Nola baru menyadari jika ada orang lain yang masih berdiri di hadapannya. Wanita cantik memakai hijab modis membuat mereka terpaku sejenak.
“Wah cantik banget,” ucap Nola sambil berdiri menatap Lisha.“Benar sempurna untuk bos dingin kita itu,” sanggah Mira kembali bersuara yang ikut menatap Lisha dari atas sampai bawah.Tak lama kemudian telepon kembali berdering membuyarkan mereka. Dengan sigap Nola langsung mengangkatnya dan sangat terkejut karena yang menghubunginya adalah dari perusahaan Pak Muchlis.Nola tercekat dan panik, karena dia belum memikirkan jawaban yang pantas untuk orang itu. Rasa gugup dan khawatir langsung menghantuinya.“Siapa Mbak?” tanya Falisha penasaran.“Maaf Mbak mungkin itu Pak Muchlis Yudatama salah satu investor yang ingin bekerja sama dengan Pak Fathan, tapi Pak Fathan membatalkan janji mereka karena ada urusan mendesak dan Nola sekretarisnya ini bingung mau mencari alasan apa yang tepat agar kedua belai pihak yang mempunyai sifat yang hampir sama saling marah,” jelas Mira ikutan berkomentar sedikit berbicara pelan.Falisha paham langsung dengan apa yang dibicarakan, apalagi melihat wanita muda yang menerima telepon itu semakin stres mendengar caci maki dari orang itu.“ Dasar Mas Fattan membuat sekretarisnya bingung , memang urusan penting apa sih, bikin susah saja?” gerutu Falisha ikutan kesal.“Sini Mbak biar saya yang bicara,” Falisha meminta telepon itu dari Nola yang mulai gemetaran menerima telepon itu. Nola bingung tapi Falisha langsung mengambilnya dari tangan Nola dan langsung menyalakan pengeras suara agar mereka ikut mendengarkannya.Falisha mendengarkan caci maki dari orang itu dengan tenang setelah selesai barulah Falisha menjawabnya. Tampak Nola dan Mira bingung dengan tindakan Falisha yang mengambil sikap tenang.“Maaf Pak, memang kesalahan ada dipihak kami, karena kebetulan Pak Fattan mendadak ada keperluan mendesak sehingga beliau mau tidak mau menunda pertemuannya dengan Bapak. Ada urusan keluarga yang begitu urgent, kami pun belum tahu ada masalah apa yang dihadapi beliau. Anggap saja jika diposisi Bapak apa yang Bapak lakukan jika mendapat kabar yang mengejutkan sehingga kita harus merelakan salah satunya yang lebih penting?”“Iya kamu benar, dan terima kasih sudah mengingatkan saya. Baiklah saya paham apalagi baru beberapa hari istrinya meninggal dunia. Oke, saya bisa memakluminya dan katakan kepada Pak Fattan jika saya siap kapan saja jika Pak Fattan sudah bisa ditemui.”“Baik Pak, saya akan menjadwal ulang pertemuan Bapak dengan Pak Fattan setelah saya bisa bicara dengan beliau. Terima kasih sudah memakluminya. ““Justru saya yang berterima kasih dengan kamu dan pantas saja Pak Fattan menjadikan kamu sekretarisnya. Selamat pagi.”“Selamat Pagi juga, Pak.”Nola dan Mira tercengang mendengar ucapan Falisha yang begitu santai, lugas dan berwibawa. Baru kali ini ada yang bisa meredam amarah orang itu yang selalu seperti mercon jika marah.“Mbak ini sangat pintar, terima kasih sudah membantu saya, tapi maaf Mbak ini siapa ya? Pak Fattan mendadak pergi terburu-buru, saya tidak tahu alasannya tapi yang jelas beliau seperti singa yang ingin memakan mangsanya,” celetuk Nola tanpa jeda.Falisha tersenyum. “Nama saya Falisha , tapi sepertinya Pak Fattan tidak ada, dan kalian pasti tidak tahu dia pergi ke mana, sangat menyebalkan itu orang!” gerutu Falisha kesal.“Maaf Mbak nya siapanya Pak Fattan ya?” tanya Nola membuat Mira menyikut lengan Nola.“Apaan sih, Mir?” tanya Nola masih penasaran.“Nggak sopan itu namanya,” sahut Mira.“Saya adik angkat Bu Farah mendiang istrinya yang menyebalkan untuk Pak Fattan begitu juga dengan dia. Sungguh membuat saya susah. Baiklah saya pergi dulu Mbak mungkin sekarang ponselnya sudah bisa dihubungi. Permisi, selamat pagi.”