“Mbok di mana Mas Fattan?” tanya Farah pelan.“Belum pulang Bu,” jawab Mbok Ijah singkat. Farah melirik ke jam dingin yang terpajang cantik di dalam kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, membuat Farah sedikit khawatir. Namun, sesaat kemudian kekhawatiran itu berangsur sirna dikala dia mengingat kalau ada wanita lain yang biasa menemaninya. “Apa yang Bu Farah pikirkan?” Mbok Ijah menemani Farah di dalam kamar.“Mas Fattan pasti dengan Syakira. Mbok apakah Mas Fattan mencintai Syakira, sepertinya mereka saling mencintai? Apakah Syakira adalah cinta pertama Mas Fattan?” tanya Farah mulai bimbang. “Enggak Bu, mereka hanya teman masa kecil. Dulu Syakira pergi dari kehidupan Den Fattan saat mereka masih duduk di bangku sekolah dasar. Ayah Syakira ditugaskan di Semarang saat Syakira berusia sembilan tahun dan Den Fattan berusia dua belas tahun. Setelah itu mereka tidak pernah saling menghubungi atau bertukar kabar. Kalau sekarang Mbok enggak tahu juga apakah Den Fatta
“Menikahlah dengan suamiku, Lis, aku mohon. Hanya kamu yang bisa mewujudkan mimpiku. Apakah kamu tidak ingin menolong Mbakmu ini?” pintanya dengan wajah memelas. Gadis itu masih terpaku diam dan tentu saja syok. Dia tidak mengerti apakah ini suatu anugerah atau kesialannya. Tak dipungkiri ketampanan suami Farah bisa membuat hati kaum hawa yang lain meleleh tapi tidak dengan Falisha yang tidak mau terlalu dekat dengan Fathan yang wajahnya hampir mendekati sempurna itu.“Lisha Sayang, kamu mau kan, aku juga sudah memberitahukan kepada Mas Fathan dia juga sudah setuju melakukannya dan tinggal dari kamu saja, atau anggap saja ini permintaan terakhirku dan setelah itu aku tidak akan meminta yang lain, aku mohon,” desak Farah yang kini semakin dibanjiri air mata. Falisha semakin terpojok. Dia tidak bisa melihat Farah menitikkan air mata sedikit pun. Baginya Farah adalah sosok pengganti ibunya yang telah menelantarkan dirinya sewaktu masih kecil. Farah memungutnya dari jalanan saat melih
Setelah perbincangan itu sikap Fattan mulai menjaga jarak bahkan jarang sekali Fattan ke kamar Falisha hanya sekedar menanyakan kondisi kesehatannya. Farah dan Mbok Ijah yang mengurus. Bahkan Fattan mengambil pekerjaan keluar kota sampai empat bulan lamanya hanya untuk menghindar dari Falisha. Falisha mengerti apa yang dilakukan oleh Fattan. Dia memang harus menghindar agar tidak menimbulkan benih cinta diantara mereka. Begitu juga dengan Falisha dia tetap fokus dengan kehamilannya tanpa harus memedulikan sikap Fattan yang semakin dingin dengannya. Sudah hampir sembilan bulan, kini Falisha harus mempersiapkan diri untuk melahirkan. Seperti kata dokter mungkin antara Minggu pertama atau kedua Falisha akan melahirkan secara normal. Rasa gugup, cemas dan bahagia bercampur aduk rasanya.“Mas, sebentar lagi Falisha mau melahirkan kata dokter sih dalam minggu-minggu ini, kamu nggak tengok anakmu sebentar?” tanya Farah lembut. Fattan mengecup kening istrinya dengan hangat. “Aku masih ma
Falisha memberikan bayi itu kepada Farah dan Fattan untuk mereka rawat dan besarkan. Meskipun hatinya terasa sedih dan sakit tapi dia harus melakukannya demi mereka, demi Farah kakak angkatnya.Sebenarnya Farah sudah berusaha mencegahnya untuk tidak pergi tapi dia pun sadar cinta itu tidak boleh hadir diantara mereka. Fattan pun mengerti posisi Falisha dia pun tak ingin memperkeruh keadaan meskipun hatinya mulai merasakan getaran cinta dengan Falisha. “Mbak aku sudah menepati janjiku untuk kalian dan sekarang aku bebas. Mas Fattan harus menceraikan aku juga. Tinggal kalian yang harus menepati janji untuk membuat orang itu menderita. Aku masih tidak rela jika dia hidup bahagia sementara aku tidak bisa melupakan orang itu sampai sekarang!” keluhnya menagih janji kepada mereka. “Kamu jangan khawatir aku akan menepatinya, dan ini ...” Fattan memberikan selembar cek yang bertuliskan nominal angka tertera sangat jelas.Kedua bola mata membulat sempurna saat melihat angka nominalnya. “
