.""Beneran?" gadis itu sangat antusias. Kemudian mereka masuk kedalam rumah dan menuju dapur, terlihat seorang wanita sibuk menyiapkan makan malam."Mama, hari minggu kita jalan-jalan, ya?""Sayang, papa kamu, kan, sibuk, nak," jawab wanita itu sambil mengelus pucuk kepala sang anak."Gak apa-apa, lagian cuma jalan doang. Gak akan bikin capek," kemudian pria itu tertawa pelan melihat ekspresi putri kecilnya menjadi sedih. "Lagian ini buat princesess kita." Lanjutnya.Awalnya semua berjalan dengan indah, sampai gadis
Sinar matahari samar-samar menelisik masuk ke dalam sebuah kamar yang di tempati gadis manis.Terdengar suara erangan dari mulutnya. Ia meregangkan tubuhnya. Lalu ia membuka matanya, menoleh ke kanan dan kiri. Melihat dua sahabat kesayangannya masih tertidur.Seperti biasa, Azza setelah bangun tidur selalu mencari satu benda yang pernah bisa lepas dari hidupnya. Di ambil handphone berlogo sebuah apel dan melihat ke arah layar ponsel.Terdapat banyak notif pesan dan panggilan masuk yang tak terjawab. Telfon itu dari mbak Ida, asisten rumah tangga di rumahnya."Tumben, Mbak Ida telfon banyak banget." Azza mengabaikan itu. Ia pun segera bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Karena kini jam sudah menunjukkan delapan pagi.Setelah ia beres dengan aktifitas paginya. Azza tiba-tiba merasa gelisah. Entah mengapa ia memikirkan panggilan dari Mbak Ida.Ia pun memutuskan untuk kembali menelfon
"Ya, maaf, Ma, Azza kemarin lupa ketiduran.""Mama khawatir, tahu, takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Vina di sebrang sana."Iya, Ma, maaf.""Kamu udah mandi?""Emm... Udah, dong, Mama gak ke Butik?""Iya, ini mama mau berangkat. Ya, udah kamu sarapan dulu nanti kita telfonan lagi.""Okay, Mama jangan lupa sarapan juga, istirahat yang cukup.""Iya, sayang. Love you.""Love you to, Mom."Setelah memutus sambungan telepon, Azza terdiam sejenak. Entah apa yang ia pikirkan."Za, udah selesai?" tanya Nayla menemui Azza yang sedang berada di balkon Villa."Udah.""Kenapa?""Enggak.""Kita ke Bali buat liburan, lho. Jangan sedih, gitu mukanya."Ya, benar. Tujuannya datang ke sini adalah liburan, waktu untuk menenangkan diri dan pikiran.Azza menarik nafasnya panjang, "Ya, oke, gue gak bakalan sedih."
Hujan turun deras hari ini, sedang kan Azza masih berada di kampusnya. Ia terus memandangi setiap tetes air hujan yang turun.Merasakan dinginnya cuaca, menikmati suara rintik hujan yang terjatuh di atas atap. Berisik, tapi Azza suka itu. Ia suka hujan.Ya, hujan. Mungkin hanya hujan lah yang tahu dan mengerti bagaimana perasaannya saat itu. Tangannya terulur untuk menyentuh tetesan air hujan yang turun."Kamu suka hujan?" seseorang tiba-tiba datang. Azza perlahan membuka matanya dan menoleh, "Kak Andra.""Tumben jam segini, belum pulang?""Emang, ini kampus punya nenek moyang, kakak?" Andra tertawa kecil, ia merasa nyaman jika bersama Azza."Kalau, iya, kenapa? Sekarang aku mau kamu pulang sekarang.""Ish, apa, sih, kak. Gak lihat lagi hujan apa?""Lha, ini kampus, kan punya nenek moyang ku.""Senior, yang menyebalkan!" gerutu Azza.Hening
Suara ketukan pintu membuat Dinda menoleh dan menampilkan seorang laki-laki tampan dari balik pintu."Apa?""Gak apa-apa," ucapnya masuk kamar Dinda dan merebahkan tubuhnya di kasur."Dek, lo satu kelas sama Azza, kan?" lanjutnya."Hmm, kenapa?""Gak apa-apa, kok." Andra merasa penasaran dengan seorang Azza. Semenjak pertama kali tak sengaja bertemu di toko buku, rasa penasaran itu tumbuh saat tubuh mereka bertabrakan."Dia ..." ucapnya menggantung. "Dia gak pernah cerita apa-apa gitu sama lo?"Dinda menghentikan aktifitasnya dan memajukan kursi belajarnya menghadap sang Kakak yang masih berbaring. "Lo... suka, ya, sama Azza?" tanya Dinda penuh selidik."Kenapa? Itu wajar, kan?" Dinda yang mendengar sebuah kalimat yang sudah lama tak keluar dari mulut Andra pun berbinar meskipun tidak menjawabnya langsung.Ya, semenjak Andra sakit hati karena masalalunya, membuatnya
