Beranda / Pernikahan / Surat Wasiat Istriku / 2. Permintaan Farah

Share

2. Permintaan Farah

Setelah perbincangan itu sikap Fattan mulai menjaga jarak bahkan jarang sekali Fattan ke kamar Falisha hanya sekedar menanyakan kondisi kesehatannya. Farah dan Mbok Ijah yang mengurus. Bahkan Fattan mengambil pekerjaan keluar kota sampai empat bulan lamanya hanya untuk menghindar dari Falisha.

Falisha mengerti apa yang dilakukan oleh Fattan. Dia memang harus menghindar agar tidak menimbulkan benih cinta diantara mereka. Begitu juga dengan Falisha dia tetap fokus dengan kehamilannya tanpa harus memedulikan sikap Fattan  yang semakin dingin dengannya.

Sudah hampir sembilan bulan, kini Falisha harus mempersiapkan diri untuk melahirkan. Seperti kata dokter mungkin antara Minggu pertama atau kedua Falisha akan melahirkan secara normal. Rasa gugup, cemas dan bahagia bercampur aduk rasanya.

“Mas, sebentar lagi Falisha mau melahirkan kata dokter sih dalam minggu-minggu ini, kamu nggak tengok anakmu sebentar?” tanya Farah lembut.

Fattan mengecup kening istrinya dengan hangat.

“Aku masih mau di sini bersamamu, Sayang.”

“Mas, apakah kamu kecewa denganku?”

“Untuk?” tanya Fattan bingung.

“Ya karena aku tidak bisa memberikan kamu keturunan dan memaksa kamu menikahi adikku, apakah kamu masih marah denganku?”

“Nggak Sayang, kamu sudah memutuskan dan aku hanya mengikuti apa yang kamu inginkan tapi jangan paksa aku untuk mencintainya, kami hanya sebatas partner. Aku hanya mencintaimu dan sebentar lagi keluargaku tidak akan menghina kamu lagi karena sekarang kamu akan menjadi seorang ibu, iya kan?”

“Apakah rahasia ini akan tetap terjaga?”

“Aku jamin, Sayang.”

“Mas, kabulkan permintaanku, malam ini kamu tidur di kamar Falisha, kasihan dia dan tengoklah anakmu, kata dokter kamu harus membuka jalan agar nanti saat persalinan Falisha tidak terlalu sakit, mau ya Mas?” rengek Farah memelas.

“Aku mengantuk , Sayang, nanti aku pikirkan lagi.”

Farah diam tapi lelehan air matanya terus mengalir membuat Fattan menjadi serba salah. Fattan kembali menatap Farah. Dia pun tak tega melihat istri yang sangat dia cintai bersedih apalagi kondisi Farah yang tak berdaya membuat Fattan merasa kasihan.

“Baiklah Sayang , malam ini aku akan tidur di kamar Falisha, hanya untuk malam ini saja, kamu  puas?”

“Iya Mas, terima kasih. Sekarang kamu ke sana ya?”

“Sekarang ini masih jam sembilan Sayang?”

“Pokoknya sekarang!” desak Farah.

“Oke, kamu nggak apa-apa aku tinggal?”

“Nggak apa-apa, cepat sana!”

Mau tak mau Fattan keluar dari kamar dan menuju kamar Falisha yang hanya terletak di sebelah kamarnya. Pintu kamar Falisha terkunci dari dalam tapi Fattan mempunyai kunci cadangannya.

“Tidak ada? Di mana dia?” tanya Fattan setelah berhasil membuka pintu kamar dan masih berdiri mengamati kamarnya yang luas itu tidak ada penampakan Falisha.

Namun, Fattan terkejut saat dia melangkah lebih dekat ingin ke kamar mandi, tiba-tiba saja Falisha keluar dari kamar mandi tanpa menggunakan sehelai benang pun yang menutupi tubuh dengan perutnya  yang besar sehingga mata Fattan membuat melihat pemandangan itu yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. 

Fattan dengan susah payah menelan ludah, pandangannya tak teralihkan. Falisha yang ikut terkejut dengan cepat menutupi tubuhnya dengan handuk yang tergeletak di sisi ranjang, lalu melilitkan ke tubuhnya.

“Mas Fattan? Kenapa ada di sini? Dan bagaimana kamu bisa masuk?” tanya Falisha kaget.

“Kamu lupa kalau aku mempunyai kunci cadangan dan kamu jangan ke geeran ya. Aku ke sini karena perintah kakakmu untuk tidur malam ini bersama kamu,” sahutnya dan langsung menghampiri sisi ranjang yang lain untuk merebahkan tubuhnya.

“Aku nggak apa-apa Mas, balik sana kasihan Mbak Farah,” ucap Falisha tersenyum kaku.