Falisha membuka amplop itu dan langsung membacanya. Seketika wajahnya langsung berubah pucat saat itu juga. “Ti—tidak mungkin? Apa kamu bercanda?” Falisha berdiri dan ingin segera merobek kertas itu ,tapi Fattan langsung mengambil kertas itu dengan cepat. “Itu adalah permintaan terakhir Farah, bukan aku yang meminta,” tegasnya lagi. “Tapi kita sudah lama bercerai dan aku ...”“Kenapa? Kamu keberatan dan itu tidak masalah karena dulu kita hanya menikah siri dan sekarang aku akan menikahi kamu secara resmi baik secara agama dan juga hukum, lagian kamu tidak ingin bertemu dengan anakmu? Sekarang kamu pilih saja mau menikah denganku atau anak itu yang harus menanggung akibatnya?”“Apa maksudnya, Mas?” tanya Falisha tidak mengerti.“Seharusnya kamu tidak perlu melahirkan anak pembawa sial itu, ya dia bukan anak Farah sehingga perilakunya tidak seperti itu dan dia adalah anakmu yang nakal, susah untuk dikendalikan!” bentak Fattan meluapkan emosinya. Falisha semakin bingung dengan pe
Nola baru menyadari jika ada orang lain yang masih berdiri di hadapannya. Wanita cantik memakai hijab modis membuat mereka terpaku sejenak. “Wah cantik banget,” ucap Nola sambil berdiri menatap Lisha. “Benar sempurna untuk bos dingin kita itu,” sanggah Mira kembali bersuara yang ikut menatap Lisha dari atas sampai bawah. Tak lama kemudian telepon kembali berdering membuyarkan mereka. Dengan sigap Nola langsung mengangkatnya dan sangat terkejut karena yang menghubunginya adalah dari perusahaan Pak Muchlis.Nola tercekat dan panik, karena dia belum memikirkan jawaban yang pantas untuk orang itu. Rasa gugup dan khawatir langsung menghantuinya. “Siapa Mbak?” tanya Falisha penasaran. “Maaf Mbak mungkin itu Pak Muchlis Yudatama salah satu investor yang ingin bekerja sama dengan Pak Fathan, tapi Pak Fathan membatalkan janji mereka karena ada urusan mendesak dan Nola sekretarisnya ini bingung mau mencari alasan apa yang tepat agar kedua belai pihak yang mempunyai sifat yang hampir sa
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi kedua matanya masih saja terjaga. Apalagi kata-kata Fattan tadi sore membuatnya gelisah, meskipun di dalam hati masih ada rasa itu. Rasa yang pernah dia rasakan untuk cinta Fattan tapi dia harus menguburnya dalam-dalam karena waktu itu tidak ingin menjadi duri dalam rumah tangga mereka. Namun, sekarang sangat berbeda kini Falisha harus memutuskan apalagi surat wasiat kakak angkatnya itu. Selain itu dia juga ingin bertemu dengan putranya yang pernah dia tinggalkan untuk mereka. Dia ingin melihat wajah anak itu dan dia pun harus membuat anak itu tidak nakal seperti apa yang dikatakan mereka.Falisha mengambil ponselnya yang tergeletak di pinggir ranjang. Lalu membuka galeri foto. Foto yang sempat dia ambil saat anak itu masih bayi. “Bagaimana wajah kamu sekarang, Sayang, apakah kamu juga merindukan, Mama? Ah, sangat konyol, mana mungkin anak itu merindukan aku, karena dia pun tidak tahu siapa aku sebenarnya. Kita akan bertemu, Sayang,
Fattan ingin sekali mengikuti mereka tapi disaat itu juga ponselnya berdering. Dia pun terpaksa harus segera ke kantor karena mengingat pentingnya meeting nya hari ini.“Ah sial, kenapa juga hari ini ada meeting, padahal aku ingin memergoki mereka,” gerutunya kesal. Dia pun segera pergi dari sana dengan wajah ditekuk. Lagi-lagi ponselnya pun kembali berdering. Wajahnya sudah penuh amarah yang ingin sekali diledakkan tapi saat melihat nama yang tertera disana terlihat senyuman menyeringai. Dia pun segera menerima panggilan itu.***Pria tampan itu tidak tahu kalau yang dia lihat bukanlah kekasih atau tunangan Falisha melainkan teman kerja Falisha yang ditugaskan bersamanya bernama Aldi. Dia juga tidak datang sendiri karena Silvi pun ikut bersamanya hanya saja disaat itu Silvi izin ke kamar mandi sehingga Fattan hanya melihat Aldi bersama Falisha. “Kita langsung kerja atau bagaimana nih?” tanya Silvi setelah mereka masuk ke mobil. “Besok saja, lagian kalian baru datang pasti capek,