Saat ini Azza dan Lisa berjalan di koridor kampus."Azza!" panggil seseorang, Azza menoleh ke belakang dan melihat Andra berlari ke arahnya."Iya, kak?""Kamu nanti sore sibuk nggak?""Enggak, kenapa?""Ikut aku, yuk, beli kebutuhan organisasi.""Lisa gak di ajak, kak?" sahut Lisa saat mengatahui hanya Azza yang di ajak."Iya, boleh.""Yes! Oke, nanti sore kita tunggu," bukan Azza yang menjawab namun Lisa. "Oke, nanti kakak kabarin," kemudian setelah itu Andra kembali berjalan meninggalkan mereka."Gila, ganteng banget, ya, kak Andra, Za.""Biasa aja. Udah, ayok gue udah laper ini."Akhirnya mereka pergi ke warung jajanan yang berada tidak jauh dari universitas."Buk, bakso dua yang satu kayak biasa gak pakai ijo-ijo.""Siap, mbak Azza."Azza duduk di dekat pintu, "hari ini panas banget, ya, pada
Terdengar suara keributan di parkiran kampus tempat Azza kuliah. Beberapa mahasiswa berdatangan, ada yang datang hanya untuk melihat, dan ada juga mahasiswa yang memisah."Udah puas lo hancurin semuanya!""Ini bukan urusan lo, ya, babi!" terdengar kalimat kalimat kotor bernada tinggi. Mereka saling menjambak dan mengakar satu sama lain.Azza yang melihat, mendengar suara yang sepertinya tak asing baginya. Akhirnya ia berlari kearah kerumunan. Matanya melebar, betapa terkejutnya ia melihat sahabatnya bertengkar dengan parasit yang selama ini mengganggu hidupnya."Nay, stop!" ucap Azza sembari mencoba memeluk tubuh sahabatnya itu."Gak! Dia yang udah hancurin lo, Za, gak terima gue!""Eh, lo gak tahu apa-apa, gak usah sok ikut campur urusan orang!" ucap Sofia yang semakin membuat Nayla emosi.Meskipun ini memang bukan urusannya, tapi Nayla sangat sayang pada Azza. "Nay, udah, dia bukan level k
Hari ini, Azza sedang duduk di sebuah kafe dan sedang menunggu teman-temannya datang. Satu hal menjadi kebiasaannya, berkumpul bersama teman-temannya membuat Azza sedikit melupakan segala masalahnya."Hai, bestie!" sapa Iqbal."Yang lain, mana?""Ada, bentar lagi juga masuk," ucap Iqbal, lalu mengambil tempat duduknya.Tak lama Lisa datang, dan di susul Nayla, lalu Ibra dan Niko. Kali ini mereka hanya berkumpul untuk membahas tempat mereka akan kuliah.Namun, tanpa sengaja Nayla melihat meja di seberangnya. Ia melihat seorang gadis yang seusianya duduk bersama seorang pria."Eh, guys! Ada ulet bulu.""Hah? Mana, aaaaa ... gak mau, mama," teriak Lisa heboh yang membuat beberapa pengunjug kafe menoleh padanya."Ishh, bukan itu maksud gue," kemudian Nayla memutar kepala Lisa ke arah yang di maksud dan di ikuti yang lainnya.Mereka melihat Sofia duduk bersama pria seperti ora
"Papa!" gadis kecil itu berlari ke arah seorang pria yang memakai kemeja rapi turun dari sebuah mobil."Anak papa," pria itu merentangkan tangannya untuk memeluk tubuh gadis kecil kesayangannya itu.Terlihat senyum bahagia dari anak kecil itu, "Papa, hari minggu nanti kita jalan-jalan ke kebun binatang, yuk!""Boleh, sayang. Kita jalan-jalan sampai ujung dunia.""Beneran?" gadis itu sangat antusias. Kemudian mereka masuk kedalam rumah dan menuju dapur, terlihat seorang wanita sibuk menyiapkan makan malam."Mama, hari minggu kita jalan-jalan, ya?""Sayang, papa kamu, kan, sibuk, nak," jawab wanita itu sambil mengelus pucuk kepala sang anak."Gak apa-apa, lagian cuma jalan doang. Gak akan bikin capek," kemudian pria itu tertawa pelan melihat ekspresi putri kecilnya menjadi sedih. "Lagian ini buat princesess kita." Lanjutnya.Awalnya semua berjalan dengan indah, sampai gadis
Hari ini Nayla dan Lisa sedang berada di rumah Azza , hari minggu adalah hari untuk bermalas-malasan bagi trio siput. Nayla yang sibuk memakai masker wajahnya dan Lisa yang sibuk dengan ponselnya, lalu dimana Azza? Ia hanya rebahkan tubuhnya di kasur sambil menonton kartun kesukaannya yaitu spongebob.Lisa menghela nafasnya, "Hah... Bosen banget, anjir."Nayla yang tampak menepuk-nepuk maskernya untuk memastikan apakah sudah benar-benar kering."Keluar, yuk, cari makan," ajak Azza."Gak mau, diluar so hot!" ujar Nayla setelah membersihkan masker wajahnya."Yaelah, lagian kita keluar pakai mobil kali, mbak.""Lis, lo gak lihat apa tanaman di luar aja sampai layu karena pemanasan global yang berlebihan ini.""Hillih! Drama banget lo, cocok banget jadi artis sinetron azab!""Lo jahat banget, Lis," ucap Nayla mengdramatisir."Ah, banyak cincong lo berdua," Azza langsung berdiri mengambil jaket