“Selamat Pagi, Mbak!”Falisha melangkah pergi dan kedua wanita muda itu masih menatap Falisha dengan penuh takjub.“Menurutmu dia cocok dengan Pak Fattan ?” tanya Mira masih menatap kepergian Falisha.“Aku rasa dia memang pantas, nggak ada salahnya kan seorang adik ipar naik pangkat menjadi istrinya, lagian lebih cantik elegan dia dari pada wanita itu.”“Kamu benar juga sih. Dan sepertinya aku mulai lapar lagi, kamu mau nitip camilan?”“Nggak ah, aku masih banyak pekerjaan, daripada nanti Pak Fattan datang tiba-tiba seperti hantu dan mengomel karena pekerjaanku belum selesai,” jelasnya dan kembali menatap layar monitornya.***Sementara itu Fattan yang masih terlihat kesal mencari keberadaan Falisha. Apalagi GPS yang dia pasang ternyata kembali ke kantornya, tapi dia malas bertemu Falisha di kantornya sehingga memutuskan untuk menunggu wanita cantik itu di depan kost.Falisha beberapa kali menghubungi Fattan tapi dengan sengaja Fattan tidak mengangkatnya. Ada senyuman kecil yang tersungging dari bibirnya saat melihat di layar ponsel nama Falisha..Sampai akhirnya Fattan sampai di depan kost setelah memesan ojek dan melihat mobil mewah berwarna hitam sudah bertengger di halaman kost.“Sudah aku duga, dia tahu saja tempatku yang baru dan pasti orang-orang sini sudah menggosipi aku karena dia, sungguh menyebalkan!” gerutunya setelah turun dari ojek.“Mas Fattan, kamu ngapain ke sini?” tanya Falisha sedikit kesal“Akhirnya kamu pulang, siapa dia pacar baru kamu?” selidik Fattan memicingkan matanya.“Ya Allah Mas, dia itu tukang ojek dan lagian ngapain Mas ada di sini? Kenapa nggak angkat telepon aku, tadi aku ke kantor Mas Fattan, sekretarismu kasihan sekali mendapatkan pimpinan yang tak bertanggung jawab. Memang ada urusan apa sih yang lebih penting dari meeting kalian?” cerca Falisha kembali.Fattan mendekati Falisha. Kini jarak mereka tidak begitu jauh . Pandangan mereka beradu, tapi seketika Falisha sadar dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain.“Sudah aku bilang turuti surat wasiat itu jika tidak ...”ucapan Fattan menggantung, menatap lekat wajah cantik itu yang sebenarnya dia rindukan.“Jika tidak kenapa? Kamu mau mengancamku?” tanya balik Falisha.“Tidak aku hanya mengingatkan kamu, Falisha. Bukannya kamu sekarang bekerja di perusahaan Maju Perkasa dan kamu datang kembali ke sini untuk membuka cabang baru. Kamu tahu siapa yang akan menjadi partner bisnismu?” tanya Fattan tersenyum sinis.“A—apa maksud Mas Fattan?” tanya Falisha masih belum mengerti apa yang dikatakan olehnya.“Apakah bosmu tidak memberitahukan secara terperinci siapa yang akan menjadi rekan kerja kamu selama di Surabaya? Kamu harus tahu sangat sulit untuk bisa bekerja sama denganku jika aku tidak suka dengan orang itu dan jika kamu gagal bekerja sama dengan perusahaanku maka banyak yang akan dirugikan. Nasib karyawan ada ditangan kamu, Falisha, jadi keputusan apa yang kamu ambil menikah denganku atau menelantarkan nasib banyak karyawan. Semua ada di tanganmu,” jelas Fattan berbisik di telinga Falisha. Deru napas pria tampan itu sedikit terasa membuat bulu kuduk Falisha berdiri.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi kedua matanya masih saja terjaga. Apalagi kata-kata Fattan tadi sore membuatnya gelisah, meskipun di dalam hati masih ada rasa itu. Rasa yang pernah dia rasakan untuk cinta Fattan tapi dia harus menguburnya dalam-dalam karena waktu itu tidak ingin menjadi duri dalam rumah tangga mereka. Namun, sekarang sangat berbeda kini Falisha harus memutuskan apalagi surat wasiat kakak angkatnya itu. Selain itu dia juga ingin bertemu dengan putranya yang pernah dia tinggalkan untuk mereka. Dia ingin melihat wajah anak itu dan dia pun harus membuat anak itu tidak nakal seperti apa yang dikatakan mereka.Falisha mengambil ponselnya yang tergeletak di pinggir ranjang. Lalu membuka galeri foto. Foto yang sempat dia ambil saat anak itu masih bayi. “Bagaimana wajah kamu sekarang, Sayang, apakah kamu juga merindukan, Mama? Ah, sangat konyol, mana mungkin anak itu merindukan aku, karena dia pun tidak tahu siapa aku sebenarnya. Kita akan bertemu, Sayang,