“Sudah jangan bawel, aku ngantuk jangan ganggu aku, oke?” pintanya dengan nada ketus.

Falisha pun malas berdebat dengannya dan berpikir kalau Fattan memang benar-benar lelah dan  mengantuk sehingga dengan santai dia kembali membuka lilitan handuknya.

Fattan tak kuasa menahan hasratnya tapi dia terlalu gengsi sehingga dia pun berusaha untuk memejamkan matanya. Setelah selesai memakai pakaian tidur yang longgar Falisha pun naik ke ranjang sehingga ranjang itu sedikit bergoyang.

“Kenapa aku ini? Apakah aku juga mulai jatuh cinta dengan Falisha?”

Fattan gelisah malah tak bisa tidur kembali, tubuhnya pun  digerakkan mengganti posisi tidur yang tadi membelakangi Falisha  kini dia berbalik menatap Falisha yang ternyata sudah tertidur.

Dengkuran halus pun terdengar  Falisha bisa mendengarnya dengan jelas. Penasaran kini Fattan menatap lekat wajah Falisha yang tertidur. Dia pun membetulkan anak rambut yang menghalangi wajahnya dan menyingkapnya ke sela telinga.

“Cantik, dia memang sangat cantik ,” ucapnya mengagumi Falisha.

Tanpa sadar Fattan pun mengecup kening Falisha, lalu turun ke pipi dan bibirnya. Tak ada reaksi dari Falisha membuat Fattan semakin penasaran. Dia pun kembali menyentuhnya.

“Kata Farah aku harus menengok anakku bukan, baiklah akan aku coba,” ucapnya dan kembali melumat bibir Falisha. Fattan pun mulai melancarkan aksinya. Terdengar suara desahan kecil dari mulut Falisha membuat Fattan semakin bergairah, hingga malam itu pun menjadi panas.

 

Falisha terbangun dan mendapati dirinya kembali sendiri. Dia seperti berhalusinasi jika Fattan telah menyentuhnya.

“Apakah tadi malam aku bermimpi?” tanya Falisha dalam hati sembari mengingat-ingat kejadian tadi malam.

“Ah mungkin halusinasi aku saja, mana mungkin Mas Fattan  menyentuhku?”  gerutunya kesal. Dia pun langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

***

Sejak saat itu Fattan  selalu mendatangi kamar Falisha. Bahkan setelah Farah  tidur dia pun beralih ke kamar Falisha .

“Mas, kamu kok di sini lagi?” tanya Falisha kaget.

“Kenapa, aku kan suamimu juga ada masalah?” Fattan mendengkus kesal.

“Nggak sih Mas,” sahutnya pelan.

Fattan  pun langsung merebahkan tubuhnya diikuti Falisha yang memang ingin tidur. Namun, belum ada beberapa detik mata Falisha terpejam,  tangan Fattan  sudah bergerilya di tubuh Falisha membuat Falisha  terkejut dan juga bahagia karena Fattan mulai menyentuhnya lagi. Falisha pun membiarkannya dan menikmati setiap sentuhan yang dilakukan oleh Fattan.

“Berarti aku tidak mimpi, Mas Fattan  memang menyentuhku?” gumamnya dalam hati sambil tersenyum kecil.

 

***

Fattan  sudah meminta izin untuk tidur di kamar Falisha disela masa kehamilan yang sebentar lagi mau melahirkan. Tentu saja Farah bahagia setidaknya Fattan sudah bisa membuka hatinya untuk wanita lain.  Fattan  pun merasa bahagia setidaknya apa yang dia inginkan sedikit demi sedikit terwujud.

Akhirnya apa yang telah ditunggu pun tiba. Falisha mengalami kontraksi, sehingga dengan cepat Fattan  membawanya ke rumah sakit.

Fattan terlihat begitu khawatir dan beberapa menit kemudian bayi itu lahir dengan selamat.  Berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 3750 gram, panjang 52 cm.

Falisha  masih di ruang perawatan untuk memulihkan kondisinya. Selang beberapa menit  kemudian Falisha diperbolehkan untuk melihat anaknya. Bayi itu terlihat manis dan menggemaskan. Falisha memegang tangan mungil itu lalu mengabadikan genggaman tangan mereka dengan  layar ponselnya.

Falisha melihat ada sebuah tanda hitam disela kedua jari bayi itu. “Aku akan selalu merindukan kamu, Sayang. Maaf Mama harus pergi, kamu akan harus menurut kepada orang tuamu, mungkin suatu hari takdir akan mempertemukan kita kembali,” ucapnya dan mencium. Kening bayi mungil itu dengan lembut.

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Safiiaa
semangat ngetiknya Thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status