Fattan ingin sekali mengikuti mereka tapi disaat itu juga ponselnya berdering. Dia pun terpaksa harus segera ke kantor karena mengingat pentingnya meeting nya hari ini.“Ah sial, kenapa juga hari ini ada meeting, padahal aku ingin memergoki mereka,” gerutunya kesal. Dia pun segera pergi dari sana dengan wajah ditekuk. Lagi-lagi ponselnya pun kembali berdering. Wajahnya sudah penuh amarah yang ingin sekali diledakkan tapi saat melihat nama yang tertera disana terlihat senyuman menyeringai. Dia pun segera menerima panggilan itu.***Pria tampan itu tidak tahu kalau yang dia lihat bukanlah kekasih atau tunangan Falisha melainkan teman kerja Falisha yang ditugaskan bersamanya bernama Aldi. Dia juga tidak datang sendiri karena Silvi pun ikut bersamanya hanya saja disaat itu Silvi izin ke kamar mandi sehingga Fattan hanya melihat Aldi bersama Falisha. “Kita langsung kerja atau bagaimana nih?” tanya Silvi setelah mereka masuk ke mobil. “Besok saja, lagian kalian baru datang pasti capek,
“Hey kok bengong sih? Kenapa?” Silvi kembali membuyarkan lamunan Lisha sehingga wanita cantik itu sedikit terkejut.“Ah nggak apa-apa. Aku mau istirahat dulu ya, besok kita akan bertemu dengan orang itu dan kalian harus mantapkan hati dan jiwa raga karena orang ini sedikit bawel, ketus dan irit bicara, tapi ...“Tampan, itu kan yang akan kamu bilang?” goda Silvi membuat wajah Lisha kembali memerah. “Oh bukan tapi mempunyai insting yang kuat dalam segala hal, makanya kita harus waspada dan teliti,” sahut Falisha yang kemudian buru-buru pergi karena takut ditanya lagi.Silvi menatap punggung Falisha sampai hilang dari pandangannya. “Di, kamu ngerasa nggak sih kalau Lisha sedang menyembunyikan sesuatu dari kita?” selidik Silvi yang merasa curiga.“Iya aku juga sempat curiga sih, selama ini kan dia tidak pernah menunjukkan wajah keluarganya itu apalagi kakak ipar nya, memang tampan dari aku ya?” “Kamu memang tampan tapi kalau dilihat dari sedotan, hehe,” jawab Silvi sambil terkekeh. “
“Kalau dipikir-pikir dia itu duda punya anak satu loh, tapi ada juga yang mengatakan kalau anaknya itu super nakal banget padahal umurnya baru enam tahun. Kasihan sekali istrinya mungkin gara-gara itu juga kalinya dia meninggal. Sudah sakit-sakitan ditambah anaknya badung,” jelas Silvi membuat mata Falisha berkaca-kaca. “Dia tidak aktif di media sosial, hampa sekali hidup Fattan ini, tapi eh tunggu sebentar ...“Ada apa, Al?” “Waw, seksi sekali, kenapa sih wanita memamerkan tubuhnya begitu mudah banget, kenapa nggak sekalian telanjang saja, dari pakai pakaian kurang bahan gitu, cuma dkit doang lagi kelihatan semua deh, banyak talinya pula,” gerutu Aldi saat melihat sebuah foto yang mampir di beranda sosialnya. “Mana coba lihat.” Silvi penasaran dan mengambil ponsel milik Aldi dari tangannya. Silvi pun memperhatikannya. “Wah dia cantik sekali tapi masih cantik kamu kok tenang saja,” ledek Silvi tersenyum saat melihat ke arah Falisha yang masih fokus menyetir.Silvi kemudian menaik
“Oh nggak apa-apa, hanya ingin mau ke toilet sebentar, saya permisi dulu, Mbak,” ucapnya bergegas keluar dari ruangan meeting itu. Namun, membuat Mira bingung sambil menatap punggung Falisha sampai hilang dari pandangannya.“Ada apa, Mir?” tanya Nola menghampiri Mira. “Nggak apa-apa hanya bingung saja,” jawab Mira masih penasaran. “Bingung kenapa?” “Mbak Falisha tadi izin mau ke toilet.” “Terus, apanya yang bingung?” tanya Nola semakin heran.“Aku belum memberitahukan tempat toiletnya tapi dia sudah pergi begitu saja, sepertinya dia tahu deh letak posisi toiletnya?” selidik Mira beranggapan. “Emm ...benar juga sih, tapi bukannya dia pernah bilang saat dia ke sini kalau dia adalah adik angkatnya Ibu Farah, istri mendiang Pak Duda, iya kan?” Nola mencoba mengingat saat Falisha datang pertama kali ke kantor itu.“Apa?” tanya Silvi dan Aldi hampir bersamaan dengan wajah terkejut. Kebetulan posisi Silvi dan Aldi tidak jauh dari mereka sehingga mereka pun mendengarnya. “Maksudnya bag
“Duh cantik banget tuh cewek, pintar lagi kira-kira dia sudah menikah atau belum ya, pengen jadi suaminya kalau memang belum,” ucap karyawan Fattan yang bernama Dirga. “Iya, aku pun juga mau lah, bening begitu, wanita sholehah, jarang banget bisa lihat beginian,” timpa Seno kemudian sedikit berbisik, namun, ucapan mereka masih bisa di dengar oleh Fattan. “Menyebalkan sekali mereka, bukannya fokus untuk mendengarkan rancangan kerja malah menggosip tentang Falisha,” geramnya dalam hati Fattan semakin emosi saat mereka berdua masih membicarakan tentang Falisha di belakangnya. Lirikan mata Fattan mampu membuat kedua karyawan itu terkejut meskipun mereka membalas tatapan tajam itu. “Apakah kalian hanya ingin bergosip atau bekerja? Sangat tidak sopan kalau kalian bicara sendiri sedangkan ada orang lain yang sedang menjelaskan beberapa hal penting tentang kerja sama ini. Jika kalian masih betah menggosip silakan kemari barang-barang kalian dari sini, saya tidak butuh orang yang tidak kom
“Kenapa kamu takut dengan saya?” tanya balik Fattan menatap lebih dalam lagi.Entah apa yang ada dipikiran Fattan tiba-tiba saja wajah pria itu sedikit maju dan ingin menggapai bibir Falisha. Wanita cantik itu semakin gugup. “Tidak ... tidak jangan sampai aku terlena dengan dia, aku harus cepat menghindar,” pikir Falisha mencari akal.Ketika hampir saja menyentuh bibir Falisha tiba-tiba saja dia menyapa seseorang. “Pak Yudi?” sapa Falisha dengan cepat. Fattan yang mendengar nama itu disebut buru-buru menjauhkan tangannya dan berbalik badan.Seketika Fattan menjadi kesal karena Falisha sudah berani membohonginya. “Maaf, aku harus pergi dan satu lagi jangan memecat mereka. Semua bisa dibicarakan dengan baik-baik tanpa harus ada amarah, semua pasti ada jalan keluarnya. Kita masih membutuhkan mereka dan pikirkan loyalitasnya selama ini dalam pekerjaannya, permisi.” Falisha pergi dari ruangan itu sebelum Fattan memanggilnya lagi. Fattan terdiam dan kembali tersenyum. “Apa yang aku lak
Sudah hampir setengah jam Fattan masih di ruangannya. Namun, kini pikirannya bercabang. Pria tampan itu memikirkan apa yang dikatakan oleh Yudi sehingga dia tidak bisa fokus dengan pekerjaan itu. Fattan lalu menghubungi Nola sekretarisnya.“Ya Pak Fattan?”“Saya lupa nomor berapa di ruangan Falisha?”“Nomornya 112, Pak, tapi sekarang Bu Falisha tidak ada di ruangannya Pak, hanya ada Mbak Silvi dan Mas Aldi.”“Memang saya ingin bicara dengan Falisha?”“Maaf Pak, pemikiran saya begitu.”“Dia tidak memberitahukan kamu ke mana dia pergi?”“Bilang sih Pak, dan Bu Falisha pergi bersama dengan Pak Yudi.”“Apa, kenapa kamu tidak beritahu saya?” “Loh, saya kira Bapak sudah tahu karena setelah Pak Yudi keluar dari ruangan Bapak bersamaan ada Bu Falisha, entah apa yang mereka bicarakan sehingga mereka pergi bersama, Pak. Sangat cocok sekali mereka yang satu tampan dan yang satu cantik, iya kan Pak?”“Kamu kira Yudi lebih tampan dari saya, menyebalkan. Kamu sekretaris saya atau Yudi sih?” “Ma